Anda di halaman 1dari 15

HAKIKAT DAN KONSEP PENDIDIKAN MATEMATIKA

MAKALAH
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Landasan Kependidikan

Oleh:
Ahmad Muklisin (200220101027)
Novita Purnamasari Supahmi (210220101013)

Dosen Pengampu:

Dr. Nanik Yuliati, M.Pd.


Dr. Erfan Yulianto, M.Pd.
Dr. Didik Sugeng Pambudi, M.S.

PROGRAM STUDI MAGISTER PENDIDIKAN MATEMATIKA


JURUSAN PENDIDIKAN MIPA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS JEMBER 2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya, sehingga dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul “Hakikat dan Konsep Pendidikan Matematika”. Makalah
ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Landasan Kependidikan pada Program
Studi Magister Pendidikan Matematika Jurusan Pendidikan MIPA Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan Universitas Jember.
Penyusunan makalah ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu,
disampaikan terima kasih kepada Dr. Nanik Yuliati, M.Pd., Dr. Erfan Yulianto, M.Pd., Dr. Didik
Sugeng Pambudi, M.S. selaku dosen pengampu mata kuliah Landasan Kependidikan. Kritik dan
saran dari semua pihak diharapkan demi kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini dapat
bermanfaat.

Jember, 31 Agustus 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................................................... i


DAFTAR ISI .........................................................................................................................................ii
BAB 1. PENDAHULUAN .................................................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang .......................................................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ..................................................................................................................... 1
1.3 Tujuan ........................................................................................................................................ 1
BAB 2. PEMBAHASAN ..................................................................................................................... 2
2.1 Pengertian dan Hakikat Pendidikan ......................................................................................... 2
2.2 Konsep Pendidikan.................................................................................................................... 3
2.2 Perkembangan Pendidikan Matematika di Indonesia…………………………………9
KESIMPULAN ................................................................................................................................... 10
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................................... 11

ii
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Matematika merupakan salah satu bidang studi yang di ajarkan di sekolah, baik di
sekolah dasar, sekolah menengah pertama dan sekolah menengah atas. Untuk itu penting bagi
seorang pendidik ketika akan mengajar matematika disarankan untuk mengetahui dan
mengerti obyek yang akan diajarkan yang dalam hal ini adalah matematika.
Pemberian mata pelajaran matematika kepada peserta didik tentu bukan tanpa alasan,
manfaat dari matematika yang mampu dirasakan secara nyata tentu merupakan alasan
mendasar mengapa matematika dipilih sebagai mata pelajaran wajib dari jenjang sekolah
dasar bahkan sampai perguruan tinggi. Salah satu contoh mendasar dari penggunaan
matematika dalam kehidupan sehari-hari adalah sistem penjumlahan, pengurangan, perkalian
dan pembagian.
Berdasarkan penjelasan di atas, dapat diketahui bahwa penting bagi individu untuk
mengetahui pentingnya pendidikan matematika. Oleh karena itu, dalam makalah ini akan
menjelaskan hakikat dan konsep pendidikan matematika.

1.2 Rumusan Masalah


Sesuai dengan latar belakang masalah yang telah diuraikan, maka rumusan masalah dalam
makalah ini adalah sebagai berikut:
a) Bagaimana hakikat pendidikan?
b) Bagaiaman konsep pendidikan?
c) Bagaimana perkembangan pendidikan matematika di Indonesia?
d) Apa definisi pendidikan matematika?

1.3 Tujuan
Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah, tujuan makalah ini adalah sebagai berikut:
a) Mendeskripsikan hakikat Pendidikan
b) Menjelaskan konsep pendidikan
c) Menjelaskan perkembangan pendidikan matematika di Indonesia
d) Mendefinisikan pendidikan matematika.

1
BAB 2. PEMBAHASAN

2.1 Pengertian dan Hakikat Pendidikan


Pendidikan merupakan transfer of knowledge, transfer of value dan transfer of culture
and transfer of religius yang semua diarahkan pada upaya untuk memanusiakan manusia.
Dari pendapat tersebut dapat dijelaskan bahwa hakikat dari proses pendidikan sebagai upaya
untuk mengubah perilaku individu atau kelompok agar memiliki nilai-nilai yang disepakati
berdasarkan agama, filsafat, ideologi, politik, ekonomi, sosial, dan budaya.
Pendidikan diartikan pula sebagai ilmu yaitu sistem pengetahuan tentang fenomena
pendidikan yang dihasilkan melalui riset dengan menggunakan metode ilmiah. Selain itu,
pendidikan juga disebut sebagai seni. Beberapa definisi pendidikan yang dikemukakan oleh
para ahli diantaranya:
1. M. J. Langeveld (1980) menyebut manusia sebagai Animal Educandum yang berarti
untuk menjadi manusia, ia perlu dididik dan mendidik diri sendiri. Oleh karena itu,
pendidikan berperan sebagai humanisasi. Pendidikan diselenggarakan untuk membantu
pengembangan kekuatan spiritual keagamaan, akhlak mulia, kepribadian, pengendalian
diri, potensi diri, kecerdasan, serta keterampilan yang dibutuhkan oleh bangsa dan negara
sehingga proses pembelajaran peserta didik dapat terwujud secara optimal.
2. Sedangkan Menurut pandangan Paula Freire pendidikan adalah proses pengaderan
dengan hakikat tujuannya adalah pembebasan. Hakikat pendidikan adalah kemampuan
untuk mendidik diri sendiri.
3. Ki Hajar Dewantara, Sebagai Tokoh Pendidikan Nasional, pengertian pendidikan
sebagai berikut: “pendidikan umumnya berarti daya upaya untuk memajukan
bertumbuhnya budi pekerti (kekuatan,batin,karakter), pikiran (intelek dan tubuh anak),
dalam siswa tidak boleh dipisah-pisahkan bagian-bagian itu supaya kita memajukan
kesempurnaan hidup, kehidupan dan penghidupan anak-anak yang kita didik, selaras
dengan dunianya”.
4. GBHN (Tap MPR No.II/MPR/1988), menyatakan bahwa “pendidikan pada hakekatnya
adalah usaha sadar untuk mengembangkan kepribadian dengan kemampuan didalam
dan diluar sekolah dan berlangsung seumur hidup dan dilaksanakan dalam lingkungan
keluarga,sekolah,dan masyarakat. Karena itu pendidikan merupakan tanggung jawab
bersama antara keluarga,masyarakat,dan pemerintah”.
5. Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional (UUSPN) No. 20 tahun 2003 Bab I
Pasal 1, menggariskan pengertian: “pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan
yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara”.
Dari beberapa pendapat tersebut hakikat pendidikan sangat ditentukan oleh nilai-nilai,
motivasi dan tujuan dari pendidikan itu sendiri. Hakikat pendidikan dapat dirumuskan
sebagai berikut:

2
1) manusia sebagai makhluk berbadan dan berjiwa;
2) manusia sebagai makhluk yang paling tinggi derajatnya;
3) manusia sebagai makhluk individu;
4) manusia sebagai makhluk social;
5) manusia sebagai makhluk Susila; dan
6) manusia sebagai pemilik hak-hak asasi manusia.

2.2 Konsep Pendidikan


Konsep pendidikan banyak dikemukakan oleh tokoh-tokoh yang berpengaruh. Konsep
pendidikan dibentuk untuk mewujudkan tujuan dan fungsi pendidikan. Berikut ini konsep
pendidikan yang dikemukakan oleh beberapa tokoh, diantaranya:
a. Konsep Pendidikan menurut Ki Hajar Dewantara
Konsep pendidikan nasional yang dikemukakan oleh Ki Hadjar Dewatara sangat
membumi dan berakar pada budaya nusantara, antara lain tutwuri handayani, “tri pusat”
pendidikan (keluarga, sekolah, masyarakat), Sistem Among, dan “Tringa”
Tutwuri memberi kebebasan pada siswa untuk berbuat sekehendak
hatinya. Handayani merupakan sikap yang harus ditaati oleh siswa hingga menimbulkan
ketertundukan. Sehingga Tutwuri Handayani diartikan pemimpin mengikuti dari
belakang, memberi kemerdekaan bergerak kepada yang dipimpinya.
Sistem Among merupakan sistem yang digunakan dalam Taman Siswa, mengemong
(anak) berarti memberi kebebasan anak bergerak menurut kemauannya namun
pamong/guru akan bertindak meskipun dengan paksaan apabila keinginan anak dapat
membahayakan keselamatannya.
Tringa meliputi ngerti, ngrasa, dan nglakoni. Mengingatkan terhadap segala ajaran,
cita-cita hidup yang kita anut diperlukan pengertian, kesadaran dan kesungguhan dalam
pelaksanaanya. (Wardani, 2010)
Terdapat tiga jenis lingkungan pendidikan (Tri Pusat Pendidikan), yaitu:
1. Keluarga
Keluarga merupakan lingkungan pertama dan utama bagi proses
perkembangan seorang individu sekaligus merupakan peletak dasar kepribadian anak.
Pendidikan anak diperoleh terutama melalui interaksi antara orang tua dan anak.
Dalam berinteraksi dengan anaknya, orang tua akan menunjukkan sikap dan perlakuan
tertentu sebagai perwujudan pendidikan terhadap anaknya.
Berbagai faktor yang ada dan terjadi di dalam keluarga akan turut menentukan
kualitas hasil pendidikan anak. Jenis keluarga, gaya kepemimpinan orang tua,
kedudukan anak dalam urutan keanggotaan keluarga, fasilitas yang ada dalam
keluarga, hubungan keluarga dengan dunia luar, status social ekonomi orang tua, dan
sebagainya akan mempengaruhi situasi pendidikan dalam keluarga, yang pada
akhirnya akan turut pula mempengaruhi pribadi anak.

3
2. Sekolah
Pendidikan di sekolah merupakan kelanjutan dalam keluarga. Sekolah
merupakan lembaga tempat dimana terjadi proses sosialisasi yang kedua setelah
keluarga, sehingga mempengaruhi pribadi anak dan perkembangan sosialnya. Sekolah
diselenggarakan secara formal. Di sekolah anak akan belajar apa yang ada di dalam
kehidupan, dengan kata lain sekolah harus mencerminkan kehidupan sekelilingnya.
Oleh karena itu, sekolah tidak boleh dipisahkan dari kehidupan dan kebutuhan
masyarakat sesuai dengan perkembangan budayanya. Dalam kehidupan modern
seperti saat ini, sekolah merupakan suatu keharusan, karena tuntutan-tuntutan yang
diperlukan bagi perkembangan anak sudah tidak memungkinkan akan dapat dilayani
oleh keluarga. Materi yang diberikan di sekolah berhubungan langsung dengan
pengembangan pribadi anak yang berisi nilai moral dan agama, berhubungan langsung
dengan pengembangan sains dan teknologi, serta pengembangan kecakapan-
kecakapan tertentu yang langsung dapat dirasakan dalam pengisian tenaga kerja.
3. Masyarakat
Pendidikan di masyarakat merupakan bentuk pendidikan yang diselenggarakan di
luar keluarga dan sekolah. Bentuk pendidikan ini menekankan pada pemerolehan
pengetahuan dan keterampilan khusus serta praktis yang secara langsung bermanfaat
dalam kehidupan di masyarakat. Phillip H.Coombs (Uyoh Sadulloh, 1994:65)
mengemukakan beberapa bentuk pendidikan di masyarakat, antara lain : (1) program
persamaan bagi mereka yang tidak pernah bersekolah atau putus sekolah; (2) program
pemberantasan buta huruf; (3) penitipan bayi dan penitipan anak pra sekolah; (4)
kelompok pemuda tani; (5) perkumpulan olah raga dan rekreasi; dan (6) kursus-kursus
keterampilan.

b. Konsep Pendidikan menurut R. A. Kartini


Pendidikan menurut R.A. Kartini lebih menekankan pendidikan perempuan yang
terbagi dalam beberapa konsep. Pertama konsep perempuan tempat pendidikan yang
pertama, kedua konsep perempuan menjadi pembawa perubahan, ketiga konsep
pendidikan itu mendidik budi dan jiwa, keempat konsep pendidikan kesetaraan laki-laki
dan perempuan untuk kemajuan bangsa dan terakhir konsep pendidikan untuk cinta
tanah air. (Kholisoh , 2016)
1. Perempuan tempat pendidikan yang pertama
Menurut Kartini perempuan merupakan tempat pendidikan pertama bagi anak-
anak. Karena perempuan akan menjadi seorang ibu dan sudah kodrat seorang ibu
untuk memberikan pendidikan pertama sebelum pendidikan sekolah. Kartini yang
membahas mengenai kedudukan perempuan sebagai tempat pendidikan yang
pertama bagi manusia. Karena merupakan tempat pendidikan pertama maka sangat
pentinglah pendidikan perempuan itu sendiri. Bagaimana seorang perempuan dapat

4
mendidik anak-anak generasi penerus bangsa jika perempuan justru tidak
berpendidikan.
2. Perempuan menjadi pembawa peradaban
Menurut Kartini kedudukan perempuan sebagai pembawa peradaban sangatlah
penting, karena tidak akan maju suatu bangsa jika kehidupan kaum perempuan
bangsa tersebut tertinggal.
Nyonya Abendanon (Pane, 2008: 101-102) berikut:
….Perempuan itu jadi soko guru peradaban! Bukan karena perempuan yang
dipandang cakap untuk itu, melainkan oleh karena saya sendiri yakin sungguh
bahwa dari perempuan itu pun mungkin timbul pengaruh yang besar, yang besar
akibatnya, dalam hal membaikkan maupun memburukkan kehidupan, bahwa dialah
yang paling banyak membantu memajukan kesusilaan manusia.
3. Pendidikan itu mendidik budi dan jiwa
Menurut Kartini percuma saja orang cerdas pikiran tetapi sama sekali tidak
memiliki budi pekerti. Karena dengan budi pekertilah orang akan memiliki
kehidupan kesusilaan yang baik. Kecerdasan budi dan jiwa ini tidak akan terbentuk
begitu saja ketika telah menjadi cerdas pikiran orang tersebut. Kecerdasan budi dan
jiwa sama saja dengan kecerdasan pikiran yang harus diperjuangkan, diajarkan dan
juga melalui proses yang Panjang. Faktor penting pendidikan yang lain adalah
kemauan dari anak yang dididik. Karena tanpa kemauan percuma saja pendidikan
diberikan karena tidak akan berbekas sama sekali pendidikan itu. Pendidikan budi
tidak saja diberikan disekolahan namun justru dalam pendidikan keluargalah
pendidikan budi itu paling mudah untuk diberikan dan diterapkan. Tentu seorang
ibu atau perempuanlah pihak yang harus memberikan pendidikan budi tersebut.
4. Pendidikan kesetaraan laki-laki dan perempuan untuk kemajuan bangsa
Menurut Kartini, dengan adanya kesetaraan antara laki-laki dan perempuan
maka akan tercipta kesatuan yang menjadikan kemajuan suatu bangsa lebih mudah
untuk dicapai. Hal ini dikarenakan dengan bersatu maka akan tercipta kerjasama
antara laki-laki dan perempuan yang bermanfaat bagi kemajuan suatu bangsa. Disini
peran perempuan dibutuhkan sama besar dengan peran laki-laki. Sehingga
seharusnya hak pendidikan perempuan sama besar dengan hak pendidikan laki-laki.
Untuk itulah pentingnya emansipasi dibutuhkan dalam hal ini. Dengan adanya
kesetaraan maka pemikiran antara laki-laki dan perempuan dapat disatukan dan
hasilnya akan tercipta suatu pemikiran yang lebih cemerlang.
5. Pendidikan untuk cinta tanah air
Pendidikan cinta tanah air tentu sangat penting untuk diberikan kepada generasi
muda. Dengan cinta tanah air maka pendidikan yang diterima akan digunakan untuk
membangun dan memajukan bangsa dan tanah air. Percuma generasi muda cerdas
tetapi tidak memiliki rasa cinta tanah air. Karena kecerdasan itu hanya akan

5
digunakan untuk memajukan diri sendiri tanpa memikirkan nasib bangsa dan tanah
air.
Hal itu diungkapkan Kartini dalam suratnya kepada Nyonya Abendanon tanggal
10 Juni 1902 (Pane, 2018:159), berikut: Kami sekali-kali tiada hendak menjadikan
murid-murid kami jadi setengah orang Eropa, atau orang Jawa kebelanda-belandaan.
Maksud kami dengan mendidik bebas, ialah terutama sekali akan menjadikan orang
Jawa itu, orang Jawa yang sejati, orang Jawa yang berjiwa karena cinta dan gembira
akan tanah air dan bangsanya, yang senang dan gembira melihat kebagusan, bangsa
dan tanah airnya, dan … kesukarannya!

c. Konsep Pendidikan Islam dalam Perspektif Ibnu Sina


Ibnu Sina mengatakan bahwa tujuan pendidikan itu harus diarahkan pada
pengembangan seluruh potensi yang dimiliki seseorang ke arah perkembangan yang
sempurna, yaitu perkembangan fisik, intelektual dan budi pekerti dalam rangka
menciptakan insan kamil (manusia yang paripurna) yakni manusia yang terbina seluruh
potensi dirinya secara seimbang dan menyeluruh. Tujuan pendidikan itu juga diarahkan
pada upaya persiapan seseorang agar dapat hidup dalam masyarakat secara bersama-
sama dengan melakukan pekerjaan atau keahlian yang dipilihnya sesuai dengan bakat,
kesiapan, kecenderungan dan potensi yang dimiliki. tujuan pendidikan yang sifat
universal dan tujuan pendidikan yang bersifat vokasional. Untuk mewujudkan tujuan
Pendidikan tersebut, Ibnu Sina membentuk 3 konsep Pendidikan yaitu kurikulum,
metode Pendidikan, pendidik, dan hukuman dalam pendidikan. (Darwis, 2013)
1. Kurikulum
Meskipun Ibnu Sina tidak secara langsung mengatakan bahwa dalam proses
pembelajaran harus adanya semacam kurikulum (materi), namun tidak terlepas
melihat manusia itu dari tinjauan psikologis. Dengan kata lain, dalam memberikan
mata pelajaran kepada subjek didik hendaklah disesuaikan degan perkembangkan
psikologi si anak (mungkin saja tingkatan umurnya). Materi pelajaran harus
disesuaikan dengan bakat dan minat subjek didik melalui disiplin ilmu tertentu,
mungkin saja dengan pembagian jurusan yang kita kenal sekarang ini, seperti juusan
IPS, IPA dan Bahasa.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam memberikan materi pelajaran kepada
subjek didik, antara lain:
a. Seorang guru dalam memberikan materi pelajaran, hendaklah menyesuaikan
dengan tingkatan umur subjek didik.
b. Seorang guru dalam memberikan materi pelajaran, hendaklah menyesuaikan
dengan bakat dan minat subjek didik, sehingga subjek didik tidak meresa bosan
dalam menekuni mata pelajaran tersebut, karena sesuai dengan bakat dan
minatnya.

6
c. Seorang guru dalam memberikan materi pelajaran, hendaklah menyesuaikan
dengan kebutuhan subjek didik, terutama dalam mendapatkan peluang kerja.
Dengan kata lain, kurikulum yang ditawarkan hendaknya bersifat pragmatis.
2. Metode Pendidikan
Adapun konsep metode pengajaran yang ditawarkan Ibnu Sina sebagaimana
yang disimpulkan oleh Abuddin Nata, bahwa suatu materi pelajaran tertentu tidak
akan dapat dijelaskan kepada subjek didik dengan satu cara saja, melainkan harus
dicapai dengan berbagai cara yang sesuai dengan perkembangan psikologisnya.
Lebih lanjut, ia mengatakan bahwa dalam penyampaian materi tersebut, hendaknya
disesuaikan dengan sifat materi pelajaran, sehingga antara metode dan materi yang
disajikan tidak akan kehilangan daya relevansinya.
Adapun metode yang ditawarkan oleh Ibnu Sina sebagaimana yang
disimpulkan oleh Abuddin Nata, antara lain: metode talqin, demontrasi,
pembiasaan, teladan, diskusi, magang dan penugasan. Berhubungan dengan metode
talqin, nampaknya Ibnu Sina sebagaimana yang disimpulkan oleh Abuddin Nata
menggunakan untuk mengajar membaca al-Qur’an. Sedangkan metode demontrasi,
ia menggunakan untuk cara mengajar menulis. Sementara metode pembiasaan atau
teladan, ia menggunakan untuk cara mengajar akhlak. Lebih lanjut metode diskusi,
ia menggunakan untuk cara penyajian pelajaran kepada subjek didik. Berkenaan
dengan metode magang, ia menggunakan dalam kegiatan pengajaran yang
dilakukan. Selanjutnya, berkenaan dengan metode penugasan, ia menggunakan
dalam kegiatan cara penyajian pelajaran kepada subjek didik.
Beberapa langkah yang diperhatikan agar metode mempunyai relevansi dengan
tujuan dan materi pendidikan. Adapun langkah-langkah tersebut, antara lain:
a) Dalam menggunakan metode pengajaran, hendaklah kita memperhatikan
kesesuaian antara bidang studi dengan metode yang kita ajarkan kepada subjek
didik.
b) Dalam menggunakan metode pengajaran, hendaklah kita memperhatikan tingkat
usia subjek didik.
c) Dalam menggunakan metode pengajaran, hendaklah kita memperhatikan bakat
dan minat subjek didik.
3. Pendidik
Pendidik (guru) dalam proses pembelajaran mempunyai peranan yang cukup
penting dalam rangka memobilisasi semua kegiatan yang ada dalam proses
pembelajaran, baik itu berupa tujuan, materi, metode dan sebagainya. Guru yang
cakap adalah guru yang berakal cerdas, beragama, mengetahui cara mendidik akhlak,
cakap dalam mendidik anak, berpenampilan tenang, jauh dari berolok-olok dan main-
main di hadapan muridnya, tidak bermuka masam, sopan, santun, bersih dan suci
murni.

7
Potret guru lebih menekankan pada unsur kompetensi atau kecakapan dalam
mengajar, di samping mempunyai kepribadian yang baik. Dengan kompetensi dan
kepribadian yang baik tersebut, seorang guru akan dapat mencerdaskan subjek didik
dengan berbagai pengetahuan dan akhlak yang baik dalam rangka membina mental
anak.
4. Hukuman dalam Pendidikan
Konsep hukuman dalam proses pembelajaran dalam pandangan Ibnu Sina pada
dasarnya tidak dibolehkan. Namun, hal itu bisa dilakukan apabila dalam keadaan
terpaksa dengan cara yang sangat hati-hati. Lebih lanjut Ibnu Sina sebagaimana yang
disimpulkan oleh Ali al-Jumbulati mengatakan bahwa dalam melakukan hukuman
terhadap subjek didik, sebaiknya diberikan peringatan dan ancaman terlebih dahulu
jangan menindak anak dengan kekerasan, tetapi dengan kehalusan hati, lalu diberi
motivasi dan persuasi dan kadang-kadang dengan muka masam atau dengan puji-
pujian, sehingga anak terodong untuk melakukan kebaikan.

d. Konsep Pendidikan menurut Anies Baswedan


Pendidikan adalah tentang menyiapakan generasi baru di masa depan. Pendidikan
tidak membentuk namun menumbuhan. Anies Baswedan menganalogikan konsep
pendidikan sebagai tanaman yang sedang tumbuh. Sehebat apapun biji/bibit tetap saja
belum terlihat batang, bunga, daun, ataupun akar. Kadang-kadang kita melihat biji
seperti tumbuhan lengkap, lalu kita ingin biji memiliki semuanya. Karena biji menjadi
tumbuhan yang lengkap memerelukan waktu dan proses penumbuhan. Bibit tanaman
bisa tumbuh dengan baik pada kondisi tanah yang subur dan iklim yang baik. Biji yang
baik membutuhkan lahan yang subur. Biji dimisalkan anak sedangkan lahan dimisalkan
sebagai rumah, sekolah, dan lingkungan. Pendidikan seperti kita menumbuhkan biji
tersebut. Sehingga beliau menyampaikan bahwa jangan menggunakan kata membentuk
tapi menumbuhkan seperti halnya karakter, karakter itu ditumbuhkan bukan dibentuk.
“Salah satu percobaan 2 biji yang diuji pertumbuhannya, yang satu dekat matahari
yang satu dijauhkan sinar matahari maka arah tumbuhnya beda. Padahal potnya sama,
tanahnya sama yang sama jauhkan yg satu dekatkan”, tambah beliau. Yang
menyebabkan perbedaan arah ertumbuhan tanaman tersebut adalah rangsangannya,
cuaca, lokasi. Pendidikan itu bagaimana cara mengelola rekayasa sebuah instansi.
Pendidikan adalah proses pembiasaan bukan sesuatu yang harus dibaca, ditulis, dan
diuji. (TV, 2017).

8
2.3 Pendidikan Matematika
Secara etimologi, matematika berasal dari bahasa latin yaitu manthanein atau
mathemata yang berarti “belajar atau hal yang dipelajari”. Sedangkan dalam bahasa
Belanda disebut wiskunde, artinya ilmu pasti yang berkaitan dengan penalaran.
Berikut ini merupakan pandangan peserta didik, pendidik, dan orang tua mengenai definisi
matematika.
a) Menurut peserta didik, matematika adalah kumpulan kebenaran maupun aturan yang
diajarkan oleh guru di mana tugas peserta didik hanya mengikuti aturan yang telah
diberikan;
b) Menurut pendidik, matematika bersifat instrumental yaitu berupa kumpulan aturan,
menghafal rumus, pelajaran yang isinya sudah tentu dan tidak perlu mengetahui
alasannya;
c) Menurut orang tua, matematika berisi bilangan, hitungan, ketepatan, dan aturan yang
tidak mungkin keliru (dalam Supatmono, 2009).
Dari beberapa definisi matematika yang telah diuraikan, dapat disimpulkan bahwa
matematika adalah cabang ilmu pendidikan yang mempelajari konsep dan fakta yang
diperoleh melalui proses berpikir dan bernalar secara kritis, sistematis, logis, dan kreatif.
Secara umum, terdapat beberapa karakteristik matematika antara lain: (1) memiliki objek
kajian yang abstrak, (2) mengacu pada kesepakatan, (3) berpola pikir deduktif, (4) konsisten
dalam sistemnya,(5) memiliki simbol yang kosong dari arti, dan (6) memperhatikan semesta
pembicaraan. Berikut ini merupakan penjabaran dari masing-masing karakteristik tersebut.

2.4 Perkembangan Pendidikan Matematika Di Indonesia


Matematika yang merupakan mata pelajaran yang mempunyai fungsi komunikasi,
juga dapat dimanfaatkan dalam kehidupan sehari-hari dalam melayani berbagai disiplin
ilmu, antara lain fisika, kimia dan ekonomi. Tujuan mempelajari
matematika di sekolah yaitu untuk memberikan tekanan terhadap penataan nalar dan
pembentukan sikap siswa serta memberi tekanan pada ketrampilan dalam penerapan
matematika. Adapun perkembangan pembelajaran matematika di Indonesia sebagai berikut:
1. Matematika Tradisional
Matematika diaktakan sebagai salah satu mata pelajaran yang wajib diberikan
kepada siswa. Pembelajaran matematika lebih diutamakan pada ilmu hitung dan cara
berhitung. Pada awalnya siswa dikenalkan dengan bilangan asli dan membilang kemudian
penjumlahan dengan jumlah kurang dari sepuluh, pengurangan yang selisihnya positif dan
lain sebagainya. Pembelajaran matematika tradisional di Indonesia mempunyai ciri yang
serupa dengan pembelajaran tradisional lainnya yang lebih mengutamakan hafalan
daripada pengertian, emenkankan pda ketrampilan berhitung, manekankan kepada
bagaimana menghitung dan mengapa sesuatu dihitung.
2. Matematika Modern

9
Pembelajaran matematika modern dimulai dari adanya kurikulum 1975. Model
pembelajaran ini muncul karena adanya kemajuan teknologi seperti di Amerika serikat
karena kekurangan orang-orang yang cukup ahli, mendorong munculnya pembaruan
pembelajaran matematika. Terdapat pula salah satu ahli yaitu Brownell mengemukakan
bahwa belajar matematika harus merupakan belajar bermakna dan pengertian. Dari dua hal
diatas, hal yang mempengaruhi perkembangan pembelajaran matematika di Indonesia yaitu
kelemahan pembelajaran tradisional Nampak jelas dengan kurang menekankan pada
pengertian, kurang Nampak jelas, dan kurang merangsang keingintahuan. Akhirnya
pemerintah merancang program pembelajaran yang dapat menutupi kelemahan-kelemahan
maka dibuatlah kurikulum 1975.
3. Pembelajaran Matematika Masa Kini
Pembelajaran matematika masa kini merupakan gerakan evolusi matematika kedua,
meski tidak sebagus pada revolusi matematika pertama atau matematika modern. Revolusi
ini diawali dengan kekhawatiran negara maju yang akan disusul oleh negara-negara
terbelakang. Pembelajaran matematika ditandai oleh beberapa hal yaitu adanya kemajuan
teknologi mutakhir yaitu kalkulator dan komputer yang sering digunakan pada saat ini.

10
KESIMPULAN

Pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan proses pembelajaran
yang optimal sehingga peserta didik dapat mengembangkan kekuatan spiritual keagamaan,
akhlak mulia, kepribadian, pengendalian diri, potensi diri, kecerdasan, serta keterampilan yang
dibutuhkan oleh bangsa dan negara. Proses pembelajaran yang optimal dapat diterapkan melalui
interaksi antara pendidik dan peserta didik berjalan dengan baik guna memperoleh wawasan
pengetahuan lebih luas.
Konsep yang disampaikan beberapa tokoh memiliki tujuan pendidikan dengan kekhasan
masing-masing tokoh. Beberapa konsep tersebut bisa diterapkan di masing-masing sekolah
dengan mempertimbangkan sasaran pendidikan, tujuan, dan unsur-unsur pembentuk lainnya.
Konsep Pendidikan tersebut bisa dijadikan rujukan untuk merekayasa sistem di suatu instansi
Pendidikan tentunya dengan pemilihan karakter lingkungan yang disesuaikan berdasarkan
kondisi di instansi terkait.

11
DAFTAR PUSTAKA

Darwis, M. (2013). Konsep Pendidikan Islam dalam Prespektif Ibnu Sina. Ilmiah DIDAKTIKA,
240-258.
Dewantoro, H. (2017, October 31). Konsep Pendidikan di Indonesia. Retrieved from Silabus
Media Pendidikan Indonesia: https://silabus.org/konsep-pendidikan/
Kholisoh , S. (2016). Konsep Pendidikan Perempuan R.A. Kartini dalam Buku Habis Gelap
Terbitlah Terang. Salatiga: IAIN Salatiga.
TV, S. A. (2017, November 14). Konsep Pendidikan Menurut Anies Baswedan Keren Banget.
Indonesia.
Wardani, K. (2010). Peran Guru dalam Pendidikan Karakter. Proceedings of The 4th
International Conference on Teacher Education (pp. 230-239). Bandung: Conference
UPI & UPSI.

12

Anda mungkin juga menyukai