Anda di halaman 1dari 42

MAKALAH SEMINAR PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

IPTEK DALAM PANDANGAN ISLAM


Dosen Pengampu: M. Ramdan, M.Ag

Untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Seminar Pendidikan Agama Islam.

Disusun Oleh Kelas 2D – PGSD

Syifa Alawiyah (20843036)

Neti Nurohmi Hasanah (20843041)

Geular Annisa Hakimah (20844018)

PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR


FAKULTAS PENDIDIKAN ILMU SOSIAL, BAHASA DAN SASTRA
INSTITUT PENDIDIKAN INDONESIA
GARUT
2022

i
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Alhamdulillah, senantiasa kita panjatkan puji dan syukur kehadirat Allah


SWT. Karena atas berkat dan rahmat-Nya penyusun bisa menyelesaikan makalah
yang berjudul “Iptek Dalam Pandangan Islam”. Makalah ini dibuat untuk
memenuhi tugas mata kuliah Pendidikan Kependudukan dan Lingkungan Hidup
dengan judul tersebut.
Penyusun menyadari bahwa dalam proses penyusunan makalah ini tidaklah
mudah karena penyusun masih dalam tahap belajar. Dalam penyusunan makalah ini
banyak hambatan, dikarenakan keterbatasan kemampuan yang dimiliki oleh
penyusun. Meskipun demikian, pada akhirnya makalah ini dapat terselesaikan karena
ada beberapa pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini.

Pada kesempatan ini, penyusun mengucapkan terima kasih kepada beberapa


pihak yang telah berpartisipasi untuk membantu saya dalam penyusunan makalah ini.

Penyusun menyadari bahwa penyusunan makalah ini jauh dari kata sempurna.
Kami memohon maaf apabila ada kesalahan kata dan kekeliruan dalam penyusunan
makalah ini. Akhir kata, semoga makalah ini dapat bermanfaat.

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Garut, 20 Maret 2022

Penyusun

ii
iii
DAFTAR ISI

JUDUL.....................................................................................................................................i
KATA PENGANTAR............................................................................................................ii
DAFTAR ISI..........................................................................................................................1
BAB I......................................................................................................................................3
PENDAHULUAN..................................................................................................................3
A. Latar Belakang...........................................................................................................3
B. Rumusan Masalah......................................................................................................4
C. Tujuan Penulisan.......................................................................................................4
D. Manfaat Penulisan.....................................................................................................4
E. Sistematika Penulisan................................................................................................5
BAB II.....................................................................................................................................6
LANDASAN TEORI..............................................................................................................6
BAB III...................................................................................................................................9
PEMBAHASAN.....................................................................................................................9
A. Konsepsi IPTEK Dan Hubungannya Dengan Islam................................................9
B. Konsepsi Ilmu Dalam Islam....................................................................................21
C. Perbandingan Konsepsi Ilmu Dalam Islam Dan Produk Ilmu Modern.............27
D. Menggagas Integrasi Antara Islam Dan IPTEK....................................................30
BAB IV..................................................................................................................................37
PENUTUP............................................................................................................................37
A. Kesimpulan...............................................................................................................37
B. Saran.........................................................................................................................38
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................................39

1
2
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kemajuan semua penemuan terbaru telah membuat umat manusia mulai
mendisrupsi kehidupan yang mengglobal. Kemanusiaan juga harus siap menghadapi
risiko dari dua arah: risiko masa depan dan risiko meninggalkan harta masa lalu. Jika
penulis mengatakan bahwa teknologi telah memasuki semua bidang, mungkin tidak
lancang. Banyak orang yang belum siap menghadapi perubahan zaman modernitas.
Bukan hanya lengah, tetapi sebagian orang tidak mengetahuinya, bahwa dunia sedang
melalui rangkaian sistematis yang dipenuhi para pemikir dengan perspektif
intelektual yang didewakan.

Bagi umat Islam, segala sesuatu yang terjadi harus terjadi sebagai sebuah proses.
Perkembangan dan kemajuan teknologi seperti yang dirasakan oleh negara-negara
Barat tidak terlepas dari peran para pemikir Islam kuno. Para pemikir Islam punya
itikad kuat dalam mengasah kepekaan, memahami keadaan, dan melakukan
pengembangan sebagai perintah Tuhan, supaya kehidupan tetap berjalan dan
berkembang, lalu menempatkan hasil pemikiran mereka sebagai konsumsi
keberkahan bagi sekalian umat.

Meski umat Islam dikatakan tertinggal dalam teknologi pada saat ini, bukan
berarti umat Islam tidak memiliki kesempatan untuk menunjukkan kepada dunia
bahwa siapapun yang memiliki komitmen dan integritas tinggi akan menghasilkan
karya nyata yang membanggakan bangsa.

Umat Islam yang taat tentu memahami pentingnya teknologi. Menguasai


teknologi akan memberi kita ruang untuk terlibat. Pertama, sebagai media identifikasi
seperti ‘apa itu Islam? dan ‘bagaimana arah pemikiran pemeluknya?’. Kedua, kenali
sisi negatifnya agar kita bisa mengantisipasi dari segala kemungkinan. Berbekal

3
teknologi, kita bisa mengendalikan diri dari jebakan-jebakan yang bertentangan
dengan ajaran Islam itu sendiri.

B. Rumusan Masalah
Berikut ini adalah rumusan masalah yang diangkat berdasarkan latar belakang
masalah diatas.

A. Bagaimana konsepsi IPTEK dan hubungannya dengan Islam?


B. Apa Konsepsi Ilmu dalam Islam?
C. Bagaimana perbandingan Konsepsi Ilmu dalam Islam dan produk Ilmu
Modern?
D. Bagaimana menggagas integrasi antara Islam dan IPTEK mengenai
kepemimpinan?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk engetahui konsepsi IPTEK dan hubungannya dengan Islam.
2. Untuk mengetahui Konsepsi Ilmu dalam Islam.
3. Untuk mengetahui perbandingan Konsepsi Ilmu dalam Islam dan produk Ilmu
Modern.
4. Untuk mengetahui integrasi antara Islam dan IPTEK.

D. Manfaat Penulisan
Adapun manfaat yang dapat diperoleh dari penulisan makalah ini sebagai berikut:

1. Secara teoritis sebagai tambahan khasanah pengetahuan dibidang ilmu


kependidikan khususnya tentang ‘Ipteks dalam pandangan Islam’.
2. Secara praktis menjadi sarana latihan bagi penulis dalam mengembangkan
seni dalam menulis karya ilmiah, serta bagi pembaca semua menjadi sarana
untuk memperoleh ilmu terkaiti IPTEKS Dalam Pandangan Islam.
E. Sistematika Penulisan
Adapun sistematika penulisan makalah ini dapat diuraikan sebagai berikut:

 Bab I Pendahuluan

4
Bab ini merupakan bab pertama yang meliputi latar belakang, rumusan masalah,
tujuan penulisan, manfaat  penulisan, dan sistematika penulisan

 BAB II LANDASAN TEORI


Bab ini berisi tentang kajian-kajian teori yang melandasi tentang ruang lingkup
IPTEKS dalam Pandangan Islam .

1. BAB III PEMBAHASAN


Bab ini menguraikan tentang konsepsi IPTEK dan hubungannya dengan Islam,
konsepsi Ilmu dalam Islam, perbandingan Konsepsi Ilmu dalam Islam dan produk
Ilmu Modern, serta menggagas integrasi antara Islam dan IPTEK.
 BAB IV PENUTUP
Bab ini merupakan bab terakhir yang berisi tentang simpulan, saran, dan daftar
pustaka.

5
BAB II

LANDASAN TEORI
A. Konsepsi IPTEK Dan Hubungannya Dengan Islam
1. Pengertian Konsepsi

Sederhananya, konsepsi merupakan tafsiran konsep seseorang. Oleh karena


itu, konsep dan konsepsi merupakan istilah yang berbeda, baik dalam pengertian
maupun penggunaannya.

Konsep bersifat lebih umum dan dikenal atau diumumkan


berdasarkan kesepakatan, sedangkan konsepsi bersifat khusus atau spesifik.

Kamus besar bahasa Indonesia konsepsi diartikan sebagai pengertian atau


pendapat (paham). Sedangkan menurut salah satu ahli yaitu Malika konsepsi
adalah pengertian atau tafsiran seseorang terhadap suatu konsep tertentu dalam
kerangka yang sudah ada dalam pikirannya dan setiap konsep baru didapatkan
dan diproses dengan konsep-konsep yang telah dimiliki.

2. Pengertian Iptek
IPTEK artinya Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. IPTEK merupakan ilmu
yang mempelajari tentang perkembangan teknologi berdasarkan ilmu
pengetahuan. Dalam perkembangan global, ilmu pengetahuan dan teknologi
berjalan beriringan membentuk sebuah kemajuan.
B. Konsepsi Ilmu Dalam Islam
1. Pengertian Ilmu
Ilmu merupakan kata yang berasal dari bahasa Arab, masdar dari ‘alima –
ya’lamu yang berarti tahu atau mengetahui, sementara itu secara istilah ilmu
diartikan sebagai Idroku syai bi haqiqotih(mengetahui sesuatu secara hakiki).
Dalam bahasa Inggeris Ilmu biasanya  dipadankan  dengan  kata  science, sedang   

6
pengetahuan dengan knowledge. Dalam bahasa Indonesia kata science(berasal
dari bahasa lati dari kata Scio, Scire yang berarti tahu) umumnya diartikan Ilmu
tapi sering juga diartikan dengan Ilmu Pengetahuan, meskipun secara konseptual
mengacu pada makna yang sama
2. Pengertian Islam
Islam berakar kata dari “aslama”, “yuslimu”, “islaaman” yang berarti tunduk,
patuh, dan selamat. Islam berarti kepasrahan atau ketundukan secara total kepada
Allah SWT. Orang yang beragama Islam berarti ia pasrah dan tunduk patuh
terhadap ajaran-ajaran Islam. Seorang muslim berarti juga harus mampu
menyelamatkan diri sendiri, juga menyelamatkan orang lain. Tidak cukup selamat
tetapi juga menyelamatkan.

Secara istilah Islam adalah agama yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW
untuk umat manusia agar dapat hidup bahagia di dunia dan akhirat.

C. Perbandingan Konsepsi Ilmu Dalam Islam Dan Produk Ilmu Modern


1. Pengertian Ilmu dalam Islam
Secara etimologis, kata ‘ilmu berasal dari bahasa Arab al-‘ilm8 yang berarti
mengetahui hakekat sesuatu dengan sebenar-benarnya.9 Badr al-Din al-‘Aini
mendefinisikan, bahwa ilmu secara bahasa merupakan bentuk masdar dari
pecahan kata kerja ‘alima yang berarti tahu; meskipun demikian, tambahnya, kata
ilmu berbeda dengan kata ma’rifah. Kata ma’rifah memiliki makna yang lebih
sempit dan spesifik, sementara ilmu mempunyai makna yang lebih umum. 1
2. Pengertian Ilmu Modern
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI),
arti ilmu pengetahuan modern adalah ilmu pengetahuan pada
zaman modern yang menampilkan penemuannya dengan landasan
teori modern dan analisis bersistem terhadap data lapangan tertentu.
D. Menggagas Integrasi Antara Islam Dan IPTEK

7
1. Pengertian Menggagas
Definisi/Arti kata menggagas di Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)
Online adalah memikirkan sesuatu,gagasan hasil pemikiran, ide: ia
mempunyai menggagas.
2. Pengertian Integrasi
Pengertian integrasi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah
pembauran hingga menjadi kesatuan yang utuh atau bulat. Integrasi dapat
dilakukan dalam berbagai bidang, termasuk dalam bidang sosial. 
A.

8
BAB III

PEMBAHASAN
A. Konsepsi IPTEK Dan Hubungannya Dengan Islam
Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dunia, yang kini dipimpin oleh
perdaban barat satu abad terakhir ini, mencengangkan banyak orang di berbagai
penjuru dunia (Nahadi, M., Sarimaya, F., & Rosdianti, S. R. 2011). Kesejahteraan
dan kemakmuran material (fisikal) yang dihasilkan oleh perkembangan iptek modern
membuat orang lalu mengagumi dan meniru- niru gaya hidup peradaban barat tanpa
dibarengi sikap kritis trhadap segala dampak negatif yang diakibatkanya (Zahro,
2015). Pada dasarnya kita hidup di dunia ini tidak lain untuk beribadah kepada Allah
SWT. Ada banyak cara untuk beribadah kepada Allah SWT seperti sholat, puasa, dan
menuntut ilmu. Menuntut ilmu ini hukumnya wajib. Seperti sabda Rasulullah SAW: “
menuntut ilmu adalah sebuah kewajiban atas setiap muslim laki-laki dan perempuan”.
Ilmu adalah kehidupanya islam dan kehidupanya keimanan.

1. Konsep Ipteks Dalam Islam

Menurut Harun Nasution, tidak tepat anggapan yang mengatakan bahwa semua
ajaran agama bersifat mutlak benar dan kekal. disamping ajaran-ajaran yang bersifat
absolut benar dan kekal itu terdapat ajaran-ajaran yang bersifat relatif dan nisbi, yaitu
yang dapat berubah dan boleh diubah. Dalam konteks Islam, agama yang diturunkan
kepada Nabi Muhammad, memang terdapat dua kelompok ajaran tersebut, yaitu
ajaran dasar dan ajaran dalam bentuk penafsiran dan penjelasan tentang perincian dan
pelaksanaan ajaran-ajaran dasar itu (Harun: 1995, h:292).

Allah SWT. menciptakan alam semesta dengan karakteristik khusus untuk tiap
ciptaan itu sendiri. Sebagai contoh, air diciptakan oleh Allah dalam bentuk cair
mendidih bila dipanaskan 100 C pada tekanan udara normal dan menjadi es bila
didinginkan sampai 0 C. Ciri-ciri seperti itu sudah lekat pada air sejak air itu

9
diciptakan dan manusia secara bertahap memahami ciri-ciri tersebut. Karakteristik
yang melekat pada suatu ciptaan itulah yang dinamakan “sunnatullah”. Dari al-
Qur’an dapat diketahui banyak sekali ayat yang memerintahkan manusia untuk
memperhatikan alam semesta, mengkaji dan meneliti ciptaan Allah (Faud Amsari:
1995, h: 70).

Disinilah sesungguhnya hakikat Iptek dari sudut pandang Islam yaitu pengkajian
terhadap sunnatullah secara obyektif, memberi kemaslahatan kepada umat manusia,
dan yang terpenting adalah harus sejalan dengan nilai-nilai keislaman. Allah SWT.
secara bijaksana telah memberikan isyarat tentang ilmu, baik dalam bentuk uraian
maupun dalam bentuk kejadian, seperti kasus mu’jizat para Rasul. Manusia yang
berusaha meningkatkan daya keilmuannya mampu menangkap dan mengembangkan
potensi itu, sehingga teknologi Ilahiyah yang transenden ditransformasikan menjadi
teknologi manusia yang imanen (Imam Mushaffa).

Melihat banyaknya jenis bentuk seni yang ada, maka ulama berbeda pendapat
dalam memberi penilaian. Dalam hal menyanyi dan alat musik saja jumhur
mengatakan haram namun Abu Mansyur al Baghdadi menyatakan:”Abdullah bin
Ja’far berpendapat bahwa menyanyi dan alat musik itu tidak masalah. Dia sendiri
pernah menciptakan sebuah lagu untuk dinyanyikan para pelayan.” (Abdurrahman
Al-Baghdadi: 1991, h: 21).

Namun menurut Quraish Shihab dalam bukunya Lentera Hati menyatakan bahwa
seniman dan budayawan bebas melukiskan apa saja selama karyanya tersebut dinilai
sebagai bernafaskan Islam (M.Quraish Shihab: 1999, h: 371). Melihat
berkembangnya seni yang ada penulis memandang pendapat Quraish Shihab lebih
araif dalam menyikapi perkembangan zaman yang mana kebutuhan masa kini tentu
saja lebih komplek sifatnya dibandingkan dengan kebutuhan pada masa awal Islam.

2. Fakta Ipteks Dalam Al-Qur’an

10
Al-Qur’an merupakan satu-satunya mu’jizat yang tak lekang dimakan zaman. Al-
Qur’an ini bersifat universal untuk seluruh umat manusia. Salah satu sifat asli al-
Qur’an yang membedakannya dari bible adalah bahwa untuk mengilustrasikan
penegasan yang berulang-ulang tentang kemahakuasaan Tuhan, kitab tersebut
merujuk kepada suatu keragaman gejala alam (Maurice Bucaille: 1998, h:195).

Diantara aspek-aspek terpenting dari pemikiran ini, bahwa al-Qur’an berisi


informasi tentang faktafakta ilmiah yang amat sesuai dengan penemuan manusia,
yang diantaranya adalah sebagai berikut :

a. Bahwa seluruh kehidupan berasal dari air


b. Bahwa alam semesta terbentuk dari gumpalan gas (di dalam al-Qur’an disebut
dengan ad-Dukhan)
c. Matahari dan bulan mempunyai ukuran dan perhitungan yang sesuai.
d. Bahwa kandungan oksigen di udara akan semakin berruang di tempat-tempat
yang tinggi

Selain fakta ilmiah yang disebutkan diatas juga tampak dari penamaan surat-surat
dalam al-Qur’an antara lain: An-Nahl, An-Naml, Al-Hadid, Ad-Dukhan, An-Najm,
Al-Qomar dan masih banyak lagi yang lainnya. Dari beberapa fakta ilmiah tersebut di
dalam al-Qur’an, amatlah jelas bahwa al-Qur’an memberikan petunjuk kepada
manusia tentang berbagai hal. Untuk mengetahui secara detail dan seksama, maka
manusialah yang harus berusaha untuk memecahkan berbagai problematika keilmuan
yang didapati dalam kehidupan ini dengan berlandaskan pada ajaran al-Qur’an.

Dengan berlandaskan kepada al-Qur’an, manusia akan mengetahui hasil


penelitiannya mengenai alam melalui “pengkomparasian (pencocokan)” dengan al-
Qur’an”, apakah sesuai dengan apa yang telah dijelaskan oleh al-Qur’an atau
sebaliknya (Nasim: 2001, h: 60).

Disamping contoh fakta ilmiah tersebut di atas, terdapat pula ayat yang
mengisyaratkan tentang teknologi kepada umat manusia. Al-Qur’an tidak

11
menghidangkan teknologi suatu ilmu yang murni dan lengkap, tetapi hanya
menyinggung beberapa aspek penting dari hasil teknologi itu dengan menyebutkan
beberapa kasus atau peristiwa teknik.

Perlu diingat bahwa al-Qur’an bukan buku teknik sebagaimana juga ia bukan
buku sejarah (walaupun banyak juga kisah di dalamnya), buka-buku astronomi, fisika
dan lain-lain, melainkan kitab suci yang berisi petunjuk dan pedoman hidup bagi
manusia. Karenanya kalau al-Qur’an menyinggung masalah teknik umpamanya,
maka maksudnya tidak lain adalah untuk menunjukkan bahwa al-Qur’an juga
memberikan perhatian kepada masalah teknik dan menghimbau agar umat Islam
memperhatikan dan mempelajari ilmu ini.

Dalam hubungan ini, kita menemukan beberapa ayat yang berkaiatn dengan ilmu
teknologi, diantaranya: “Dan buatlah bahtera (kapal) dengan pengawasan dan
petunjuk wahyu kami” Ayat ini menerangkan bahwa Allah SWT telah
memerintahkan Nabi Nuh AS untuk membuat bahtera agar Nuh bersama dengan
orang beriman selamat dari musibah air bah yang segera akan terjadi. Kapal Nabi
Nuh boleh jadi kapal yang pertama di dunia, dibuat dengan pengawasan langsung dan
petunjuk wahyu Allah.

Dengan ayat ini pula al-Qur’an telah mengemukakan dan meminta perhatian umat
manusia akan salah satu cabang ilmu teknik yang paling urgen dalam hidup ini, yaitu
teknik perkapalan. Tidak dapat disangkal, betapa pentingnya masalah perkapalan
dalam hidup ini. Ia tidak saja merupakan alat perhubungan atau pelayaran yang
menghubungkan satu daerah dengan daerah lainnya, akan tetapi ia juga sebagai alat
pengangkutan yang sangat vital yang dapat mengangkut barang dagangan dalam
jumlah yang sangat besar. Tidaklah berlebihan apabila dikatakan bahwa tidak ada
perdagangan besar-besaran dan impor-export tanpa jika teknik perkapalan tidak ada
(Bustami A Gani: 1986, h: 162). Fakta ilmiah tersebut merupakan bukti bahwa
relevansi al-Qur’an dengan ilmu pengetahuan tekhnologi amatlah besar (Howard M:

12
1996, h: 233). Dan masih banyak lagi fakta ilmiah yang terkandung dan tersirat dalam
al-Qur’an.

3. Dimensi Sains dan Teknologi dalam al-Qur’an

Kata sains dan teknologi ibarat dua sisi mata uang yang sulit dipisahkan satu sama
lain. Sains, menurut Baiquni, adalah himpunan pengetahuan manusia tentang alam
yang diperoleh sebagai konsensus para pakar, melalui penyimpulan secara rasional
mengenai hasil-hasil analisis yang kritis terhadap data pengukuran yang diperoleh
dari observasi pada gejala-gejala alam. Sedangkan teknologi adalah himpunan
pengetahuan manusia tentang proses-proses pemanfaatan alam yang diperoleh dari
penerapan sains, dalam kerangka kegiatan yang produktif ekonomis (Baiquni, 1995:
58-60).

Al-Qur’an, sebagai kalam Allah, diturunkan bukan untuk tujuan-tujuan yang


bersifat praktis. Oleh sebab itu, secara obyektif, al-Qur’an bukanlah ensiklopedi sains
dan teknologi apalagi al-Qur’an tidak menyatakan hal itu secara gamblang. Akan
tetapi, dalam kapasitasnya sebagai huda li al-nas, al-Qur’an memberikan informasi
stimulan mengenai fenomena alam dalam porsi yang cukup banyak, sekitar tujuh
ratus lima puluh ayat (Ghulsyani, 1993: 78).

Bahkan, pesan (wahyu) paling awal yang diterima Nabi SAW mengandung
indikasi pentingnya proses investigasi (penyelidikan). Informasi al-Qur’an tentang
fenomena alam ini, menurut Ghulsyani, dimaksudkan untuk menarik perhatian
manusia kepada Pencipta alam Yang Maha Mulia dan Maha Bijaksana dengan
mempertanyakan dan merenungkan wujud-wujud alam serta mendorong manusia
agar berjuang mendekat kepada-Nya (Ghulsyani, 1993).

Dalam visi al-Qur’an, fenomena alam adalah tanda-tanda kekuasaan Allah. Oleh
sebab itu, pemahaman terhadap alam itu akan membawa manusia lebih dekat kepada
Tuhannya. Pandangan al-Qur’an tentang sains dan teknologi dapat ditelusuri dari
pandangan al-Qur’an tentang ilmu. Al-Qur’an telah meletakkan posisi ilmu pada

13
tingkatan yang hampir sama orang-orang yang beriman “di antara kamu dan orang-
orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat.”

Ayat-ayat al-Qur’an yang memerintahkan manusia mencari ilmu atau menjadi


ilmuwan begitu banyak. Al-Qur’an menggunakan berbagai istilah yang berkaitan
dengan hal ini. Misalnya, mengajak melihat, memperhatikan, dan mengamati
kejadian-kejadian (Fathir: 27; al-Hajj: 5; Luqman: 20; al-Ghasyiyah: 17-20; Yunus:
101; al-Anbiya’: 30), membaca (al‘Alaq: 1-5) supaya mengetahui suatu kejadian (al-
An’am: 97; Yunus: 5), supaya mendapat jalan (al-Nahl: 15), menjadi yang berpikir
atau yang menalar berbagai fenomena (al-Nahl: 11; Yunus: 101; al-Ra’d: 4; al-
Baqarah: 164; al-Rum: 24; al-Jatsiyah: 5, 13), menjadi ulu al-albab (Ali ‘Imran: 7;
190-191; al-Zumar: 18), dan mengambil pelajaran (Yunus: 3).

Sedangkan pandangan al-Qur’an tentang sains dan teknologi, dapat diketahui dari
wahyu pertama yang diterima Nabi Muhammad saw.: “Bacalah dengan (menyebut)
nama Tuhanmu Yang Menciptakan. Dia menciptakan manusia dari segumpal darah.
Bacalah dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah. Yang Mengajar (manusia) dengan
perantaraan kalam (tulis baca). Dia Mengajarkan manusia apa yang tidak
diketahuinya.” (QS al-‘Alaq: 1-5) Kata iqra’, menurut Quraish Shihab, diambil dari
akar kata yang berarti menghimpun. Dari menghimpun lahir aneka makna seperti
menyampaikan, menelaah, mendalami, meneliti, mengetahui ciri sesuatu, dan
membaca baik yang tertulis maupun tidak. Sedangkan dari segi obyeknya, perintah
iqra’ itu mencakup segala sesuatu yang dapat dijangkau oleh manusia. (Shihab,
1996:433) Atas dasar itu, sebenarnya tidak ada alasan untuk membuat dikotomi ilmu
agama dan ilmu non agama. Sebab, sebagai agama yang memandang dirinya paling
lengkap tidak mungkin memisahkan diri dari persoalan-persoalan yang berperan
penting dalam meningkatkan kesejahteraan umatnya.

Berkaitan dengan hal ini, Ghulsyani mengajukan beberapa alasan untuk menolak
dikotomi ilmu agama dan ilmu non agama sebagai berikut:

14
1) Dalam sebagian besar ayat al-Qur’an, konsep ilmu secara mutlak muncul
dalam maknanya yang umum, seperti pada ayat 9 surat al-Zumar:

“Katakanlah: adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang


yang tidak mengetahui.” Beberapa ayat lain yang senada di antaranya QS 2:31; QS
12:76; QS 16: 70.

2) Beberapa ayat al-Qur’an secara eksplisit menunjukkan bahwa ilmu itu tidak
hanya berupa prinsip-prinsip dan hukum-hukum agama saja. Misalnya, firman Allah
pada surat Fathir ayat 27-28: “Tidakkah kamu melihat bahwasanya Allah
menurunkan hujan dari langit lalu Kami hasilkan dengan hujan itu buah-buahan
yang beraneka ragam jenisnya. Dan di antara gunung-gunung itu ada garis-garis
putih dan merah yang beraneka ragam warnanya dan ada (pula) yang hitam pekat.
Dan demikian (pula) di antara manusia, binatang-binatang melata dan binatang-
binatang ternak ada yang bermacam-macam warnanya (dan jenisnya).
Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya hanyalah
“ulama”. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Pengampun.”

Dengan jelas kata ulama (pemilik pengetahuan) pada ayat di atas dihubungkan
dengan orang yang menyadari sunnatullah (dalam bahasa sains: “hukum-hukum
alam”) dan misteri-misteri penciptaan, serta merasa rendah diri di hadapan Allah
Yang Maha Mulia.

3) Di dalam al-Qur’an terdapat rujukan pada kisah Qarun. “Qarun berkata:


Sesungguhnya aku diberi harta itu karena ilmu yang ada padaku.” (QS al-Qashash:
78) (Ghulsyani, 1993: 4445). Di samping itu, subyek yang dituntut oleh wahyu
pertama (al-‘Alaq: 1-5) adalah manusia, karena potensi ke arah itu hanya diberikan
oleh Allah SWT. kepada jenis makhluk ini. Pemberian potensi ini tentunya tidak
terlepas dari fungsi dan tanggung jawab manusia sebagai khalifah Allah di atas muka
bumi. Sedangkan bumi dan langit beserta isinya telah ‘ditundukkan’ bagi kepentingan
manusia. Mari perhatikan firman Allah di dalam surat al-Jatsiyah ayat 13: “Dan Dia

15
menundukkan untukmu apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi semuanya
(sebagai rahmat dari-Nya). Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar
terdapat tandatanda kekuasaan Allah bagi kaum yang berpikir.” Kata sakhkhara
(menundukkan) pada ayat di atas atau kata yang semakna dengan itu banyak
ditemukan di dalam al-Qur’an yang menegaskan bahwa Allah SWT.

Menundukkan semua ciptaan-Nya sesuai dengan peraturan-peraturan


(sunnatullah) Nya, sehingga manusia dapat mengambil manfaat sepanjang manusia
mau menggunakan akal dan pikirannya serta mengikuti langkah dan prosedur yang
sesuai dengan sunnatullah itu. Misalnya, menurut Baiquni, (1997: 1516 ) tertiupnya
sehelai daun yang kering dan pipih oleh angin yang membawanya membumbung
tinggi ke atas adalah karena aliran udara di sekitarnya. Orang yang melakukan
pengamatan dan penelitian untuk menemukan jawaban atas pertanyaan: “bagaimana
daun itu diterbangkan?”, niscaya akan sampai kepada sunnatullah yang
menyebabkan daun itu bertingkah laku seperti yang tampak dalam pengamatannya.

Pada dasarnya, sebuah benda yang bentuknya seperti daun itu, yang panjang dan
bagian pinggir dan lebarnya melengkung ke bawah, akan mengganggu aliran udara
karena pada bagian yang melengkung itu aliran udara tidak selancar di tempat lain.
Akibatnya, tekanan udara di lengkungan itu lebih tinggi dari pada bagian lainnya
sehingga benda itu terangkat. Orang yang melakukan pengamatan dan penelitian itu
menemukan sunnatullah yang dalam ilmu pengetahuan disebut aerodinamika. Dengan
pengetahuan yang lengkap dalam bidang aerodinamika dan pengetahuan tentang
sifat-sifat material tertentu manusia mampu menerapkan ilmunya itu untuk membuat
pesawat terbang yang dapat melaju dengan kecepatan tertentu.

Untuk dapat memahami sunnatullah yang beraturan di alam semesta ini, manusia
telah dibekali oleh Allah SWT dua potensi penting, yaitu potensi fitriyah (di dalam
diri manusia) dan potensi sumber daya alam (di luar diri manusia). Di samping itu, al-
Qur’an juga memberikan tuntunan praktis bagi manusia berupa langkah-langkah

16
penting bagaimana memahami alam agar dicapai manfaat yang maksimal. Suatu cara
penghampiran yang sederhana dalam mempelajari ilmu pengetahuan ditunjukkan al-
Qur’an dalam surat alMulk ayat 3-4 yang intinya mencakup proses kagum,
mengamati, dan memahami. Dalam konteks sains Qur’an mengembangkan beberapa
langkah/proses sebagai berikut.

Pertama, al-Qur’an memerintahkan kepada manusia untuk mengenali secara


seksama alam sekitarnya seraya mengetahui sifat-sifat dan proses-proses alamiah
yang terjadi di dalamnya. Perintah ini, misalnya, ditegaskan di dalam surat Yunus
ayat 101. “Katakanlah (wahai Muhammad): Perhatikan (dengan nazhor) apa yang
ada di langit dan di bumi….” Dalam kata unzhuru (perhatikan), Baiquni
memahaminya tidak sekedar memperhatikan dengan pikiran kosong, melainkan
dengan perhatian yang seksama terhadap kebesaran Allah SWT dan makna dari
gejala alam yang diamati (Baiquni, 1997:20). Perintah ini tampak lebih jelas lagi di
dalam firman Allah di surat alGhasyiyah ayat 17-20: “Maka apakah mereka tidak
memperhatikan (dengan nazhor) onta bagaimana ia diciptakan. Dan langit
bagaimana ia diangkat. Dan gunung-gunung bagaimana mereka ditegakkan. Dan
bumi bagaimana ia dibentangkan.”

Kedua, al-Qur’an mengajarkan kepada manusia untuk mengadakan pengukuran


terhadap gejalagejala alam. Hal ini diisyaratkan di dalam surat al-Qamar ayat 149.
“Sesungguhnya Kami menciptakan segala sesuatu dengan ukuran.”

Ketiga, al-Qur’an menekankan pentingnya analisis yang mendalam terhadap


fenomena alam melalui proses penalaran yang kritis dan sehat untuk mencapai
kesimpulan yang rasional. Persoalan ini dinyatakan dalam surat al-Nahl ayat 11-12.
“Dia menumbuhkan bagimu, dengan air hujan itu, tanamantanaman zaitun, korma,
anggur, dan segala macam buahbuahan. Sesungguhnya pada yang demikian itu
benar-benar terdapat tandatanda kekuasaan Allah bagi mereka yang mau berpikir.
Dan Dia menundukkan malam dan siang, matahari dan bulan untukmu; dan bintang-

17
bintang itu ditundukkan (bagimu) dengan perintah-Nya. Sebenarnya pada yang
demikian itu terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah bagi kaum yang menalar.” Tiga
langkah yang dikembangkan oleh al-Qur’an itulah yang sesungguhnya yang
dijalankan oleh sains hingga saat ini, yaitu observasi (pengamatan), pengukuran-
pengukuran, lalu menarik kesimpulan (hukumhukum) berdasarkan observasi dan
pengukuran itu.

Meskipun demikian, dalam perspektif al-Qur’an, kesimpulan-kesimpulan ilmiah


rasional bukanlah tujuan akhir dan kebenaran mutlak dari proses penyelidikan
terhadap gejala-gejala alamiah di alam semesta. Sebab, seperti pada penghujung ayat
yang menjelaskan gejala-gejala alamiah, kesadaran adanya Allah dengan sifat-sifat-
Nya Yang Maha Sempurna menjadi tujuan hakiki di balik fakta-fakta alamiah yang
dinampakkan. Memahami tanda-tanda kekuasaan Pencipta, hanya mungkin dilakukan
oleh orang-orang yang terdidik dan bijak yang berusaha menggali rahasia-rahasia
alam serta memiliki ilmu (keahlian) dalam bidang tertentu.

Ilmu-ilmu kealaman seperti matematika, fisika, kimia, astronomi, biologi, geologi


dan lainnya merupakan perangkat yang dapat digunakan untuk memahami fenomena
alam semesta secara tepat. Dengan bantuan ilmu-ilmu serta didorong oleh semangat
dan sikap rasional, maka sunnatullah dalam wujud keteraturan tatanan (order) di alam
ini tersingkap.

4. Implikasi Pandangan al-Qur’an tentang Sain dalam Proses


Pembelajaran

Merujuk kepada pandangan Barbour tentang relasi agama dan sains, secara umum
ada empat pola yang menggambarkan hubungan tersebut. Keempat hubungan itu
adalah berupa konflik, independensi, dialog, dan integrasi. Hubungan yang bersifat
konflik menempatkan agama dan sains dalam dua sisi yang terpisah dan saling
bertentangan. Pandangan ini menyebabkan agama menjadi terkesan menegasi
kebenaran-kebenaran yang diungkap dunia sains dan sebagainya.

18
Persepsi yang menggambarkan hubungan keduanya sebagai interdependensi
menganggap adanya distribusi wilayah kekuasaan agama yang berbeda dari wilayah
sains. Keduanya tidak saling menegasi. Ilmu pengetahuan bertugas memberi jawaban
tentang proses kerja sebuah penciptaan dengan mengandalkan data publik yang
obyektif. Sementara agama berkuasa atas nilai-nilai dan kerangka makna yang lebih
besar bagi kehidupan seseorang. Yang ketiga adalah persepsi yang menempatkan
sains dan agama bertautan dalam model dialog. Model ini menggambarkan sains dan
agama itu memiliki dimensi irisan yang bisa diperbandingkan satu sama lain.

Pertanyaan sains bisa dipecahkan melalui kajian-kajian agama dan sebaliknya.


Keempat, hubungan antara sains dan agama itu dinyatakan sebagai hubungan
terintegrasi. Integrasi ini bisa digambarkan dalam dua bentuk yakni teologi natural
(natural theology) yang memandang bahwa temuan-temuan ilmiah itu merupakan
sarana mencapai Tuhan, dan teologi alam (theology of nature) yang menganggap
bahwa pertemuan dengan Tuhan harus senantiasa di-up grade sesuai dengan
perkembangan ilmu pengetahuan (Barbour, 2005).

Sejak pertama kali diturunkan, al-Qur’an telah mengisyaratkan pentingnya ilmu


pengetahuan dan menjadikan proses pencariannya sebagai ibadah. Di samping itu, al-
Qur’an juga menegaskan bahwa satusatunya sumber ilmu pengetahuan adalah Allah
SWT. Hal ini mengindikasikan bahwa sebenarnya tidak ada dikotomi ilmu dalam
pandangan al-Qur’an. Tidak ada satu ayat pun di dalam al-Qur’an, yang secara tegas
maupun samar, yang memberi petunjuk bahwa agama dan sain merupakan dua sisi
yang berbeda. Dengan demikian, dalam pandangan al-Qur’an, sains dan agama
merupakan dua hal yang terintegrasi.

Proses pembelajaran pada hakikatnya adalah proses mengamati, menemukan,


memahami, dan menghayati sunnatullah, yang berupa fenomena alamiah maupun
sosial, kemudian mengaplikasikan pemahaman tersebut bagi kemaslahatan hidup
manusia dan lingkungannya serta menjadikan kesadaran adanya Allah dengan sifat-

19
sifat-Nya Yang Maha Sempurna sebagai tujuan hakiki dari kegiatan pembelajaran.
Tujuan ini akan membimbing peserta belajar kepada kesadaran adanya realitas
supranatural di luar realitas eksternal.

Oleh sebab itu, prinsip-prinsip dasar kegiatan ilmiah yang digariskan al-Qur’an,
(istikhlaf, keseimbangan, taskhir, dan keterkaitan antara makhluk dengan Khalik)
harus dijadikan titik tolak dalam mempelajari subyek apapun. Pada tataran praktis,
proses pembelajaran di lembaga-lembaga pendidikan formal, dari jenjang tingkat
dasar hingga perguruan tinggi, masih menghadapi perosalan serius yang bermuara
pada dikotomi pandidikan.

Ada beberapa persoalan yang signifikansi dampak dari dikotomi pendidikan ini,
yaitu:

1) munculnya ambivalensi orientasi pendidikan yang berdampak pada munculnya


split personality dalam diri peserta didik;

2) kesenjangan antara sistem pendidikan dengan ajaran Islam berimplikasi pada


out put pendidikan yang jauh dari cita-cita pendidikan Islam.

Untuk meretas persoalan dikotomi tersebut, maka perlu dilakukan upaya integrasi
dalam pendidikan, sebagaimana yang telah di lakukan sekelompok ahli pendidikan
atau cendekiawan Muslim yang peduli pada persoalan tesebut.

Ada tiga tahapan upaya kerja integrasi yang telah di kembangkan yaitu:

1) integrasi kurikulum,

2) integrasi pembelajaran,

3) integrasi ilmu (Islamisasi ilmu).

Integrasi kurikulum mencakup pengintegrasian nilainilai ilahiyah dalam


keseluruhan materi pelajaran, mulai dari perumusan standar kompetensi sampai
dengan evaluasi pembelajaran. Integrasi pembelajaran yang dimaksud adalah

20
menanamkan motivasi dan pandangan al-Qur’an tentang sains kepada peserta didik di
saat proses pembelajran berlangsung. Dua langkah awal (integrasi kurikulum dan
integrasi pembelajaran) merupakan langkah strategis ke arah integrasi ilmu. Kalaupun
upaya integrasi di atas belum bisa dilakukan, setidaknya, pembelajaran sains
(kealaman maupun sosial) harus mampu menghantarkan peserta didik kepada
kesadaran yang permanen tentang keberadaan Allah. Sementara pembelajaran agama
harus mampu memotivasi peserta didik untuk melakukan kegiatan ilmiah secara
terusmenerus. Inilah yang sesungguhnya yang menjadi inti pandangan al-Qur’an
tentang sains.

B. Konsepsi Ilmu Dalam Islam


1. Sumber Ilmu Menurut Islam

Dari perspektif agama Islam, semua ilmu pengetahuan bersumber pada Allah
SWT, yang diketahui oleh manusia melalui wahyuNya yang tercantum dalam
kitab suci AlQur‟an. Sebagai sumber pengetahuan yang utama sesungguhnya Al-
Qur‟an telah memberikan banyak informers dan petunjuk mengenai cara manusia
memperoleh ilmu pengetahuan. Beberapa ayat Al-Qur‟an mengisyaratkan agar
AlQur‟an dijadikan sebagai sumber ilmu dengan memakai katakata antara lain:
ya‟qilun (memikirkan),dan yudabbirun (memperhatikan). Adapun petunjuk-
petunjuk Al-Qur‟an tentang cara-cara memperoleh pengetahuan atau kebenaran
pada dasarnya ada 3 macam, yaitu melalui panca indera, melalui akal, dan melalui
wahyu.

Dalam Al-Qur‟an ada beberapa ayat yang menyuruh manusia menggunakan


inderanya dalam mencari ilmu pengetahuan, yaitu dengan penggunaan kata-kata
seperti: qala (menimbang), qadara (ukuran/ketentuan), dan lain-lain. Katakata itu
menisyaratkan bahwa pengetahuan itu dapat diperoleh melalui observasi terhadap
segala sesuatu yang merupakan dasar dari pemikiran, perhitungan, dan
pengukuran.

21
Terlepas dari kelemahan-kelemahan yang dimiliki oleh indera manusia,
adalah diakui bahwa indera memilki kemampuan yang kuat dalam memperoleh
pengetahuan. Dengan indera dapat dilakukan observasi dan ekperimen. Di dalam
Al-Qur‟an terdapat metodologi pengetahuan yang memperkuat adanya
pengetahuan indera itu, namun Al-Qur‟an juga menerangkan keterbatasan indera
manusia sebagai alat untuk memperoleh pengetahuan yang benar.

Al-Qur‟an mengecam orang-orang yang hanya mengandalkan inderanya


untuk memperoleh kebenaran, misalnya yang dikisahkan oleh Al-Qur‟an tentang
kaum Nabi Musa yang ingin melihat Tuhan secara langsung. Al-Qur‟an juga
menyebutkan adanya realitas yang tidak bisa diamati dengan indera, yang
menunjukkan bahwa indera itu terbatas jangkauannya dalam mencapai kebenaran
(lihat Mehdi Ghulsyani, 2003). Di atas pengetahuan indera masih ada
pengetahuan yang lebih tinggi yaitu pengetahuan akal. Adanya pengetahuan itu
dapat dipahami dari beberapa kata yang dipakai dalam Al Qur‟an seperti:
tafakkur (merenungkan), ta‟aqqul (memikirkan), tafaqquh (memahami), dan
lain-lain. Kata-kata itu menunjukkan kepada akal sebagai metode bagi manusia
untuk memperoleh ilmu.

Meskipun hampir semua ulama dan ahli filsafat Islam mengakui akal sebagai
sumber pengetahuan, namun pendapat mereka tentang tingkat kepentingannya
berbeda-beda. Sebagian ahli filsafat sangat melebihkan pentingnya akal, yaitu
oleh ahli-ahli filsafat rasionalis atau golongan Muktazilah dan pengikut-pengikut
Syi‟ah, yang mengatakan bahwa dengan akal kita akan dapat menanggapi segala
sesuatu termasuk wujud Allah, kebaikan, keburukan dan hal-hal yang ghaib.
Sementara itu, golongan yang lebih sederhana penilaiannya terhadap akal ialah
dari golongan ulama tasawuf, serta ahli fikh dan hadist, dimana mereka
menghargai akal sekedarnya saja dan tidak mengatakan bahwa akal itu dapat
menjangkau 138 segalanya, sebab walaupun akal itu lebih luas jangkauannya dari

22
alat dria, namun ia terbatas terutama yang berkenaan dengan ketuhanan dan hal-
hal yang ghaib.

Al-Kindi (801-873) berpendapat bahwa alat dria manusia merupakan sumber


pengetahuan yang utama, dan akal merupakan sumber yang kedua. Menurutnya
(lihat Harun Nasution, 1992:18) akal manusia mempunyai tiga tingkatan, yaitu:

a. akal yang bersifat potensial,


b. akal yang bersifat aktual (telah keluar dari sifat potensialnya),
c. akal yang telah mencapai tingkat kedua dari aktualitas.

Ini berarti bahwa akal baru mempunyai makna apabila ia diaktualkan, bukan
hanya sebagai potensi. Menurut Ghulsyani (2003:107-117), sesungguhnya
kebenaran akal lebih tinggi dari pada pengetahuan indera, namun akal dapat juga
jatuh pada kekeliruan-kekeliruan yang berbahaya.

Ada beberapa faktor menurutnya yang menyebab-kan terjadi distorsi pada


pengetahuan akal, yaitu:

a. Ketiadaan iman;

b. Mengikuti hawa nafsu, kecenderungan dan keinginankeinginan;

c. Cinta, benci buta, dan prasangka;

d. Takabur;

e. Taklit buta terhadap pendapat nenek moyang dan pemikiran jumud;

f. Tergesa-gesa dalam memutuskan;

23
g. Kebodohan sehingga menerima atau menolak sesuatu tanpa alasan;

h. Kedangkalan pengetahuan karena tidak mau berpikir secara mendalam;

i. Ketidakpedulian terhadap pentingnya kebenaran.

2. Pentingnya Ilmu Pengetahuan

Agama Islam memberi tekanan yang sangat besar kepada masalah ilmu.
Dalam Al-Qur‟an kata al-„ilm digunakan lebih dari 780 kali. Allah swt. berfirman
yang artinya:

“Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang mencipta-kan. Dia telah


menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah. Dan Tuhanmulah yang
paling pemurah. Yang menga-jarkan (manusia) dengan perantaraan kalam. Dia
mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya” (QS Al-Alaq: 1-5)

Ayat ini menunjukkan bahwa betapa pentingnya membaca, pena, dan ajaran
untuk menusia agar manusia memiliki ilmu pengetahuan.

“Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya,


kemudian mengemukakannya kepada malaikat dan berfirman: “Sebutkanlah
kepada-Ku nama-nama benda itu, jika kamu memang orang yang benar!”
Mereka menjawab: “Maha-suci Engkau, tidak ada yang Kami ketahui selain apa
yang telah Engkau ajarkan kepada Kami; Engkaulah yang maha mengetahui lagi
maha bijaksana” (QS Al-Baqarah:31-32).

Ayat ini menunjukkan bahwa malaikatpun disuruh bersujud dihadapan Adam,


karena Adam telah diberi ilmu (diajari nama-nama).

24
“Katakanlah: “Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-
orang yang tidak mengetahui?” (QS Az-Zumar: 9)

Ayat ini menegaskan bahwa adalah tidak sama antara orang yang berilmu
dengan yang tidak berilmu (mengetahui dengan yang tidak mengetahui).

“Dan perumpamaan-perumpamaan ini Kami buatkan untuk manusia; dan


tiada yang memahaminya, kecuali orang-orang yang berilmu.” (QS Al-
Ankabut:43)

Ayat ini menegaskan bahwa hanya orang yang berilmulah yang memahami
berbagai hal dalam alam semesta ciptaan Allah swt.

“Sesungguhnya yang takut kepada Allah diantara hambahambaNya, hanyalah


ulama”. (QS Al-Fathir: 28). Ini berarti bahwa hanya orang yang berilmu yang
takut kepada Allah swt.

Terdapat sejumlah hadist yang menyatakan pentingnya ilmu bagi manusia,


antara lain adalah:

 Mencari ilmu itu wajib bagi setiap muslim

 Carilah ilmu walaupun di negeri cina

 Carilah ilmu sejak dari buaian sampai ke liang lahat

 Para ulama adalah pewaris para Nabi

 Orang yang paling berharga adalah yang paling banyak ilmunya dan yang
paling hina adalah yang paling bodoh. (Lihat Ghulsyan, 1993 hal 39-40).

25
Karena pentingnya ilmu pengetahuan maka adalah sangat perlu setiap muslim
mempelajari ilmu. Mahdi Ghulsyani (1993:49) mengemukakan alasan mengapa
dalam perspektif Al-Quran ilmu pengetahuan sangat perlu dipelajari.

1) Karena mencari ilmu merupakan kewajiban jika pengetahuan dari sesuatu


ilmu itu menurut syariah merupakan persyaratan untuk mencapai tujuan-tujuan
Islam. Misalnya kesehatan adalah penting dalam masyarakat Islam, dan karena itu
mempelajari ilmu obat-obatan adalah wajib kifayah. Seluruh ilmu, merupakan alat
untuk mendekatkan diri kepada Allah swt, dan selama memerankan peranan itu,
maka ilmu itu suci, tetapi apabila tidak maka ilmu akan menjadi alat kesesatan.

2) Karena masyarakat yang dikehendaki oleh Al-Qur‟an adalah masyarakat


yang agung dan mulia, bukan masyarakat yang takluk dan bergantung kepada
orangorang kafir.

3) Dalam dunia modern sekarang ini banyak masalah kehidupan manusia


tidak dapat dipecahkan kecuali dengan upaya pengembangan ilmu.

3. Ilmu Yang Bermanfaat

Dalam Islam ditegaskan bahwa orang muslim harus menuntut ilmu yang
berguna, dan melarang mencari ilmu yang bahayanya lebih besar dari
manfaatnya. Hadist Nabi mengatakan: “Sebaik-baik ilmu ialah yang
bermanfaat”.

Menurut Imam Abu Rajab al-Hambali “ilmu yang bermanfaat adalah yang
dipelajari dengan seksama dari Al-Quran dan Sunnah Rasulullah, serta berusaha
memahami kandungan maknanya”. Ilmu tersebut “masuk (dan menetap) ke dalam
relung hati, yang kemudian melahirkan rasa tenang, takut, tunduk, merendahkan
dan mengakui kelemahan diri di hadapan Allah Ta‟ala”. Ini berarti bahwa ilmu

26
yang cuma pandai diucapkan dan dihafalkan tetapi tidak menyentuh apalagi
masuk ke dalam hati manusia maka itu sama sekali bukanlah ilmu yang
bermanfaat, dan ilmu seperti itu justru akan menjadi bencana bagi yang
memilikinya, bahkan menjadikan pemiliknya terkena ancaman besar di akhirat.

Menurut Mahdi Ghulsyani (1993:55), ilmu yang bermanfaat ialah ilmu yang
digunakan untuk mendapatkan pengetahuan tentang Allah, keridhaan dan
kedekatan kepadaNya. Baik itu ilmu-ilmu kealaman maupun ilmu syariah.
Sebabnya ialah karena tujuan hidup utama manusia adalah mendekatkan diri
kepada Allah dan mendapatkan ridhaNya. Dikatakan juga bahwa, suatu ilmu itu
berguna apabila dapat menolong manusia dalam memainkan peranannya di dunia
ini sebagaimana yang telah ditentukan oleh Allah swt. Apabila tidak demikian
maka ilmu itu tidak berguna. Dengan bantuan ilmu seorang muslim dapat
meningkatkan pengetahuannya tentang Allah, membantu mengembangkan
masyarakat Islam dan merealisasikan tujuan-tujuannya secara efektif,
membimbing orang lain dalam melakukan pengabdian kepada Allah, dan dapat
memecahkan berbagai masalah masyarakat manusia.

C. Perbandingan Konsepsi Ilmu Dalam Islam Dan Produk Ilmu Modern


Baik Islam maupun Barat, keduanya sama-sama menempatkan ilmu
sebagai sesuatu yang amat sangat penting. Dalam pandangan Islam, tidak
terhitung betapa banyaknya ayat al-Qur’an dan Hadis Rasulullah s.a.w. yang
berbicara tentang pentingnya ilmu.

Kedudukan para penuntut ilmu pun dinilai sama dengan mujahid yang
sedang berjuang di jalan Allah s.w.t. Di samping itu, orang yang memiliki
ilmu dipandang sebagai pewaris tahta kenabian setelah diutusnya nabi
terakhir, Nabi Muhammad s.a.w.

27
Dalam peradaban Barat pun demikian pula. Peran Barat tidak bisa
dilepaskan dalam upaya pengembangan ilmu pengetahuan. Semenjak dari
masa keemasan Yunani dengan Filsafat-nya, mencapai puncaknya ketika
revolusi industri, sampai sekarang pun Barat masih menjadi ujung tombak
bagi peradaban ilmu.

Akan tetapi walaupun demikian, baik Islam maupun Barat, keduanya


memiliki pandangan yang berbeda terkait dengan hakikat ilmu. Islam
mengakui bahwa ilmu itu adalah milik Allah s.w.t. Sekuat apa pun manusia
berusaha untuk menggapainya, jika tanpa kuasa dari Sang Pemilik ilmu, maka
manusia tidak akan mampu untuk meraih dan menggapainya.

Sekalipun semuanya bergantung kepada kehendak Allah s.w.t., lalu


manusia berlepas tangan sajakah? Maka ini pun adalah kesalahan. Manusia
tetap beredar di jalannya, berusaha mencari ilmu, karena biasanya proses
tidak akan pernah mengkhianati hasil. Jadi, dalam pandangan Islam, ilmu
pada hakikatnya adalah milik Allah s.w.t.

Berbeda dengan konsep ilmu yang berkembang pada peradaban Barat.


Bagi mereka, ilmu hanya akan bisa diusahakan melalui akal dan panca indra
semata. Selagi manusia mau berusaha menggunakan akalnya, maka mereka
akan mendapatkan ilmu.

Namun, ketika mereka berhenti menggunakan akalnya, maka disitulah


manusia dianggap tiada. Bagi mereka peran akal lebih dominan dibandingkan
dengan wahyu, dan bahkan mereka tidak mengakui otoritas wahyu sebagai
sumber ilmu.

Jadi, dalam memandang hakikat ilmu, Islam dan Barat memiliki


pandangan yang berbeda. Jika Islam mengatakan ilmu adalah milik Allah

28
s.w.t., dan bersumber dari-Nya, maka Barat mengatakan bahwa ilmu itu
bersumber dari akal dan panca indra manusia.

Dari sisi objek, baik Islam maupun Barat sama-sama mengakui bahwa
ilmu itu memiliki objek formal dan objek materil. Namun, yang menjadi
permasalahannnya adalah apakah objek ilmu itu hanya terdapat pada alam
fisik saja atau melebihi itu semua sampai menembus alam metafisik. Di
sinilah letak perbedaan pandangan antara Islam dan Barat.

Epistemologi Islam mengakui bahwa objek ilmu itu berada pada alam fisik
yang bisa dirasa dan dipikirkan, kemudian juga termasuk alam metafisik,
yang tidak bisa dijangkau oleh akal dan indra manusia. Maka di sini, Islam
menggunakan konsep wahyu untuk memahaminya.

Adapun epistemologi Barat, mereka tidak mengakui adanya alam


metafisik tersebut. Bagi mereka objek ilmu itu hanyalah apa yang bisa diindra
dan apa yang bisa dipikirkan oleh akal manusia. Oleh karenanya, jika sesuatu
berhubungan dengan alam metafisik, maka itu bukan bagian dari ilmu.

Di sinilah letak perbedaan antara konsep Islam dan Barat dalam


menyikapi objek ilmu. Bagi Islam objek ilmu itu meliputi alam fisik dan
metafisik. Sedangkan Barat hanya mengakui terbatas pada alam fisik saja.

Di sisi lain, Islam mengakui bahwa ilmu itu bersumber dari akal atau rasio
manusia. Islam juga mengakui bahwa ilmu bersumber dari pengalaman-
pengalaman manusia. Islam juga mengakui intuisi sebagai sumber ilmu.
Terlebih lagi, wahyu merupakan sumber pamungkas ilmu dalam konsep
Islam.

29
D. Menggagas Integrasi Antara Islam Dan IPTEK
1. Pengertian Integrasi
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Kata “integrasi” berasal dari bahasa
latin integer, yang berarti utuh atau menyeluruh. Berdasarkan arti etimologisnya
itu, integrasi dapat diartikan sebagai pembauran hingga menjadi kesatuan yang
utuh atau bulat.
Integrasi juga berasal dari bahasa inggris “Integration” yang berarti
kesempurnaan keseluruhan. Definisi lain dari integrasi ialah suatu keadaan
dimana kelompok-kelompok etnik beradaptasi terhadap kebudayaan mayoritas
masyarakat, namun masih tetap mempertahankan kebudayaan mereka masing-
masing.
Dari dua pengertian diatas dapat diambil suatu kesimpulan bahwa Integrasi
mempunyai dua pengertian, yaitu :
1)       Pengendalian terhadap konflik dan penyimpangan dalam suatu sistem
tertentu
2)       Membuat keseluruhan dan menyatukan unsur-unsur tertentu.
Pengertian integrasi sains dengan islam dalam konteks sains modern bisa
dikatakan sebagai profesionalismeatau kompetensi dalm satu keilmuan yang
bersifat duniawi di bidang tertentu disertai atau dibangun dengan pondasi
kesadaran ketuhanan.adaran tersebut akn muncul dengan adanya pengetahuan
dasar tentang ilmu-ilmu keislaman.oleh sebab itu, ilmu-ilmu islam dan
kepribadian merupakn dua aspek yang saling menopang satu sama lain dan secara
bersama-sama menjadi sebuah pondasi bagi pengembangan sains dan teknologi.

2. Pentingnya Integrasi IPTEK dan Islam


Sepanjang yang diketahui, belum ada agama apapun yang mampu melampaui
dalamnya paandangan terhadap ilmu pengetahuan sebagaimana pandangan yang
diberikan islam. Islam sangat gigih dalam mendorong umat manusia untuk
mencari ilmu dan mendudukannya sebagai sesuatu yang mulia.

30
Dalam agama islam, imu pengetahuan, teknologi terdapat hubungan yang
harmonis dan dinamis yang terintegrasi ke dalam suatu sistem yang disebut Dinul
Islam. Didalmnya ada tiga unsur pokok yaitu iman, islam, dan amal sholeh. 
Dalam pandangan Al Qur’an umat manusia harus memiliki ilmu (sains) untuk
memaknai penciptaan Allah. Panca indera tidak cukup untuk memperoleh informasi
yang ditulis dalam Al Qur’an atau yang dimaksud Allah SWT kalau tidak memiliki
kompetensi khusus. Oleh sebab itu dalam Islam menuntut ilmu adalah kewajiban
manusia untuk mengisi kehidupan duniawi dan akhirat. Iman tanpa sains akan buta,
karena sains itu adalah matanya iman yang dapat melihat tanda-tanda kebesaran
Allah, sebaliknya sains tanpa iman akan biadap, karena iman akan menuntun manusia
kepada hal-hal yang baik yang diridhoi Allah SWT.
Oleh karena itu pemikir dan intelektual Islam harus berani dan terus menerus
menyampaikan bahwa keserasian islam dengan sains dan teknologi bukan hanya
sekedar pertukaran bebas ide ide (dialog intelektual) dan memperjuangkan untuk
menyebarkan Islam dan mempertahankan tuduhan-tuduhan barat sebagai
fundamentalisme yang tidak mengenal kompromi dan keterbelakangan. Kemajuan
teknologi adalah sesuatu yang tidak bisa kita hindari dalam kehidupan ini, karena
kemajuan teknologi akan berjalan sesuai dengan kemajuan ilmu pengetahuan. Setiap
inovasi diciptakan untuk memberikan manfaat positif bagi kehidupan manusia,
memberikan banyak kemudahan, serta sebagai cara baru dalam melakukan aktivitas
manusia.
Khusus dalam bidang teknologi, masyarakat sudah menikmati banyak manfaat
yang telah dihasilkan dalam dekade terakhir ini.Contoh termudah adalah dampak
positif dari berkembangnya iptek di bidang teknologi komunikasi dan informasi.
Perkembangan teknologi akhir-akhir ini, menjadikan dunia yang amat luas di
era globalisasi ini menjadi sempit, mengecil, dan terbatas. Perubahan ini tentu saja
berdampak positif dan negatif bagi kelangsungan hidup seorang muslim. Dampak
negatif dari perubahan dan pergeseran zaman mampu mengguncang, menggeser, dan

31
mengikis habis nilai-nilai moral dan iman. Bahkan, lebih jauh dari itu dapat
menghancurkan masa depan dan peradaban manusia.
Oleh karena itu, seorang muslim harus membentengi diri dengan keimanan
dan keislaman yang kuat. Tanpa iman yang kokoh kehidupan seorang muslim akan
terombang-ambing dan bisa berujung pada kehancuran. Iman adalah pelita, yang
menjadi penerang dan petunjuk pada jalan yang lurus.
Di antara manfaat-manfaat teknologi tersebut adalah :
1) Memperoleh Kemudahan
Kemampuan fisik manusia untuk meraih berbagai kebutuhan hidup sangat
terbatas. Pandangan mata, pendengaran telinga manusia terbatas, begitu pula
kekuatan dan keterampilan tangan dan kakinya. Kemampuan fisik manusia itu tidak
sebanding dengan kebutuhan yang diinginkan. Tetapi manusia sebagai khalifah Allah
diberikan kemampuan akal-pikiran untuk memanfaatkannya menemukan cara-cara
yang tepat dan efektif guna meraih kebutuhan hidup yang tidak mungkin dicapai
melalui kemampuan fisik semata. Akal-pikiran manusia mampu mendayagunakan
segala yang Allah ciptakan di bumi ini.
Kemampuan itu memang telah ditentukan oleh Allah Swt sebagaimana Allah
nyatakan dalam firman-Nya
“Dan dia Telah menundukkan untukmu apa yang di langit dan apa yang di
bumi semuanya, (sebagai rahmat) daripada-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian
itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang berfikir.”
(QS. Al- Jaziyah  : 13)
2) Mengenal dan Mengagungkan Allah.
Apabila manusia mampu menghayati akan makna sains dan teknologi yang
dikembangkannya, bahwa sernua itu bukan semata-mata karena faktor diri pribadi
manusia, tetapi ada faktor lain di luar dirinya, maka manusia akan memperoleh jalan
untuk mengenal sesuatu yang lain di luar dirinya itu, yaitu Yang Maha Agung, Yang
Maha Kuasa, dan Yang Maha Bijaksana, yaitu Allah SWT.

32
Kesempurnaan alam dengan struktur dan sistemnya tidak bisa dibayangkan
akan terbentuk dengan sempurna apabila tidak ada kesengajaan pihak lain, yaitu
Yang Maka Kuasa dan Maha Sempurna. Semakin luas dan dalam pengetahuan
manusia akan rahasia alam ini, maka semakin dekat manusia untuk mengenal
Pencipta alam ini, yaitu Allah, Sang Khalik. Ketika pertama manusia
mengembangkan teknologi bangunan, manusia telah diberikan contoh langit yang
tinggi, yang luas dan kokoh, yang tidak takut akan runtuh.
Begitu pula ketika manusia mengembangkan teknologi pesawat udara, Allah
telah memberikan contoh bagaimana burung bisa terbang di angkasa dengan stabil,
mampu mempertahankan keseimbangan tanpa takut jatuh, dan lain sebagainya.
Karena itu ketika menerangkan berbagai struktur di alam ini, Allah
menyatakan bahwa semua itu menjadi pelajaran bagi manusia untuk lebih mengenal
dan mengangungkan Allah penciptanya. Hal itu dapat kita pahami dari berbagai ayat
Al-Qur’an, diantaranya :
: “Maka apakah mereka tidak memperhatikan unta bagaimana dia diciptakan. Dan
langit, bagaimana ia ditinggikan. Dan gunung-gunung bagaimana ia
ditegakkan.  Dan bumi bagaimana ia dihamparkan?.  Maka berilah peringatan,
Karena Sesungguhnya kamu hanyalah orang yang memberi peringatan.” (QS. Al-
Gashiyah : 17-21)
3) Meningkatkan Kualitas Pengabdian Kepada Allah
Manusia diciptakan oleh Allah hanyalah untuk mengabdi kepada-Nya.
Demikian dinyatakan oleh Allah dalam firman-Nya: “Dan Aku tidak menciptakan jin
dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.”(QS. Al-Dzariyat :
56)
Seluruh aktivitas hidup manusia hendaknya diwujudkan sebagai pelaksanaan
pengabdian kepada Allah tersebut. Pengabdian manusia kepada Allah di sini adalah
pengabdian dalam arti luas, yaitu seluruh aktivitas, yang memenuhi kriteria (1)
diniatkan untuk menaati aturan Allah; (2) dilakukan dengan mengikuti ketentuan
yang diberikan alah, baik dalam bentuk kegiatan yang telah ditentukan tata caranya

33
maupun dalam bentuk penggalian jenis kegiatan yang bermanfaat yang sejalan
dengan nilai-nilai kebenaran yang ditunjukkan Allah; dan (3) dimaksudkan untuk
memperoleh ridha Allah.
Teknologi apabila dirancang dan dimanfaatkan secara benar dalam konteks
tugas pengabdian manusia tersebut, maka teknologi diyakini akan mampu
meningkatkan kualitas pengabdiannya kepada Allah. Jam misalnya, adalah produk
teknologi yang dimanfaatkan oleh umat Islam setiap hari untukl mengetahui waktu-
waktu shalat sehingga umat Islam dapat menunaikan ibadah shalat tepat pada
waktunya, begitu pula kompas dimanfaatkan untuk mengetahui arah kiblat sehingga
tidak terjadi salah arah dalam shalat. Dalam hal produk teknologi pangan, dengan
banyaknya produk makanan yang beredar di masyarakat, kita mampu mengetahui
komponen-komponen yang dipergunakan sebagai bahan, proses pembuatannya,
sehingga kita dapat mengetahui apakah makanan yang kita konsumsi itu halal atau
haram, begitu pula dengan produk-produk teknologi lainnya.
4) Memperoleh Kesenangan dan Kebahagiaan Hidup
Kemudahan-kemudahan yang diperoleh manusia melalui pemanfaatan
teknologi membuat manusia dapat memperoleh kesenangan dan kebahagiaan hidup
serta tetap dalam koridor kesenangan dan kebahagiaan yang halal, yang diridhai
Allah. Allah tidak menghendaki manusia hidup susah, tetapi sebaliknya Allah
menghendaki manusia hidup senang, hidup bahagia. Ketika Allah menempatkan
Adam dan istrinya di bumi, Allah berfirman:
“ …. dan bagi kamu ada tempat kediaman di bumi, dan kesenangan hidup sampai
waktu yang ditentukan” (Qs. Al-Baqarah : 36).
Untuk memperoleh kesenangan dan kebahagiaan hidup yang disediakan oleh
Allah itu, manusia diberikan sarana kebutuhan yang serba lengkap di bumi,
sebagaimana Allah nyatakan:
“Dia-lah Alah yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu sekalian dan
Dia berkehendak (menciptakan) langit, lalu dijadikan-Nya tujuh langit. Dan Dia
Maha Mengetahui segala sesuatu” (QS. Al-Baqarah : 29)

34
5) Meningkatkan Kemampuan Memanfaatkan Kekayaan Alam
Teknologi meningkatkan kemampuan manusia melakukan eksplorasi
kekayaan alam tersebut secara optimal. Banyak negara, bangsa yang tidak memiliki
kekayaan alam memadai tetapi karena memiliki kemampuan teknologi canggih hidup
lebih sejahtera dibandingkan dengan negara, bangsa yang memiliki kekayaan alam
melimpah tetapi teknologinya tertinggal. Jepang umpamanya, adalah sebuah negara
kecil, yang miskin akan kekayaan alam, tetapi kemajuan teknologinya tinggi, ia lebih
kaya dibandingkan dengan Indonesia yang kekayaannya melimpah tetapi tertinggal
kemajuan teknologinya dibandingkan dengan Jepang. Masih banyak negara di dunia
ini yang kaya seperti Jepang dan yang tertinggal seperti Indonesia.
Eksplorasi kekayaan alam diingatkan oleh Allah agar jangan sampai tak
terkontrol sehingga berubah menjadi eksploitasi alam, yang mengakibatkan
kerusakan alam, terganggunya keseimbangan lingkungan, karena justru akan
mengakibatkan timbulnya malapetaka bagi manusia, seperti banjir,  pencemaran
lingkungan, ,dan lain-lain. Dalam firman Allah:
“Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan
manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan
mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)” (QS. Ar-Rum : 41).
6) Menumbuhkan Rasa Syukur Kepada Allah.
Bagi orang beriman, sekecil apapun nikmat yang ia dapatkan dari rezeki halal
yang diberikan Allah kepadanya akan melahirkan rasa syukur kepada-Nya sebagai
pemberi nikmat. Apalagi dengan kemajuan teknologi yang mampu melipat-gandakan
nikmat itu kepadanya, maka rasa syukur kepada-Nya pun juga akan berlipat ganda.
Rasa syukur kepada Allah yang paling ringan adalah mengucapkan “alhamdulillahi
rabbil ‘alamin “, namun hakikat syukur yang sebenarnya adalah memanfaatkan
nikmat itu secara, benar untuk meningkatkan ketakwaannya kepada Allah. Karena itu
diperlukan tekad, kesungguhan untuk mewujudkan rasa syukur dalam amal
kehidupan secara riil. Allah mengingatkan: “Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu
memaklumkan; "Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti kami akan menambah

35
(nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), Maka Sesungguhnya
azab-Ku sangat pedih". (QS. Ibrahim : 7)
Teknologi membuat manusia semakin mudah meraih keinginannya, semakin
ringan beban hidup yang harus ditanggung, semakin besar hasil yang bisa diperoleh.
Kemudahan, keringanan, dan kenikmatan itu tidak mustahil membuat manusia
semakin lupa kepada Allah, semakin jauh dari-Nya, apabila tidak disikapi secara
cermat dan diiringi dengan iman yang teguh. Karena itu ilmu pengetahuan dan
teknologi harus dilandasi oleh iman agar pemanfaatannya terarah untuk
meningkatkan kualitas takwanya kepada Allah SWT.

36
BAB IV

PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa :

1. Hakikat Iptek dari sudut pandang Islam yaitu pengkajian terhadap sunnatullah
secara obyektif, memberi kemaslahatan kepada umat manusia, dan yang
terpenting adalah harus sejalan dengan nilai-nilai keislaman. Allah SWT.
secara bijaksana telah memberikan isyarat tentang ilmu, baik dalam bentuk
uraian maupun dalam bentuk kejadian, seperti kasus mu’jizat para Rasul.
Manusia yang berusaha meningkatkan daya keilmuannya mampu menangkap
dan mengembangkan potensi itu, sehingga teknologi Ilahiyah yang transenden
ditransformasikan menjadi teknologi manusia yang imanen (Imam Mushaffa).

2. Dari perspektif agama Islam, semua ilmu pengetahuan bersumber pada Allah
SWT, yang diketahui oleh manusia melalui wahyuNya yang tercantum dalam
kitab suci AlQur‟an. Sebagai sumber pengetahuan yang utama sesungguhnya
Al-Qur‟an telah memberikan banyak informers dan petunjuk mengenai cara
manusia memperoleh ilmu pengetahuan. Beberapa ayat Al-Qur‟an
mengisyaratkan agar AlQur‟an dijadikan sebagai sumber ilmu dengan
memakai katakata antara lain: ya‟qilun (memikirkan),dan yudabbirun
(memperhatikan). Adapun petunjuk-petunjuk Al-Qur‟an tentang cara-cara
memperoleh pengetahuan atau kebenaran pada dasarnya ada 3 macam, yaitu
melalui panca indera, melalui akal, dan melalui wahyu.
3. Dalam memandang hakikat ilmu, Islam dan Barat memiliki pandangan
yang berbeda. Jika Islam mengatakan ilmu adalah milik Allah s.w.t., dan
bersumber dari-Nya, maka Barat mengatakan bahwa ilmu itu bersumber
dari akal dan panca indra manusia.

37
4. Dalam agama islam, imu pengetahuan, teknologi terdapat hubungan yang
harmonis dan dinamis yang terintegrasi ke dalam suatu sistem yang
disebut Dinul Islam. Didalmnya ada tiga unsur pokok yaitu iman, islam, dan
amal sholeh.  Dalam pandangan Al Qur’an umat manusia harus memiliki ilmu
(sains) untuk memaknai penciptaan Allah.
B. Saran
Demikianlah makalah yang dapat kami sajikan sebagai bahan
pembelajaran kita bersama. Semoga dapat memberikan manfaat bagi kita
semua. Selanjutnya kritik dan saran selalu kami nantikan dari para pembaca
yang budiman demi terciptanya makalah kami yang lebih baik lagi
kedepannya.

38
DAFTAR PUSTAKA

Apa Makna Islam? (2020, Juni 25). Retrieved from https://mui.or.id/


Astuti, N. F. (2021, Agustus 12). Retrieved from IPTEK Artinya Ilmu Pengetahuan
dan Teknologi, Berikut Penjelasannya: https://www.merdeka.com/
INTEGRASI IPTEK DAN ISLAM. (2013, Desember 20). Retrieved from
http://kreasihatiikhwan.blogspot.com/
Om.Makplus. (2018, April 7). Pengertian Ilmu dan Definisnya. Retrieved from
http://www.definisi-pengertian.com/
Sulfauzan, A. (2019, Juni 16). Ilmu Dalam Perseptif Islam dan Barat. Retrieved from
https://www.qureta.com/
Wibowo, A. N. (2020, April 1). Apa yang dimaksud dengan konsepsi? Retrieved
from https://www.dictio.id/

39

Anda mungkin juga menyukai