Anda di halaman 1dari 6

NAMA : MICHAEL KEVIN GANI

NIM : 2010111028
KELAS : HUKUM LINGKUNGAN 2.10

UU TENTANG TATA RUANG

Tata Ruang adalah suatu sistem proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan
pengendalian pemanfaatan ruang. Kegiatan penyelenggaraan penataan ruang meliputi
pengaturan, pembinaan, pelaksanaan, dan pengawasan penataan ruang terdapat dalam Undang-
undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang.

Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang disahkan di Jakarta pada tanggal
26 April 2007 oleh Presiden Dr. H. Susilo Bambang Yudhoyono. UU 26 tahun 2007 tentang
Penataan Ruang diundangkan oleh Menkumham Hamid Awaludin pada tanggal 26 April 2007 di
Jakarta.

Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang ditempatkan dalam Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68. Penjelasan Atas UU 26 tahun 2007 tentang
Penataan Ruang ditempatkan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4725

Penataan ruang dibentuk, karena :

a. bahwa ruang wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang merupakan negara kepulauan
berciri Nusantara, baik sebagai kesatuan wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang
udara, termasuk ruang di dalam bumi, maupun sebagai sumber daya, perlu ditingkatkan upaya

pengelolaannya secara bijaksana, berdaya guna, dan berhasil guna dengan berpedoman pada
kaidah penataan ruang sehingga kualitas ruang wilayah nasional dapat terjaga keberlanjutannya
demi

terwujudnya kesejahteraan umum dan keadilan sosial sesuai dengan landasan konstitusional
Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

b. bahwa perkembangan situasi dan kondisi nasional dan internasional menuntut penegakan
prinsip keterpaduan, keberlanjutan, demokrasi, kepastian hukum, dan keadilan dalam rangka
penyelenggaraan penataan ruang yang baik sesuai dengan landasan idiil Pancasila;

c. bahwa untuk memperkukuh Ketahanan Nasional berdasarkan Wawasan Nusantara dan sejalan
dengan kebijakan otonomi daerah yang memberikan kewenangan semakin besar kepada
pemerintah daerah dalam. penyelenggaraan penataan ruang, maka kewenangan tersebut perlu
diatur demi menjaga keserasian dan keterpaduan antardaerah dan antara pusat dan daerah agar
tidak menimbulkan kesenjangan antardaerah;
d. bahwa keberadaan ruang yang terbatas dan

pemahaman masyarakat yang berkembang terhadap pentingnya penataan ruang sehingga


diperlukan penyelenggaraan penataan ruang yang transparan, efektif, dan partisipatif agar
terwujud ruang yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan;

e. bahwa secara geografis Negara Kesatuan Republik Indonesia berada pada kawasan rawan
bencana

sehingga diperlukan penataan ruang yang berbasis mitigasi bencana sebagai upaya meningkatkan
keselamatan dan kenyamanan kehidupan dan penghidupan;

f. bahwa Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1992

tentang Penataan Ruang sudah tidak sesuai dengan kebutuhan pengaturan penataan ruang
sehingga perlu diganti dengan undang-undang penataan ruang yang baru;

g. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c,


huruf d, huruf e, dan huruf f, perlu membentuk Undang- Undang tentang Penataan Ruang;

Undang-undang ini menjelaskan bahwa :

1. Ruang adalah wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang
di dalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan makhluk lain hidup,
melakukan kegiatan, dan memelihara kelangsungan hidupnya.

2. Tata ruang adalah wujud struktur ruang dan pola ruang.

3. Struktur ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman dan sistem jaringan prasarana dan
sarana yang berfungsi sebagai pendukung kegiatan sosial ekonomi masyarakat yang secara
hierarkis memiliki hubungan fungsional.

4. Pola ruang adalah distribusi peruntukan ruang dalam suatu wilayah yang meliputi peruntukan
ruang untuk fungsi lindung dan peruntukan ruang untuk fungsi budi daya.

5. Penataan ruang adalah suatu sistem proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan
pengendalian pemanfaatan ruang.

6. Penyelenggaraan penataan ruang adalah kegiatan yang meliputi pengaturan, pembinaan,


pelaksanaan, dan pengawasan penataan ruang.

7. Pemerintah Pusat, selanjutnya disebut Pemerintah, adalah Presiden Republik Indonesia yang
memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
8. Pemerintah daerah adalah Gubernur, Bupati, atau Walikota, dan perangkat daerah sebagai
unsur penyelenggara pemerintahan daerah.

9. Pengaturan penataan ruang adalah upaya pembentukan landasan hukum bagi Pemerintah,
pemerintah daerah, dan masyarakat dalam penataan ruang.

SUMBER DAYA AIR ( UU NO 17 TAHUN 2019 )

A. Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2019 Tentang Sumber Daya Air
Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2019 Tentang Sumber Daya Air
secara umum merupakan undang – undang yang mengatur tentang air, sumber air, dan daya air
yang terkandung di dalamnya, serta pengelolaan sumber daya air. Pengaturan ini bertujuan untuk
memberikan perlindungan dan menjamin pemenuhan hak rakyat atas air, menjamin
keberlanjutan ketersediaan air dan sumber air agar memberikan manfaat bagi masyarakat dan
menjamin pelestarian fungsi. Pada pasal 4 UU No. 17 Tahun 2019, secara spesifik dijelaskan
mengenai ruang lingkup pengaturannya, antara lain, penguasaan negara dan hak rakyat atas air,
tugas dan wewenang dalam pengelolaan Sumber Daya Air, perizinan, sistem informasi Sumber
Daya Air, pemberdayaan dan pengawasan, pendanaan, hak dan kewajiban, partisipasi
masyarakat, dan koordinasi.
Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2019 Tentang Sumber Daya Air
disahkan oleh Presiden Joko Widodo, pada tanggal 15 Oktober 2019 di Jakarta. UU ini
diundangkan oleh PLT. Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia Tjahjo Kumolo di Jakarta pada
tanggal 16 Oktober 2019. Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2019 Tentang
Sumber Daya Air ditempatkan dalam lembaran negara RI tahun 2019 No. 190. Penjelasan atas
UU ini ditempatkan pada tambahan lembaran negara RI No. 6405.
Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2019 Tentang Sumber Daya Air
diundangkan dengan tujuan bahwa air merupakan kebutuhan dasar hidup manusia yang
dikaruniakan oleh Tuhan Yang Maha Esa bagi seluruh bangsa Indonesia, bahwa air sebagai
bogian dari sumber daya air merupakan cabang produksi penting dan menguasai hajat hidup
orang banyak yang dikuasai oleh negara untuk dipergunakan bagi sebesar - besar kemakmuran
rakyat sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,
bahwa dalam menghadapi ketidakseimbangan antara ketersediaan air yang cenderung menurun
dan kebutuhan air yang semakin meningkat, sumber daya air perlu dikelola dengan
memperhatikan fungsi sosial, lingkungan hidup, dan ekonomi secara selaras untuk mewujudkan
sinergi dan keterpaduan antarwilayah, antarsektor, dan antargenerasi guna memenuhi kebutuhan
rakyat atas air, dan bahwa dengan diberlakukannya kembali Undang-Undang Nomor 11 Tahun
1974 tentang Pengairan setelah Undang - Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya
Air dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi, masih terdapat banyak kekurangan dan belum dapat
mengatur secara menyeluruh mengenai pengelolaan sumber daya air sesuai dengan
perkembangan dan kebutuhan hukum masyarakat sehingga perlu diganti.
Pemerintah pusat dan Pemerintah daerah menetapkan dan menyusun kebijakan Sumber Daya
Air. Pemerintah daerah menetapkan dan menyusun kebijakannya berdasarkan kebijakan
nasional Sumber Daya Air dengan memperhatikan kepentingan provinsi disekitarnya.
Pemerintah pusat dan pemerintah daerah menetapkan dan menyusun serta menerapkan rencana
pengelolaan Sumber Daya Air. Pemerintah pusat pengelolaan pada wilayah sungai ntas negara,
provinsi, dan sungai strategis nasional, sedangkan pemerintah daerah pengelolaan pada wilayah
sungai lintas kabupaten/kota.
Pemerintah Desa membantu pemerintah pusat/pemerintah daerah dalam mengelola Sumber
Daya Air di wilayah desa berdasarkan asas kemanfaatan umum dan memperhatikan kepentingan
desa lain, mendorong prakarsa dan partisipasi masyarakat desa serta ikut serta dalam menjaga
efektivitas, efisiensi, kualitas dan ketertiban pelaksanaan Pengelolaan Sumber Daya Air.
UU TENTANG KEHUTANAN ( UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR
41 TAHUN 1999 TENTANG KEHUTANAN )

Menurut Undang-undang Republik Indonesia Nomor 41 tahun 1999 tentang kehutanan,


defenisi kehutanan dijelaskan pada Pasal 1 ayat , yaitu ”Kehutanan adalah sistem pengurusan
yang bersangkut paut dengan hutan, kawasan hutan, dan hasil hutan yang diselenggarakan secara
terpadu”.

Alasan atau latar belakang mengapa undang-undang ini dibuat dapat kita lihat pada
bagian menimbang undang-undang ini, yaitu:

a. bahwa hutan, sebagai karunia dan amanah Tuhan Yang Maha Esa yang dianugerahkan
kepada bangsa Indonesia, merupakan kekayaan yang dikuasai oleh Negara, memberikan manfaat
serbaguna bagi umat manusia, karenanya wajib disyukuri, diurus, dan dimanfaatkan secara
optimal, serta dijaga kelestariannya untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, bagi generasi
sekarang maupun generasi mendatang;
b. bahwa hutan, sebagai salah satu penentu sistem penyangga kehidupan dan sumber
kemakmuran rakyat, cenderung menurun kondisinya, oleh karena itu keberadaannya harus
dipertahankan secara optimal, dijaga daya dukungnya secara bijaksana, terbuka, profesional,
serta bertanggung-gugat;

c. bahwa pengurusan hutan yang berkelanjutan dan berwawasan mendunia, harus


menampung dinamika aspirasi dan peran serta masyarakat, adat dan budaya, serta tata nilai
masyarakat yang berdasarkan pada norma hukum nasional;

d. bahwa Undang-undang Nomor 5 Tahun 1967 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok


Kehutanan (Lembaran Negara Tahun 1967 Nomor 8) sudah tidak sesuai lagi dengan prinsip
penguasaan dan pengurusan hutan, dan tuntutan perkembangan keadaan, sehingga perlu diganti;

e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, b, c, dan d


perlu ditetapkan undang-undang tentang Kehutanan yang baru.

Undang-undang ini disahkan di Jakarta pada tanggal 30 September 1999 oleh Presiden
Republik Indonesia saat itu yaitu Bacharuddin Jusuf Habibie dan langsung diundangkan oleh
Menteri Negara Sekretariat Negara RI Muladi dan ditambahkan pada lembaran negara RI tahun
1999 nomor 167.

Dalam Pasal 46 Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang


Kehutanan, penyelenggaraan perlindungan hutan dan konservasi alam bertujuan menjaga
hutan, kawasan hutan dan lingkungannya, agar fungsi lindung, fungsi konservasi dan
fungsi produksi tercapai secara optimal dan lestari. Dan dalam Pasal 47 Undang-undang
Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, perlindungan hutan dan kawasan hutan merupakan
usaha untuk :

a) mencegah dan membatasi kerusakan hutan, kawasan hutan dan hasil hutan
yang disebabkan oleh perbuatan manusia, ternak, kebakaran, daya-daya alam,
hama serta penyakit ; dan
b) mempertahankan dan menjaga hak-hak negara, masyarakat dan perorangan atas
hutan, kawasan hutan, hasil hutan, investasi serta perangkat yang berhubungan
dengan pengelolaan hutan.

KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA ( UU NO 5


TAHUN 1990 )

Undang-undang konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya yang bersifat
nasional dan menyeluruh sangat diperlukan sebagai dasar hukum untuk mengatur perlindungan
sistem penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa beserta
ekosistemnya, dan pemanfaatannya secara lestari. Sumber daya alam hayati dan ekosistemnya
agar dapat menjamin pemanfaatnnya bagi kesejahteraan masyarakat dan peningkatan mutu
kehidupan manusia.
Undang-undang memuat ketentuan-ketentuan yang bersifat pokok dan mencakup semua
segi di bidang konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya, sedangkan
pelaksanaannya diatur dengan peraturan pemerintah.
Undang-undang KSDAHE ini disahkan di Jakarta pada tanggal 10 Agustus 1990 oleh
presiden Soeharto. Undang-undang ini diundangkan pada tanggal 10 Agustus 1990 oleh
Mensesneg Moerdino. UU KSDAHE diundangkan dalam lembaran Negara Republik Indonesia
tahun 1990 no.49. Penjelasan atas undang-undang Republik Indonesia no.5 tahun 1990 tentang
konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya tambahan lembaran negara Republik
Indonesia no. 3419.
Alasan dibentuknya undang-undang KSDAHE ini adalah:
• Menjamin terpeliharanya proses ekologis yang menunjang sistem penyangga kehidupan.
• Menjamin terpeliharanya keanekaragaman sumber genetik dan tipe-tipe ekosistemnya,
sehingga mampu menunjang pembangunan, ilmu pengetahuan, dan teknologi yang
memungkinkan pemenuhan kebutuhan manusia.
• Mengendalikan cara-cara pemanfaatan sumer daya alam hayati sehingga terjamin
kelestariannya.

Undang-Undang Nomor 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan
Ekosistemnya mencabut:

Ordonansi Perburuan (Jachtordonnantie 1931 Staatsblad 1931 Nummer 133);


Ordonansi Perlindungan Binatang-binatang Liar (Dierenbeschermingsordonnantie 1931
Staatsblad 1931 Nummer 134);
Ordonansi Perburuan Jawa dan Madura (Jachtcrdonnantie Java en Madoera 1940 Staatsblad
1939 Nummer 733);
Ordonansi Perlindungan Alam (Natuurbeschermingsordonnantie 1941 Staatsblad 1941 Nummer
167);

Peraturan perundang-undangan yang bersifat nasional yang ada kaitannya dengan


konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya seperti Undang-undang Nomor 5 Tahun
1967 tentang ketentuan-ketentuan Pokok Kehutanan, Undang-undang Nomor 4 Tahun 1982
tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup, Undang-undang Nomor 20
Tahun 1982 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pertahanan Keamanan Negara Republik
Indonesia sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1988, dan Undang-
undang Nomor 9 Tahun 1985 tentang Perikanan belum mengatur secara lengkap dan belum
sepenuhnya dapat dipakai sebagai dasar hukum untuk pengaturan lebih lanjut.

Anda mungkin juga menyukai