Anda di halaman 1dari 6

‫َ َ ۡ َ َ َ ذ َ ُ َ ُّ َ َ ُ َ ُ َ ذ ُ ُ َ ّ َ َ َ ٓ ُ َ َ ُ ۡ َ ُ َ َ ا‬

]94:‫ألم تر إَِل ٱَّلِيو يزكون أىفسه ۚم ب ِل ٱَّلل يز ِّك نو يشاء وَل يظلهون فتِيًل [ النساء‬

ُ َ َ ُّ َ ‫ٱ ذَّل‬ َ َ ََ
‫أىف َس ُه ۚم‬ ‫يُ َزكون‬ ‫ِيو‬ ‫إَِل‬ ‫ت َر‬ ‫أل ۡم‬
diri (mereka) orang- kepada kamu tidaklah
mereka membersihkan orang perhatikan
yang
َ ٓ َ ّ ُ‫ٱ ذ‬
‫َوَل‬ ‫يَشا ُء‬ ‫َنو‬ ‫يُ َز ِّك‬ ‫َّلل‬ ‫بَ ِل‬
dan tidak Dia kehendaki siapa Dia Allah akan tetapi
membersihkan
‫َ ا‬ َ َ ۡ
‫فت ِيًل‬ ‫ُيظل ُهون‬

sedikitpun mereka
dianiaya

49. (Tidakkah kamu perhatikan orang-orang yang membersih-bersihkan diri mereka


itu) yakni orang-orang Yahudi yang mengatakan bahwa mereka itu anak-anak Allah
dan kekasih-kekasih-Nya. Jadi persoalannya kebaikan itu bukanlah dengan
membersih-bersihkan diri (tetapi Allah membersihkan) artinya menyucikan (siapa
yang dikehendaki-Nya) dengan keimanan (sedangkan mereka tidak dianiaya) atau
dikurangi amalan mereka (sedikit pun) walau sebesar kulit buah kurma sekalipun.
[An Nisa":49]

49. Apakah kamu tidak memperhatikan orang yang menganggap dirinya bersih?.
Sebenarnya Allah membersihkan siapa yang dikehendaki-Nya dan mereka tidak
aniaya sedikitpun. [An Nisa":49]

49. (4:49) Have you not seen those who boast of their righteousness, even though it
is Allah Who grants righteousness to whomsoever He wills? They are not wronged
even as much as the husk of a date-stone (if they do not receive righteousness).

[An Nisa":49]

49. Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dari Hasan, bahwa ayat ini diturunkan mengenai
orang-orang Yahudi dan Nasrani yang memuji-muji diri mereka dengan mengatakan
bahwa mereka anak Allah dan kesayangan-Nya, tidak akan masuk surga selain
orang Yahudi atau Nasrani dan mereka tidak akan masuk neraka kecuali beberapa
hari saja.

Allah memperingatkan Nabi Muhammad saw agar berhati-hati terhadap tindakan


orang-orang Yahudi dan Nasrani yang menganggap dan mengakui diri mereka
sebagai orang suci. Pengakuan itu seperti tertera pada sebab turunnya ayat di atas
bahwa ucapan mereka itu tidak benar karena mereka masih tetap dalam kekafiran
dan tetap melakukan perbuatan yang dilarang oleh Allah.
Sebenarnya mereka tidak berhak membersihkan diri hanya dengan kata-kata dan
pengakuan yang tidak beralasan. Membersihkan diri haruslah dengan amal
perbuatan yang dapat menjadikan seseorang bersih dan bebas dari perbuatan syirik
dan maksiat. Tidak ada gunanya seseorang mengemukakan kebersihan dirinya
karena kebersihan diri seseorang berada di tangan Allah Yang Mahakuasa, dan
Allah sekali-kali tidak akan menganiaya hamba-Nya.

[An Nisa":49]
ُ َ َ َ ۡ ُ َ ۡ َ ُ ۡ ۡ َ ‫ذ‬ ‫َ ذ ذ‬ َۡ ۡ ۡ َ َٰٓ َ َ َ ُ َ ۡ َ َ ‫ذ‬
‫ٱۡلث ِم َوٱلف َوَٰحِش إَِل ٱلل َه َ َۚم إِن َر ذبك َوَٰس ُِع ٱل َهغفِ َرة ِۚ ه َو أغل ُم بِك ۡم إِذ أنشأكم ّن َِو‬ ِ ‫ٱَّلِيو َيتنِبون كبئِر‬
َ َ ُ َ ُ َ ْ ٓ ُّ َ ُ َ َ ۡ ُ َٰ َ ‫ُ ذ‬ ُ ‫ ِف ُب‬ٞ‫ىت ۡم أَج ذية‬
ُ َ‫ِإَوذ أ‬
ۡ َۡ
]23:‫َق [ الـيحـم‬ َٰٓ َ ‫ك ۡمۖۡ ُه َو أ ۡغل ُم ب ِ َه ِو ذٱت‬ ‫ون أنهتِكمۖۡ فًل تزكوا أىفس‬ ِ ‫ط‬ ِ ِ ِ
‫ۡرض‬‫ٱۡل‬
‫ذ‬ َۡ ۡ ۡ َ ‫ٱ ذَّل‬
‫إَِل‬
َ
‫َوٱلف َوَٰحِش‬ ِ‫ٱ ِۡلثم‬ َٰٓ َ ‫َك‬
‫بئ ِ َر‬
َ َۡ
‫َي َتن ُِبون‬ ‫ِيو‬
kecuali dan dosa besar mereka orang-orang
perbuatan menjauhi yang
keji
ُ ۡ ۡ َ ‫ذ‬ ‫ذ‬
‫ه َو‬ ِۚ ‫ٱل َهغف َِرة‬ ‫َوَٰس ُِع‬ ‫َربذك‬ ‫إِن‬ ‫ٱلل َه َ َۚم‬
Dia ampunan Maha Luas Tuhanmu sesungguhnya teringat
sepintas
َۡ
laluَ
ُ َ َ َ ۡ ُ َ ۡ
ِ ‫ٱۡل‬
‫ۡرض‬ ‫ّن َِو‬ ‫أنشأكم‬ ‫إِذ‬ ‫بِك ۡم‬ ‫أغل ُم‬
bumi dari Dia ketika dengan/untuk lebih
menjadikan kalian mengetahui
kamu
ُ َ‫ُذ‬ ُُ ٞ‫َ ذ‬ ُ َ‫أ‬ ۡ
ۡۖ‫أنهَٰت ِك ۡم‬ ‫ون‬
ِ ‫بط‬ ‫ِِف‬ ‫جية‬
ِ ‫أ‬ ‫ىت ۡم‬ ‫ِإَوذ‬
ibu-ibu perut dalam janin kamu dan ketika
kamu
َ ۡ َ ُ ُ ُ َ ْ ٓ ُّ َ ُ ََ
‫ب ِ َه ِو‬ ‫أغل ُم‬ ‫ه َو‬ ۡۖ‫أىف َسك ۡم‬ ‫تزكوا‬ ‫فًل‬
dengan lebih Dia diri kalian kamu maka
siapa mengetahui sendiri menganggap jangan
suci
َٰٓ َ ‫ٱ ذت‬
‫َق‬

yang
bertakwa

32. ("Yaitu orang-orang yang menjauhi dosa-dosa besar dan perbuatan-perbuatan


keji selain dari kesalahan-kesalahan kecil) yang dimaksud dari lafal Al Lamam
adalah dosa-dosa kecil seperti, melihat wanita lain, menciumnya dan menyentuhnya.
Istitsna atau pengecualian di sini bersifat Munqathi' artinya dosa-dosa kecil itu
diampuni oleh sebab menjauhi dosa-dosa besar. (Sesungguhnya Rabbmu Maha
Luas ampunan-Nya) disebabkan hal tersebut, sebab Dia Penerima Tobat. Ayat ini
diturunkan berkenaan dengan orang-orang yang telah mengatakan, salat kami,
shaum kami dan haji kami (Dia lebih mengetahui) (tentang kalian ketika Dia
menjadikan kalian dari tanah) ketika Dia menciptakan bapak moyang kalian yaitu
Adam dari tanah (dan ketika kalian masih berupa janin lafal Ajinnatin adalah bentuk
jamak dari lafal Janiin (dalam perut ibu kalian; maka janganlah kalian mengatakan
diri kalian suci) janganlah kalian memuji-muji diri kalian sendiri dengan cara ujub
atau takabur, akan tetapi bila kalian melakukannya dengan cara mengakui nikmat
Allah, maka hal ini dianggap baik (Dia-lah Yang paling mengetahui) Yang
mengetahui (tentang orang yang bertakwa"). [An Najm:32]

32. (Yaitu) orang-orang yang menjauhi dosa-dosa besar dan perbuatan keji yang
selain dari kesalahan-kesalahan kecil. Sesungguhnya Tuhanmu maha luas
ampunan-Nya. Dan Dia lebih mengetahui (tentang keadaan)mu ketika Dia
menjadikan kamu dari tanah dan ketika kamu masih janin dalam perut ibumu; maka
janganlah kamu mengatakan dirimu suci. Dialah yang paling mengetahui tentang
orang yang bertakwa. [An Najm:32]

32. (53:32) on those who avoid grave sins *30 and shameful deeds, *31 even if they
may sometimes stumble into lesser offences. *32 Surely your Lord is abounding in
His Forgiveness. *33 Very well is He aware of you since He produced you from the
earth, and while you were still in your mothers' wombs and not yet born. So do not
boastfully claim yourselves to be purified. He fully knows those that are truly
Godfearing.

*30) For explanation, see E.N. 53 of An-Nisa.

*31) For explanation, sec E.N. 130 of AI-An'am and E.N. 89 of An-Nahl.

*32) The word lamam as found in the original is used for a small quantity of
something, or its slight effect, or its mere closeness, or its existence for a short time.
This word is used to express the sense that a person did not commit an act but was
very near to committing it.

On the basis of its usages some commentators have taken the word lamam in the
meaning of minor sins. Some others have taken it in the meaning that a person
should practically reach very near a grave sin but -should desist from actually
committing it. Still others take it in the sense of a person's remaining involved in a sin
temporarily and then desisting from it. And according to some it implies that a person
should think of, or wish, or intend to commit a sin but should rake no practical steps
towards it. In this regard, the views of the Companions and their immediate followers
are as follows:

Zaid bin Aslam and Ibn Zaid opine, and a saying of Hadrat 'Abdullah bin 'Abbas also
is to the same effect, that it signifies those sins which the people had committed in
the pre-Islamic days of ignorance, then alter embracing Islam they refrained from
them.'

Another view of Ibn `Abbas is, and the same is also the view of Hadrat Abu
Hurairah, Hadrat 'Abdullah bin 'Amr bin 'As, Mujahid, Hasan Basri and Abu Salih,
that it implies a person's being involved in a grave sin or indecency temporarily, or
occasionally, and then giving it up.

Hadrat 'Abdullah bin Mas'ud, Masruq and Sha'bi say, and the same also has been
reported from Hadrat Abu Hurairah and Hadrat 'Abdullah bin `Abbas in authentic
traditions, that this implies a person's approaching the very point of a grave sin and
crossing alI its preliminaries but then restraining himself at the final stage, e.g. a
person goes out with the intention of stealing but refrains from it in the end, or has
colse association with other women, but refrains from committing adultery. Hadrat
'Abdullah bin Zubair, `Ikrimah, Qatadah and Dahhak say that this signifies those
minor sins for which no punishment has been prescribed in the world nor any threat
of punishment held out in the Hereafter. Said bin al-Musayyab says that this implies
one's thinking of a sin in the mind but restraining oneself from committing it
practically .

These arc the different explanations which have been reported in the traditions from
the Companions and their immediate followers. The majority of the later
commentators and doctors of law and jurists arc of the opinion that this verse and
verse 31 of Surah An-Nisa classify sins into two main kinds: the major sins and the
minor sins, and these two verses give man the hope that if he abstains from the
major sins and open indecencies, AIlah will overlook his minor errors. Although some
distinguished scholars have also opined that no sin is minor and the disobedience of
Allah is by itself a major sin, yet as stated by Imam Ghazali the distinction between
the major and the minor sins is something which cannot be denied, for the sources of
knowledge of the Shari'ah values and injunctions aII point to this.

As for the question, what is the distinction between the major and the minor sins,
and what kinds of sins are major and what kinds of them minor ? we are satisfied
that: "Every such act is a major sin which has been forbidden by a clear ordinance of
the Divine Book and the Shari'ah of the Prophet, or for which AIIah and His
Messenger have prescribed a punishment in the world, or have held out a threat of
punishment in the Hereafter, or have cursed the one guilty of committing it, or given
the news of infliction of punishment on those guilty of committing it. " Apart from this
class of sins all other acts which are disapproved by the Shari'ah, come under the
definition of minor sins. Likewise, the mere desire for a major sin, or an intention to
commit it, also is not a major sin but a minor sin; so much so that even crossing all
the preliminaries of a major sin does not constitute a major sin unless one has
actually committed it. However, even a minor sin becomes a major sin in case it is
committed with a feeling of contempt for religion and of arrogance against Allah, and
the one guilty of it does not consider the Shari`ah that has declared it an evil worthy
of any attention and reverence.

*33) That is, "The forgiveness for the one guilty of minor sins is not for the reason
that a minor sin is no sin, but for the reason that AIIah Almighty does not treat His
servants narrow-mindedly and does not seize them on trifling faults; if the servants
adopt piety and abstain from major sins and indecencies, He will not seize them for
their minor errors and will forgive them magnanimously on account of His infinite
mercy."

[An Najm:32]

32. Ayat ini menerangkan sifat-sifat orang yang baik itu, ialah mereka yang
menjauhkan dirinya dari dosa-dosa besar seperti syirik, membunuh, berzina, dan
lain-lain, meskipun mereka melakukan dosa-dosa kecil yang kemudian disadari
sehingga mereka segera bertaubat sambil menyesali perbuatan-perbuatan yang
mereka lakukan, mereka juga mengimbanginya dengan melakukan banyak
perbuatan yang baik karena perbuatan yang baik itu menghapuskan dosa-dosa
kecil. Sebagaimana firman Allah:

Perbuatan-perbuatan baik itu menghapus kesalahan-kesalahan. (Hud/11: 114)

Jika kamu menjauhi dosa-dosa besar di antara dosa-dosa yang dilarang


mengerjakannya, niscaya Kami hapus kesalahankesalahanmu dan akan Kami
masukkan kamu ke tempat yang mulia (surga). (an-Nisa'/4: 31)

Dosa-dosa besar itu ada tujuh, Sayidina 'Ali "Karramallahu Wajhah" mengatakan
bahwa sebagaimana tersebut dalam Sahih alBukhari dan Muslim: Jauhilah tujuh
dosa besar yang menghancurkan. Para sahabat bertanya, "Apakah hal itu? Nabi
menjawab, mempersekutukan Allah, sihir, membunuh manusia yang diharamkan
Allah kecuali dengan hak, memakan harta anak yatim, memakan riba, lari dari
perang yang sedang berkecamuk dan menuduh wanita-wanita muhsanat, gafilat
mu'minat. (Riwayat al-Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah) Ada pula yang
menyatakan, "Dosa-dosa besar adalah dosa-dosa yang diancam oleh Allah dengan
neraka atau dengan amarah-Nya atau dengan laknat, azab atau mewajibkan had
atau hukuman tertentu di dunia seperti qisas potong tangan, rajam dan lain-lain
karena yang melakukannya tidak merasa khawatir dan tidak meyesal atas
tindakannya itu, padahal tindakannya itu menyebabkan kerusakan besar, walaupun
menurut pandangan manusia merupakan hal kecil." Selanjutnya, ayat 32 ini
menegaskan bahwa Allah Mahaluas ampunan-Nya, dan Dia akan mengampuni
dosa-dosa kecil jika menjauhi dosa besar dan Dia mengampuni dosa-dosa besar
bila pelakunya bertobat, serta diiringi penyesalan atas perbuatannya, tapi tidak putus
asa terhadap pengampunan Allah. Allah berfirman:

Katakanlah, "Wahai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri mereka


sendiri! Janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah
mengampuni dosa-dosa semuanya. Sungguh, Dialah Yang Maha Pengampun,
Maha Penyayang. (azZumar/39: 53)

Ayat selanjutnya menjelaskan bahwa Allah swt lebih mengetahui keadaan,


perbuatan, dan ucapan manusia dikala Dia menjadikan manusia dari tanah dan
dikala Dia membentuk rupanya dalam rahim ibunya, dari satu tahap ke tahap yang
lainnya. Maka janganlah ada yang mengatakan dirinya suci. Allahlah yang paling
mengetahui tentang orang yang bertakwa. Bila kamu sadari yang demikian itu, maka
janganlah kamu memuji dirinya dengan suci dari dosa atau suci dari perbuatan
maksiat atau banyak melakukan kebaikan, tetapi hendaklah manusia banyak
bersyukur kepada Allah atas limpahan karunia dan ampunan-Nya. Allah Maha
Mengetahui siapa yang bersih dari kejahatan dan siapa yang menjerumuskan dirinya
dalam kejahatan dan melumurkan dirinya dengan dosa. Sesungguhnya larangan
menyucikan diri hanya berlaku bila yang mendorong seseorang untuk itu adalah
riya', takabur atau bangga. Selain dari sebab di atas, maka menyucikan diri tidak
terlarang, bahkan dianjurkan. Dalam ayat lain Allah berfirman: Tidakkah engkau
memperhatikan orang-orang yang menganggap dirinya suci (orang Yahudi dan
Nasrani)? Sebenarnya Allah menyucikan siapa yang Dia kehendaki dan mereka
tidak dizalimi sedikit pun. (an-Nisa'/4: 49) [An Najm:32]

Anda mungkin juga menyukai