Anda di halaman 1dari 42

LAPORAN PENDAHULUAN

TRAUMA THORAX

Ditujukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Keperawatan Kegawatdaruratan
Dosen Pengampu : Ns. Sadaukur Barus., M.Kep

DISUSUN OLEH:

ASSYANI NURSAFITRI (C.0105.19.002)


HARIS NURYANA (C.0105.19.010)
NURLAELA (C.0105.19.017)
SITI MAESYAROH K. (C.0105.19022)
SITI RUWINDA (C.0105.19.023)
VICKY FEBRIAN (C.0105.19.026)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN NERS TAHAP AKADEMIK


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BUDI LUHUR
CIMAHI
2022
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji kehadirat Allah SWT, pencipta alam semesta, tidak
lupa sholawat dan salam semoga dilimpahkan kepada Nabi Muhammad saw. karena
atas rahmat dan karunia Allah tugas ini dapat kami selesaikan.

Demikianlah makalah ini kami susun. Dengan harapan dapat bermanfaat bagi
siapa saja yang membacanya. Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan, oleh karena itu, semua keritik dan saran senantiasa kami harapkan
untuk kesempurnaan makalah ini agar menjadi lebih baik.

Cimahi , Maret 2022.

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...................................................................................................

DAFTAR ISI..................................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN..............................................................................................

A. Latar belakang...............................................................................................
B. Tujuan penulisan ..........................................................................................
1. Tujuan umum .........................................................................................
2. Tujuan khusus ........................................................................................

BAB II TINJAUAN PUSTAKA..................................................................................

A. Definisi Trauma Thorax ..............................................................................


B. Etiologi Trauma Thorax................................................................................
C. Manifestasi Trauma Thorax .........................................................................
D. Patofisiologi Trauma Thorax........................................................................
E. Pathway Trauma Thorax ..............................................................................
F. Pemeriksaan penunjang Trauma Thorax .....................................................
G. Penatalaksanaan Trauma Thorax..................................................................
H. Asuhan keperawatan Trauma Thorax...........................................................

BAB III PENUTUP.......................................................................................................

A. Kesimpulan ..................................................................................................
B. Saran ............................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Trauma torak semakin meningkat sesuai dengan kemajuan transportasi
dan kondisi sosial ekonomi masyarakat.· Di Amerika Serikat didapatkan 180.000
kematian pertahun karena trauma. 25 % diantaranya karena trauma torak
langsung, sedangkan 5 % lagi merupakan trauma torak tak langsung atau
penyerta
Pneumotoraks didefinisikan sebagai adanya udara di dalam kavum/rongga
pleura. Tekanan di rongga pleura pada orang sehat selalu negatif untuk dapat
mempertahankan paru dalam keadaan berkembang (inflasi). Tekanan pada
rongga pleura pada akhir inspirasi 4 s/d 8 cm H2O dan pada akhir ekspirasi 2 s/d
4 cm H2O. Kerusakan pada pleura parietal dan/atau pleura viseral dapat
menyebabkan udara luar masuk ke dalam rongga pleura, Sehingga paru akan
kolaps. Paling sering terjadi spontan tanpa ada riwayat trauma; dapat pula sebagai
akibat trauma toraks dan karena berbagai prosedur diagnostik maupun terapeutik.
Dahulu pneumotoraks dipakai sebagai modalitas terapi pada TB paru
sebelum ditemukannya obat anti tuberkulosis dan tindakan bedah dan dikenal
sebagai pneumotoraks artifisial . Kemajuan teknik maupun peralatan kedokteran
ternyata juga mempunyai peranan dalam meningkatkan kasus-kasus
pneumotoraks antara lain prosedur diagnostik seperti biopsi pleura, TTB, TBLB;
dan juga beberapa tindakan terapeutik seperti misalnya fungsi pleura, ventilasi
mekanik, IPPB, CVP dapat pula menjadi sebab teradinya pneumotoraks
(pneumotoraks iatrogenik).

B. Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk memenuhi tugas kelompok dari mata kuliah Sistem Muskuloskeletal.
2. Agar mengetahui konsep teori dari trauma thorak.
3. Agar mahasiswa khususnya keperawatan dapat mengetahui
penatalaksanaanya baik asuhan keperawatan maupun tindakan medis.

C. Manfaat
Adapun manfaat dari penulisan makalah ini antara lain :
1. Manfaat umum :
Untuk memperluas serta memperdalam wawasan terhadap gangguan yang
ada pada muskuloskeletal.
2. Manfaat khusus :
a. Manfaat bagi pembaca
Melalui makalah yang kami susun ini, diharapkan dapat menjadi
sumbangan ilmiah dan masukan untuk pengembangan ilmu pengetahuan
khususnya muskuloskeletal.
b. Manfaat bagi penulis
Sebagai pengalaman yang berharga dan menyenangkan untuk menambah
pengetahuan dalam menyusun karya ilmiah yang lebih baik lagi.
c. Manfaat bagi profesi keperawatan
Agar mahasiswa keperawatan mampu mengaplikasikan asuhan
keperawatan pasien anemia difisiensi besi sesuai standar asuhan
keperawatan.
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Definisi
Trauma thorax adalah semua ruda paksa pada thorax dan dinding thorax,
baik trauma atau ruda paksa tajam atau tumpul. (Lap. UPF bedah, 1994)
Trauma dada adalah trauma tajam atau tembus thoraks yang dapat
menyebabkan tamponade jantung, perdarahan, pneumothoraks, hematothoraks,
hematompneumothoraks. (FKUI, 1995).
Hematotorax adalah terdapatnya darah dalam rongga pleua, sehingga paru
terdesak dan terjadinya perdarahan (Hudak, 2002)
Pneumotorax adalah terdapatnya udara dalam rongga pleura sehingga
paru-paru dapat terjadi kolaps (Hudak, 2002)
Sehingga dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa trauma thorax
adalah luka atau cedera yang mengenai rongga thorax yang dapat menyebabkan
kerusakan pada dinding thorax ataupun isi dari cavum thorax yang disebabkan
oleh benda tajam atau bennda tumpul dan dapat menyebabkan keadaan gawat
thorax akut

B. Etiologi
1. Tamponade jantung
Disebabkan luka tusuk dada yang tembus ke mediastinum/daerah jantung.
2. Hematotoraks
Disebabkan luka tembus toraks oleh benda tajam, traumatik atau spontan
3. Pneumothoraks
Spontan (bula yang pecah) ; trauma (penyedotan luka rongga dada) ;
atrogenik (“pleural tap”, biopsi paaru-paru, insersi CVP, ventilasi dengan
tekanan positif). (FKUI, 1995)
C. Klasifikasi
1. Trauma Tembus
 Pneumotoraks terbuka
 Hemothoraks
 Trauma tracheobronkial
 Contuse Paru
 Ruptur Diafragma
 Trauma Mediastinal
2. Trauma Tumpul
 Tension Pneumotoraks
 Trauma tracheobronkial
 Flail chest
 Rupture diafragma
 Trauma mediastinal
 Fraktur kosta

D. Manifestasi Klinis
1. Tamponade jantung :
a. Trauma tajam didaerah perikardium atau yang diperkirakan menembus
jantung.
b. Gelisah.
c. Pucat, keringat dingin.
d. Peninggian TVJ (tekanan vena jugularis).
e. Pekak jantung melebar.
f. Jantung melemah.
2. Hematotoraks :
a. Pada WSD darah yang keluar cukup banyak dari WSD.
b. Gangguan pernapasan.
c. Pneumothoraks
d. Nyeri dada mendadak dan sesak napas.
e. Gagal pernapasan dengan sianosis.
f. Kolaps sirkulasi dan Asma
g. Dada atau sisi yang terkena lebih resonan pada perkusi dan suara napas
Yang terdengar jauh atau tidak terdengar sama sekali.
h. Pada auskultasi terdengar bunyi klik.
i. Jarang terdapat luka rongga dada, walaupun terdapat luka internal hebat
Seperti aorta yang ruptur.
j. Luka tikaman dapat penetrasi melewati diafragma dan menimbulkan luka
intra abdominal.
3. Pneumothoraks :
a. Nyeri dada mendadak dan sesak napas.
b. Gagal pernapasan dengan sianosis.
c. Kolaps sirkulasi.
d. Dada atau sisi yang terkena lebih resonan pada perkusi dan suara napas
yang terdengar jauh atau tidak terdengar sama sekali.
pada auskultasi terdengar bunyi klik (Ovedoff, 2002).
e. Jarang terdapat luka rongga dada, walaupun terdapat luka internal hebat
seperti aorta yang ruptur. Luka tikaman dapat penetrasi melewati
diafragma dan menimbulkan luka intra-abdominal (Mowschenson, 1990).

E. Patofisiologi
Gambar 02
Mekanisme Trauma Thorax

Trauma dada sering menyebabkan gangguan ancaman kehidupan. Luka


pada rongga thorak danisinya dapat membatasi kemampuan jantung untuk
memompa darah atau kemampuan paru untuk pertukaran udara dan oksigen
darah. Bahaya utama berhubungan dengan luka dada biasanya berupa perdarahan
dalam dan tusukan terhadap organ Hipoksia, hiperkarbia, dan asidosis sering
disebabkan oleh trauma thorax. Hipokasia jaringan merupakan akibat dari tidak
adekuatnya pengangkutan oksigen kejaringan oleh karena hipivolemia
(kehilangan darah), pulmonary ventilation/perfusionmismatch (contoh kontusio,
hematoma, kolapsalveolus) dan perubahan dalam tekanan intrat thorax (contoh :
tension pneumothorax, pneumothoraxterbuka). Hiperkarbia lebih sering
disebabkan oleh tidak adekuatnya ventilasi akibat perubahan tekanan intrathorax
atau penurunan tingkat kesadaran. Asidosis metabolik disebabkan oleh
hipoperfusi dari jaringan ( syok ).
Fraktur iga merupakan komponen dari dinding thorax yang paling sering
mengalami trauma, perlukaan pada iga sering bermakna, nyeri pada pergerakan
akibat terbidainya iga terhadap dinding thorax secara keseluruhan menyebabkan
gangguan ventilasi. Batuk yang tidak efektif untuk mengeluarkan sekret dapat
mengakibatkan insiden atelaktasis dan pneumonia meningkat secara bermakna
dan disertai timbulnya penyakit paru – paru. Pneumotoraks diakibatkan
masuknya udara pada ruang potensial antara pleura viseral dan parietal. Dislokasi
fraktur vertebra torakal juga dapat ditemukan bersama dengan pneumotoraks.
Laserasi paru merupakan penyebab tersering dari pnerumotoraks akibat trauma
tumpul. Dalam keadaan normal rongga toraks dipenuhi oleh paru-paru yang
pengembangannya sampai dinding dada oleh karena adanya tegangan permukaan
antara kedua permukaan pleura. Adanya udara di dalam rongga pleura akan
menyebabkan kolapsnya jaringan paru.
Gangguan ventilasi-perfusi terjadi karena darah menuju paru yang kolaps
tidak mengalami ventilasi sehingga tidak ada oksigenasi. Ketika pneumotoraks
terjadi, suara nafas menurun pada sisi yang terkena dan pada perkusi hipesonor.
Foto toraks pada saat ekspirasi membantu menegakkan diagnosis. Terapi terbaik
pada pneumotoraks adalah dengan pemasangan chest tube lpada sela iga ke 4
atau ke 5, anterior dari garis mid-aksilaris. Bila pneumotoraks hanya dilakukan
observasi atau aspirasi saja, maka akan mengandung resiko. Sebuah selang dada
dipasang dan dihubungkan dengan WSD dengan atau tanpa penghisap, dan foto
toraks dilakukan untuk mengkonfirmasi pengembangan kembali paru-paru.
Anestesi umum atau ventilasi dengan tekanan positif tidak boleh diberikan pada
penderita dengan pneumotoraks traumatik atau pada penderita yang mempunyai
resiko terjadinya pneumotoraks intraoperatif yang tidak terduga sebelumnya,
sampai dipasang chest tubeHemothorax. Penyebab utama dari hemotoraks adalah
laserasi paru atau laserasi dari pembuluh darah interkostal atau arteri mamaria
internal yang disebabkan oleh trauma tajam atau trauma tumpul. Dislokasi fraktur
dari vertebra torakal juga dapat menyebabkan terjadinya hemotoraks.
F. Pathway
Tamponade jantung, Hematothoraks, Pneumothoraks

Trauma thoraks

Trauma kompresi anteroposterior, dextrasinistra dari rongga thoraks

Mengenai rongga thoraks Terjadi robekan pemb.darah intercostal, Lengkung iga akan lebih melengkung
sampai rongga pleura, pemb.darah jaringan paru-paru lagi ke arah lateral
Pneumothoraks
Terjadi perdarahan Fraktur iga multiple segmental (Frail
Karena tekanan (-) intrapleura ↑tahanan perifer pemb.paru Chest)
maka terjadi sucking wound = ringan < 300 cc → di punksi
- Open pneumothoraks = sedang 300-800 cc → dipasang drain
- Close pneumothoraks = berat > 800 cc → torakotomi Inspirasi Ekspirasi
- Tension Pneumothoraks
↑tek.pleura mendesak paru-paru Dinding dada ↑Tekanan
(kompresi dan dekompresi) tertarik intrathoraks
↑tek.pleura (berkontraksi)
Segmen frail
Pertukaran gas berkurang terdorong
Jumlah udara keluar
- Sesak nafas yang progresif = Sesak nafas yang progresif yang dihirup
(sukar bernafas/bernafas berat) (menonjol)
dalam paru-
- Nyeri bernafas = Nyeri bernafas/ pernafasan asimetris/ paru berkurang
adanya jejas Merusak
- Bising nafas berkurang/hilang = Pekak dengan batas jelas/tak jelas kemampuan
= Bising nafas tak terdengar Hipovolemi pasien dalam
- Bunyi nafas sonor/hipersonor
= Nadi cepat/lemah menghembusk
= Foto thoraks 15-35% tertutup bayangan. Hipoksia an nafas
- Foto thoraks gambaran udara >
1
/4 anemis/pucat dari rongga
thoraks. Perubahan
Dx. Gangguan status
Pertukaran Gas kesehatan
WSD/Bullow Drainage
Stressor bagi
klien
- Terdapat luka karena WSD Dx.Kerusakan Integritas Kulit
- Nyeri pada luka bila untuk Gerakan
Dx.Resiko Infeksi fragmen costae
bergerak Koping
Dx.Nyeri yang patah
Perawatan WSD harus individu tidak
Dx.Gangguan Mobilitas Fisik
diperhatikan efektif
Dx. Pola Nafas tidak efektif
- Inefektif bersihan jalan nafas Gesekan antara
Edema trakheal/faringeal, ↑ Reabsorpsi darah oeh pleura ujung fragmen Dx. Ansietas
dengan
produksi sekret dan ↓ tidak memadai
jaringan lunak Gangguan
kemampuan batuk efektif sekitar pergerakan
Akumulasi darah di kantong
dinding dada
Dx. Bersihan Jalan Nafas pleura
tidak efektif Stimulasi saraf Gangguan
Dx. Resiko Infeksi pergerakan
dinding dada
Potensial : Atelektasis dan REM ↓ Dx. Nyeri ↓fungsi ventilasi
Pneumonia akut
Pasien sering tidur/ Dispneu
Pengeluaran energi istirahat
Dx. Kerusakan
berlebihan Dx.Pola Nafas tidak
Integritas Kulit
Dx. Gangguan Pola tidur efektif
Kelelahan / kelemahan
Dx. Intoleransi Aktivitas
Hiperkarbia
Dx. Resiko
Dx. Ansietas Perubahan Status Kesehatan Infeksi
Dx.Resiko Cedera
G. Pemeriksaan Penunjang
1. Radiologi : Foto Thorax (AP)
Pemeriksaan ini masih tetap mempunyai nilai diagnostik pada pasien dengan
trauma toraks. Pemeriksaan klinis harus selalu dihubungkan dengan hasil
pemeriksaan foto toraks. Lebih dari 90% kelainan serius trauma toraks dapat
terdeteksi hanya dari pemeriksaan foto toraks.
2. Gas Darah Arteri (GDA) dan pH
Pemeriksaan gas darah dan pH digunakan sebagai pegangan dalam
penanganan pasien-pasien penyakit berat yang akut dan menahun.
Pemeriksaan gas darah dipakai untuk menilai keseimbangan asam basa
dalam tubuh, kadar oksigen dalam darah, serta kadar karbondioksida dalam
darah.
Pemeriksaan analisa gas darah dikenal juga dengan nama pemeriksaan
ASTRUP, yaitu suatu pemeriksaan gas darah yang dilakukan melalui darah
arteri. Lokasi pengambilan darah yaitu: Arteri radialis, A. brachialis, A.
Femoralis.
Didalam tabel berikut ini dapat dilihat nilai normal dari GDA dan pH, serta
kemungkinan diagnosis terhadap perubahan nilai dari hasil pemeriksaannya
Tabel 01
Nilai Normal dan Kesimpulan Perubahan Hasil AGD dan pH (Hanif, 2007)
NILAI NORMAL ASIDOSIS ALKALIOSIS
pH ( 7,35 s/d 7,45 ) Turun Naik
HCO3 (22 s/d 26) Turun Naik
PaCO2 (35 s/d 45) Naik Turun
BE (–2 s/d +2) Turun Naik
PaO2 ( 80 s/d 100 ) Turun Naik
Pemeriksaan AGD dan pH tidak hanya dilakukan untuk penegakan diagnosis
penyakit tertentu, namun pemeriksaan ini juga dapat dilakukan dalam rangka
pemantauan hasil / respon terhadap pemberian terapi / intervensi tertentu
kepada klien dengan keadaan nilai AGD dan pH yang tidak normal baik
Asidosis maupun Alkaliosis, baik Respiratori maupun Metabolik. Dari
pemantauan yang dilakukan dengan pemeriksaan AGD dan pH, dapat
diketahui ketidakseimbangan sudah terkompensasi atau belum / tidak
terkompensasi.
Pada tabel berikut ini dapat dilihat acuan perubahan nilai yang menunjukkan
kondisi sudah / tidak terkompensasi.
Tabel 02
Acuan Nilai Hasil Pemantauan AGD dan pH ( FKUI, 2008)
JENIS GANGGUAN ASAM TOTAL
PH PCO2
BASA CO2
Asidosis respiratorik tidak
Rendah Tinggi Tinggi
terkonpensasi
Alkalosis respiratorik tidak
Tinggi Rendah Rendah
terkonfensasi
Asidosis metabolic tidak
Rendah Rendah Normal
terkonfensasi
Alkalosis metabolic tidak
Tinggi Tinggi Rendah
terkonfensasi
Asidosis respiratorik kompensasi
Normal Tinggi Normal
alkalosis metabolic
Alkalosis respiratorik kompensasi
Normal Rendah Normal
asidosis metabolic
Asidosis metabolic kompensasi
Normal Rendah Rendah
alkalosis respiratorik
Alkalosis metabolic kompensasi
Normal Tinggi Tinggi
asidosis respiratorik

3. CT-Scan
Sangat membantu dalam membuat diagnose pada trauma tumpul toraks,
seperti fraktur kosta, sternum dan sterno clavikular dislokasi. Adanya retro
sternal hematoma serta cedera pada vertebra torakalis dapat diketahui dari
pemeriksaan ini. Adanya pelebaran mediastinum pada pemeriksaan toraks
foto dapat dipertegas dengan pemeriksaan ini sebelum dilakukan Aortografi.
4. Ekhokardiografi
Transtorasik dan transesofagus sangat membantu dalam menegakkan
diagnose adanya kelainan pada jantung dan esophagus. Hemoperikardium,
cedera pada esophagus dan aspirasi, adanya cedera pada dinding jantung
ataupun sekat serta katub jantung dapat diketahui segera. Pemeriksaan ini
bila dilakukan oleh seseorang yang ahli, kepekaannya meliputi 90% dan
spesifitasnya hampir 96%.
5. EKG (Elektrokardiografi)
Sangat membantu dalam menentukan adanya komplikasi yang terjadi akibat
trauma tumpul toraks, seperti kontusio jantung pada trauma. Adanya
abnormalitas gelombang EKG yang persisten, gangguan konduksi,
tachiaritmia semuanya dapat menunjukkan kemungkinan adanya kontusi
jantung. Hati hati, keadaan tertentu seperti hipoksia, gangguan elektrolit,
hipotensi gangguan EKG menyerupai keadaan seperti kontusi jantung.
6. Angiografi
Gold Standard’ untuk pemeriksaan aorta torakalis dengan dugaan adanya
cedera aorta pada trauma tumpul toraks.
7. Torasentesis : menyatakan darah/cairan serosanguinosa.
8. Hb (Hemoglobin) : Mengukur status dan resiko pemenuhan kebutuhan
oksigen jaringan tubuh.

H. Penatalaksanaan
a) Penalaksanaan Medis
1. Konservativ

a. Pemberian analgetik
b. Pemasangan plak/plester
c. Jika perlu antibiotika
d. Fisiotherapy
2. Operativ/Invasif
a. Pemasangan water seal drainage (WSD)
b. Pemasangan alat bantu napas
c. Pemasangan drain
d. Aspirasi (thoracosintesis)
e. Operasi (bedah thoraxis)
f. Tindakan untuk menstabilkan dada
g. Gunakan ventilasi mekanis dengan tekanan ekspirasi akhir positif,
didasarkan pada kriteria : gejala kontusio paru, syok atau cedera kepala
berat, fraktur depan atau lebih tulang iga, umur diatas 65 tahun, riwayat
penyakit paru-paru kronis.
h. Pasang selang dada dihubungkan dengan WSD bilan tension
pneumothoraksmengancam
i. Oksigen tambahan

b). Penalaksanaan Keperawatan

Jika ditemui dengan kondisi kesadaran yang mengalami


penurunan / tidak sadar maka tindakan tanggap darurat yang dapat
dilakukan yaitu dengan memperhatikan :

a. Pemeriksaan dan Pembebasan Jalan Napas (Air-Way)


Klien dengan trauma dada seringkali mengalami permasalahan pada jalan
napas. Jika terdapat sumbatan harus dibersihkan dahulu, kalau sumbatan
berupa cairan dapat dibersihkan dengan jari telunjuk atau jari tengah
yang dilapisi dengan sepotong kain, sedangkan sumbatan oleh benda
keras dapat dikorek dengan menggunakan jari telunjuk yang
dibengkokkan. Mulut dapat dibuka dengan tehnik Cross Finger, dimana
ibu jari diletakkan berlawanan dengan jari telunjuk pada mulut korban.
Setelah jalan napas dipastikan bebas dari sumbatan benda asing, biasa
pada korban tidak sadar tonus otot-otot menghilang, maka lidah dan
epiglotis akan menutup farink dan larink, inilah salah satu penyebab
sumbatan jalan napas. Pembebasan jalan napas oleh lidah dapat
dilakukan dengan cara Tengadah kepala topang dagu (Head tild – chin
lift) dan Manuver Pendorongan Mandibula (Jaw Thrust Manuver).
b. Pemeriksaan dan Penanganan Masalah Usaha Napas (Breathing)
Kondisi pernapasan dapat diperiksa dengan melakukan tekhnik melihat
gerakan dinding dada, mendengar suara napas, dan merasakan hembusan
napas klien (Look, Listen, and Feel), biasanya tekhnik ini dilakukan
secara bersamaan dalam satu waktu. Bantuan napas diberikan sesuai
dengan indikasi yang ditemui dari hasil pemeriksaan dan dengan
menggunakan metode serta fasilitas yang sesuai dengan kondisi klien.
c. Pemeriksaan dan Penanganan Masalah Siskulasi (Circulation)
Pemeriksaan sirkulasi mencakup kondisi denyut nadi, bunyi jantung,
tekanan darah, vaskularisasi perifer, serta kondisi perdarahan. Klien
dengan trauma dada kadang mengalami kondisi perdarahan aktif, baik
yang diakibatkan oleh luka tembus akibat trauma benda tajam maupun
yang diakibatkan oleh kondisi fraktur tulang terbuka dan tertutup yang
mengenai / melukai pembuluh darah atau organ (multiple). Tindakan
menghentikan perdarahan diberikan dengan metode yang sesuai mulai
dari penekanan hingga penjahitan luka, pembuluh darah, hingga prosedur
operatif.
Jika diperlukan pemberian RJP (Resusitasi Jantung Paru) pada penderita
trauma dada, maka tindakan harus diberikan dengan sangat hati-hati agar
tidak menimbulkan atau meminimalisir kompilkasi dari RJP seperti
fraktur tulang kosta dan sebagainya.
d. Tindakan Kolaboratif
Pemberian tindakan kolaboratif biasanya dilakukan dengan jenis dan
waktu yang disesuaikan dengan kondisi masing-masing klien yang
mengalami trauma dada. Adapun tindakan yang biasa diberikan yaitu ;
pemberian terapi obat emergensi, resusitasi cairan dan elektrolit,
pemeriksaan penunjang seperti laboratorium darah Vena dan AGD,
hingga tindakan operatif yang bersifat darurat.
Manajemen awal untuk pasien trauma toraks tidak berbeda dengan
pasien trauma lainnya dan meliputi ABCDE, yaitu A: airway patency with
care ofcervical spine, B: Breathing adequacy, C: Circulatory support, D:
Disabilityassessment, dan E: Exposure without causing hypothermia
(Nugroho, 2015).
Pemeriksaan primary survey dan pemeriksaan dada secara
keseluruhan harus dilakukan. Tujuannya adalah untuk mengidentifikasi dan
menangani kondisi yang mengancam nyawa dengan segera, seperti obstruksi
jalan napas, tension Pneumotoraks, pneuomotoraks terbuka yang masif,
hemotoraks masif, tamponade perikardial, dan flail chest yang besar
(Nugroho, 2015).
Apnea, syok berat, dan ventilasi yang inadekuat merupakan indikasi
utama untuk intubasi endotrakeal darurat. Resusitasi cairan intravena
merupakan terapi utama dalam menangani syok hemorhagik. Manajemen
nyeri yang efektif merupakan salah satu hal yang sangat penting pada pasien
trauma toraks.

I. Komplikasi
Trauma toraks memiliki beberapa komplikasi seperti pneumonia 20%,
pneumotoraks 5%, dan kontusio pulmonum 20%. Dimana 50-60% pasien
dengan kontusio pulmonum yang berat akan menjadi ARDS. Walaupun
angka kematian ARDS menurun dalam decade terakhir, ARDS masih
merupakan salah satu komplikasi trauma toraks yang sangat serious dengan
angka kematian 20-43% ( Nugroho,2015).
 Kontusio dan hematoma dinding toraks adalah bentuk trauma toraks yang
paling sering terjadi. Sebagai akibat dari trauma tumpul dinding
toraks,perdarahan masif dapat terjadi karena robekan pada pembuluh darah
pada kulit,subkutan,otot dan pembuluh darah interkosta.
 Fraktur kosta terjadi karena adanya gaya tumpul secara langsung mampu
tidak langsung. Gejala yang spesifik pada fraktur kosta adalah nyeri yang
meningkat pada saat batuk, bernafas dalam atau pada saat bergerak.
 Flail chest adalah suatu kondisi medis dimana kosta-kosta yang berdekatan
patah baik unilateral maupun bilateral dan terjadi pada daerah kostokondral
 Fraktur sternum terjadi karena trauma tumpul yang sangat berat sering kalidi
sertai dengan fraktur kosta multiple.
 Kontusio parenkim paru adalah manifestasi trauma tumpul toraks yang
palingumum terjadi.
 Pneumotoraks adalah adanya udara pada rongga pleura. Pneumotoraks pada
trauma tumpul toraks terjadi karena pada saat terjadinya kompresi dada tiba-
tiba menyebabkan terjadinya peningkatan tekanan intraalveolar yang dapat
menyebabkan repture alveolus. Gejala yang paling umum pada pneumotoraks
adalah nyeri yang diikuti oleh dipsneu.
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Identitas
a. Klien : Nama, Jenis Kelamin, Umur, Darah,Pendidikan, Pekerjaan, Status
Perkawinan, jumlah Anak, Warga Negara, Bahasa yang digunakan,
Alamat, Agama/suku
b. Penanggung jawab : Nama, Umur, Status Perkawinan, Pendidikan
terakhir, Pekerjaan, Alamat, Hubungan dengan klien
2. Diagnosa medis : Trauma Thoraks
3. Pengkajian Primer
a. Airway
Adanya sumbatan/obstruksi jalan nafas oleh adanya penumpukan secret
akibat kelemahan reflek batuk. Jika ada obstruksi maka lakukan :m
 Chin lift/jaw trust
 Suction/penghisapan
 Guedel airway
 Intubasi trackhea dengan leher ditahan (imobilisasi) pada pasien netral.
b. Breathing
Kelemahan menelan, batuk, melindungi jalan napas. Timbulnya
pernafasan yang sulit dan tidak teratur. Suara nafas terdengar
ronchi/aspirasi,wheezing,sonor, stridor/ngorok, ekspansi dada.
c. Circulation
Tekanan darah dapat normal atau meningkat. Hipotensi terjadi pada tahap
lanjut,takikardi, bunyi jantung normal pada tahap dini.
d. Disability
Menilai kesadaran dengan cepat, apakah sadar, hanya respon terhadap
nyeri atau sama sekali tidak sadar. Tidak dianjurkan mengukur GCS.
Adapun cara yang cukup jelas dan cepat ialah :
 Awake : A
 Respon bicara : V
 Respon Nyeri : P
 Tidak ada respon : U
e. Exposure
Lepaskan baju dan penutup tubuh pasien agar dapat dicari semua cidera
yang mungkin ada, jika ada kecurigaan cedera leher atau tulang belakang
maka imobilisasi in line harus dikerjakan .
4. Pengkajian Sekunder
a. Riwayat Kesehatan
1) Riwayat kesehatan sekarang
a) Keluhan Utama : keluhan yang pertama yang dikatakan
pasien
2) Riwayat keluhan utama : keluhan penyerta pasien
3) Riwayat kesehatan masa lalu
a) Riwayat alergi (obat, makanan, binatang, lingkungan)
b) Riwayat kecelakaan : pernah mengalami kecelakaan atau tidak
c) Riwayat dirawat di rumah sakit (kapan, alasan, berapa lama)
d) Riwayat pemakaian obat
4) Riwayat Kesehatan Keluarga : Dm, Hipertensi,
5. Tanda-Tanda Vital
a. Kesadaran : Composmentis, somnolen,apatis,delirium,
stupor, semi koma, koma
b. Keadaan umum : Baik, Tampak lemah
c. Tekanan Darah : hipotensi, normal, hipertensi
d. Suhu : hipotermi, normal, hipertermi
e. Nadi : kuat, sedang,lemah
f. Pernapasan : dalam, normal atau dangkal
6. Pemeriksaan Fisik ROS (Review of System)
a. B1 = Breathing (Pernafasan)
Irama nafas, jenis nafas. Bentuk thorax, sianosis ada/tidak, pernafasan
cuping hidung. Suara nafas tambahan (ronchi, wheezing, stridor, dan
Pleural friction rub).
b. B2 = Blood (Kardiovaskuler)
1) Inspeksi : ictus cordis tidak tampak tampak, perfusi jaringan perifer
kuku pucat/tidak, CRT < 3 detik.
2) Palpasi : Ictus cordis,adanya presystoli thrill atau tidak dan systolic
thrill, nadi meningkat/tidak.
3) Perkusi
a) Batas kanan atas jantung
b) Batas kiri atas jantung
c) Batas kiri jantung
d) Batas kanan jantung
e) Batas kanan bawah jantung
f) Batas kiri bawah jantung S
4) Auskultasi
a) Bunyi jantung II A : Katup Aorta/A di ICS II (Linea Sternal
Dextra) normal/tidak (intensitasnya bertambah/tidak)
b) Bunyi jantung II P : Katup Pulmonalis/P di ICS II (Linea Sternal
Sinistra) normal/tidak (intensitasnya bertambah/tidak)
c) Bunyi jantung I T : Katup Tricuspidalis/T di ICS IV (Linea
Sternal Sinistra)
d) Bunyi jantung I M : Katup Mitral/M di ICS V Linea Medio
Clavicularis Sinistra (atau di apex ictus cordis) intensitasnya
berkurang.
e) Bunyi jantung III Irama Galop : ada / Tidak ada
f) Murmur : ada / Tidak ada
g) HR
h) Bruit Aorta : ada/tidsk
c. B3 = Brain (Persyarafan)
1) Kepala ada/tidak lesi dan hematom. Rentang gerak normal/tidak,
tidak/ada mati sendi, tidak/ada kaku sendi.
2) Tes fungsi motorik dan cerebellum :
a) Tes keseimbangan : normal/ada kelainan .
b) Tes keseimbangan koordinasi : normal/ada kelainan.
c) Tes kekuatan/tonus otot :
5ka 5ki

5 5

Ket :
0 : Paralisis total/ tidak ditemukan kontraksi otot
1 : Kontraksi otot yang terjadi hanya berupa perubahan tonus otot,
yang dapat diketahui dengan palpasi dan tidak dapat menggerakan
sendi
2 : Otot hanya mampu menggerakan persendian tetapi kekuatannya
tidak dapat melawan pengaruh gravitasi
3 : Dapat menggerakan sendi, otot juga melawan gravitasi tetapi
tidak kuat terhadap tahanan yang dapat diberikan oleh pemeriksa
4 : Kekuatan otot seperti pada derajat 3, disertai dengan kemampuan
otot terhadap tahanan yang ringan
5 : Kekuatan normal
2) Tes fungsi sensori : Normal/ada kelainan.
3) Reflek fisiologis (kornea, pharing, cahaya, biceps, triceps,
brachioradialis, quadriceps/pattelar, gastroremeus) : positif/tidak.
4) Reflek patologis (babinski, chaddock) : positif/tidak
5) Tes rangsang meningeal (tes kaku kuduk, tes kernig,) : positif ,
normal/tidak
6) Orientasi orang, tempat, dan waktu : Normal/tidak
7) Daya ingat (immediate memory, recent memory, remote memory) :
Baik, tidak ada kelainan.
8) Kemampuan bicara : baik, normal, tidak ada kelainan.
9) Nervus kranialis : normal, tidak ada kelainan.
d. B4 = Bladder (Perkemihan)
1) Inspeksi : tidak/ada lesi, tidak/ada benjolan.
2) Palpasi : tidak/ada nyeri tekan di bagian ginjal. Palpasi suprapubika,
kandung kemih.
3) Perkusi : nyeri ketuk ginjal tidak/ada.
e. B5 = Bowel (Pencernaan)
1) Inspeksi : di bagian mulut dan faring, mukosa bibir pucat/tidak,
tidak/ada ulserasi, warna gigi , tidak/ada carries, warna lidah ,
kelembaban, mukosa mulut tidak/pucat, kebersihan,warna faring,
bentuk, lesi,edema, reflex menelan. Bentuk abdomen, kesimetrisan,
tidak/ada hernia, tidak/ada benjolan vena. Pada bagian anus ada/tidak
lesi, pembengkakan, penonjolan vena.
2) Palpasi : Di bagian leher ada/tidak penonjolan kelenjar tiroid,
ada/tidak pembesaran kelenjar getah bening, ada/tidak pembesaran
tonsil, letak tonsil. tanda nyeri umum di abdomen, massa, hidrasi kulit
lembab/kering, turgor kulit , ada/tidak defand muscular di
R.epigastrika, titik Mc Burney, R.Suprapubic, dan R.Illiaca. Hepar
teraba/tidak, ada/tidak benjolan, dan edema
3) Perkusi : Suara timpani di abdomen, ada/tidak pantulan gelombang
cairan, ascites ada/tidak.
4) Auskultasi : peristaltic usus normal yaitu 20x/menit,
f. B6 = Bone (Muskuloskeletal/Integumen)
1) Look (Inspeksi) :
a) Cictriks (jaringan parut baik yang alami maupun buatan seperti
bekas operasi)
b) Cape au lait spot (birth mark/tanda lahir)
c) Fistulae (saluran atau komunikasi abnormal, biasanya antara dua
organ dalam, atau berjalan dari organ dalam menuju permukaan
tubuh)
d) Warna kemerahan atau kebiruan (livide) atau hyperpigmentasi
e) Benjolan, pembengkakan, atau cekungan dengan hal-hal yang
tidak biasa (abnormal)
f) Posisi dan bentuk dari ekstremitaas (deformitas)
g) Posisi jalan (gait, waktu masuk ke kamar periksa ) :.
2) Feel (Palpasi) :
a) Perubahan suhu di sekitar trauma (hangat) dan kelembaban kulit
b) Apabila ada pembengkakan, apakah terdapat fluktuasi atau
oedema terutama di sekitar persendian
c) Nyeri tekan (tenderness), krepitasi (suara atau perasaan berderak,
gemeretak, seperti menggesekkan ujung-ujung tulang yang patah),
catat letak kelainan (1/3 proksimal, tengah, atau distal)
3) Move (Pergerakan terutama lingkup gerak) :
a) Pergerakan, dan tonus otot pada ekstremitas atas.
b) Pergerakan, dan tonus otot pada ekstremitas bawah
c) Gerakan aktif dan pasif.
C. Analisa Data

NO DATA FOKUS ETIOLOGI PROBLEM


.
1. Data Mayor Fraktur iga multiple segmental (Frail Chest) Nyeri Akut
DS : Mengeluh nyeri Inspirasi
DO:
Dinding dada tertarik (berkontraksi)
1. Tampak meringis
2. Bersikap protektif Gerakan fragmen costae yang patah

3. Gelisah Gesekan antara ujung fragmen dengan jaringan lunak


4. Frekuensi nadi meningkat
Stimulasi saraf
5. Sulit tidur
Nyeri Akut
Pengkajian Nyeri : PQRST
Data Minor
DS : -
DO :
1. Tekanan Darah meningkat
2. Pola nafas berubah
3. Proses berfikir terganggu
4. Nafsu makan berubah
5. Menarik diri
6. Berfokus pada diri sendiri
7. Diaphoresis
2. Data Mayor Mengenai rongga thoraks sampai rongga pleura, Intoleransi aktivitas
Pneumothoraks
DS : mengeluh lelah
DO: Edema trakheal/faringeal, ↑ produksi sekret dan ↓
1. Frekuensi jantung meningkat>20% dari kondisi
kemampuan batuk efektif
istirahat
Potensial : Atelektasis dan Pneumonia
Data Minor
DS : Pengeluaran energi berlebihan
1. Dispnea saat/setelah aktivitas
Kelelahan / kelemahan
2. Merasa tidak nyaman setelah beraktivitas
3. Merasa lemah Intoleransi Aktifitas

DO :
1. Tekanan darah berubah>20% dari kondisi
istirahat
2. Gambaran EKG menunjukan aritmia saat/setelah
aktivitas
3. Gambaran EKG menunjukan iskemia
4. Sianosis
3. Data mayor Stimulasi saraf Gangguan Pola
DS : Tidur
Nyeri akut
1. Mengeluh sulit tidur
REM menurun
2. Mengeluh sering terjaga
3. Mengeluh tidak puas tidur Pasien sering tidur/ istirahat

4. Mengeluh pola tidur berubah Gangguan pola tidur


5. Mengeluh istirahat tidak cukup
DO : -.
Data Minor
DS :
1. Mengeluh kemampuan beraktivitas menurun
DO : -
4. Data Mayor Fraktur iga multiple segmental (Frail Chest) Ansietas
DS :
Ekspirasi
1. Merasa bingung
2. Merasa khawatir dengan akibat dari kondisi yang ↑Tekanan intrathoraks

dihadapi Segmen frail terdorong keluar (menonjol)


3. Sulit berkonsentrasi.
Merusak kemampuan pasien dalam menghembuskan
DO : nafas
1. Tampak gelisah
Perubahan status kesehatan
2. Tampak tegang
3. Sulit tidur Stressor bagi klien
Data Minor Koping individu tidak efektif
DS :
Ansietas
1. Mengeluh pusing
2. Anoreksia
3. Palpitasi
4. Merasa tidak berdaya.
DO :
1. Frekuensi nafas meningkat
2. Frekuensi nadi meningkat
3. Tekanan darah meningkat
4. Diaphoresis
5. Tremor
6. Muka tampak pucat
7. Suara bergetas
8. Kontak mata buruk
9. Sering berkemih
10. Berorientasi pada masa lalu
5 Data Mayor Gangguan pergerakan dinding dada Pola nafas tidak
DS : Dispnea efektif
DO : Gangguan pergerakan
1. Penggunaan otot bantu pernafasan
fungsi ventilasi menurun
2. Fase ekspirasi memanjang
3. Pola napas abnormal (takipnea, bradipnea, Dispnea

hiperventilasi,kussmaul, cheyne-stokes) Pola Nafas tidak efektif

Data Minor
DS : Ortopnea
DO :
1. Pernapasan pursed-lip
2. Pernapasan cuping hidung
3. Diameter thoraks anterior-posterior meningkat
4. Ventilasi semenit menurun
5. Tekanan vital menurun
6. Tekanan ekspirasi menurun
7. Tekanan inspirasi menurun
Ekskursi dada berubah
6 Data Mayor Gerakan fragmen costae yang patah Kerusakan
Integritas kulit
Ds : - Gesekan antara ujung fragmen dengan jaringan lunak
DO : sekitar
1. Kerusakan jaringan dan/atau lapisan kulit Terdapat luka karena WSD
Data Minor
. Kerusakan Integritas Kulit
DS : -
DO :
1. Nyeri
2. Perdarahan
3. Kemerahan
4. Hematoma
7 Data Mayor Mengenai rongga thoraks sampai rongga pleura, Bersihan Jalan
Pneumothoraks Nafas tidak efektif
Ds : -
DO : Edema trakheal/faringeal, ↑ produksi sekret dan ↓
kemampuan batuk efektif
1. Batuk tidak efektif
2. Tidak mampu batuk Bersihan jalan napas tidak efektif
3. Sputum berlebih
4. Mengi. Wheezing, dan/atau rokhi kering
5. Meconium dijalan napas (pada neonates)
Data Minor
Ds :
1. Dyspnea
2. Sulit bicara
3. Ortopnea
DO :
1. Gelisah
2. Sianosis
3. Bunyi napas menurun
4. Frekuensi napas berubah
5. Pola napas berubah
8 Data Mayor Terdapat luka karena WSD Gangguan
mobilitas fisik
DS : Nyeri pada luka bila untuk bergerak
1. Mengeluh sulit menggerakan ekstremitas
Gangguan mobilitas fisik
DO :
1. Kekuatan otot tidak terkoordinasi
2. Rentang gerak (ROM) menurun
Data Minor
DS :
1. Nyeri saat bergerak
2. Enggan melakukan pergerakan
3. Merasa cemas saat bergerak
DO :
1. Sendi kaku
2. Gerakan tidak terkoordinasi
3. Gerakan terbatas
4. Fisik lemah
9 Faktor resiko Fraktur iga multiple segmental (Frail Chest) Resiko infeksi
1. Penyakit kronis Inspirasi
2. Efek prosedur invasive
Dinding dada tertarik (berkontraksi)
3. Malnutrisi
4. Peningkatan paparan organisme pathogen Gerakan fragmen costae yang patah

lingkungan Gesekan antara ujung fragmen dengan jaringan lunak


5. Ketidakadekuatan pertahan tubuh primer :
Stimulasi saraf
 Gangguan peristaltic
Nyeri Akut
 Kerusakan integritas kulit
 Perubahan sekresi pH Kerusakan integrasi kulit

 Penurunan kerja siliaris Resiko Infeksi


 Ketuban pecah lama
 Ketuban pecah sebelum waktunya
 Merokok
 Status cairan tubuh
6. Ketidakadekuatan pertahanan tubuh sekunder :
 Penurunan hemoglobin
 Imununosupresi
 Leukopenia
 Supresi respon inflamasi
 Vaksinasi tidak adekuat
10 Faktor resiko Gangguan pergerakan dinding dada Resiko cedera
Eskternal Gangguan pergerakan
1. Terpapar pathogen
fungsi ventilasi menurun
2. Terpapar zat kimia toksik
3. Terpapar agen nosocomial Hiperkarbia

4. Ketidakamanan transportasi Resiko Cedera


Internal
1. Ketidaknormalan profil darah
2. Perubahan orientasi afektif
3. Perubahan sensasi
4. Disfungsi autoimun
5. Disfungsi biokimia
6. Hipoksia jaringan
7. Kegagalan mekanisme pertahanan tubuh
8. Malnutrisi
9. Perubahan fungsi psikomotor
10. Perubahan fungsi kognitif

D. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri akut berhubungan dengan adanya trauma benda keras
b. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan adanya kesan nyeri dan kelemahan
c. Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri dada
d. Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan dan kurang informasi
e. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan dyspnea
f. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan terdapat luka WSD
g. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan Edema trakheal/faringeal
h. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri pada luka
i. Resiko infeksi berhubungan dengan kerusakan integritas kulit karena adanya luka akibat WSD
j. Resiko cedera berhubungan dengan gangguan pergerakan
E. Intervensi keperawatan

DIAGNOSA
NO TUJUAN DAN KRITERIA HASIL INTERVENSI
KEPERAWATAN
1. Nyeri akut Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3 x Manajemen Nyeri
berhubungan dengan 24 jam, diharapkan tingkat nyeri menurun dengan Observasi
adanya trauma benda Kriteria Hasil :  Identifikasi lokasi,karakteristik duraso,frekuensi,kualitas,
keras 1. Frekuensi nadi membaik intensitas nyeri
2. Pola nafas membaik  Identifikasi skala nyeri
3. Keluhan nyeri menurun  Identifikasi respon nyeri non verbal
4. Meringis menurun  Identifikasi factor yang memperberat dan memperingan
5. Gelisah menurun nyeri
6. Kesulitan tidur menurun .  Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri
 Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup
 Monitor pefek samping penggunaan analgetik
Terapeutik
 Berikan teknik nonfarmakologi untuk mengurangi rasa
nyeri
 Control lingkungan yang memperberat rasa nyeri
 Fasilitasi istirahat dan tidur
 Pertimbangakan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan
strategi nyeri
Edukasi
 Jelaskan penyebab, periode dan pemicu nyeri
 Jelaskan stratefi meredakan nyeri
 Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa
nyeri
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu
2. Intoleransi aktivitas Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3 x Manajemen Energi
berhubungan dengan 24 jam diharapkan intoleransi aktivitas Observasi
adanya kesan nyeri, meningkat, dengan Kriteria Hasil :  Identifikasi gangguan fungsi tubuh yang mengakibatkan
dan kelemahan. 1. Kemudahan dalam melakukan aktivitas kelelahan
sehari-hari meningkat  Monitor pola dan jam tidur
2. Kekuatan tubuh bagian atas dan bawah  Monitor kelelahan fisik dan emosional
meningkat Edukasi
3. Keluhan lelah menurun  Anjurkan tirah baring
4. Dyspnea saat aktivitas menurun  Anjurkan melakukan aktivitas secara bertahap
Terapeutik
 Sediakan lingkungan nyaman dan rendah stimulus
 Lakukan latihan rentang gerak pasif dan atau aktif
 Berikan aktivitas distraksi yang menenangkan
 Fasilitasi duduk di sisi tempat tidur, jika tidak dapat
berpindah atau berjalan
Kolaborasi
 Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara meningkatkan
asupan makanan
3. Gangguan Pola Tidur Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 Dukungan tidur
berhubungan dengan x 24 jam, diharapkan pola tidur membaik dengan Observasi
nyeri dada kriteria hasil :  Identifikasi pola aktivitas dan tidur
1. Keluhan sulit tidur menurun  Identifikasi factor pengganggu tidur (fisik dan/atau
2. Keluhan sering terjaga menurun psikologis)
3. Keluhan tidak puas tidur menurun  Identifikasi makanan dan minuman yang mengganggu
4. Keluhan pola tidur berubah menurun tidur (mis, kopi, the dll)
 Identifikasi obat tidur yang dikonsumsi
5. Keluhan istirahat tidak cukup menurun
Terapeutik
 Modifikasi lingkungan (mis. Pencahayaan,kebisinganm
suhu, matras dan tempat tidur.
Batasi waktu tidur siang, jika perlu
Fasilitasi menghilangkan stress sebelum tidur
Tetapkan jadwal tidur rutin
Lakukan prosedur untuk meningkatkan kenyamanan (mis.
Pijat,pengaturan posisi, terapi akupresur)
 Sesuaikan jadwak pemberian obat dan atau tindakan untuk
menunjang siklus tidur-terjaga
Edukasi
 Jelaskan pentingnya tidur cukup selama sakit
 Anjurkan menepati kebiasaan waktu tidur
 Anjurkan menghindari makanan/minuman yang
mengganggu tidur
 Anjurkan penggunaan obat tidur yang tidak mengandung
supresor terhadap tidur REM
 Ajarkan factor-faktor yang berkontribusi terhadap
gangguan pola tidur (mis. Psikologis : gaya hidup, sering
berubah shift bekerja)
 Ajarkan relaksasi otot autogenic atau cara
nonfarmakologis lainnya.
4. Ansietas Tingkat ansietas Reduksi Ansietas
berhubungan dengan Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 Observasi
perubahan status x 24 jam, diharapkan tingkat ansietas menurun,  Identifikasi saat tingkat ansietas berubah
kesehatan dan kurang dengan kriteria hasil :  Identifikasi kemampuan mengambil keputusan
informasi. 1. Konsentrasi sedang  Monitor tanda-tanda ansietas
2. Pola tidur sedang Terapeutik
3. Perilaku gelisah menurun  Ciptakan suasana terapeutik untuk menumbuhkan
4. Verbalisasi kebingungan menurun kepercayaan
5. Verbalisasi khawatir akibat kondisi yang  Temani pasien untuk mengurangi kecemasan, jika
dihadapi menurun memungkinkan
6. Perilaku tegang menurun  Pahami situasi yang membjuat ansietas
 Dengarkan dengan penuh perhatian
 Gunakan pendekatan yang tenang dan meyakinkan
 Motivasi mengidentifikasi situasi yang memmicu
kecemasan
Edukasi
 Jelaskan prosedur, termasuk sensasi yang mungkin
dialami
 Informasikan secara factual mengenai
diagnosis,pengobatan dan prognosis
 Anjurkan keluarga untuk tetap bersama pasien
 Latih kegiatan pengalihan untuk mengurangi ketegangan
 Latih teknik relaksasi
5 Pola nafas tidak Pola napas Pemantauan Respirasi
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama Observasi
efektif berhubungan
3x24 jam inspirasi dan atau ekspirasi yang tidak  Monitor pola napas, monitor saturasi oksigen
dengan dyspnea memberikan ventilasi adekuat membaik dengan  Monitor frekuensi,irama,kedalaman dan upaya napas
kriteria hasil :  Monitor adanya sumbatan jalan napas
1. Dipsnea menurun Terapeutik
2. Penggunaan otot bantu napas menurun  Atur interval pemantauan respirasi sesuai kondisi pasien
3. Frekuensi napas membaik Edukasi
4. Kedalaman napas membaik  Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
 Informasikan hasil pemantauan, jika perlu

Terapi oksigen
Observasi
 Monitor kecepatan aliran oksigen
 Monitor posisi alat terapi oksigen
 Monitor tanda-tand hipoventilasi
 Monitor integritas mukosa hidung akibat pemasangan
oksigen
Terapeutik
 Bersihkan secret pada mulut,hidung dan trakea, jika perlu
 Pertahankan kepatenan jalan napas
 Berikan oksigen, jika perlu
Edukasi
 Ajarkan keluarga cara menggunaan O2 dirumah
6 Kerusakan integritas Integritas kulit dan jaringan Perawatan integritas kulit
kulit berhubungan Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama Observasi
3x24jam diharapkan integritas kulit dan jaringan  Identifikasi penyebab gangguan integritas kulit
dengan terdapat luka
meningkat, dengan kriteria hasil : Terapeutik
WSD 1. Elastisitas meningkat  Ubah posisi tiap 2 jam jika tirah baring
2. Hidrasi meningkat  Gunakan produk berbahan petrolium atau minyak pada
3. Kerusakan lapisan kulit menurun kulit kering
4. Perdarahan menurun  Hindari produk berbahan dasar alcohol pada kulit
5. Nyeri menurun Edukasi
6. Hematoma menurun  Anjurkan menggunakan pelembab
 Anjurkan minum air yang cukup
 Anjurkan meningkatkan asupan njutrisi
 Anjurkan menghindari terpapar suhu ekstrim
 Anjurkan mandi dan menggunakan sabun secukupnya

Perawatan Luka
Observasi
 Monitor karakteristik luka
 Monitor tanda-tanda infeksi
Terapeutik
 Lepaskan balutan dan plester secara perlahan
 Bersihkan dengan cairan NaCl atau pembersih nontoksik
 Bersihkan jaringan nektrotik
 Berikan salep yang sesuai kekulit/lesi, jika perlu
 Pasang balutan sesuai jenis luka
 Pertahankan teknik steril saat melakukan perawatan luka
Edukasi
 Jelaskan tanda dan gejala infeksi
 Anjurkan mengkonsumsi makanan tinggi kalori dan
protein
7 Bersihan jalan napas Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama Manajemen Jalan Nafas
3x24 jam oksigenisasi dan/atau eliminasi Observasi
tidak efektif
karbondioksida pada membrane alveolus-kapiler  Monitor pola napas
berhubungan dengan normal dengan kriteria hasil :  Monitor bunyi napas tambahan
1. Batuk efektif meningkst  Monitor sputum (jumlah,warna,aroma)
Edema
trakheal/faringeal 2. Produksi sputum menurun Terapeutik
3. Mengi menurun  Pertahankan kepatenan jalan napas
4. Sianosis menurun  Posisikan semi fowler atau fowler
5. Gelisah menurun  Lakukan fisioterapi dada, jika perlu
 Lakukan penghisapan lender kurang dari 15 detik
 Berikan oksigen, jika perlu
Edukasi
 Anjurkan asupan cairan 2000ml/hari jika tidak
kontraindikasi , jika perlu
8 Gangguan mobilitas Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama Dukungan mobilisasi
3x24 jam diharapkan mobilitas fisik meningkat Observasi
fisik berhubungan
dengan kriteria hasil :  Identifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik lainnya
dengan nyeri pada 1. Pergerakan ekstremitas meningkat  Identifikasi toleransi fisik melakukan pergerakan
2. Kekuatan otot meningkat  Libatkan keluarga untuk membantu pasien dalam
luka.
3. Nyeri menurun meningkatkan pergerakan
4. Kaku sendi menurun Edukasi
5. Gerakan terbatas menurun  Jelaskan tujuan dan prosedur mobilisasi
6. Kelemahan fisik menurun  Anjurkan melakukan mobilisasi dini
 Ajarkan mobilisasi sederhana yang harus dilakukan (mis.
Duduk di tempat tidur)
9 Resiko infeksi Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama Pencegahan Infeksi
berhubungan dengan 3x24 jam glukosa derajat infeksi menurun dengan Observasi
kerusakan integritas kriteria hasil :  Monitor tanda gejala infeksi local dan sistemik
kulit karena adanya 1. Demam menurun Terapeutik
luka akibat WSD 2. Kemerahan menurun  Batasi jumlah pengunjung
3. Nyeri menurun  Berikan perawatan kulit pada daerah edema
4. Bengkak menurun  Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien
5. Kadar sel darah putih membaik dan lingkungan pasien
 Pertahankan teknik aseptic pada pasien berisiko tinggi
Edukasi
 Jelaskan tanda dan gejala infeksi
 Ajarkan cara memeriksa luka
 Anjurkan meningkatkan asupan cairan
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian imunisasi, jika perlu
10 Resiko cedera Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 Manajemen Keselamatan Lingkungan
jam keparahan dan cedera yang diamati atau Observasi
berhubungan dengan
dilaporkan menurun dengan kriteria hasil :  Identifikasi kebutuhan keselamatan
gangguan pergerakan 1. Kejadian cedera menurun  Monitor perubahan status keselamatan lingkungan
2. Luka/lecet menurun Terapeutik
3. Perdarahan menurun  Hilangkan bahaya keselamatan, jika memungkinkan
4. Fraktur menurun  Modifikasi lingkungan untuk meminimalkan risiko
 Sediakan alat bantu keamanan lingkungan (mis.pegangan
tangan)
 Gunakan perangkat pelindung (mis. Rel samping, pintu
terkunci, pagar)
Edukasi
 Ajarkan individu, keluarga dan kelompok risiko tinggi
bahaya lingkungan
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Trauma thorax adalah luka atau cedera yang mengenai rongga thorax
yang dapat menyebabkan kerusakan pada dinding thorax ataupun isi dari cavum
thorax yang disebabkan oleh benda tajam atau bennda tumpul dan dapat
menyebabkan keadaan gawat thorax akut. Etiologi dari trauma thorax adalah
tamponade jantung, hematothoraks, dan pneumothoraks. Adapun manifestasi
klinisnya dibagi berdasarkan etiologinya. Tamponade jantung ditandai dengan
trauma tajam yang menembus jantung, gelisah, pucat, keringat dingin,
peninggian TVJ (tekanan vena jugularis), pekak jantung melebar, jantung
melemah. Kemudian untuk hematotoraks ditandai dengan darah yang keluar
cukup banyak dari WSD, gangguan pernapasan, pneumothoraks, nyeri dada
mendadak dan sesak napas, gagal pernapasan dengan sianosis. Sedangkan akibat
pneumothoraks terjadi nyeri dada mendadak dan sesak napas, gagal pernapasan
dengan sianosis, kolaps sirkulasi.
Komplikasi yang timbul apabila tidak ditangani dengan segera adalah
terjadi fraktur multiple, hemo/hemopneumothoraks-emfisema, ruptur jantung,
mediastinitis, herniasi visera dan perlukaan hati, limpa dan ginjal, tension
penumototrax, pneumotoraks bilateral, dan emfiema
Kemudian untuk Pemeriksaan Penunjang antara lain Foto Thorax (AP),
Gas Darah Arteri (GDA) dan pH, CT-Scan, Ekhokardiografi, EKG
(Elektrokardiografi), Angiografi, Torasentesis, dan Hb (Hemoglobin).

B. Saran
Berdasarkan hasil dan pembahasan dapat disajikan saran sebagai berikut :
1. Perlu adanya penyuluhan keselamatan dan keamanan dalam mengendarai
kendaraan bermotor terutama pada siswa/siswi SMA dan mahasiswa di
universitas dan sekolah tinggi di cimahi agar dapat mengetahui dan
melakukan perlindungan yang tepat terkait dengan keselamatan lalu lintas.
2. Perlu melaksanakan asuhan keperawatan yang tepat dan komunikasi
teraupetik untuk klien yang mengalami trauma thorax demi terciptanya
kesembuhan baik secara fisik, sosial, mental, maupun spiritual.
DAFTAR PUSTAKA

Padila. 2012. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta : Nuha Medika
(hal.258)
Lukman & Ningsih Nurna. 2013. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan
Gangguan Sistem Muskuloskeletal. Jakarta : Salemba Medika (hal. 13, 16 –
19)
Musliha. 2010. Keperawatan Gawat Darurat. Yogyakarta : Nuha Medika (hal.43 –
48)
Medicine & Linux. 2008. Trauma tórax. Diperoleh pada tanggal 15 Oktober 2014
dari http://medlinux.blogspot.com/2008/06/trauma-thorax.html.
PPNI.2016.Standar Diagnosis Keperawatan Edisi 1.Jakarta.

PPNI.2018.Standar Intervensi Keperawatan Indonesia.Edisi 1 Cetakan II. Jakarta.

PPNI.2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia.Edisi 1 Cetakan II.

Anda mungkin juga menyukai