Anda di halaman 1dari 13

Critical Journal Review

“Mathematical Philosophy”

Disusun oleh :
Henra Saputra Tanjung
(8216187011)
KELAS DIKMAT B1

PROGRAM PASCASARJANA
S3 PENDIDIKAN MATEMATIKA
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga
Critical Journal Review ini berhasil diselesaikan. Judul yang dipilih dalam Critical Journal
Review ini adalah “Mathematical Philosophy”. Critical Journal Review ini disusun untuk
memenuhi salah satu tugas wajib pada mata kuliah Filsafat Pendidikan Matematika.
Penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada Dosen Pengampu, Dr. Faiz
Ahyaningsih, M.Si., yang telah memberikan arahan, bimbingan dan saran selama penulis
menyusun Critical Journal Review ini.. Kemudian kepada teman-teman seperjuangan kelas
Matematika DIKMAT B1 2021 dan semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu
yang telah membantu dalam penyelesaian Critical Journal Review ini. Semoga budi baiknya
mendapat imbalan dari Allah SWT.
Penulis menyadari bahwa Critical Journal Review ini masih jauh dari sempurna, oleh
karena itu kritik dan saran sangat diharapkan. Demikian Critical Journal Review ini disusun
semoga dapat bermanfaat bagi semua pihak yang berkepentingan.

Medan, 17 September 2021


Hormat Saya,

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................2
DAFTAR ISI..........................................................................................................3

BAB I. PENDAHULUAN ....................................................................................4

BAB II. IDENTITAS JURNAL........................................................................... 5

BAB III. TINJAUAN TEORITIS ....................................................................... 6

BAB IV. HASIL PENELITIAN .......................................................................... 10

BAB V. PENUTUP ............................................................................................... 12

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 13

3
BAB I

PENDAHULUAN

1. Bab I ini akan menguraikan review dari pendahuluan jurnal yang berjudul:
“Mathematical Philosophy”.

Matematika, sesuatu yang sulit untuk diinterpretasikan ketika hanya sebuah kata yang
mengungkapkan nama pengetahuan saja [1]. Matematika secara konseptual membutuhkan
penalaran yang mengikuti bahasa yang diekspresikannya [2]. Rumusan bahasa matematis
bukan hanya petunjuk untuk dasar ilmu tetapi juga memiliki esensinya [3]. Esensi membentuk
matematika itu sendiri, dan perluasan ke berbagai cabang ilmu [4]. Secara alami, matematika
memiliki nama yang berbeda dalam bahasa yang berbeda [5, 6]. Hal ini mengikuti peruntukan
dan pengertian serta kepentingan manusia yang menggunakannya. Pada prinsipnya, nama
yang berbeda memiliki esensi yang sama [7].

Matematika membenarkan sesuatu dalam abstraksi berikut alasan. Selain matematika,


filsafat adalah pengetahuan yang mencari kebenaran hakiki, meskipun selalu tidak lengkap.
NS kombinasi dari dua kata ini menghasilkan ekspresi tentang filsafat matematika [9,10],
yang mendorong pemahaman matematika dan filsafat [11]. Paradoksnya adalah contoh
masalah interaksi antara matematika dan filsafat, yang membuatnya mungkin untuk
mengungkapkan filosofi matematika [12]. Dengan begitu, mungkin untuk memahami
pertanyaan [13]. Filsafat mungkin dapat menjawab banyak masalah secara mendalam, tetapi
juga banyak kontradiksi [14], matematika dapat menjawab secara tuntas dengan pembuktian
[15]. Deskripsi dari ini dimulai dari pemahaman matematika dan filsafat, melalui sejarah dan
pemikiran. Meta-matematika mencoba menjawab kebutuhan akan metodologi matematika.

Penulis membahas tentang sejarah matematika dan menjabarkan betapa pentingnya


belajar matematika. Disamping itu, pengertian tentang matematika juga di kaitkan dengan
ilmu filsafat. Sejauh ini, filsafat matematika juga memiliki peran penting dalam ilmu
pengetahuan. Disini juga penulis menyebutkan beberapa pemikiran filsafat yang berkaitan
dengan masalah matematika. Tidak dipungkiri juga dengan filsafat bisa menjawab sebuah
masalah yang lebih dalam dan bayak juga filsafat yang menjadi kontradiksi dengan masalah
saat ini. Dengan paduan filsafat, matematika, sejarah dan pemikiran maka Meta-matematika
mencoba menjawab kebutuhan akan metodologi matematika. Pada akhirnya, itu untuk
melengkapi pertanyaan melalui diskusi untuk menemukan perbedaan atau menentukan
persamaan antara matematika dan filsafat.

4
BAB II

IDENTITAS JURNAL

Bab II ini akan menguraikan review mengenai identitas jurnal yang berjudul:
“Mathematical Philosophy”.
2.1 Review Identitas Jurnal
1. Judul Jurnal : Mathematical Philosophy
2. Penulis : M. K. M. Nasution
3. Nama Jurnal : Journal of Research in Mathematics Trends and Technology
4. Tahun Terbit, Vol, No: Vol. 2, No. 2, 2020 | 45-60
5. P-ISSN/E-ISSN : 2656-1514
6. Publikasi : Talenta Publisher
7. Jumlah halaman : 16 halaman

5
BAB III

KAJIAN TEORITIS

Bab III ini akan menguraikan review mengenai kajian teoritis dari jurnal yang berjudul:
“Mathematical Philosophy.”

1. Sejarah dan Bukti


Sebut saja sebagai matematika untuk penamaan apa yang digambarkan sebagai berikut.
Istilah yang berasal dari bahasa Yunani, yaitu (baca máthēma ) memiliki arti sebagai ilmu
yang berhubungan dengan struktur, pengaturan, dan hubungan yang melibatkan perhitungan,
pengukuran, dan perumusan bentuk [2]. Matematika berdasarkan jejak tertua menyajikan
geometri abstrak sebagai pendahuluan bukti, yaitu mengikuti akal sehat yang dipraktikkan
oleh orang Babilonia dan Mesir selama berabad-abad [16]. Karya yang disusun oleh salah satu
dari tujuh orang bijak Yunani bernama Thales, dari Miletus (terletak di pantai barat Turki saat
ini) [17, 18]. Dia telah mengubah petunjuk praktis pengukuran latihan ini menjadi bukti
matematis langkah-demi-langkah sebagai ditemukan dalam ilmu pengukuran saat ini [19].
Thales membuktikan enam proposisi dasar geometri. Proposisi bahwa dua sudut alas segitiga
sama kaki adalah sama, lihat Gambar 1. Pada Di sisi lain, Thales sedang mencari satu elemen
untuk mengubah atau membentuk alam semesta [20]. Saat satu titik menjadi garis yang
mewakili titik lain, esensi ini mengungkapkan angka berdekatan dengan geometri [21].
Misalnya, jarak antara dua titik di pesawat menjadi ukuran dalam satuan. Secara logika,
perkembangan pemikiran manusia terbentuk melalui pola bentuk yang ada, mengenalinya,
dan mengekspresikannya dengan cara lain, sebagai geometri mewakili angka [22]. Banyak
pola komputasi, angka berikut, dalam kehidupan sehari-hari ada dengan manusia. Setiap detik
membangun menit, menit membangun jam, di mana satu jam berlalu dan jam berikutnya
menceritakan hingga satu hari [23]. Tujuh hari bertambah dalam satu minggu, atau antara 28
dan 31 hari untuk membentuk satu bulan. Bulan demi bulan berjalan hingga batas jumlah hari
adalah satu tahun [24]. Selanjutnya, istilah yang menggambarkan angka secara tidak
langsung, membentuk dekade, abad, dan seterusnya pada [25]. Thales juga mempertanyakan
asal usul, sifat, dan struktur alam semesta [26]. Satuan dari pengetahuan dikenal sebagai
kosmologi, yang pada awalnya juga disebut sebagai filsafat alam [27, 28]. Filsafat sebagai
bentuk usaha manusia untuk memahami secara mendalam tentang sesuatu, yaitu a istilah yang
berasal dari bahasa Yunani, yaitu (baca philosophia ) yang berarti cinta terhadap
kebijaksanaan, atau studi tentang masalah umum dan mendasar bagi keberadaan,
pengetahuan, nilai, akal, pikiran, dan bahasa [29]. Berdasarkan konsep keberadaan, sebagai

6
seorang ilmuwan, Thales telah dipahami bahwa bulan bersinar karena memantulkan cahaya
dari matahari [30]. Secara tidak langsung, itu mengungkapkan bahwa matematika dan filsafat
ada bersama-sama.

Orang bijak kedua, bernama Pythagoras [31], telah mengukir namanya dalam postulat
hak segitiga [32], yang mengungkapkan bahwa “ jumlah kuadrat dari dua sisi segitiga siku-
siku adalah sama dengan luas kuadrat sisi miringnya ”. Gambar 2 adalah bukti tanpa kata-kata
[33], yang mengungkapkan perhitungan seperti rumus berikut: 2 = 2 + 2 .

Rumus dalam Persamaan. (1) telah diketahui oleh setiap siswa sekolah sebagai argumen
Pythagoras, di mana bukti matematis selangkah demi selangkah telah diterbitkan dalam buku
Elements yang disusun oleh Euclid [34]. Dengan demikian, konsep bilangan hadir dengan
geometri. Dengan kata lain, para pengikut Pythagoras menyatakan bahwa bilangan adalah inti
dan dasar sifat-sifat benda, termasuk segala bentuk, seperti segitiga, bujur sangkar, persegi
panjang, segi enam, dan lain-lain [35]. Filosofi ini yang mengutamakan bilangan diringkas
menjadi proposisi yang berbunyi “ Bilangan menguasai alam semesta . [36]” Hubungan erat
antara matematika dan filsafat tercermin pada geometri khususnya dan sementara teori
bilangan ada secara alami [37]. Plato menyatakan bahwa Tuhan selalu bekerja dengan metode
geometris [38], dan kemudian CGJ Jacobi melengkapi pernyataan tersebut dengan kalimat: “
Tuhan pernah berhitung . [39]” Namun, pada awalnya, manusia akan mengetahui sesuatu
dengan lebih mudah melalui bentuk (seperti dalam geometri), kemudian mengungkapkan
sifat-sifatnya (seperti dalam aritmatika) [40]. Dengan kata lain, itu manusia menanggapi
semua yang dikenali indra manusia berdasarkan kasus per kasus, tetapi kemudian abstrak
mereka dalam pikiran. Hal ini sejalan dengan pendapat astronom dan fisikawan James H
Jeans, yang menyatakan bahwa “ Arsitek Agung Alam Semesta sekarang mulai muncul
sebagai seorang yang murni ahli matematika. [41]”

Baik hubungan atau interaksi antara matematika dan filsafat, seperti yang diungkapkan
dalam rumusan geometri dan aritmatika oleh Thales dan Pythagoras, mengungkapkan
perbedaan dan kesamaan [42]. Istilah aritmatika dari bahasa Yunani, terdiri dari dua kata
(baca arithmos ) berarti angka dan (baca tické atau techne ) berarti seni ilmu pengetahuan.
Aritmatika adalah bagian dasar dari teori bilangan, atau cabang matematika yang terdiri dari
studi tentang bilangan, sifat-sifat operasi tradisionalnya [2].

Berikut Penemu Matematika dan Filsafat

Thales (640-546 SM) Bapak Filsafat & Deduktif penalaran (Geometri)

7
Pythagoras (572-497 SM) Angka dan Filsafat

Zeno (±490-430 SM) Masalah Dikotomi & Achilles (Filsafat & Matematika)

Plato (427-347 SM) Geometri dan Filsafat

Pembahasan tentang teori pendukunnya sudah lumayana banyak dan bisa dikatakana
cukup, tetapi dari teori yang ada masih banyak di atas 10 tahun belakangan. Selain itu,
mengenai penjabaran materi filsafat yang dikemukan oleh para ahli memeng sudah di
jabarkan dengan sedemikian rupa. Teori yang dengan materinya juga sudah berkaitan.
Selanjutnya, jumlah para ahli filsafat yang dikemukakan baru hanya 4 orang saja, sebaiknya
perlu penekanan kalimat tentang masih banyak lagi ahli filsafat matematika yang belum
disebutkan dalam tulisan ini. Dengan harapan para pembaca bisa mencari lebih dalam lagi
tentang tulisan kedepannya.

8
BAB IV

PEMBAHASAN

Bab IV ini akan menguraikan review mengenai pembahasan dari jurnal yang berjudul:
“Filosophy Mathematics.”

Abstraksi yang mengikuti pemikiran pada akhirnya menghadirkan sebuah paradoks.


Beberapa interaksi dari matematika dan filsafat memunculkan premis-premis yang tidak
sistematis atau kacau balau. Dia dianggap kebenaran sebagai dasar kesimpulan maka tidak
memiliki alasan yaitu bila pernyataan denga kebenarannya bertentangan dengan sesuatu
yang lain. Keanehan dikotomis adalah contoh awal dalam hal ini diskusi. Menurut Zeno
gerak itu tidak mungkin. Ketika sebuah benda bergerak mencapai titik tertentu jarak, itu
harus melakukan perjalanan 1 2 dari jarak itu, dan sebelum menempuh setengah jarak itu,
harus juga lintas 1 2jarak sebelumnya lagi. Begitu seterusnya setiap kali ada 1 2 dari jarak
itu harus dilalui terus menerus. Artinya ada ruang yang terbagi menjadi dikotomi an jumlah
tak terbatas (…), yang membuatnya tidak mungkin untuk melakukan perjalanan dalam
jangka waktu tertentu. Berdasarkan hal tersebut, berpindah dari satu titik ke titik lain tidak
mungkin. Namun, gagasan tentang batas hingga tak terbatas seri tidak memberikan jawaban.
Ketika banyak angka umumnya menunjuk ke satu titik, itu disebut proses konvergensi, yang
akan menjadi batas [77], yang merupakan jumlah dari seri.

Keanehan Achilles merupakan paradoks yang hampir mirip dengan keanehan


dikotomis. paradoks ini mengungkapkan pelari cepat Achilles tidak mungkin mengejar kura-
kura lambat jika telah menyusul jarak tertentu. Zeno berpendapat bahwa pada saat Achilles
mencapai titik pertama kura-kura keberangkatan, binatang itu telah maju jarak tertentu.
Ketika Achilles mengejar kura-kura, kura-kura telah maju lagi dan lagi. Hal itu
mengakibatkan kura-kura selalu berada di depan Achilles. Paradoks ini tidak hanya
menyangkut jarak tetapi juga waktu, yang juga dikenal sebagai kecepatan. Pada kasus ini,
seandainya pelari Achilles dapat menempuh 1 (satu) km dalam 1 (satu) menit dan penyu
hanya setengahnya kecepatannya tetapi sudah bergerak 1 (satu) km ke depan, maka Achilles
berlomba dengan kura-kura dapat juga.

Manusia mengenali bentuk dengan mudah di mana pikiran menafsirkannya melalui


panca indera. Oleh membatasinya pada ruang dan waktu, bahasa manusia memberikan

11
pemahaman tentang makna “kesatuan”, “kemajemukan”, “ketidakterbatasan”, “ketiadaan”,
“keterbatasan”, 'kekosongan', dan lain-lain yang berikan alasan untuk pertanyaan “berapa”,
“berapa”, “berapa lebar”, “berapa panjang”, “berapa” kecil” [78, 79]. Kumpulan pertanyaan
ini merupakan aplikasi dari human interest. Dalam filsafat adalah pemikiran asli, di mana
bahasa, "kekosongan" mewakili angka 0 (nol), “kesatuan” setara dengan angka 1 (satu),
tetapi ungkapan yang tidak langsung mirip dengan angka apa pun menjadi proses seperti
"gerakan" atau "pergeseran" berubah menjadi "penambahan" atau simbol + (tambahan);
"mundur" biasanya memberi arti simbol kurang/pengurangan atau -; "perubahan" memiliki
interpretasi yang berbeda seperti yang terjadi pada "pembagian" atau "perkalian". Meskipun
Ini meskipun catatan dari Yunani, hampir semua budaya manusia memberikan perlakuan
yang sama.

Angka adalah kunci interpretasi manusia tentang apa yang melekat pada pemikiran
manusia. Namun, itu tidak sepenuhnya menjawab, sehingga menimbulkan masalah, yang
asal-asalan manusia berikan alasannya. Oleh karena itu, nalar yang secara filosofis tidak
pamungkas, oleh karena itu manusia sering bertany pertanyaan dalam kegiatan mereka
dengan petunjuk kata “bagaimana”. Dalam filsafat, pertanyaan melibatkan kata "bagaimana"
adalah alasan yang paling dangkal. Dalam interpretasi angka, diukur atau tidak, itu hanya
melibatkan teknologi, yang menyerap ke dalam kehidupan manusia orang sebagai
keterampilan. Dan ketika orang itu tidak ada lagi dan jawaban atas pertanyaan "bagaimana"
hilang [80]. Angka tersebut berarti nol atau “ketiadaan” dan juga tidak ada. Dalam banyak
bahasa, pertanyaan “bagaimana” memiliki interpretasi yang sama dengan “bagaimana …”
atau sama dengan “jauh … jauh” [81]. Ini mengungkapkan penekanan yang mewakili jarak
di mana angka dapat mengakuinya, seperti 1, 2, 3, …. Oleh karena itu, tingkat filosofis dari
pertanyaan yang menggunakan kata “bagaimana” itu rendah, dalam matematika, pertanyaan
yang melibatkan kata "bagaimana" hanya memberikan solusi sederhana dalam pola berulang
dari masalah dan jawaban di banyak buku teks untuk pengajaran.

Pemaparan tentang materi filsafat yang dikemukan oleh para ahli sudah bisa mencakup
tentang isi bacaan dalam artikel ini. Disamping itu, penulis juga mengemukakan penjabaran
tentang kalimat-kalimat dari ahli filsafat yang membuat beberapa orang kurang paham
tentang apa yang di cetuskan oleh tokoh-tokoh filsafat Pendidikan khususnya tentang
matematika.

10
BAB V
PENUTUP

Bab V ini akan menguraikan review mengenai kesimpulan dan saran dari jurnal yang
berjudul: “Mathematical Philosophy”.

5.1 Review Kesimpulan dan Saran


Istilah yang berbeda, seperti mengekspresikan matematika, ada di mana saja dalam
kehidupan manusia, selama pikiran mengenali objek yang memiliki interpretasi terukur.
Geometri, Aritmatika, Trigonometri, dan Aljabar adalah interpretasi yang terakumulasi dalam
matematika. Dengannya kelengkapan, meta-matematika, akumulasi lebih dalam
mengintegrasikan dan menyebar ke semua sisi pemikiran manusia, yang membutuhkan
abstraksi untuk memudahkan pemahaman yaitu filsafat matematika di mana matematika tidak
mengikatnya.
Hasil yang diperoleh hanya mengkaji sebagian tentang inti matematika, karena ilmu
matematika itu sangat luas dan bnyak penggunaan dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena
itu penulis menyarankan agar penulis mengkaji lebih dalam baik itu tentang para ahli tentang
filsafat maupun filsafat matematika. Sampai saat ini masih banyak ahli yg belum di
ungkapkan dalam tulisan ini terutama ahli yang 50 tahun belakangan.

11
DAFTAR PUSTAKA
[1] N. Tennant, "Logic, mathematics, and the natural sciences," in Handbook of the
Philosophy of Science. Philosophy of Logic, D. Jacquette, D. M. Gabbay, P. Thagard,
and J. Woods, Eds. Amsterdam: Elsevier, 2007, pp. 1145-1162. [Online]. Available:
ScienceDirect.

[2] M. K. M. Nasution, O. S. Sitompul, S. Nasution, I. Aulia, and M. Elveny,


“Mathematic,” Journal of Physics: Conference Series, vol. 1566, 2020. 4th
International Conference on Computing and Applied Information 2019 (ICCAI 2019),
26-27 November 2019, Medan, Indonesia. [Online]. Available: IOPScience.

[3] C. D. Novaes, Formalizing Medieval Logical Theories, AA Dordrecht, The


Netherlands: Springer, 2007. [Online] Available: Springer (www.springer.com)

[4] T. Braun, Z. Szabadi-Peresztegi, Ė. Kovacs-Nemeth, “World Flash on Basic Research


- About Abels and similar international awards for ranked lists of awardees as science
indicators of national merit in mathematics”, Scientometrics, vol. 56, no. 2, pp. 161-
168, 2003.

[5] M. Yunailis, T Z Haq, Z Afrizal, “Implementasi model pembelajaran edutainment


pada pembelajaran berhitung siswa/I kelas II SD Muhammadiyah Senggotan Bantul,”
AlIdarah: Jurnal Kependidikan Islam, vol. 9, no. 2, 2019.

[6] I. A. Ibrahim, M. R. Ahmad, M. H. Safiai, “Astrofigh observatories in Malaysia: A


continuation of Islamic astronomy from West Asia”, International Journal of West
Asian Studies, vol. 5, no. 2, pp. 35-50, 2013.

[7] E. L. Mann, 2006, “Creativity: The Essence of Mathematics”, Journal for the
Education of the Gifted, vol. 30, no. 2, pp. 236-260, 2006.

[8] D. Bergamini, Mathematics, New York: Time, 1963.

[9] R. Hersh, “Some proposals for reviving the philosophy of mathematics”, Advances in
Mathematics, vol. 31, pp. 31-50, 1979.

[10] P. Ernest, O. Skovsmose, J. P. van Bendegem, M. Bicudo, R. Miarka, L. Kvasz, R.


Moeller, The Philosophy of Mathematics Education, AG Switzerland: Springer Open,
2016. [Online] Available: Springer (e-Book).

[11] D. J. O’meara, Pythagoras Revived: Mathematics and Philosophy in Late Antiquity,


Oxford: Clarendon Press, 1997.

12
12] C. McCarty and N. Tennant, “Skolem’s paradox and constructivism”, Journal of
Philosophical Logic, vol. 16, pp. 165-202, 1987. Journal of Research in Mathematics
Trends and Technology (JoRMTT) Vol. 2, No. 2, 2020 57

[13] A. Norton, “Re-solving the learning paradox: Epistemological and ontological


questions for radical constructivists”, For the Learning of Mathematics, vol. 29, no. 2,
pp. 2-7, 2009.

[14] N. C. Burbules, U. Champaign, and M. C. Linn, “Science education and philosophy of


science: congruence and contradiction?”, Int. J. Sci. Educ., vol. 13, no. 3, pp. 227-241,
1991.

[15] D. A. Reid, and C. Knipping, Proof in Mathematics Education: Research, learning,


and teaching, Rotterdam/Boston/Taipei: Sense Publishers, 2010.

13

Anda mungkin juga menyukai