Anda di halaman 1dari 5

Al mutawallid (30100117027)

Prodi aqidah dan filasafat islam

fakultas ushuluddin dan filsafat islam dan ilmu politik

UIN Alauddin Makassar

2020

_________________________________________________________________

Mereview buku budaya dan masyarakat

Kuntowijoyo

Buku budaya dan masyakat karya kuntowijoyo, merupakan satu study

Sosiology pengetahuan yang menfokuskan pada sejarah perkembangan

masyarakat, kreatifitas, budayah, dan simbol-simbol dalam pengungkapan

makna, tentunya orang-orang bebas dalam memberikan penafsiran macam-macam

terhadap perkembangan masyarakat dan budaya, Symbol dan hal-hal yang melatar

belakangi suatu perkembangan dalam masyarakat atau pemikiran dalam suatu

masyarakat. Dengan hal ini sebagai kapasitasnya kuntowijaya sebagai sejarawan

dan buadayawan dalam pengamatannya terhadap perkembangan kreatifitas

masyarakat, kultrul buadayah, menulis buku ini sebagai sarana dalam memahami

dan meilihat perkembangan masyarakat lebih luas. Dalam hal ini kuntowijaya

banyak menyinggung teransisi masyarakat menuju perindustrian.

Pada bab pertama (pemhamana dasar; Analisis sosio-historik) kuntowijaya

memusatkan pembahasannya pada peroses simbolisasi, yaitu usaha dalam

menciptakan suatu makna, atau pengunkapan makna yang merujuk pada realitas

lain terhadap pengalaman sehari-hari. Kuntowijya memaparkan bahwa peroses

simbolisasi, meliputi bidang-bidang agama, seni, filsafat, ilmu, sejarah, mitos,

karena sedemikian luasnya bentuk-bentuk simbolis maka dalam buku ini hanya

mengerucukkan pada sekitar bahasan-bahasan sosiologi pengetahuan, sosiologi

1
budaya, dan sosiologi kesenian. Guna dalam mencari relasi atau keterkaitannya

dengan symbol dan masyarakat.

Sebagaimana mennheim, mencari hubungan kelompok suatu kepentingan

tertentu dalam masyrakat dan pikiran serta modus yang mendasari pikran atau

konteks pemikran sociology pengatahuan. Hubungan ini baik itu masyarakat

dengan system nilai-nilai, pikiran, dan symbol berpangkal pada pemikiran marx

yang berpengaruh kuat pada para ilmuan, baik ilmuan marxsisme dan non-

marxsis. Namun dengan melepas estetika marx, singkatnya kuntowijoyo ingin

meninjauh perkembangan sejarah Indonesia dalam kreativitas simbolis dan

pemikiran masyarakat budaya.

Dalam buku ini, kuntowijoyo menyampingkan konsep determinis dalam

melihat realiatas sosial, yang mana konsep determinis ini secara tegas

menghubungkan suatu kondisi sosial dengan superstruktural, kondisi sosial

ekonomi menurut penulis tidak hanya dihubungkan dengan superstruktural.

melainkan dengan melalui jarinagan yang sangat kompleks dari langkah-langkah

antara derajat otonom dan produk-produk spiritual yang berbeda-beda tergantung

dari tingkatan dan kondratnya. Menurut Abell salah satu yang menghubungkan

kondisi sosial ekonomi dan superstruktural budaya ialah psikologi. Dasar sosio-

psikologi dan buadaya merupaka imajiner yang menjadi penjelmaan dari

ketengangan sosial itu sendiri. Kita harus sadari kejiwaan dan mentalitas yang

mebentuk aspek imajiner suatu sosial dan menghindari meyampa ratakan suatu

tipe budaya dengan mentalitas kelas-kelas ekonomi sosial.

Menariknya buku ini, kuntowujowo tidak hanya membahas mengenai

sosiologisme atau marxisme semata, tetapi juga dengan penggunaan konsep

sejarah yang bersifat idealis, tentang semangat zaman. Kita lihat dalam perjalanan

sejarah yang dari berbagai kalangan masyarakat yang mempunya kepentinaga

2
sosial tertentu, ternyata dapat memiliki cita-cita yang sama, baik dari kalangan

masyarakat kerajaan dan petani menjadi satu tujan dan cita-rasa yang sama.

Selanjutnya Pada bab 2 (humaniora : peroses kesadaran simbolis), maka

kita akan temukan hubungan seni dan agama islam, unsur-unsur agama-agama

yang saling kait mengaitka dalam kesenian dan hadirnya usnur-unsur estetika

dalam system keagamaan. Bagaimana pendekatan-pendekatan yang diguanakan

kuntowijaya, serta asumsi-asumsi yang melatar belakangi.

Weber, mengilustrasikan bagimana perbedaan sikap agama-agama

terhadap estetika seni. Menurutnya, Agama orgiastik cenderung mengembangkan

nyanyian dan musik, Agama ritualistik cenderung kepada seni-seni piktorial, dan

agama yang menganjurkan cinta akan cenderung menyukai perkembangan puisi

dan musik. Untuk memahami nilai etetis dalam agama islam, perluh kita ketahaui

bahwa agama islam salah satu bentuk agama ritualistic dan agama cinta. Perluh

terlebih dahulu kita pahami dalam ritual agama islam ada yang bersifat ibadah

mahdah dan gairuh mahda, dari ibadah mahda ada wajib dan sunnah. Dari ritual

keagamaan tersebut melahirkan nilai-nilai etetis, namun estetis yang dimaksud

disini hanya bersifat aksidennya semata, ibadahnya bersifat subtansi namun efek

dari substansinya melahirkan niai-nilai estetis atau aksidennya bersifat estetis.

Ibadah haruslah bersifat murni karena merupakan bagian dari subtansi agama.

Dari subtansi ini kemudian melahirkan gejala kesenian.

Kuntowijoyo menegaskan Seni dianggap mempunya gejala yang sangat

kuat kaitannya dengan system kepercayaan, seperti hal terdapat dalam music

jawa, melodi dalam music jawa banyak yang sesuai dengan siklus waktu dalam

system pengetahuan jawa hal ini disinggung dalam tulisan Judith backer.

Misalnya saja music gamelan sekaten mengandung suatu ide. Pada hemat

kuntowijoyo, gamelan itu mempunyai suasana mistik. gamelan yang

3
menggunakan kesunyian sebagai bagian integral dari komposisinya, lebih

menegaskan suasana fana bagi yang sedang menjalani suluk. Setiap gong terasa

sebagai simbol bagi tercapainya suatu tingkat (maqam) tertentu setelah orang

beralih dari suasana zikir dan sunyi secara bergantian.

Kuntowijoyo dalam menghubungkan seni dan islam, menggunakan

beberapa serangkaian penelitian dan pendekatan, yakni sistematisasi, mencari asal

dan evoluasi atau pendekatan genetic, memahami konteks sosial kesenian,

melakukan pengkajian tekstual dan juga mobilitas difusi, yakni berusaha untuk

meneliti perpindahan (migrasi) sebuah gejala seni secara horisontal dari daerah ke

daerah, kota ke desa dan sebaliknya dan dari kelompok-kelompok seperti

kelompok petani ke pegawai negeri, gejala seni tentu akan mengalami perubahan.

Kemudian pada bab 3 (perbenturan nilai dalam perubahan sosial), pada

bab 3 ini kuntowijaya menyinggung banyaknya benturan nilai-nila yang terjadi

dalam masyarakat karena merupakan peroses dari perubahan sosial itu sendiri.

Bagaimana dehumunisasi terjadi pada masyarakat kapitalis tak bisa di elakkan,

terlalu menyurutkan nilai-niali kemanusiaan, mengelakkan nilai-nilau humanism,

menyusutkan sifat manusiawi terhadap kaum proletar bahkan hanya

menganggapnya sebagai alat penghasil uang semata. Dari latar belakan ini

kemudian karl marx sebagai tokoh socialism mengusunkan dan menganjurkan

melakukan pembrontakan terhadap bentuk-bentuk lembaga kapitaslisme,

mendobrak nilai-nilai kapitaslisme yang terjadi, dan membangkitkan kesadaran

masyarakat akan keterasingan, marx menegaskan bahwa sumber keterasingan itu

sendiri terletak pada cara memproduksi masyarakat, pembagian kelas-kelas dan

pembagian kerja mengantarkan kaum proletar pada puncak keterasingan yang

tanpa kita sadari.

4
Kuntiwijoyo menemukan dan menganalisis perbedaan yang mencolok dari

beberapa tokoh baik socialism atau psikolog. Berbeda jauh dari marxr, emile

durkhaem justru megajukan konsep anomie, Durkhaem mengatakan bahwah

lembaga-lembaga sosial adalah hal yang wajar dari perkembangan masyarakat.

Anomie akan terjadi jika tidak terjadinya solidaritas, pembagian kerja yaitu organ-

organ, lembaga-lembaga tidak sesuai aturan. Aspek-aspek sosial harus berjalan

normal seperti hal organ tubuh harus saling berkerjasama terhadap aturan-aturan

yang sesuai. Letak perbedan antara kedua tokoh ini bahwa marx beranggapan

keterasingan adalah hal yang tak terelakkan, sedangkan durkhaem beranggapa

bahwa anomie terjadi tidak akan lama hanya semenatara, dan dapat dihindari.

Sedangkan menurut erich fromm, dari segi psikologi memandang gejala

keterasingan pada diri manusia meruapakan sesuatu hal yang sudah ada pada

semua kebudayaan, namun di era manusia modern ini manusia benar-benar

mengalami keterasinagn yang total. Dalam hemat penulis termaksud Nampak

pada masyarakat Indonesia sekarang, perkembangan industry, teknology,

pengalihan penafsiran tradisional, pengalihan pasar tradisioanl, pengalihan

otoritas kepercayaan Jemaah, bahkan sempat terjadi plomik ketengangan budaya,

seperti pertentangan antara masjid dan pasar. Pengalihan demi pengalihan nilai-

nilai dalam perubahan sosial tak bisa di elakkan karena gejela moderisasi,

termaksud pertembuhan ekonomi modern.

Anda mungkin juga menyukai