Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN MASALAH KEPERAWATAN


“GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN ELIMINASI”
DI PUKESMAS LARANGAN BADUNG PAMEKASAN

Disusun oleh:
Nama: Azza Lathifatul Mahmudah
NRP : 33412101080

JURUSAN KESEHATAN PRODI DIII KEPERAWATAN


POLITEKNIK NEGERI MADURA
TAHUN PELAJARAN 2022/2023
LEMBAR PENGESAHAN

Nama : Azza Lathifatul Mahmudah


Nrp : 33412101080
Judul : Gangguan Pemenuhan Kebutuhan Eliminasi

Laporan pendahuluan ini merupakan laporan yang di susun sesuai dengan hasil
pelaksanaan laporan pendahuluan sesuai dengan aslinya.
Laporan ini telah di teliti dan di setujui untuk di lanjutkan ke tahap uji praktek klinik
keperawatan sesuai dengan waktu yang telah di tentukan.

Pamekasan, 28 Maret 2022

Azza Lathifatul Mahmudah


NRP : 33412101080

Mengetahui

Pembimbing Klinik Pembimbing PKK

Sugianto Amd.Kep. Ns. Hilmah Noviandry R, S.Kep.,M.Kes


NIP : 19810522 201101 1 009 NIP:

ii
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh


Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan saya kemudahan sehingga saya
dapat menyelesaikan laporan pendahuluan ini dengan tepat waktu. Tanpa pertolongan-Nya
tentunya saya tidak akan sanggup untuk menyelesaikan laporan ini dengan baik. Shalawaat serta
salam semoga terlimpah curahkan kepada baginda tercinta kita yaitu Nabi Muhammad SAW
yang kita nanti-nantikan syafaatnya di akhirat nanti.
Saya sebagai Penulis mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmatnya
sehat-Nya, baik itu berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga saya sebagai penulis
mampu untuk menyelesaikan pembuatan Laporan Pendahuluan sebagai tugas dari mata kuliah
Ilmu Keperawatan Dasar yang membahas tentang “Gangguan Pemenuhan Kebutuhan Eliminasi”
Saya sebagai Penulis tentu menyadari bahwa Laporan Pendahuluan ini masih jauh dari
kata sempurna dan masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu,
penulis mengharapkan kritik serta saran dari pembaca untuk Laporan ini, supaya nantinya dapat
menjadikan Laporan pendahuluan yang lebih baik lagi. Demikian, dan apabila terdapat banyak
kesalahan pada makalah ini penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya.
Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarokatuh.

Pamekasan, 27 Februari 2022

Azza Lathifatul Mahmudah


NRP: 33412101080

iii
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN.................................................................................ii
KATA PENGANTAR ........................................................................................iii
DAFTAR ISI........................................................................................................iv
BAB I KONSEP KEBUTUHAN.........................................................................1
1.1 Definisi....................................................................................................1
1.2 Klasifikasi................................................................................................1
1.3 Anatomi Fisiologis..................................................................................2
1.4 Etiologi....................................................................................................4
1.5 Tanda dan Gejala.....................................................................................6
1.6 Penatalaksanaan.......................................................................................7
1.7 Komplikasi..............................................................................................9
1.8 Path Way...............................................................................................10
1.9 Patofisiologi...........................................................................................12
BAB II KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN.............................................14
2.1............................................................................Pengkajian Keperawatan 14
2.2...............................................................................Diagnosa Keperawatan 15
2.3..............................................................................Intervensi Keperawatan 15
2.4......................................................................................................Evaluasi 16
DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................17
LEMBAR KONSUL...........................................................................................18

iv
BAB I
KONSEP KEBUTUHAN

1.1 Definisi
Eliminasi merupakan dasar manusia yang esensial dan berperan penting untuk
kelangsungan hidup manusia. Eliminasi dibutuhkan untuk mempertahankan dalam
keseimbangan fisiologis melalui pembuangan sisa-sisa metabolisme. Sisa metabolisme
berupa eliminasi tersebut terbagi menjadi 2 jenis yaitu berupa saluran perkemihan berupa
urine disebut eliminasi urine / buang air kecil (BAK) dan feses yang berasal dari saluran
cerna disebut eliminasi bowel / fekal / buang air besar (BAB), hal ini bertujuan untuk
mempertahankan kehidupan dan Kesehatan. Eliminasi merupakan aktivitas pokok yang harus
dilakukan setiap manusia dan harus terpenuhi, bila tidak terpenuhi akan menjadi berbagai
macam gangguan yang berdampak pada gangguan sistem pencernaan dan sistem
perkemihan. Eliminasi adalah proses pembuangan sisa metabolisme tubuh baik berupa urine
atau bowel (feces). (Mubarak, 2015).
1. Eliminasi Urine
Eliminasi atau pembuangan urine normal adalah proses pengosongan kandung kemih bila
kandung kemih terisi.
2. Eliminasi Fekal
Definisi Gangguan Eliminasi Fekal Menurut Tarwoto & Wartonah (2015), menyatakan
bahwa eliminasi merupakan proses pembuangan sisa-sisa metabolisme tubuh baik yang
melalui ginjal berupa urin maupun melalui gastrointestinal yang berupa fekal. Eliminasi
fekal (defekasi) adalah pengeluaran feses dari anus dan rectum. Defekasi juga disebut
bowel movement atau pergerakan usus (Kozier et al.,2011).

1.2 Klasifikasi
Eliminasi pada manusia digolongkan menjadi 2 macam, yaitu:
a. Defekasi
Buang air besar atau defekasi adalah suatu tindakan atau proses makhluk hidup untuk
membuang kotoran atau tinja yang padat atau setengah-padat yang berasal dari sistem
pencernaan (Dianawuri, 2009).
b. Miksi
Miksi adalah proses pengosongan kandung kemih bila kandung kemih terisi. Miksi ini
sering disebut buang air kecil.

v
1.3 Anatomi Fisiologi
1. Eliminasi Urine
a. Ginjal
Ginjal bentuknya seperti kacang, terdiri dari 2 bagian kanan dan kiri. Produk
buangan (limbah) hasil metabolisme yang terkumpul dalam darah melewati arteri
renalis kemudian difiltrasi di ginjal. Sekitar 20 % - 25% curah jantung bersirkulasi
setiap hari melalui ginjal. Setiap 1 ginjal mengandung 1-4 juta nefron yang
merupakan unit pembentukan urine di Glomerulus. Kapiler glomerulus memiliki pori-
pori sehingga dapat memfiltrasi air dan substansi seperti glukosa,asam-amino, urea,
kreatinin dan elektrolit. Kondisi normal, protein ukuran besar dan sel-sel darah tidak
difiltrasi. Bila urine terdapat protein (proteinuria), hal ini bertanda adanya cedera
pada glomerulus.
b. Ureter
Setelah urine terbentuk kemudian akan dialirkan ke pelvis ginjal ke bladder
melalui ureter. Panjang ureter dewasa 25-30 cm dan berdiameter 1.25 cm. Dinding
ureter dibentuk dari 3 lapisan, yaitu lapisan dalam membran mukosa, lapisan tengah
otot polos yang mentransfor urine melalui ureter dengan gerakan peristaltik yang
distimulasi oleh distensi urine dikandung kemih, lapisan luar jaringan fibrosa
menyokong ureter.
c. Kandung Kemih
Kandung kemih tempat penampung 400-600 ml, namun keinginan berkemih
dirasakan pada saat kandung kemih terisi urine pada orang dewasa 150 walaupun
pengeluaran urine normal 300 ml urine, letaknya di dasar panggul terdiri otot yang
dapat mengecil seperti balon. Dalam keadaan penuh kandung kemih membesar terdiri
2 bagian fundus dan bagian leher terdapat spinter interna dikontrol saraf otonom oleh
sakral 2 dan 3. Pada orang dewasa normal jumlah urine 1,2-1,5 liter perhari atau 50
ml/jam selebihnya seperti air, elektrolit dan glukosa diabsorpsi kembali. Komposisi
urine 95 % air, dan 5 % elektrolit dan zat organik. Pengeluaran urine seseorang
tergantung pada intake cairan, faktor sirkulasi penyakit metabolic seperti diabetes,
glomerulonefritis dan penggunaan obat-obatan diuretic. Bila pengeluaran urine
kurang dari 30 ml/menit sedangkan masukan cairan cukup, hal ini kemungkinan gagal
ginjal.
d. Uretra (Urethra)
Uretra merupakan saluran pembuangan urin keluar dari tubuh, kontrol
pengeluaran pada spinter eksterna yang dapat dikendalikan oleh kesadaran kita.
Dalam kondisi normal,aliran urine yang mengalami turbulasi membuat urine bebas
dari bakteri, karena membran mukosa melapisi uretra mesekresi lendir bersifat
bakteriostatis dan membentuk plak mukosa mencegah masuknya bakteri. Tahukah
anda panjang uretra wanita lebih pendek 4-6.5 cm, sehingga menjadi faktor
predisposisi infeksi saluran kemih, sedangkan pria panjangnya 20 cm. Pada wanita,
meatus uninarius (lubang) terletak diantara labia minora, diatas vagina dan dibawah
vi
klitoris. Pada pria, meatus terletak pada ujung distal penis.

2. Eliminasi Fekal
a. Saluran gastrointestinal bagian atas terdiri mulut, esophagus & lambung Makanan
yang masuk ke mulut kita dicerna secara mekanik dan kimia, dengan bantuan gigi
untuk mengunyah dan memecah makanan. Saliva mencairkan dan melunakkan bolus
makanan sehingga mudah masuk esofogus menuju pada lambung. Dalam lambung
makanan disimpan sementara, lambung melakukan ekresi asam hidroklorida. (HCL),
lendir, enzim pepsin dan faktor intrinsik. HCL mempengaruhi keasaman lambung dan
keseimbangan asam-basa tubuh. Lendir melindungi mukosa dari keasaman, aktivitas
enzim dan membantu mengubah makanan menjadi semi cair yang disebut kimus
(cbyme), lalu didorong ke usus halus.
b. Saluran gastrointestinal bagian bawah terdiri dari usus halus dan besar
c. Saluran gastrointestinal bagian bawah terdiri dari usus halus dan besar. Saluran
gastrointestinal atas meliputi, usus halus terdiri dari duodenum, jejenun, ileum,
dengan diameter 2.5 cm dan panjang 6 m. Kimus bercampur dengan empedu dan
amilase.
d. Kebanyakan nutrisi dan elektolit diabsorsi duodenum dan jejunum, sedang lleum
mengabsorsi vitamin, zat besi dan garam empedu. Fungsi eleum terganggu maka
proses pencernaan mengalami perubahan. Usus besar panjangnya 1.5 m merupakan
organ utama dalam eleminasi fekal terdiri cecum,colon dan rectum. Kimus yang tidak
diabsorpsi masuk sekum melalui katub ileosekal yang fungsinya katub ini untuk
regurgitasi dan kembalinya isi kolon ke usus halus. Kolon mengabsorpsi air. nutrient,
elektolit, proteksi, sekresi dan eleminasi, sedangkan perubahan fungsi kolon bisa
diare dan kontraksi lambat. Gerakan peristaktik 3-4 kl/hr dan paling kuat setelah
makan. Rectum bagian akhir pada saluran pencernaan. Panjangnya bayi 2.5 cm, anak
7.5-10 cm, dewasa 15-20 cm, rectum tidak berisi feses sampai defekasi, Rektum
dibangun lipatan jaringan berisi sebuah arteri dan vena, bila vena distensi akibat
tekanan selama mengedan bisa terbentuk hemoraid yang menyebabkan defekasi
terasa nyeri.
e. Usus sendiri mesekresi mucus, potassium, bikarbonat dan enzim, sekresi musin (ion
karbonat) yang pengeluarannya dirangsang oleh nervus parasimpatis.
f. Cbyme bergerak karena adanya peristaltik usus dan akan berkumpul menjadi feses di
usus besar. Gas yang dihasilkan dalam proses pencernaan normalnya 400-700 ml/24
jam. Feses terdiri atas 75% air dan 25% padat, bakteri yang umumnya sudah mati,
lepasan epithelium dari usus, sejumlah kecil zat nitrogen.

1.4 Etiologi
1. Eliminasi Urine
vii
a. Umur
Umur tidak hanya mempengaruhi karakteristik feses, tapi juga pengontrolannya. Anak-
anak tidak mampu mengontrol eliminasinya sampai sistem neuromuskular berkembang,
biasanya antara umur 2 – 3 tahun. Orang dewasa juga mengalami perubahan
pengalaman yang dapat mempengaruhi proses pengosongan lambung. Di antaranya
adalah atony (berkurangnya tonus otot yang normal) dari otot-otot polos colon yang
dapat berakibat pada melambatnya peristaltik da mengerasnya (mengering) feses, dan
menurunnya tonus dari otot-otot perut yagn juga menurunkan tekanan selama proses
pengosongan lambung. Beberapa orang dewasa juga mengalami penurunan control
terhadap muskulus spinkter ani yang dapat berdampak pada proses defekasi.
b. Diet
Makanan adalah faktor utama yang mempengaruhi eliminasi feses. Cukupnya selulosa,
serat pada makanan, penting untuk memperbesar volume feses. Makanan tertentu pada
beberapa orang sulit atau tidak bisa dicerna. Ketidakmampuan ini berdampak pada
gangguan pencernaan, di beberapa bagian jalur dari pengairan feses. Makan yang
teratur mempengaruhi defekasi. Makan yang tidak teratur dapat mengganggu
keteraturan pola defekasi. Individu yang makan pada waktu yang sama setiap hari
mempunyai suatu keteraturan waktu, respon fisiologi pada pemasukan makanan dan
keteraturan pola aktivitas peristaltik di colon.
c. Cairan
Pemasukan cairan juga mempengaruhi eliminasi feses. Ketika pemasukan cairan yang
adekuat ataupun pengeluaran (cth: urine, muntah) yang berlebihan untuk beberapa
alasan, tubuh melanjutkan untuk mereabsorbsi air dari chyme ketika ia lewat di
sepanjang colon. Dampaknya chyme menjadi lebih kering dari normal, menghasilkan
feses yang keras. Ditambah lagi berkurangnya pemasukan cairan memperlambat
perjalanan chyme di sepanjang intestinal, sehingga meningkatkan reabsorbsi cairan dari
chyme.
d. Tonus otot
Tonus perut, otot pelvik dan diafragma yang baik penting untuk defekasi. Aktivitasnya
juga merangsang peristaltik yang memfasilitasi pergerakan chyme sepanjang colon.
Otot-otot yang lemah sering tidak efektif pada peningkatan tekanan intraabdominal
selama proses defekasi atau pada pengontrolan defekasi. Otot-otot yang lemah
merupakan akibat dari berkurangnya latihan (exercise), imobilitas atau gangguan fungsi
syaraf.
e. Faktor psikologi
Dapat dilihat bahwa stres dapat mempengaruhi defekasi. Penyakit- penyakit tertentu
termasuk diare kronik, seperti ulcus pada collitis, bisa jadi mempunyai komponen
psikologi. Diketahui juga bahwa beberapa orang yagn cemas atau marah dapat
meningkatkan aktivitas peristaltik dan frekuensi diare. Ditambah lagi orang yagn
depresi bisa memperlambat motilitas intestinal, yang berdampak pada konstipasi.
f. Gaya hidup
viii
Gaya hidup mempengaruhi eliminasi feses pada beberapa cara. Pelathan buang air
besar pada waktu dini dapat memupuk kebiasaan defekasi pada waktu yang teratur,
seperti setiap hari setelah sarapan, atau bisa juga digunakan pada pola defekasi yang
ireguler. Ketersediaan dari fasilitas toilet, kegelisahan tentang bau, dan kebutuhan akan
privacy juga mempengaruhi pola eliminasi feses. Klien yang berbagi satu ruangan
dengan orang lain pada suatu rumah sakit mungkin tidak ingin menggunakan bedpan
karena privacy dankegelisahan akan baunya.
g. Obat-obatan
Beberapa obat memiliki efek samping yang dapat berpengeruh terhadap eliminasi yang
normal. Beberapa menyebabkan diare; yang lain seperti dosis yang besar dari
tranquilizer tertentu dan diikuti dengan prosedur pemberian morphin dan codein,
menyebabkan konstipasi.beberapa obat secara langsung mempengaruhi eliminasi.
Laxative adalah obat yang merangsang aktivitas usus dan memudahkan eliminasi feses.
Obat-obatan ini melunakkan feses, mempermudah defekasi. Obat-obatan tertentu
seperti dicyclomine hydrochloride (bentyl), menekan aktivitas peristaltik dan kadang-
kadang digunakan untuk mengobati diare.

2. Eliminasi Fekal
a. Jumlah air yang diminum
Semakin banyak air yang diminum jumlah urin semakin banyak. Apabila banyak air
yang diminum, akibatnya penyerapan air ke dalam darah sedikit, sehingga
pembuangan air jumlahnya lebih banyak dan air kencing akan terlihat bening dan
encer. Sebaliknya apabila sedikit air yang diminum, akibatnya penyerapan air ke
dalam darah akan banyak sehingga pembuangan air sedikit dan air kencing berwarna
lebih kuning
b. Jumlah garam yang dikeluarkan dari darah
Supaya tekanan osmotik tetap, semakin banyak konsumsi garam maka pengeluaran
urin semakin banyak.
c. Konsentrasi hormon insulin
Jika konsentrasi insulin rendah, orang akan sering mengeluarkan urin. Kasus ini terjadi
pada orang yang menderita kencing manis.
d. Hormon antidiuretik (adh)
Hormon ini dihasilkan oleh kelenjar hipofisis bagian belakang. Jika darah sedikit
mengandung air, maka adh akan banyak disekresikan ke dalam ginjal, akibatnya
penyerapan air meningkat sehingga urin yang terjadi pekat dan jumlahnya sedikit.
Sebaliknya, apabila darah banyak mengandung air, maka adh yang disekresikan ke
dalam ginjal berkurang, akibatnya penyerapan air berkurang pula, sehingga urin yang
terjadi akan encer dan jumlahnya banyak.
e. Suhu lingkungan
Ketika suhu sekitar dingin, maka tubuh akan berusaha untuk menjaga suhunya dengan
mengurangi jumlah darah yang mengalir ke kulit sehingga darah akan lebih banyak
ix
yang menuju organ tubuh, di antaranya ginjal. Apabila darah yang menuju ginjal
jumlahnya samakin banyak, maka pengeluaran air kencing pun banyak.
f. Gejolak emosi dan stress
Jika seseorang mengalami stress, biasanya tekanan darahnya akan meningkat
sehingga banyak darah yang menuju ginjal. Selain itu, pada saat orang berada dalam
kondisi emosi, maka kandung kemih akan berkontraksi. Dengan demikian, maka
timbullah hasrat ingin buang air kecil.
g. Minuman alkohol dan kafein
Alkohol dapat menghambat pembentukan hormon antidiuretika. Seseorang yang
banyak minum alkohol dan kafein, maka jumlah air kencingnya akan meningkat.

1.5 Tanda dan gejala


1. Eliminasi Urine
a. Retensi Urine
1) Ketidak nyamanan daerah pubis.
2) Distensi dan ketidak sanggupan untuk berkemih.
3) Urine yang keluar dengan intake tidak seimbang.
4) Meningkatnya keinginan ingin berkemih dan resah
5) Ketidak sanggupan untuk berkemih
b. Inkontinensia Urine
1) Pasien tidak dapat menahan keinginan BAK sebelum sampai di WC
2) Pasien sering mengompol
2. Eliminasi Fekal
a. Konstipasi
1) Menurunya frekuensi BAB
2) Pengeluaran feses yang sulit, keras dan mengejan
3) Nyeri rektum
b. Impaction
1) Tidak BAB
2) Anoreksia
3) Kembung/kram
4) Nyeri rectum

c. Diare
1) BAB sering dengan cairan dan feses yang tidak berbentuk
2) Isi intestinal melewati usus halus dan kolon sangat cepat
3) Iritasi di dalam kolon merupakan faktor tambahan yang menyebabkan
meningkatkan sekresi mukosa.

x
1.6 Pentalaksanaan
Eleminasi Urine
1. Penatalaksanaan medis inkontinensia urine yaitu:
a. Pemanfaatan kartu berkemih
Yang dicatat pada kartu tersebut misalnya waktu berkemih dan jumlah urin yang
keluar, baik yang keluar secara normal, maupun yang keluar karena tak tertahan, selain
itudicatat pula waktu, jumlah dan jenis minuman yang diminum.
b. Terapi non famakologi
Dilakukan dengan mengoreksi penyebab yang mendasari timbulnya inkontinensia
urin,seperti hiperplasia prostat, infeksi saluran kemih, diuretik, gula darah tinggi, dan
lain-lain. Adapun terapi yang dapat dilakukan adalah :
1) Melakukan latihan menahan kemih (memperpanjang interval waktu
berkemih)dengan teknik relaksasi dan distraksi sehingga frekwensi berkemih 6-7
x/hari.
2) Lansia diharapkan dapat menahan keinginan untuk berkemih bila belum
waktunya.
3) Lansia dianjurkan untuk berkemih pada interval waktu tertentu, mula-mula
setiap jam, selanjutnya diperpanjang secara bertahap sampai lansia ingin
berkemih setiap 2-3 jam.
4) Membiasakan berkemih pada waktu-waktu yang telah ditentukan sesuai dengan
kebiasaan lansia.
5) Promted voiding dilakukan dengan cara mengajari lansia mengenal kondisi
berkemih mereka serta dapat memberitahukan petugas atau pengasuhnya bila
ingin berkemih.Teknik ini dilakukan pada lansia dengan gangguan fungsi
kognitif (berpikir).
c. Terapi farmakologi
Obat-obat yang dapat diberikan pada inkontinensia urine adalah:
1) Antikolinergik seperti Oxybutinin, Propantteine, Dicylomine
2) Pada inkontinensia stress diberikan alfa adrenergic agonis, yaitu pseudoephedrine
untuk meningkatkan retensi urethra.
3) Pada sfingter relax diberikan kolinergik agonis seperti Bethanechol atau alfa
kolinergik antagonis seperti prazosin untuk stimulasi kontraksi, dan terapi
diberikan secara singkat.
d. Terapi pembedahan
Terapi ini dapat dipertimbangkan pada inkontinensia tipe stress dan urgensi, bila
terapinon farmakologis dan farmakologis tidak berhasil. Inkontinensia tipe overflow
umumnyamemerlukan tindakan pembedahan untuk menghilangkan retensi urin. Terapi
inidilakukan terhadap tumor, batu, divertikulum, hiperplasia prostat, dan prolaps
xi
pelvic (pada wanita).
e. Modalitas lain
Sambil melakukan terapi dan mengobati masalah medik yang menyebabkan
inkontinensia urin, dapat pula digunakan beberapa alat bantu bagi lansia yang
mengalami inkontinensia urin, diantaranya adalah pampers, kateter, dan alat bantu
toilet sepertiurinal, komod dan bedpan.

2. Eliminasi Fekal
a. Pemberian cairan.
b. Diatetik pemberian makanan dan minuman khusus pada klien dengan tujuan
penyembuhan dan menjaga kesehatan adapun hal yang perlu diperhatikan:
1) Memberikan asi
2) Memberikan bahan makanan yang mengandung kalori, protein, vitamin, mineral
dan makanan yang bersih.
c. Obat-obatan
Pemberian cairan, pada klien Diare dengan memperhatikan derajat dehidrasinya dan
keadaan umum:
1) Cairan per oral.
Pada klien dengan dehidrasi ringan dan sedang, cairan diberikan peroral berupa
cairan yang berisikan NaCl dan Na, HCO, K dan Glukosa, untuk Diare akut diatas
umur 6 bulan dengan dehidrasi ringan, atau sedang kadar natrium 50-60 Meq/l
dapat dibuat sendiri (mengandung larutan garam dan gula ) atau air tajin yang
diberi gula dengan garam. Hal tersebut diatas adalah untuk pengobatan dirumah
sebelum dibawa kerumah sakit untuk mencegah dehidrasi lebih lanjut.
2) Cairan parenteral.
Mengenai seberapa banyak cairan yang harus diberikan tergantung dari berat
badan atau ringannya dehidrasi, yang diperhitungkan kehilangan cairan sesuai
dengan umur dan berat badannya.
3) Diatetik (pemberian makanan).
Terapi diatetik adalah pemberian makan dan minum khusus kepada klien dengan
tujuan meringankan, menyembuhkan serta menjaga kesehatan klien. Hal-hal yang
perlu diperhatikan:
a) Memberikan Asi,
b) Memberikan bahan makanan yang mengandung cukup kalori.protein,mineral
dan vitamin, makanan harus bersih.
4) Obat-obatan
a) Obat anti sekresi.
b) Obat anti spasmolitik
c) Obat antibiotik.

1.7 Komplikasi
xii
1. Eliminasi Urine
Komplikasi yang bisa terjadi akibat gangguan eliminasi urine antara lain:
a. Retensi
Adanya penumpukan urine didalam kandung kemih dan ketidak sanggupan kadung
kemih untuk mengosongkan diri.
b. Inkontensia urine
Ketidaksanggupan sementara atau permanen otot sfingter eksterna untuk mengontrol
keluarnya urine dari kandug kemih.
c. Enuresis
Sering terjadi pada anak-anak, umumnya terjadi pada malam hari (nocturnal
enuresis), dapat terjadi satu kali atau lebih dalm semalam
d. Urgency
Perasaan seseorang untuk berkemih
e. Dysuria
Adanya rasa sakit atau kesulitan saat berkemih.
f. Polyuria
Produksi urine abnormal dalam jumlah besar oleh ginjal, seperti 2.500 ml/hari tanpa
adanya peningkatan intake cairan
g. Urinaria suppresi
Berhenti mendadak produksi urine retensi, yaitu adanya penumpukan urine didalam
kandung kemih dan ketidak sangguppan kandung kemih untuk mengosongkan diri.

2. Eliminasi Fekal
Komplikasi yang bisa terjadi akibat gangguan eliminasi fekal antara lain:
a. Konstipasi
Konstipasi adalah penurunan frekuensi defekasi, yang diikuti oleh pengeluaran feses
yang lama atau keras, kering dan disertai upaya mengedan saat defekasi.
b. Facal Imfaction (Impaksi Feces)
Facal Imfaction (Impaksi Feces) akibat dari konstipasi yang tidak diatasi, impeksi
adalah kumpulan feces yang mengeras mengendap di dalam rectum.

c. Diare
Diare adalah meningkatnya frekuensi buang air besar dan pengeluaran feces yang cair
dan tidak terbentuk (Lueckenotte, 1994).Diare adalah gejala gangguan proses
pencernaan, absorbsi dan sekresi dalam saluran GI.
h. Inkontenesia Bowel /Vecal/Alvi
Inkontenesia feses adalah hilangnya kemampuan otot untuk mengontrol pengeluaran
feses dan gas dari anus.
xiii
i. Kembung
Kembung merupakan menumpuknya gas pada lumen intestinal sehingga dinding usus
meregang dan distensi, dapat diesebabkan karena konstipasi, dan penggunaan obat-
obatan.
j. Hemeroid
Pembengkakanatau peebaran vena pada dinding rectum (bias internaldan eksternal)
akibat peingkatan teknan didaerah tersebutpenyebabnya adalah konstipasi kronis,
kehamilan, dan juga obesitas.

1.8 Patway
1. Eliminasi Urine
BPH

Penyempitan lumen Obtruksi VU Kerusakan


poterior dan uretra otot sfingter

Peningkatan tekanan pada Inkontinensia


Obtruksi VU dan daerah obtruksi urine
uretra

Disuria urine
Retensi urine

Gangguan
eliminasi urine

2. Eliminasi Fekal

1. Faktor hormone
2. Makanan dan minuman
3. Mikroorganisme, kuman, bakteri
4. Kondisi psikologis
5. Komponen diet

xiv
Iritasi pada usus besar

IBS D IBS C

Perilaku tak higenis Penurunan pengeluaran


cairan cairan didalam usus

Membentuk toksin
Feses tertahan di usus

Menggangu absorbsi usus


Feses sulit dikeluarkan

BAB terus menerus Fatique konstipasi

Kehilangan cairan Intoleransi aktivitas

1.9 Patofisiologi
1. Eliminasi Urine
Gangguan pada eliminasi sangat beragam seperti yang telah dijelaskan di atas.
Masing-masing gangguan tersebut disebabkan oleh etiologi yang berbeda. Pada
pasien dengan usia tua, trauma yang menyebabkan cedera medulla spinal, akan
menyebabkan gangguan dalam mengkontrol urine/ inkontinensia urine. Gangguan
traumatik pada tulang belakang bisa mengakibatkan kerusakan pada medulla
spinalis. Lesi traumatik padam edulla spinalis tidak selalu terjadi bersama-sama
dengan adanya fraktur atau dislokasi. Tanpa kerusakan yang nyata pada tulang

xv
belakang, efek traumatiknya bisa mengakibatkan efek yang nyata di medulla spinallis.
Cedera medulla spinalis (CMS) merupakan salah satu penyebab gangguan fungsi
saraf termasuk pada persyarafan berkemih dan defekasi.
Proses berkemih melibatkan 2 proses yang berbeda yaitu pengisian dan
penyimpanan urine dan pengosongan kandung kemih. Hal ini saling berlawanan dan
bergantian secara normal. Aktivitas otot-otot kandung kemih dalam hal penyimpanan
dan pengeluaran urin dikontrol oleh sistem saraf otonom dan somatik. Selama fase
pengisian, pengaruh system saraf simpatis terhadap kandung kemih menjadi
bertekanan rendah dengan meningkatkan resistensi saluran kemih. Penyimpanan urin
dikoordinasikan oleh hambatan sistem simpatis dari aktivitas kontraktil otot detrusor
yang dikaitkan dengan peningkatan tekanan otot dari leher kandung kemih dan
proksimal uretra.
Pengeluaran urine secara normal timbul akibat dari kontraksi yang simultan
otot detrusor dan relaksasi saluran kemih. Hal ini dipengaruhi oleh sistem saraf
parasimpatis yang mempunyai neurotransmiter utama yaitu asetilkholin, suatu agen
kolinergik. Selama fase pengisian, impuls afferen ditransmisikan ke saraf sensoris
pada ujung ganglion dorsal spinal sakral segmen 2-4 dan informasikan ke batang otak.
Impuls saraf dari batang otak menghambat aliran parasimpatis dari pusat kemih sakral
spinal. Selama fase pengosongan kandung kemih, hambatan pada aliran parasimpatis
sakral dihentikan dan timbul kontraksi otot detrusor.

2. Eliminasi Fekal
Defekasi adalah pengeluaran feses dari anus dan rektum. Hal ini juga disebut
bowel movement. Frekwensi defekasi pada setiap orang sangat bervariasi dari
beberapa kali perhari sampai 2 atau 3 kali perminggu. Banyaknya feses juga
bervariasi setiap orang. Ketika gelombang peristaltik mendorong feses kedalam kolon
sigmoid dan rektum, saraf sensoris dalam rektum dirangsang dan individu menjadi
sadar terhadap kebutuhan untuk defekasi.
Defekasi biasanya dimulai oleh dua refleks defekasi yaitu refleks defekasi
instrinsik. Ketika feses masuk kedalam rektum, pengembangan dinding rektum
memberi suatu signal yang menyebar melalui pleksus mesentrikus untuk memulai
gelombang peristaltik pada kolon desenden, kolon sigmoid, dan didalam rektum.
Gelombang ini menekan feses kearah anus. Begitu gelombang peristaltik mendekati
anus, spingter anal interna tidak menutup dan bila spingter eksternal tenang maka
feses keluar.
Refleks defekasi kedua yaitu parasimpatis. Ketika serat saraf dalam rektum
dirangsang, signal diteruskan ke spinal cord (sakral 2 – 4) dan kemudian kembali ke
kolon desenden, kolon sigmoid dan rektum. Sinyal – sinyal parasimpatis ini
meningkatkan gelombang peristaltik, melemaskan spingter anus internal dan
meningkatkan refleks defekasi instrinsik. Spingter anus individu duduk ditoilet atau
bedpan, spingter anus eksternal tenang dengan sendirinya. Pengeluaran feses dibantu
oleh kontraksi otot-otot perut dan diaphragma yang akan meningkatkan tekanan

xvi
abdominal dan oleh kontraksi muskulus levator ani pada dasar panggul yang
menggerakkan feses melalui saluran anus.

BAB II
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

2.1 Pengkajian Keperawatan


1. Gangguan Eliminasi Urine
Gejala dan Tanda Mayaor

xvii
Subjektif Objektif

1. Desakan berkemih (Urgensi) 1. Distensi kandung kemih


2. Urine menetes (Dribbling) 2. Berkemih tidak tuntas (Hesitancy)
3. Sering buang air kecil 3. Volume residu urine m
4. Nokturia 4. eningkat
5. Mengompol
6. Enuresis

Gejala dan Tanda Minor

Subjektif Objektif

(tidak tersedia) (tidak tersedia)

2. Ganguan Eliminasi Fekal


Gejala dan Tanda Mayor

Subjektif Objektif

1. Tidak mampu mengontrol pengeluaran 1. Feses keluar sedikit – sedikit dan


feses sering
2. Tidak mamapu menunda difekasi

Gejala dan Tanda Minor

Subjektif Objektif

(tidak tersedia) 1. Bau fese


2. Kulit perianal kemerahan

2.2 Diagnosa Keperawatan


1. Gangguan Eliminasi Urine berhubungan dengan penurunan kapasitas kandung
kemih, iritasi kandung kemih, penurunan kemampuan menyadari tanda-tanda

xviii
gangguan kandung kemih, efek tindakan medis dan diagnostic (mis. Operasi ginjal,
operasi saluran kemih, anestesi dan obat-obatan), kelemahan otot pelvis,
ketidakmampua mengakses toilet (mis. Imobilisasi), hambatan lingkungan,
ketidakmampuan mengkomunikasikan kebutuhan eliminasi, outlet kandung kemih
tidal lengkap (mis. Anomaly saluran kemih kongenital), imaturitas (pada anak usia
<3 tahun).
2. Gangguan Eliminasi Fekal berhubungan dengan kerusakan saraf motoric bawah,
penurunan tonus otot, gangguan kognitif, penyalahgunaan lakstif, kehilangan fungsi
pengendalian sfingter rectum, pascaoperasi pullthrough dan penutupan kolosomi,
ketidakmampuan mencapai kamar kecil, diare kronis, stress berlebihan.

2.3 Intervensi Dan Tindakan Keperawatan


1. Gangguan Eliminasi Urine
A. Intervensi Utama: Dukungan perawatan diri: BAB / BAK
B. Tindakan Keperawan :
a. Observasi
1) Identifikasi kebiasaan BAK / BAB sesuai usia
2) Monitor integritas kulit pasien
b. Terapeutik
1) Suka pakaian yang diperlukan untuk memudahakan eliminasi
2) Dkung penggunaan toilet / commode / pispot / urinal secara konsisten
3) Jaga privasi selama eliminasi
4) Ganti pakaian pasien setelah eliminasi, jika perlu
5) Bersihkan alat bantu BAK / BAB setlah digunakan
6) Latih BAK / BAB sesuai jadwal, bila perlu
7) Sediakan alat bantu (mis. Kaateter eksternall, urinal), jika perlu
c. Edukasi
1) Anjurkan BAK / BAB secara rutin
2) Anjurkan ke kamar mandi / toilet jika perlu
2. Gangguan Eliminasi Fekal
A. Intervensi Utama: Latihan Eliminasi Fekal
B. Tindakan Keperawatan
a. Observasi
1) Monitor peristaltic usus secara teratur

b. Terapeutik
1) Anjurkan waktu yang konsisten untuk buang air besar
2) Berikan privasi, kenyamanan dan posisiyang meningaktkan proses
defekasi
xix
3) Gunakan enema rendah
4) Anjurkan dilatasi rektal digital
5) Ubah program eliminasi fekal
c. Kolaborasi
1) Kolaborasi penggunaan obat suposituria

2.4 Evaluasi
A. Gangguan Eliminasi Urine
1. Luaran Utama : Eliminasi Urine
2. Definisi : Pengosongan kandung kemih yang lengkap
3. Ekspetasi : Membaik
4. Kriteria Hasil :
a) Desakan berkemih (urgenasi), Sedang
b) Distensi kandung ekmih, Cukup Meningkat
c) Berkemih tidak tuntas (hesitancy), Cukup Menurun
d) Volume residu urine, Sedang
e) Urine menetes (dribbling), Cukup Menurun
f) Nokturia, Cukup Meningkat
g) Mengompol, Menurun
h) Enuresis, Meningkat
i) Dysuria, Cukup Menurun
j) Anuria, Cukup Menurun
k) Frekuensi BAK, Membaik
l) Karakteristik urine, Membaik
B. Gangguan Eliminasi Fekal
1. Luaran Utama : Eliminasi Fekal
2. Definisi : Prosr defekasi normal yang disertai dengan pengeluaran feses mudah
dan konsisten, frekuensi serta bentuk feses normal
3. Ekspetasi : Membaik
4. Kriteria Hasil :
a) Control pengeluaran feses, Sedang
b) Keluhan defekasi lama dan sulit, Cukup Menurun
c) Mengejan saat defekasi, Cukup Menurun
d) Distensi abdomen, Cukup Menurun
e) Teraba massa pada rektal, Menurun
f) Urgency, Cukup Menurun
g) Nyeri abdomen, Sedang
h) Kram abdomen, Menurun
i) Konsisten feses, Membaik
j) Frekuensi defekasi, Cukup Membaik
k) Peristaltic usus, Membaik
DAFTAR PUSTAKA

Wilkinson, Judith M. 2011. Buku Saku Diagnosis Keperawatan, Diagnosis NANDA, Intervensi
NIC, Kriteria Hasil NOC Edisi 9. Jakarta : EGC

xx
Wartonah, Tarwoto. 2006. Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses Keperawatan. Jakarta :
Salemba Medika
Kasiati, dan Ni Wayan Dwi Rosmalawati. 2016. Kebutuhan Dasar Manusia I. Jakarta : Pusdik
SDM Kesehatan.
Munir, Miftahul. Keperawatan Dasar : Teori Dan Praktek. Jawa Tengah : Tahta Media Group.
Tim Politeknik Kesehatan Kemenkes Malang. 2012. Modul Pemeriksaan Fisik dan Implikasinya
dalam Keperawatan. Malang.
Wahid,IM dan Nurul, C. 2008. Buku Ajar Kebutuhan dasar Manusia, Teori dan Aplikasi dalam
Praktek. Jakarta: Salemba Medika.
Nanda. 2012-2014. Panduan Diagnosa Keperawatan Definisi dan Klasifikasi. Jakarta : EGC
Potter &Perry. 2010. Buku Ajar Fundamental Keperawatan Volume 2.Jakarta: EGC
PPNI (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan Keperawatan,
Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI
PPNI (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indikator Diagnostik
Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI
PPNI (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan,
Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI

LEMBAR KONSUL

No Tanggal Konsul Revisi TTD

xxi
xxii

Anda mungkin juga menyukai