Anda di halaman 1dari 19

HUBUNGAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK PERAWAT

DENGAN TINGKAT KECEMASAN ANAK USIA PRASEKOLAH


YANG DIRAWAT DI RSUD DR. SOEDARSO DAN RSU YARSI
PONTIANAK

DIVI SISWANTI
I1031131016

NASKAH PUBLIKASI

PROGRAM STUDI
KEPERAWATAN FAKULTAS
KEDOKTERAN UNIVERSITAS
TANJUNGPURA PONTIANAK
2018
Hubungan Komunikasi Terapeutik Perawat dengan
Tingkat Kecemasan Anak Usia Prasekolah yang
Dirawat di RSUD Dr. Soedarso dan RSU Yarsi
Pontianak
Divi Siswanti*, Ramadhaniyati**, Sukarni**
*Mahasiswa Keperawatan Studi Keperawatan Universitas Tanjungpura, **Dinas
Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat

ABSTRAK

Latar Belakang :Anak prasekolah rentan terhadap penyakit, sehingga


menyebabkan anak harus dirawat di rumah sakit.Stresor utama pada anak yang
dirawat antara lain kecemasan karena perpisahan, kehilangan kontrol, perlukaan
dan nyeri. Kecemasan pada anak selama masa perawatan merupakan sebuah
fenomena yang seringkali terjadi di rumah sakit. Upaya untuk menurunkan
kecemasan anak dapat dilakukan melalui pelaksanaan teknik komunikasi
terapeutik perawat sebagai orang yang paling dekat dengan anak selama
perawatan di rumah sakit.
Tujuan:mengetahui hubungan teknik komunikasi terapeutik
perawatdengantingkat kecemasan anak usia prasekolah yang dirawat di RSUD dr.
Soedarso dan RSU Yarsi Pontianak
Metodologi:Analisa Korelasi Chi Square. Sampel berjumlah 30 responden
menggunakan teknik total samplingserta alat pengambilan data menggunakan
kuesioner.
Hasil: Didapatkan nilai p-value sebesar 0,017 (α = 0,05), dengan jenis kelamin
anak terbanyak yaitu perempuan (60,0%), lama rawat paling lama 1-3 hari
(56,7%). Pendidikan terbanyak DIII (73,3%), lama bekerja paling lama yaitu 1-3
tahun (22,9%). Data tingkat kecemasan masuk dalam kategori tinggi (56,7%), dan
komunikasi terapeutik perawat sebagian besar kurang baik (53,3%).
Kesimpulan: Terdapat hubungan antara teknik komunikasi terapeutik perawat
dengan tingkat kecemasan anak usia prasekolah yang dirawat di RSUD Dr.
Soedarso dan RSU Yarsi Pontianak.

Kata Kunci : Tingkat Kecemasan, Komunikasi Terapeutik Perawat


Referensi : 48 (2000-2015)

1
Therapeutic Communication Relationships Level
Nurses Anxiety of Preschoolers Preschooled atRSUD
Dr. Soedarso and RSU Yarsi Pontianak
Divi Siswanti*, Ramadhaniyati**, Sukarni**
*Nursing Student Tanjungpura University, **Departement Kalimantan Barat
Provincial Health

ABSTRACT

Background: Hospitalization forces children to stay and be hospitalized, this


condition can have an impact on preschoolers. The main stressors in treated
children include anxiety due to separation, loss of control, injury and pain.
Anxiety in children during hospitalization is a phenomenon that often occurs in
hospitals. Efforts to reduce child anxiety can be done through the therapeutic
communication of nurses as the person closest to the child during hospitalization.
Objective: to know therapeutic communication relationship of nurse with anxiety
level of preschool age children treated in dr. Soedarso and RSU Yarsi Pontianak
Methodology: Chi Square Correlation Analysis. Samples totaling 30 respondents
using total sampling technique and data collection tools using questionnaires.
Result: Obtained p-value of 0,017 (α = 0,05), with female child (60,0%), length
of stay 1-3 days (56,7%). The highest number of female sex is female (86,7%),
age 26-35 years (83,3%), education of DIII (73,3%). Data on anxiety levels fall
into the weight category (56.7%), and nurse therapeutic communication is mostly
poor (53.3%).
Conclusion: There is correlation between therapeutic communication of nurse
with anxiety level of preschool age children treated in RSUD Dr. Soedarso and
RSU Yarsi Pontianak.

Keywords: Anxiety Level, Therapeutic Communication Nurse


Reference: 48 (2000-2015)

2
PENDAHULUAN hidup mandiri (Hidayat, 2008).
Anak adalah individu yang masih Perkembangan anak usia prasekolah
memiliki ketergantungan pada orang sebagian besar sudah memiliki
dewasa dan lingkungan sekitarnya. keterampilan verbal dan mampu
Anak memerlukan lingkungan yang beradaptasi dengan berbagai situasi.
dapat memfasilitasi dalam kebutuhan Pada usia ini, anak membutuhkan
dasar serta belajar mandiri. Periode lingkungan yang nyaman untuk
usia perkembangan anak meliputi proses tumbuh kembangnya, seperti
periode pranatal dimulai dari lingkungan bermain dan teman
konsepsi sampai lahir, masa bayi sepermainan yang menyenangkan.
dimulai dari lahir sampai 1 tahun, Anak belum mampu membangun
masa kanak-kanak awal 1 sampai 6 suatu gambaran mental terhadap
tahun, pada periode ini dibagi pengalaman kehidupan sebelumnya
menjadi dua, yaitu Toodler dan sehingga dengan demikian harus
Prasekolah (3 sampai 6 tahun). menciptakan pengalamannya sendiri
Periode ini berasal dari waktu anak- (Soetjiningsih, 2013).
anak dapat bergerak sambil berdiri Anak usia prasekolah
sampai mereka masuk sekolah, merupakan populasi yang sangat
ditandai dengan aktivitas yang tinggi. rentan terhadap penyakit karena di
Periode ini merupakan usia ini, anak aktif untuk bermain
perkembangan fisik dan kepribadian dan rasa ingin tahunya tinggi, anak
yang besar. Perkembangan motorik cenderung mencoba apapun untuk
berlangsung terus-menerus. Masa dilakukan, sehingga dapat
kanak-kanak pertengahan 6 sampai menyebabkan anak terpapar
12 tahun. Masa kanak-kanak akhir lingkungan dan menyebabkan anak
11 sampai 19 tahun (wong, 2008). mudah terserang penyakit. sebagian
Anak usia prasekolah 3-6 besar anak usia prasekolah sudah
tahun sudah mampu menjalani toilet training, sehingga
mengembangkan kreativitas dan anak rentan terkontaminasi
sosialnya untuk berinteraksi dengan lingkungan oleh urine dan feses yang
orang lain dan akan mulai belajar akan menyebabkan terserang

3
penyakit. Penyakit yang sering banyak mengalami masalah yang
menyerang anak prasekolah yaitu lebih serius dan kompleks
cacar air (varisela), campak (rubela), dibandingkan kejadian hospitalisasi
diare, Hepatitis A, meningitis otitis pada tahun-tahun sebelumnya.
media, infeksi saluran pernapasan Timbul tantangan-tantangan yang
(Wong, 2009). Selain itu, anak harus dihadapi anak, seperti
prasekolah merupakan populasi yang mengatasi suatu perpisahan,
sangat rentan terutama ketika penyesuaian dengan lingkungan yang
menghadapi situasi yang membuat asing baginya, penyesuaian dengan
cemas dan stress, yaitu salah satunya banyak orang yang mengurusnya,
lingkungan yang baru seperti harus berhubungan dan bergaul
lingkungan rumah sakit dengan anak-anak lain yang sakit
(hospitalisasi). Hal ini dikarenakan serta harus menerima terapi yang
kemampuan koping yang digunakan menyakitkan.
oleh orang dewasa berbeda, pada Penelitian membuktikan
anak-anak koping belum bahwa hospitalisasi anak dapat
berkembang dengan sempurna (Kyle menjadi suatu permasalahan yang
& Carman, 2015). menimbulkan trauma baik bagi anak
Sakit pada anak usia maupun orang tua sehingga
prasekolah, merupakan sesuatu yang menimbulkan reaksi tertentu yang
menakutkan. Selain itu, perawatan di akan sangat berdampak pada
rumah sakit dapat menimbulkan kerjasama anak dan orang tua dalam
cemas karena anak merasa perawatan anak selama di rumah
kehilangan lingkungan yang sakit (Supartini, 2004). Berdasarkan
dirasakanya aman, penuh kasih survei dari WHO pada tahun 2008,
sayang, dan menyenangkan. Anak hampir 80% anak mengalami
juga harus meninggalkan lingkungan perawatan di rumah sakit. Sedangkan
rumah yang dikenalnya, permainan, di Indonesia sendiri berdasarkan
dan teman sepermainannya survei kesehatan ibu dan anak tahun
(Supartini, 2004). Kondisi anak yang 2010 didapatkan hasil bahwa dari
dirawat di rumah sakit saat ini 1.425 anak mengalami dampak

4
hospitalisasi, dan 33,2% diantaranya Hospitalisasi merupakan
mengalami dampak hospitalisasi proses karena suatu alasan bencana
berat, 41,6% mengalami dampak atau darurat yang mengharuskan
hospitalisasi sedang, dan 25,2% anak untuk tinggal di rumah sakit,
mengalami dampak hospitalisasi menjalani terapi dan perawatan
ringan (Rahma & Puspasari, 2010). sampai pemulangannya kembali ke
Berdasarkan studi rumah. Meskipun demikian dirawat
pendahuluan di ruang anak RSUD di rumah sakit merupakan masalah
Dr. Soedarso Pontianak, tahun 2016 besar yang menimbulkan ketakutan
terdapat 707 anak yang mengalami dan cemas bagi anak. Hospitalisasi
perawatan di rumah sakit, 80% anak juga dapat diartikan adanya beberapa
yang dirawat menunjukkan tanda perubahan psikis yang dapat menjadi
kecemasan, seperti wajah menjadi sebab anak di rawat dirumah sakit.
kemerahan, keringat dingin, gelisah, Ada beberapa dampak hospitalisasi
ketegangan fisik, gemetar, dan pada anak, salah satunya adalah
menghindar. Ruang anak RSUD dr. kecemasan (Supartini, 2012).
Soedarso Pontianak sudah diterapkan Kecemasan merupakan
komunikasi terapeutik antara perawat kondisi emosional yang tidak
dan anak. Belum ada upaya menyenangkan yang ditandai oleh
penerapan komunikasi terapeutik perasaan-perasaan subjektif atau
yang baik pada anak usia prasekolah perasaan yang tidak diketahui jelas
selama dirawat di rumah sakit, sebabnya atau sumbernya seperti
sehingga memungkinkan kecemasan ketegangan, ketakutan, dan
anak lebih panjang masanya. Hal ini kekhawatiran. Respon anak terhadap
merupakan hal yang penting bagi kecemasan bervariasi, dipengaruhi
rumah sakit yang berupaya oleh berbagai faktor seperti usia
memberikan pelayanan keperawatan perkembangan anak, jenis kelamin,
terbaik bagi masyarakat, sehingga lama perawatan, dan pengalaman
mampu mencegah gangguan sebelumnya terhadap sakit (Widianti,
perkembangan pada anak. 2011).

5
Anak usia prasekolah respon fisiologis, biasanya anak juga
biasanya mengalami separation akan menampakkan respon perilaku,
anxiety atau kecemasan perpisahan seperti gelisah, ketegangan fisik,
karena anak harus berpisah dengan tremor atau gemetar, reaksi kaget,
lingkungan yang dirasakannya aman, bicara cepat, menghindar, hingga
nyaman, penuh kasih sayang, dan menarik diri dari hubungan
menyenangkan seperti lingkungan interpersonal. Respon kognitif yang
rumah, permainan, dan teman mungkin muncul adalah perhatian
sepermainannya (Ardiningsih S, dkk, terganggu, pelupa, salah dalam
2006). Berdasarkan hasil penelitian memberikan penilaian, hambatan
yang dilakukan Januarsih (2014) berpikir, tidak mampu
menunjukkan dari 20 responden berkonsentrasi, dan ketakutan.
frekuensi tertinggi anak dengan Sedangkan respon afektif yang biasa
tingkat kecemasan berat, yaitu muncul adalah tidak sabar, tegang,
sebanyak 14 responden (70%), dan waspada (Stuart & Sundeen,
frekuensi terendah anak dengan 2007).
tingkat kecemasan sedang, yaitu Perasaan cemas merupakan
sebanyak 6 responden (30%). dampak dari hospitalisasi yang
Anak yang mengalami dialami oleh anak karena
kecemasan akan memunculkan menghadapi stressor (hal yang dapat
respon fisologis, seperti perubahan menimbulkan stress) yang ada
pada sistem kardiovaskuler, dilingkungan rumah sakit
perubahan pola nafas yang semakin (Sujatmiko, 2013). Dampak dari
cepat atau terengah-engah. Selain itu, kecemasan pada anak yang
dapat pula terjadi perubahan pada menjalani perawatan, apabila tidak
sistem pencernaan dan segera ditangani akan membuat anak
neuromuscular seperti nafsu makan melakukan penolakan terhadap
menurun, gugup, tremor, hingga tindakan perawatan dan pengobatan
pusing dan insomnia. Kulit yang diberikan sehingga akan
mengeluarkan keringat dingin dan berpengaruh terhadap lamanya hari
wajah menjadi kemerahan. Selain rawat anak dan dapat memperberat

6
kondisi penyakit yang diderita anak dengan anak selama perawatan di
(Widianti, 2011). rumah sakit. Sekalipun anak menolak
Untuk mengurangi dampak orang asing (perawat), namun
akibat hospitalisasi yang dialami perawat harus tetap memberikan
anak selama menjalani perawatan, dukungan dengan meluangkan waktu
diperlukan suatu media yang dapat secara fisik dekat dengan anak
mengungkapkan rasa cemasnya yaitu menggunakan komunikasi yang baik
dengan terapi bermain (Sujatmiko, yaitu suara bernada tenang, pilihan
2013). kata yang tepat, kontak mata dan
Upaya untuk mengatasi sentuhan secara empati (Wong,
kecemasan pada anak antara lain 2008).
yang pertama melibatkan orang tua Komunikasi terapeutik
anak, agar orang tua berperan aktif merupakan komunikasi yang
dalam perawatan anak dengan cara direncanakan secara sadar, yang
membolehkan mereka untuk tinggal bertujuan dan kegiatannya
bersama anak selama 24 jam. Jika dipusatkan untuk kesembuhan pasien
tidak mungkin, beri kesempatan (Indrawati, 2003). Komunikasi
orang tua untuk melihat anak setiap terapeutik merupakan komunikasi
saat dengan maksud untuk yang mempunyai efek penyembuhan
mempertahankan kontak antara karena komunikasi terapeutik
mereka. Yang kedua melakukan merupakan salah satu cara untuk
modifikasi lingkungan rumah sakit, memberikan informasi yang akurat
agar anak tetap merasa nyaman dan dan membina hubungan saling
tidak asing dengan lingkungan baru. percaya terhadap klien, sehingga
Upaya yang ketiga adalah peran dari klien akan merasa puas dengan
petugas kesehatan rumah sakit pelayanan yang diterimanya. Apabila
(dokter, perawat), dimana diharapkan perawat dalam berinteraksi dengan
petugas kesehatan khususnya klien tidak memperhatikan sikap dan
perawat harus menghargai sikap teknik dalam komunikasi terapeutik
anak karena selain orang tua perawat dengan benar dan tidak berusaha
adalah orang yang paling dekat untuk menghadirkan diri secara fisik

7
yang dapat memfasilitasi komunikasi komunikasi terapeutik perawat
terapeutik, maka hubungan yang baik dengan tingkat kecemasan pada anak
antara perawat dengan klienpun akan prasekolah di ruang perawatan anak
sulit terbina (Anggraini, 2009). RSUD ambarawa, hasil dari
Komunikasi terapeutik antara penelitian ini menunjukan adanya
perawat dan anak adalah hubungan hubungan pelaksanaan komunikasi
kerjasama yang ditandai dengan terapeutik perawat dengan tingkat
tukar-menukar perilaku, perasaan, kecemasan pada anak prasekolah di
pikiran, pengalaman dalam membina ruang perawatan anak RSUD
hubungan intim yang terapeutik. ambarawa.
Dalam proses membina hubungan Berdasarkan hasil penelitian
terapeutik perawat harus yang dilakukan oleh Santoso, dkk
menyesuaikan dengan tingkat (2013) dengan penelitian yang
perkembangan anak dalam berjudul pengaruh penerapan
menyadari dan mengidentifikasi komunikasi terapeutik perawat
masalah dan membantu dalam terhadap tingkat kecemasan anak
pemecahan masalah (Stuart & usia prasekolah yang menjalani
Sudden, 2007). hospitalisasi di RSUD Tugurejo
Cara berkomunikasi pada Semarang. Hasil dari penelitian ini
anak berbeda dengan komimikasi menunjukkan adanya pengaruh
terapeutik pada orang dewasa. penerapan komunikasi terapeutik
Komunikasi terapeutik pada anak perawat terhadap tingkat kecemasan
hendaknya selalu memperhatikan anak usia prasekolah yang menjalani
nada suara, jarak interaksi dengan hospitalisasi di RSUD Tugurejo
anak, sentuhan yang diberikan Semarang.
kepada anak harus atas persetujuan Berdasarkan hasil penelitian
anak (Mundakir, 2006). yang dilakukan oleh Winokan, dkk
Pada penelitian terkait (2015) dengan penelitian yang
komunikasi terapeutik perawat yang berjudul hubungan komunikasi
dilakukan oleh Hannan, dkk (2013) terapeutik perawat dengan tingkat
dengan judul hubungan pelaksanaan kecemasan anak usia 5-12 tahun

8
dalam pelaksanaan pemasangan infus variabel bebas maupun variabel
diruang perawatan anak RSUD terikat dilakukan pada suatu saat atau
lapangan sawang Kabupaten satu periode tertentu pada waktu
Kepulauan Sitaro. Hasil dari yang bersamaan (Dharma, 2011).
penelitian ini menunjukkan adanya Populasi pada penelitian ini
hubungan komunikasi terapeutik yaitu semua perawat yang ada di
perawat dengan tingkat kecemasan ruang anak RSUD Dr. Soedarso dan
anak usia 5-12 tahun dalam RSU Yarsi Pontianak dan anak-anak
pelaksanaan pemasangan infus yang menjalani hospitalisasi di
diruang perawatan anak RSUD RSUD Dr. Soedarso dan RSU Yarsi
lapangan sawang Kabupaten Pontianak Tahun 2017.Teknik
Kepulauan Sitaro. pengambilan sampel yaitu
METODE menggunakan total sampling yaitu
Penelitian ini merupakan jenis perawat yang bekerja di ruang anak
penelitian kuantitatif non eksperimen dan anak usia prasekolah yang di
dengan menggunakan desain rawat di ruang perawatan anak
penelitian Observasional Analitik RSUD Dr. Soedarso Pontianak
karena penelitian ini hanya dalam bulan Juli 2017, sebanyak 20
mengamati tanpa memberikan perawat dan 20 anak. Perawat yang
perlakuan yang bertujuan untuk bekerja di ruang anak dan anak usia
mengungkapkan hubungan korelatif prasekolah yang dirawat di RSU
antar variabel yaitu penelitian untuk Yarsi Pontianak dalam bulan Juli
mengetahui hubungan komunikasi 2017, sebanyak 10 perawat dan 10
terapeutik perawat terhadap tingkat anak. Total sampel dalam penelitian
kecemasan anak usia prasekolah ini, sebanyak 30 perawat dan 30
yang menjalani hospitalisasi di anak.
RSUD Dr. Soedarso dan RSU Yarsi Instrumen dalam penelitian ini
Pontianak dengan pendekatan Cross berupa kuesioner/angket, observasi
Sectional. Penelitian ini dan wawancara. Dimana peneliti
menggunakan pendekatan Cross akan melakukan wawancara kepada
Sectional karena pengumpulan data orangtua anak usia prasekolah yang

9
menjalani hospitalisasi di RSUD Dr. karakteristik dari responden anak
Soedarso dan RSU Yarsi Pontianak, berupa jenis kelamin dan lama rawat.
selanjutnya memberikan kuesioner Karakteristik dari responden perawat
yang berisi pernyataan untuk berupa pendidikan dan lama bekerja.
mengetahui tingkat kecemasan anak Sedangkan analisa bivariat
serta peneliti melakukan observasi menggunakan uji Statistik Uji
secara langsung kepada responden. Analisa korelasi Chi Square
Kemudian peneliti mengobservasi dilakukan untuk mengetahui
perawat terhadap teknik komunikasi hubungan komunikasi terapeutik
perawat anak untuk mengisi lembar perawat dengan tingkat kecemasan
kuesioner teknik komunikasi perawat anak usia prasekolah yang dirawat di
anak. ruang anak RSUD Dr. Soedarso dan
Pada penelitian ini, analisa RSU Yarsi Pontianak.
univariatemenjelaskan tentang

HASIL PENELITIAN
Analisis univariat dalam berupa pendidikan dan lama bekerja.
penelitian ini menjelaskan tentang Adapun karakteristik responden yang
karakteristik dari responden anak diperoleh dari kuesioner
berupa jenis kelamin dan lama rawat. sebagaimana terdapat dalam tabel
Karakteristik dari responden perawat berikut.

Tabel 1. Karakteristik Responden Anak (n=30)

Variabel f %

Jenis Kelamin 12 40,0


Laki-laki 18 60,0
Perempuan
Lama Rawat 17 56,7
1-3 hari 11 36,7
4-6 hari 2 6,7
7-10 hari
Sumber : data primer yang telah dilah 2017

10
Berdasarkan table 1 perempuan sebanyak 18 orang
menunjukkan bahwa sebagian besar (60,0%), dan dengan lama rawat
pasien anak di dua Rumah Sakit paling lama yaitu 1-3 hari sebanyak
Pontianak memiliki jenis kelamin 17 orang (36,7%)

Tabel 2. Karakteristik Responden Perawat (n=30)


Variabel f %
Pendidikan
S1 8 26,7
DIII 22 73,3
Lama Bekerja
< 1 tahun 1 1,4
1-3 tahun 16 22,9
4-5 tahun 13 16,8

Sumber : data primer yang telah diolah 2017

Berdasarkan tabel DIII sebanyak 22 orang (73,3%) dan


2dengan UjiBerdasarkan tabel 4.2 dengan rentang lama bekerja terlama
menunjukkan bahwa sebagian besar yaitu 1-3 tahun sebanyak 16 orang
perawat dengan tingkat pendidikan (22,9%).

Tabel 3 Data Komunikasi Terapeutik Perawat dengan Tingkat Kecemasan di RSUD


Dr. Soedarso dan RSU Yarsi Pontianak (n=30)
Variabel f %
Tingkat Kecemasan
Rendah 11 36,7
Tinggi 19 63,3
Komunikasi Terapeutik Perawat
Kurang Baik 16 53,3
Baik 14 46,7
Sumber: data primer yang telah diolah 2017

Tabel 3 menunjukkan bahwa yaitu sebanyak 19 orang (63,3%).


kecemasan pada anak usia Komunikasi terapeutik perawat
prasekolah yang menjalani sebagian besar dalam kategori
hospitalisasi di RSUD Dr. Soedarso kurang baik yaitu sebanyak 16 orang
dan RSU Yarsi Pontianak sebagian (53,3%)
besar masuk dalam kategori tinggi

11
Analisa korelasi Chi Square anak usia prasekolah yang dirawat di
dilakukan untuk mengetahui ruang anak RSUD Dr. Soedarso dan
hubungan komunikasi terapeutik RSU Yarsi Pontianak. Adapun
perawat dengan tingkat kecemasan hasilnya dapat dilihat di baawah ini :

Tabel 4 Hasil Analisa kolerasi Chi Square Hubungan Komunikasi Terapeutik


Perawat Dengan Tingkat Kecemasan Anak UsiaPrasekolah Yang Dirawat di
RSUD Dr. Soedarso dan RSU Yarsi Pontianak
Komunikasi Terapeutik Perawat
Keemasan Total P value
Kurang Baik Baik
f % f % F %
Rendah 9 30,0 2 6,7 11 36,7
Tinggi 7 23,3 12 40,0 19 63,3 0,017
Total 16 53,3 14 46,7 30 100
Sumber : data primer yang telah diolah 2017

Data pada tabel 4 Hasil uji statistik didapatkan


menunjukkan bahwa sebagian besar nilai p = 0,017, sehingga artinya ada
responden tingkat kecemasannya hubungan antara komunikasi
tinggi (63,3%). Dari 30 responden terapeutik perawat dengan tingkat
tersebut, sebagian besar perawat kecemasan anak usia prasekolah
melakukan komunikasi terapeutik yang dirawat di RSUD Dr. Soedarso
yang baik 14 orang (46,7%) dan 16 dan RSU Yarsi Pontianak.
responden (53,3%) melakukan
komunikasi terapeutik yang kurang
baik.

PEMBAHASAN

Dari hasil uji statistik korelasi anak usia prasekolah. Hasil


Chi Square didapat nilai koefisien penelitian ini sejalan dengan teori
korelasi sebesar 0,017 atau lebih yang dikemukakan oleh Supartini
kecil dari p < 0,05 yang bermakna (2004) yang menyatakan bahwa
terdapat hubungan yang signifikan reaksi anak saat dirawat di rumah
antara teknik komunikasi terapeutik sakit adalah kecemasan karena
perawat dengan tingkat kecemasan perlukaan tubuh, dan rasa nyeri
12
reaksi anak yang menunjukkan pasien memecahkan masalah yang
perilaku antara lain menolak makan, dihadapi. Komunikasi terapeutik
sering bertanya, tidak kooperatif defenisikan sebagai komunikasi yang
terhadap petugas kesehatan bahkan direncanakan secara sadar, bertujuan
menunjukkan reaksi agresif, marah, dan kegiatan di pusatkan untuk
berontak, tidak mau bekerja sama kesembuhan pasien, sehingga
dengan perawat. mempengaruhi tingkat kecemasan
Hasil analisis hubungan pasien selama menjalani masa
teknik komunikasi terapeutik perawatan. Pelaksanaan komunikasi
perawat dengan tingkat kecemasan terapeutik bertujuan membantu
pada anak prasekolah di ruang anak pasien menjelaskan dan mengurangi
diperoleh hasil bahwa responden beban pikiran, perasaan, mengurangi
yang menyatakan pelaksanaan teknik keraguan dan mempercepat interaksi
komunikasi terapeutik perawat dalam kedua pihak antara perawat dan
kategori kurang dengan kecemasan pasein sehingga dapat membantu
pada anak prasekolah kategori tinggi dilakukannya tindakan yang efisien
sebanyak 19 dari 30 orang (63,3%). (Machfoedz, 2009).
Teknik komunikasi terapeutik Komunikasi perawat di
berfungsi untuk mengembangkan rumah sakit juga bertujuan agar
pribadi pasien kearah yang lebih pelayanan keperawatan yang
positif atau adaptif dan diarahkan diberikan berjalan efektif. Intervensi
pada pertumbuhan pasien. yang penting dilakukan petugas yang
Komunikasi terapeutik juga merawat anak di rumah sakit pada
memberikan kontribusi dalam prinsipnya untuk meminimalkan
menggunakan pelayanan kesehatan stressor, mencegah perasaan
atau perawatan kepada anak dan kehilangan, meminimalkan rasa takut
sebagai sarana untuk mempercepat terhadap perlukaan dan nyeri serta
proses penyembuhan. memaksimalkan manfaat perawatan
Komunikasi terapeutik di rumah sakit. Terapi komunikasi
memegang peranan penting dalam terapeutik juga merupakan salah satu
membantu pasien dalam membantu cara yang efektif dalam mengatasi

13
kecemasan pada anak yang dirawat Menurut Wong (2008)
di rumah sakit. Hubungan perawat lingkungan yang asing, sikap protes
dengan pasien yang terapeutik dapat dan menolak makan akan semakin di
memberikan pengalaman perbaikan dukung saat menghadapi petugas
emosi bagi pasien. Hal ini kesehatan (perawat atau dokter),
menyebabkan perawat kebiasaan yang berbeda dan prosedur
mengaplikasikan dirinya secara penyembuhan. Anak harus
terapeutik dan memakai berbagai menjalani prosedur yang tidak
teknik komunikasi agar perilaku menyenangkan dan menimbulkan
pasien berubah ke arah yang positif nyeri (disuntik, diinfus, dan
(Dalawi, E., Rochimah, Gustina, sebagainya). Penyakit dan
Roselina, E., Banon, E., 2009). hospitalisasi menjadi masalah utama
Cara berkomunikasi pada yang harus di hadapi anak.
anak berbeda dengan orang dewasa. Faktor lain yang
Komunikasi terapeutik pada anak menyebabkan kecemasan yaitu
hendaknya selalu memperhatikan teknik komunikasi terapeutik
nada suara, jarak interaksi dengan perawat. Semakin baik komunikasi
anak, sentuhan yang diberikan yang dilakukan perawat dengan
kepada anak harus atas persetujuan pasien maka angka kecemasan pada
anak (Munandar, 2006). Apabila anak akan semakin berkurang.
perawat dalam berinteraksi dengan Sebaliknya jika komunikasi
pasien tidak memperhatikan sikap terapeutik perawat dilakukan kurang
dan teknik dalam komunikasi baik maka akan menyebabkan
terapeutik dengan benar dan tidak tingginya tingkat kecemasan yang
berusaha untuk menghadirkan diri terjadi pada anak. Dukungan
secara fisik yang dapat memfasilitasi keluarga juga berperan penting
komunikasi terapeutik, maka dalam tingkat kecemasan pada anak.
hubungan yang baik antara perawat Anak akan merasa aman jika berada
dengan pasein pun akan sulit terbina didekat orang-orang yang dia
(Anggraini, 2009). sayangi.

14
KESIMPULAN Keperawatan. Jakarta: Trans
Info Media.
Berdasarkan hasil dan
Hastono, S. P. & Sabri (2010).
analisis penelitian, secara umum
Statistik Kesehatan. Jakarta:
dapat disimpulkan bahwa Terdapat PT. Raya Grafindo Persada.
hubungan yang bermakna antara Hannan, dkk(2012). Hubungan
komunikasi terapeutik perawat Pelaksanaan Komunikasi
Terapeutik Perawat dengan
dengan tingkat kecemasan pada anak
Tingkat Kecemasan pada
usia prasekolah yang dirawat di Anak Usia Prasekolah di
RSUD Dr. Soedarso dan RSU Yarsi Ruang Perawatan Anak
RSUD Ambarawa.Jurnal
Pontianak. Keperawatan.

DAFTAR PUSTAKA Hidayat. (2008). Metode Penelitian


Keperawatan dan Teknik
Adriana, D. (2011). Tumbuh Analisa Data. Jakarta:
Kembang dan Therapy Salemba Medika.
Bermain Pada Anak. Jakarta:
Hidayat, A.(2010). Metode
Salemba Medika.
Penelitian Kesehatan :
Apriany, D. (2013). Hubungan Paradigma Kuantitatif.
Antara Hospitalisasi Anak Surabaya: Health Books
Dengan Tingkat Kecemasan Publishing.
Pada Orang Tua. Jurnal
Hurlock, E. B. (2010). Psikologi
Keperawatan Soedirman
Perkembangan : Suatu
(The Soedirman Journal of
Pendekatan Sepanjang
Nursing), Volume 8, Hal. 92-
Rentang Kehidupan. Jakarta:
104.
Erlangga.
Asmayanty. (2009). Hubungan Lama
Hurlock, E. B. (2011). Psikologi
Hospitalisasi Dengan Tingkat
Perkembangan : Suatu
Kecemasan Perpisahan
Pendekatan Sepanjang
Akibat Hospitalisasi pada
Rentang Kehidupan. Jakarta:
Anak Usia Prasekolah di
Erlangga.
RSU PKU Muhammadiyah
Bantul. Jurnal Keperawatan. Keliat B, dkk. (2006). Proses
Keperawatan JiwaEdisi II.
Bezt, C. & Sowden, L. (2009). Buku
Jakarta: EGC.
Saku Keperawatan Pediatrik.
Jakarta: EGC. Kyle, T. & Susan, C. (2015). Buku
Ajar Keperawatan Pediatri
Dharma, Kelana K. (2015).
(Volume 1). Jakarta: EGC.
Metodologi Penelitian

15
Lumiu, Stella Engel, dkk (2013). Notoatmodjo, S. (2012). Metodologi
Hubungan Dukungan Penelitian Kesehatan.
Keluarga dengan Tingkat Jakarta: Rineka Cipta.
Kecemasan Akibat
Hospitalisasi pada Anak di Nursalam, dkk. (2005). Asuhan
Usia Prasekolah di IRINA E Keperawatan Bayi dan Anak.
BLU RSUP Prof. Dr. R. D. Jakarta: Salemba Medika.
Kandou Manado. Ejournal Patmonodewo, S (2008). Pendidikan
Keperawatan. Volume I. Anak Usia Prasekolah.
Margono. (2013). Metodologi Jakarta : Rineka Cipta.
Penelitian Pendidikan. Putra, Ardia. (2013). Hubungan
Jakarta: Rineka Cipta. Komunikasi Terapeutik
Montolalu. (2008). Bermain Perawat dengan Tingkat
Permainan Anak . Jakarta: Kepuasan Pasien di Ruang
Universitas Terbuka. Rawat Inap RSUD Dr.
Zainoel Abidin.Jurnal Ilmu
Mubin, M. F & Dessy M. H. (2010). Keperawatan.
Faktor-Faktor yang
Berhubungan dengan Sabri, H. D. (2012). Statistik
Kecemasan pada Anak Usia Kesehatan. Jakarta: Rajawali
Prasekolah di Bangsal Melati Pers.
RSUD Tugurejo
Santoso, S. (2010). Teori-Teori
Semarang.FIKKes.Jurnal
Psikologi Sosial. Bandung:
Keperawatan.Volume 3
Refika Aditama.
Marfuedz, (2005). Metodologi
Santoso, Dwi A, dkk. (2012).
Penelitian Bidang Kesehatan,
Pengaruh Penerapan
Keperewatan, Kebidanan,
Komunikasi Terapeutik
Kedokteran. Yogya:
Perawat Terhadap Perilaku
Fitramaya.
Kooperatif Anak Usia
Notoatmodjo, S. (2003). Pendidikan Toodler di RSUD Tugurejo
dan Perilaku Kesehatan. Semarang: Jurnal
Jakarta: Rineka Cipta. Keperawatan.

Notoatmodjo, S. (2007). Promosi Soetjiningsih, Gde Ranuh IGN


Kesehatan dan Ilmu Perilaku (2013). Tumbuh Kembang
Kesehatan. Jakarta: Rineka Anak. Jakarta: EGC.
Cipta. Stuart, G. (2007). Buku Saku
Notoatmodjo, S. (2010). Metode Keperawatan JiwaEdisi V.
Penelitian Kesehatan. Jakarta: EGC.
Jakarta: Rineka Cipta.

16
Stuart & Sudden. (2007). Buku Saku Manusia (KDM).
Keperawatan Jiwa (4 ed.). Yogyakarta: Nuha Medika.
Jakarta: EGC.
Wong, D. L. (2009). Buku Ajar
Sugiyono. (2010). Metode Penelitian Keperawatan Pediatrik (Vol.
Kuantitatif, Kualitatif Dan R Volume 2). Jakarta:
& D. Bandung: Alfabeta. EGC.(Naskah Publikasi).
Suliswati. (2005). Konsep Dasar Riset Kesehatan Dasar Provinsi
Keperawatan Kesehatan Kalimantan Barat, 2013,
JIwa. Jakarta: EGC. Pedoman Pewawancara
Supartini, Y. (2004). Buku Ajar Petugas Pengumpul Data.
Konsep Dasar Keperawatan
Wong, D. L. (2008). Buku Ajar
Anak. Jakarta: EGC.
Keperawatan Pediatrik (Vol.
Supartini, Y. (2012). Buku Ajar Volume 2). Jakarta: EGC.
Konsep Dasar Keperawatan
Yulianty I, R. (2011). Permainan
Anak. Jakarta: EGC.
Yang Meningkatkan
Suriadi & Yuliani, R. (2010). Asuhan Kecerdasan Anak. Jakarta:
Keperawatan Pada Anak. Laskar Aksara.
Jakarta: CV. SAGUNG
Zuhdataini, M. (2015). Hubungan
SETO.
Dukungan Keluarga dengan
Wahyuni, A. A. (2016). Tingkat Tingkat Kecemasan Akibat
Kecemasan Pada Anak Hospitalisasi pada Anak Usia
Prasekolah. GASTER, Prasekolah (3-6 tahun) di
Volume XIV, 100-111. Ruang Anak RSUD
Balung.Jurnal Ilmu
Widianti, S. &. (2011). Catatan
Keperawatan.
Kuliah Kebutuhan Dasar

17

Anda mungkin juga menyukai