Anda di halaman 1dari 4

SURAT KEPUTUSAN DIREKTUR RUMAH SAKIT UMUM DR.

SUYUDI

NOMOR 241/SK.DIR/PKPO/XII/18

TENTANG KEBIJAKAN BATASAN PENULISAN


RESEP RUMAH SAKIT 

DIREKTUR RUMAH SAKIT UMUM DR. SUYUDI


MENIMBANG     
1. Bahwa resep adalah permintaan tertulis dari dokter, dokter gigi atau dokter
hewan kepada Apoteker untuk membuat dan memberikan obat kepada pasien.
2. Bahwa rumah sakit perlu memperhatikan tentang tata cara peresepan dan
pembatasan penulisan resep sesuai dengan kebijakan rumah sakit.
3. Bahwa untuk mekanisme penulisan resep dan batasan penulisan resep diatas
maka rumah sakit perlu menerbitkan kebijakan batasan penulisan resep.

MENGINGAT
:`
1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit
2. Undang – Undang No.35 tahun 2009 tentang Narkotika
3. Undang – Undang No. 5 tahun 1997 tentang Psikotropika
4. Peraturan Pemerintah No.51 tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian
5. Peraturan Menteri Kesehatan No. 58 tahun 2014 tentang Standar Pelayanan
Kefarmasian di Rumah Sakit
6. Peraturan Menteri Kesehatan No.9 tahun 2017 tentang Apotek
MEMUTUSKAN :

MENETAPKAN :
PERTAMA : KEPUTUSAN DIREKTUR RUMAH SAKIT UMUM DR.
SUYUDI TENTANG KEBIJAKAN BATASAN PENULISAN
RESEP RUMAH SAKIT

KEDUA : Kebijakan Batasan Penulisan Resep  di Rumah Sakit Permata


Hati sebagaimana tercantum dalam Lampiran Keputusan ini
KETIGA :Pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan pelayanan farmasi
mengenai Batasan Penulisan Resep  di Rumah Sakit Permata Hati
dilaksanakan oleh Kepala Bagian Medis Rumah Sakit Permata
Hati.
KEEMPAT : Peraturan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan, dan apabila
dikemudian hari ternyata terdapat kekeliruan dalam penetapan ini,
akan diadakan perbaikan sebagaimana mestinya

Ditetapkan di Lamongan,

Pada tanggal, 27 Maret 2022

Rumah Sakit umum Dr. Suyudi

Lampiran Surat Keputusan Direktur Rumah Sakit umum Dr. Suyudi


No 241/SK.DIR/PKPO/XII/18 Tertanggal 27 Maret 2022
KEBIJAKAN YANG MENETAPKAN BATASAN PENULISAN RESEP
RUMAH SAKIT UMUM DR. SUYUDI

PENULISAN RESEP

1. Yang berhak menulis resep adalah staf medis purnawaktu, dan dokter tamu yang
bertugas dan mempunyai surat izin praktik di RS 
2. Yang berhak menulis resep narkotika adalah dokter yang memiliki nomor SIP (Surat
Izin Praktik) atau SIPK (Surat Izin Praktik Kolektif) di RS 
3. Yang berhak menulis obat anestesi untuk sedasi adalah dokter yang memiliki nomor
SIP (Surat Izin Praktik) atau SIPK (Surat Izin Praktik Kolektif) di RS  dan memiliki
kewenangan melalui ketetapan dari direktur utama RS 
4. Obat-obat yang sedang digunakan pasien sebelum masuk rumah sakit harus dicatat
pada rekam medis dan diketahui oleh petugas farmasi, dan dapat diakses oleh petugas
kesehatan lain yang terkait.
5. Resep pertama harus dilakukan penyelarasan obat (medication reconciliation).
Penyelarasan obat adalah membandingkan antara daftar obat yang sedang digunakan
pasien sebelum admisi dan obat yang akan diresepkan agar tidak terjadi duplikasi,
terhentinya terapi suatu obat (omission) atau kesalahan obat lainnya.
6. Penulis resep harus memperhatikan kemungkinan adanya kontraindikasi, interaksi
obat, dan reaksi alergi.
7. Terapi obat dituliskan dalam resep dan rekam medik hanya ketika obat pertama kali
diresepkan, rejimen berubah, atau obat dihentikan. Untuk terapi obat lanjutan pada
rekam medik dituliskan “terapi lanjutkan” dan pada catatan pemberian obat tetap
dicantumkan nama obat dan rejimennya.
8. Resep dibuat secara manual pada blanko lembar resep berkop RS  yang telah
dibubuhi stempel Unit Pelayanan tempat pasien dirawat/berobat.
9. Tulisan harus jelas dan dapat dibaca, menggunakan istilah dan singkatan yang lazim
sehingga tidak disalahartikan.
10. Dokter harus mengenali obat-obat yang masuk dalam daftar Look Alike Sound
Alike (LASA) yang diterbitkan oleh Unit Farmasi, untuk menghindari kesalahan
pembacaan oleh tenaga kesehatan lain.
11. Obat yang diresepkan harus sesuai dengan Formularium RS .
12. Pasien dengan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) harus diresepkan obat sesuai
Formularium Nasional (Fornas). Jika dibutuhkan  obat non Fornas, maka harus
mendapatkan persetujuan Tim Pengendali di Unit Pelayanan.
13. Alat kesehatan yang diresepkan harus sesuai dengan yang tercantum dalam Daftar
Alat Kesehatan RS .
14. Jenis-jenis resep yang dapat dilayani : resep reguler, resep  cito, resep pengganti obat
emergensi.
15. Penulisan resep harus dilengkapi/memenuhi hal-hal sebagai berikut :
a. Nama pasien
b. Nomor rekam medis
c. Tanggal lahir
d. Berat badan pasien (untuk pasien anak)
e. Nama dokter
f. Tanggal penulisan resep
g. Nama ruang pelayanan
h. Memastikan ada tidaknya riwayat alergi obat dengan mengisi kolom riwayat
alergi obat pada bagian kanan atas lembar resep.
i. Obat ditulis dengan nama generik atau sesuai dengan nama Formularium ,
dilengkapi dengan bentuk sediaan obat (contoh : injeksi, tablet, kapsul, salep),
serta kekuatannya (contoh : 500mg, 1gram)
j. Jumlah sediaan
k. Bila obat berupa racikan dituliskan nama setiap jenis/bahan obat dan jumlah
bahan obat (untuk bahan padat : microgram, miligram, dan gram dan untuk
cairan : tetes, mililiter, liter).
l. Pencampuran beberapa obat jadi dalam satu sediaan tidak dianjurkan, kecuali
sediaan dalam bentuk  tersebut campuran tersebut telah terbukti aman dan
efektif.
m. Penggunaan obat off-label (obat yang indikasinya di luar indikasi yang
disetujui oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan RI) harus
berdasarkan clinical pathway atau panduan pelayanan medik yang ditetapkan.
n. Aturan pakai (frekuensi, dosis, rute pemberian). Untuk aturan pakai jika perlu
atau “prn” atau “pro re nata”, harus dituliskan indikasi (contoh : bila nyeri,
bila demam dsb) dan dosis maksimal dalam sehari.
16. Pasien diberi penjelasan tentang efek tidak diharapkan yang mungkin terjadi akibat
penggunaan obat.
17. Perubahan terhadap resep/instruksi pengobatan yang telah diterima oleh
apoteker/asisten apoteker harus diganti dengan resep/instruksi pengobatan baru.
18. Resep/instruksi pengobatan yang tidak memenuhi kelengkapan  yang ditetapkan,
tidak akan dilayani oleh petugas farmasi.
19. Jika resep/instruksi pengobatan tidak dapat dibaca atau tidak jelas, maka
perawat/apoteker/asisten apoteker yang menerima resep/instruksi pengobatan tersebut
harus menghubungi dokter penulis resep sesuai dengan Standar Prosedur
Operasional Penanganan Resep Yang Tidak Jelas.
20. Instruksi lisan (Verbal Order) harus diminimalkan. Instruksi lisan untuk obat High
Alert tidak diperbolehkan kecuali dalam situasi emergensi. Instruksi lisan tidak
diperbolehkan saat dokter berada di ruang rawat. Pelaksanaan instruksi lisan
mengikuti Standar Prosedur Operasional Instruksi Lisan.
21. Setiap obat yang diresepkan harus sesuai dengan yang tercantum dalam rekam
medik.
22. Kelanjutan terapi obat yang sempat dihentikan karena operasi atau sebab lain harus
dituliskan kembali dalam bentuk resep/instruksi pengobatan baru.

Anda mungkin juga menyukai