Anda di halaman 1dari 9

IMPLEMENTASI FINTECH TERHADAP KEBERLANJUTAN

INDUSTRI USAHA KECIL DAN MENENGAH (UKM) MAKANAN DAN


HUBUNGANNYA DENGAN INOVASI TERBUKA

TUGAS PAPER

Dibuat oleh :

Nama : Febry Siti Aisyah

NIM : 19111020104
JAKARTA

2022

Implementasi Fintech terhadap Keberlanjutan Industri Usaha Kecil dan Menengah


(UKM) Makanan dan Hubungannya dengan Inovasi Terbuka

ABSTRAK

Pertumbuhan bisnis Financial Technology (FinTech) memberikan peluang bagi


pemilik UKM sektor makanan untuk mengakses pembiayaan dan mengembangkan kapasitas
usahanya. Saat ini, salah satu dari layanan FinTech yang berkembang dengan pesat adalah
peer-to-peer lending (P2PL). FinTech untuk usaha kecil adalah alternatif pembiayaan yang
lebih mudah diakses. Adopsi FinTech harus meningkatkan keberlanjutan usaha kecil. Dengan
FinTech, kapasitas usaha kecil meningkat dan memungkinkan mereka untuk lebih kompetitif
dan bertahan di pasar. Untuk usaha kecil dan menengah dimana mereka memiliki sumber
daya yang terbatas untuk berinovasi, maka inovasi terbuka adalah solusi yang tepat untuk
UKM dapat bersaing dalam industri bisnis.

Kata Kunci : Bisnis, FinTech, Industri, Makanan, P2PL, UKM.

PENDAHULUAN

Usaha kecil dan menengah (UKM) telah menjadi bagian penting dari kegiatan
ekonomi di Indonesia terutama dalam mengurangi angka kemiskinan dan menciptakan
lapangan kerja. Abadly et al., (2020) mengatakan bahwa pemerintah di negara berkembang
mengakui peran penting dari usaha kecil dan menengah dalam pembangunan ekonomi
nasional. UKM makanan (small food business) berpeluang untuk memberikan kontribusi ang
lebih besar untuk mencapai tujuan pembangunan yang berkelanjutan (SDGs), yaitu
mengurangi kelaparan, perlindungan lingkungan dan penyediaan keamanan pangan
(Verboven et al., 2016). Namun, UKM sektor makanan ini masih menghadapi banyak
hambatan dalam perkembangannya untuk memperluas kontribusi yang diberikan. Beberapa
hambatan yang sering muncul adalah keterbatasan finansial, kurangnya teknologi dan sumber
daya manusia (Najib et al., 2020). Disamping itu, pemilik UKM masih memiliki keterbatasan
akses pembiayaan dari bank atau lembaga keuangan formal lainnya. Menurut Dong et al.,
(2014) UKM diperkirakan berkontribusi sebesar 55% dari PBD untuk negara-negara yang
tergabung dalam kerjasama ekonomi dan organisasi pembangunan, serta mampu
menyediakan kesempatan kerja sebesar 60% di seluruh dunia. Secara ekonomi manfaat dari
peningkatan akses UKM ke sektor keuangan menjadi sangat penting. Oleh karena itu,
menjelaskan hubungan antara adopsi FinTech dan keberlanjutan usaha kecil adalah hal baru
yang penting dalam paper ini.

PEMBAHASAN

Perusahaan FinTech di Indonesia diperkenalkan untuk membantu sektor pendukung


mengatasi keterbatasan topografi, menjangkau daerah yang lebih terpencil. Pertumbuhan
bisnis Financial Technology (FinTech) memberikan peluang bagi pemilik UKM sektor
makanan untuk mengakses pembiayaan dan mengembangkan kapasitas usahanya. Saat ini,
salah satu dari layanan FinTech yang berkembang dengan pesat adalah peer-to-peer lending
(P2PL). Pada tahun 2019, ukuran pasar P2PL global mencapai $67,93, dan pada tahun 2027
diproyeksikan akan mencapai $558,91 miliar dengan tingkat pertumbuhan tabungan
gabungan (CAGR) sebesar 29,7% dari tahun 2020 hingga tahun 2027 (AMR, 2020). Di
Indonesia pertumbuhan pinjam FinTech diproyeksikan mencapai lebih 214% pada tahun
2018-2020 (PwC Indonesia, 2019).

Platform P2PL ini dapat menghilangkan kebutuhan bank untuk bertindak sebagai
perantara karena menyediakan market online yang cocok untuk investor yang mau
meminjamkan dengan peminjam yang mencari pinjaman. Pada dasarnya P2PL bukanlah
model bisnis baru, karena secara tradisional melakukan pinjam meminjam tanpa perantara
sudah biasa dilakukan. Namun di era revolusi industri 4.0 P2PL bertindak sebagai perantara
untuk menfasilitasi kepentingan investor dengan yang meminjam sehingga menjadi layak
melalui FinTech ini. P2PL di era industri 4.0 telah mengambil keuntungan dari teknologi
digital, sehingga memungkinkan proses yang lebih sederhana untuk mengurangi biaya,
memungkinkan penggunaan kontrak elektronik, diversifikasi investror untuk mengurangi
resiko kredit dan penggunaan informasi lebih lanjut dalam credit scoring sehingga proses
pencairan kredit juga lebih cepat (Herrero et al., 2017).

P2P lending sering disebut dengan marketplace lending atau crowd lending, yang
merupakan salah satu bentuk utama dari crowdfunding. Karena kemajuan informasi yang
pesat teknologi dan sulitnya usaha kecil dalam menerima kredit dari bank, P2P platform
pinjaman menerima respon positif di pasar pembiayaan UKM. P2PL itu sendiri meliputi
pembiayaan yang bersumber dari crowdfunding dan lembaga keuangan, yang dapat
disalurkan ke usaha kecil atau konsumen. P2PL sebagai bagian dari inovasi keuangan
memberikan dampak positif bagi operasional dan produktivitas usaha kecil. Peran FinTech
yang paling penting adalah dapat meningkatkan akses keuangan bagi usaha kecil salah
satunya bidang makanan yag tidak dapat ditanggung oleh bank atau lembaga keuangan
formal lainnya (Pizzi, et al., 2020). FinTech cocok untuk usaha kecil karena memang tidak
perlu menyediakan agunan pendanaan. Selain itu, P2PL memiliki keuntungan memberikan
pinjaman dengan tingkat bunga yang lebih rendah dan tanpa jaminan kepada peminjam,
sementara pemberi pinjaman mendapatkan pengembalian investasi yang tinggi (Thakor,
2019).

Revolusi Industri 4.0 telah memberikan banyak dampak pada sektor bisnis. Keuangan
jasa merupakan salah satu sektor yang mendukung kemajuan industri 4.0 yang salah satunya
ditandai dengan kemunculan FinTech. FinTech berkembang pesat dalam berbagi sektor
industri karena mampu memberikan inovasi baru dalam produk dan layanan menggunakan
teknologi kontemporer (Arnew et al., 2020). Teknologi finansial ini terdiri dari aplikasi yang
memiliki mesin skala besar yang menggunakan internet of things (IoT) untuk kenyamanan
finansial (Huynh et al., 2020). Sedangkan Haddad dan Hornuf (2019) mendefinisikan
FinTech sebagai fasilitas keuangan yang menggunakan teknologi digital dalam menyediakan
produk dan layanannya. Keberadaan FinTech ini dapat mengurangi kesenjangan pembiayaan
untuk usaha kecil dengan memperkenalkan model bisnis baru berbasis teknologi informasi,
serta peningkatan layanan keuangan yang ada.

P2PL yang merupakan salah satu inovasi FinTech yang saat ini banyak berkembang
bisa dikatakan menjadi model pembiyaan, yaitu platform multi-sisi yangg dapat menfasilitasi
lembaga keuangan dan investor kecil untuk mendanai star-up dan usaha kecil. Ketika
seseorang ditawari produk inovasi teknologi dan belajar menggunkan teknologi tersebut,
maka hal ini akan memberikan dampak pada kinerja mereka. Kemudian akan mengadopsi
teknologi baru kedepannya, dengan harapan akan lebih meningkatkan kinerja mereka. Najib
dan Fahma (2020) juga menyatakan bahwa ekspektasi kinerja adalah faktor kunci yang
memengaruhi proses perkembangan usaha kecil dibidang makanan ini untuk mengadopsi
sistem pemayaran digital. Dalam adopsi FinTech, harapan dari kinerja yang lebih baik dari
UKM jug akan mempengaruhi adopsi dari FinTech ini sendiri.

Dalam sebuah penelitian yang dilakukan oleh Etmawati et al., (2021) terdapat
hubungan positif antara adopsi P2PL melalui FinTech dengan keberlanjutan usaha kecil
dibidang makanan. Dalam penelitian ini juga menunjukkan pengetahuan masyarakat
memiliki pengaruh kuat terkait adopsi FinTech ini. Oleh karena itu, diperlukan informasi
yang lengkap mengenai FinTech itu sendiri, serta jenis pembiayaan yang tersedia dan tata
cara memperoleh pembiayaan dari Fintech P2PL melalui media sosial dan alat sosialisasi
lainnya. Sampai saat ini, keberlanjutan bisnis telah masalah penting bagi usaha kecil –
terutama usaha kecil yang masih dalam tahap awal. Kurangnya modal adalah masalah kritis
selain pasar dan MASALAH persaingan. Paper ini memberikan solusi empiris untuk masalah
kecil keberlanjutan bisnis dengan meningkatkan kapasitas operasionalnya melalui pendanaan
dari FinTech pinjaman P2P. Temuan empiris membuktikan bahwa variabel pengaruh sosial
dan nilai harga adalah determinan terkuat adopsi FinTech oleh pemilik usaha kecil makanan
di Indonesia. Kekuatan variabel pengaruh sosial dalam penelitian ini berkaitan erat dengan
konteks masyarakat Indonesia, dimana secara sosial budaya masyarakat Indonesia memiliki
tingkat kekuasaan yang cukup tinggi. Dalam hal ini, peran opinion leader dan patron sangat
mempengaruhi perilaku pengambilan keputusan oleh konsumen.

Oleh karena itu, pengelola FinTech P2P lending perlu bersosialisasi dan mendekati
orang-orang berpengaruh atau pemimpin opini di masyarakat, dan mendukung untuk
meyakinkan pemilik usaha kecil tentang manfaat FinTech P2P lending. Di Selain itu, berita
positif tentang FinTech perlu disebarluaskan secara masif. Berita positifnya adalah bagian
dari pengaruh sosial yang dapat mempengaruhi pengelola usaha kecil dalam mengadopsi
FinTech. Pengelola FinTech perlu menggunakan media sosial dan meningkatkan keterlibatan
yang kompeten dan tokoh berpengaruh dalam perbincangan publik di media sosial tentang
FinTech. Hal ini akan memiliki pengaruh sosial yang kuat terhadap pelaku usaha kecil dalam
mengadopsi FinTech, sebagaimana mereka akan merasa bahwa banyak pengusaha lain di
lingkungan mereka telah mendapat banyak manfaat dari adopsi FinTech. Sosialisasi FinTech
P2P lending melalui media sosial juga bisa meningkatkan pengetahuan pemilik usaha kecil
tentang apa itu FinTech dan cara kerjanya.

Soal nilai harga bahkan pemilik UKM makanan cukup rasional dalam memilih
pembiayaan, mereka tidak memilih pembiayaan hanya karena kemudahan dalam
mengajukan pembiayaan, tetapi juga memikirkan bagaimana mendapatkan harga terbaik dari
semua penawaran pembiayaan yang tersedia, karena itu pengelola FinTech perlu menetapkan
strategi harga yang kompetitif untuk dapat melakukan “penetrasi” pada usaha kecil makanan.
Dalam hal ini, subsidi bunga dari pemerintah, seperti yang disalurkan melalui bank, dapat
juga disalurkan melalui Fintech, sehingga bisnis makanan kecil dapat menikmati harga yang
lebih baik. Biaya pembiyaan yang rendah akan sangat membantu usaha kecil dalam
mempertahankan keberlanjutan usahanya, karena pendapatan mereka tidak hanya habis untuk
membayar hutang, tetapi juga dapat digunakan untuk menambah kapasitas bisnis dan
operasional perusahaan. Hal ini akan meningkatkan kinerja usaha kecil makanan, yang pada
gilirannya dapat meningkatkan kemapuan usaha kecil untuk bertahan hidup, bahkan tumbuh
dan berkembang dengan baik. Dengan pengelolaan data berbasis teknologi yang baik, Fintech
akan mampu mencapai efisiensi.

Penggunaan sumber daya dari luar organisasi dalam hal inovasi biasanya disebut
dengan inovasi terbuka (Chesbrough, 2003). Untuk usaha kecil dan menengah dimana
mereka memiliki sumber daya yang terbatas untuk berinovasi, maka inovasi terbuka adalah
solusi yang tepat untuk UKM dapat bersaing dalam industri bisnis. Sebelumnya, inovasi
terbuka ini umumnya dilakukan dalam industri padat teknologi sperti IT atau sektor farmasi.
Industri makanan disebut sebagai bisnis yang relatif lambat, dimana tingkat investasi dalam
kegiatan R & D relatif rendah. Oleh karena itu industri makanan dinilai jarang menggunakan
inovasi terbuka dalam bisnisnya. Tren konsumen terhadap produk makanan saat ini sedang
mengalami pergeseran, dimana mereka semakin tertarik pada isu-isu kesehatan dan
keamanan pangan.

Konsumen juga menuntut produk pangan berkualitas tinggi yang mampu memenuhi
kepuasannya (Aguilera, 2005). Untuk bertemu perubahan permintaan konsumen, beberapa
perusahaan makanan berinovasi dengan internal mereka. Namun, banyak perusahaan tidak
memiliki kapasitas untuk memenuhi tantangan mengubah permintaan konsumen dengan
sumber daya mereka sendiri; mereka membutuhkan kerjasama dengan berbagai pihak
eksternal seperti perguruan tinggi, lembaga penelitian dan pemerintah untuk mengembangkan
inovasi. Dalam konteks ini, gagasan Inovasi Terbuka juga sangat relevan untuk industri
makanan. Khusus untuk usaha kecil makanan, inovasi terbuka sangat membantu. Literatur
dengan jelas menunjukkan bahwa meskipun inovasi terbuka pada awalnya diadopsi oleh
perusahaan yang bergerak di sektor teknologi tinggi, saat ini juga telah diadopsi oleh
makanan perusahaan yang telah dianggap sektor teknologi rendah.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Etmawati et al., (2021) memberikan bukti
empiris bahwa industri makanan, terutama usaha kecil makanan, telah diuntungkan dari
adopsi FinTech. FinTech membantu keberlanjutan bisnis makanan kecil, di mana FinTech
sendiri tidak hanya dibuat oleh industri perbankan besar, tetapi merupakan inovasi terbuka
produk dari perusahaan start-up yang dapat menjadi pesaing bagi bank (Mosteanu et al.,
2021). Karena itu, dari perspektif inovasi terbuka, industri makanan saat ini dapat dikatakan
memilih untuk mengadopsi inovasi terbuka dalam bisnisnya. Dengan kta lain dapat
dikatakan bahwa bisnis UKM bidang makanan (small food business) memiliki masa depan
yang cerah dengan memanfaatkan FinTech (financial technology) dalam pengembangan
usahanya.

PENUTUP

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa Perusahaan FinTech di Indonesia


diperkenalkan untuk membantu sektor pendukung mengatasi keterbatasan topografi,
menjangkau daerah yang lebih terpencil. Keberlanjutan Bisnis dari UKM makanan di
Indonesia memiliki hubungan yang posistif dengan pengaplikasian FinTech melalui P2PL
(peer-to-peer lending). Keberlanjutan bisnis memiliki menjadi isu penting bagi usaha kecil,
terutama mereka yang masih dalam jajaran start-up. Hasil pembahasan paper ini menemukan
bahwa ekspektasi kinerja, pengaruh sosial, kondisi fasilitasi, nilai harga, pengetahuan dan
persepsi keamanan mempengaruhi adopsi FinTech oleh pemilik usaha makanan kecil.
Variabel nilai harga dan pengaruh sosial adalah determinan terkuat adopsi FinTech oleh
pemilik usaha kecil makanan di Indonesia. Variabel ekspektasi bisnis, motivasi hedonis dan
perilaku kebiasaan tidak menentukan apakah pelaku usaha kecil mengadopsi aplikasi
FinTech. Keterbatasan modal merupakan masalah utama yang dihadapi selama ini, dan paper
ini memberikan gambaran empiris solusi masalah keberlangsungan usaha kecil dengan
meningkatkan kapasitas operasionalnya melalui pendanaan dari FinTech P2PL. Seperti
disebutkan, sektor FinTech khususnya pinjaman akan terus tumbuh dan memiliki masa depan
yang cerah. Ekspansinya akan mendukung usaha kecil dan menengah di Indonesia, karena
alasan utama rendahnya produktivitas mereka adalah karena akses pembiayaan yang buruk.
Disamping itu untuk meningkatkan daya saing UKM makanan pada zaman sekarang dalam
dunia bisnis perlu dilakukan sebuah inovasi baru yang dikenal dengan inovasi terbuka.

DAFTAR PUSTAKA

Abadli, R.; Kooli, C.; Otmani, A. Entrepreneurial culture and promotion of exporting in
Algerian SMEs: Perception, reality and challenges. Int. J. Entrep. Small Bus. 2020, 41,
227–240.

Aguilera, J.M. Seligman Lecture 2005: Food product engineering: Building the right
structures. J. Sci. Food Agric. 2006, 86, 1147–1155.

Allied Market Research. Peer to Peer Lending Market Outlook—2027. 2020. Available
online: https://www.alliedmarketresearch.com/peer-to-peer-lending (accessed on 3
February 2022).

Arner, D.W.; Buckley, R.P.; Zetzsche, D.A.; Veidt, R. Sustainability, FinTech and Financial
Inclusion. Eur. Bus. Organ. Law Rev. 2020, 21, 7–35.

Chesbrough, H.W. The era of open innovation. Mit Sloan Manag. Rev. 2003, 44, 35–41.

Dong, Y.; Men, C. SME Financing in Emerging Markets: Firm Characteristics, Banking
Structure and Institutions. Emerg. Mark. Financ. Trade 2014, 50, 120–149.

Haddad, C.; Hornuf, L. The emergence of the global FinTech market: Economic and
technological determinants. Small Bus. Econ. 2019, 53, 81–105.

Herrero, Á.; San Martín, H.; Garcia-De los Salmones, M.d.M. Explaining the adoption of
social networks sites for sharing user-generated content: A revision of the UTAUT2.
Comput. Hum. Behav. 2017, 71, 209–217.

Huynh, T.L.D.; Hille, E.; Nasir, M.A. Diversification in the age of the 4th industrial
revolution: The role of artificial intelligence, green bonds and cryptocurrencies.
Technol. Forecast. Soc. Chang. 2020, 159, 120188.

Mosteanu, N.R.; Faccia, A. FinTech Frontiers in Quantum Computing, Fractals, and


Blockchain Distributed Ledger: Paradigm Shifts and Open Innovation. J. Open Innov.
Technol. Mark. Complex. 2021, 7, 19.

Najib, M.; Fahma, F. Investigating the adoption of digital payment system through an
extended technology acceptance model: An insight from the indonesian small and
medium enterprises. Int. J. Adv. Sci. Eng. Inf. Technol. 2020, 10, 1702–1708.
Pizzi, S.; Corbo, L.; Caputo, A. FinTech and SMEs sustainable business models: Reflections
and considerations for a circular economy. J. Clean. Prod. 2020, 281, 125217.

Thakor, A.V. FinTech and banking: What do we know? J. Financ. Intermediat. 2019, 41, 1–
13.

Verboven, H.; Vanherck, L. Sustainability management of SMEs and the UN Sustainable


Development Goals. UmweltWirtschaftsForum. 2016, 24, 165–178.

Anda mungkin juga menyukai