Anda di halaman 1dari 21

`PEREKONOMIAN INDONESIA

KEMISKINAN DAN DISTRIBUSI PENDAPATAN

OLEH:
KELOMPOK 4

I KADEK YASA ASTAWA (11)


DEWA MADE DWI SUJATMIKA (36)
NYOMAN PRAMANA BUDIARTHA (40)
I PUTU DARMAYASA SAPUTRA (41)

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS


UNIVERSITAS UDAYANA
2021
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pembangunan ekonomi yang dilaksanakan secara terencana, terarah dan
tepat guna akan berdampak pada model pembangunan yang cukup dinamis.
Ini berarti pembangunan dilakukan tidak hanya dilihat dari segi pertumbuhan
ekonomi tetapi juga mencapai terwujudnya pemerataan secara local,
sectoral,nasional dan secara individual. Dimana tujuanutama dari usaha-usaha
pembangunan ekonomi selain menciptakan pertumbuhan yang setinggi-
tingginya,harus pula menghapus atau mengurangi tingkat ketimpangan
pendapatan, kemiskinan dan tingkat pengangguran. Kesempatan kerja bagi
penduduk atau masyarakat akan memberikan pendapatan untuk memenuhi
kebutuhan hidupnya (Tadora, 2009).
Dalam pengimplementasiannya, antara pertumbuhan ekonomi yang tinggi
dengan pemerataan pendapatan seperti sudah menjadi suatu trade off sebagai
tujuan yang ingin dicapai, yaitu pembangunan dalam rangka pemerataan.
Apabila target dari implementasi pembangunan hanya sekedar ingin
mendapatkan pertumbuhan yang tinggi, maka masalah pemerataan
pembangunan bisa terabaikan. Hal ini karena pertumbuhan ekonomi yang
tinggi biasanya diciptakan oleh sekelompok orang yang lebih kaya dan hal ini
menyebabkan pertumbuhan ekonomi hanya dirasakan oleh kelompok-
kelompok tertentu sedangkan kelompok masyarakat yang tidak ikut
berkontribusi dalam menciptakan pertumbuhan tidak akan menerima
manfaatnya.
Sebaliknya jika dalam proses penciptaan pertumbuhan ekonomi itu
semakin banyak masyarakat yang berkontribusi, maka manfaatnya akan dapat
dinikmati oleh kelompok masyarakat yang lebih luas. Namun ada
konsekuensinya, yaitu tingkat pertumbuhan ekonomi yang dicapai tidak
terlalu tinggi karena adanya perbedaan kemampuan antar kelompok
masyarakat dalam menciptakan pertumbuhan itu sendiri atau karena untuk
mendorong keterlibatan masyarakat yang lebih banyak dengan kemampuan
yang berbeda-beda, Sebagian dana pembangunan dialokasikan untuk
mendorong peningkatan kemampuan masyarakat itu untuk berkontribusi aktif
dalam pembangunan yang dilakukan.
Berdasarkan data BPS (2018) fakta memperlihatkan bahwa laju
pertumbuhan pendapatan per kapita Indonesia menurut harga kostan 2010
selama tahun 2011 sampai 2018 cenderung mengalami fluktuasi dimana pada
tahun 2011 sebesar 4,65% dan pada tahun 2014 menurun dengan
pertumbuhanrata-rata per tahun sebesar 3,95%. Kemudian ketimpangan
distribusi pendapatan di Indonesia dengan indicator Gini Ratio, pada tahun
2011 mencapai 0,399 dan pada tahun 2018 mengalami penurunan menjadi
0,387. Terkait dengan data ini, dapat dipelajari bahwa jumlah penduduk
kurang mampu (miskin) di Indonesia pada tahun 2011 sebesar 30,02 juta jiwa
dan mengalami penurunan di tahun 2018 menjadi 25,81 juta jiwa. Persentase
jumlah yang menurun ini bukan berarti Indonesia sudah berhasil melakukan
penekanan besar terhadap jumlah penduduk miskin, karena angka 25 juta
masih tergolong jumlah absolut yang relative tinggi. Suharyadi et al (2012)
dengan studi empirisnya menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi khususnya
pertumbuhan sector industri walaupun memberikan dampak yang besar untuk
pembentukan PDB Indonesia, namun dampak terhadap pengurangan
kemiskinan masih relatif kecil.
Dengan demikian telah dibuktikan dan diperkuat bahwa terjadi
ketimpangan dalam distribusi pendapatan masyarakat di Indonesia. Adam
Smith (1776) dalam Todaro (2009) mengatakan bahwa tidak ada masyarakat
yang menjadi maju dan bahagia apabila Sebagian besar masyarakatnya itu
hidup miskin dan sengsara. Ini berarti pertumbuhan ekonomi di Indonesia
masih diciptakan hanya oleh kelompok-kelompok masyarakat berpenghasilan
tinggi sehingga tidak semua masyarakat merasakan hasil dari proses
pembangunan yang dilakukan. Untuk itu, perlu dilakukan analisis untuk
mengetahui ketimpangan distribusi pendapatan baik nasional maupun
fungsional di Indonesia dan kaitannya dengan tingkat kemiskinan.
1.2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalahnya :
1. Bagaimana Indeks dan perkembangan distribusi pendapatan?
2. Bagaimana perkembangan distribusi fungsional?
3. Bagaimana kebijakan distribusi pendapatan?
4. Bagaimana dengan tingkat kemiskinan?

1.3 Tujuan Penulisan


Tujuan :
1. Untuk mengetahui besaran Indeks dan perkembangan distribusi
pendapatan.
2. Untuk mengetahui perkembangan distribusi fungsional.
3. Untuk mengetahui kebijakan distribusi pendapatan.
4. Untuk mengetahui keadaan tingkat kemiskinan.

1.4 Manfaat Penulisan


1. Manfaat Teoritis :
a. Diharapkan dapat memberikan manfaat dalam pengembangan ilmu,
referensi, serta informasi tambahan untuk penelitian sebelumnya yang
juga berfokus pada penelitian sejenis.
2. Manfaat Praktis :
a. Bagi pembaca dapat menambah wawasan tambahan pengetahuan
tentang distribusi pendapatan, distribusi fungsional serta kebijakan
distribusi pendapatan dan kaitannya dengan tingkat kemiskinan di
Indonesia.
b. Bagi penulis dapat memberikan gambaran tentang bagaimana keadaan
distribusi pendapatan, distribusi fungsional, dan kebijakan distribusi
pendapatan serta kaitannya dengan tingkat kemiskinan di Indonesia
BAB II
PEMBAHASAN

1. Indeks dan Perkembangan Distribusi Pendapatan


Para ekonom membedakan dua ukuran pokok distribusi pendapatan.
Kedua ukuran tersebut adalah distribusi ukuran, yakni besar atau kecilnya
bagian pendapatan yang diterima masing-masing orang dan distribusi
fungsional atau distribusi kepemilikan factor-faktor produksi. Dari dua
jenis distribusi pendapatan ini kemudian dihitung indicator untuk
menunjukan distribusi pendapatan masyarakat.

Distribusi Pendapatan Ukuran

Distribusi pendapatan ini secara langsung menghitung jumlah


pendapatan yang diterima oleh setiap individu atau rumah tangga. Banyak
pendapatan yang diterima seseorang pada ukuran ini tidak diperhitungkan
dari mana aslanya (baik dari gaji atau pendapatan lain seperti bunga
tabungan, laba, hasil sewa, hadiah, ataupun warisan). Selain itu lokasi
sumber pendapatan atau bidang kegiatan yang menjadi sumber pendapatan
juga diabaikan. Misal, jika A dan B memiliki pendapatan yang sama, maka
kedua orang tersebut langsung dimasukkan kedalam kelompok yang sama
tanpa memperhitungkan sumber pendapatnnya.

Para ekonom cenderung mengurutkan individu berdasarkan


pendapatan yang diterima, kemudian dibagi kedalam beberapa populasi.
Biasanya, populasi dibagi menjadi 5 kelompok yang disebut kuintil
(quintiles) atau 10 kelompok yang disebut desil (decile) sesuai dengan
tingkat pendapatan mereka, kemudian menetapkan berapa proporsi yang
diterima oleh masing-masing kelompok dari pendapatan nasional total.
Berikut merupakan contohnya:

Tabel distribusi ukuran pendapatan perorangan disuatu negara berdasarkan


pangsa pendapatan Kuintil dan Desil

Individu Pendapatn / Orang Pangsa (%) Kuintil Pangsa (%) Desil


(Unit orang)
1 0,8 5,0 1,8
2 1,0
3 1,4 3,2
4 1,8
5 1,9 9,0 3,9
6 2,0
7 2,4 5,1
8 2,7
9 2,8 13,0 5,8
10 3,0
11 3,4 7,2
12 3,8
13 4,2 22,0 9,0
14 4,8
15 5,9 13,0
16 7,1
17 10,5 51,0 22,5
18 12,0
19 13,5 28,5
20 15,0
Total (Pendapatan nasional) 100,0 100,0

100

Terdapat beberapa alat ukur tingkat ketimpangan pendapatan berdasarkan


bantuan distribusi ukuran, yakni :

1) Rasio kuetnez
Ukuran umum yang memperlihatkan tingkat ketimpagan dapat
dilihat pada kolom “pangsa (%) kuintil” yaitu perbandingan antara 40
persen anggota dengan pendapatan terkecil dan 20 persen anggotan
dengan pendapatan terbesar. Rasio kutnezs sering dipakai sebagai
ukuran tingkat ketimpangan antara dua kelompok, seperti kempok
sangat miskin dan kelompok yang sangat kaya di suatu negara. Rasio
ketimpangan dalam tabel diatas adalah 14 dibagi 51 yaitu 0,28.
2) Kurva Lorenz
Kurva Lorenz menggambarkan distribusi kumulatif pendapatan
nasional di kalangan lapisan-lapisan penduduk. Kurva ini terletak di
dalam sebuah bujur sangkar yang sisi tegaknya melambangkan
persentase kumulatif pendapatan nasional, sedangkan sisi datarnya
mewakili persentase kumulatif penduduk. Kurvanya sendiri
ditempatkan pada diagonal utama bujur sangkar tersebut.

Kurva Lorenz yang semakin dekat ke diagonal (semakin lurus)


menyiratkan distribusi pendapatan nasional yang semakin merata.
Sebaliknya, jika kurva Lorenz semakin jauh dari diagonal (semakin
lengkung), maka ia mencerminkan keadaan yang semakin buruk,
distribusi pendapatan nasional semakin timpang dan tidak merata.

3) Indeks Gini atau Rasio Gini


Gini Ratio digunakan untuk melihat adanya hubungan antara
jumlah pendapatan yang diterima oleh seluruh keluarga atau individu
dengan total pendapatan. Ukuran Gini Ratio sebagai ukuran
pemerataan pendapatan mempunyai selang nilai antara 0 sampai
dengan 1. Bila Gini Ratio mendekati nol menunjukkan adanya
ketimpangan yang rendah dan bila Gini Ratio mendekati satu
menunjukkan ketimpangan yang tinggi.

Nilai Gini
antara 0 dan 1, dimana nilai 0 menunjukkan tingkat pemerataan
sempurna, dan semakin besar nilai Gini maka semakin tidak sempurna
tingkat pemerataan pendapatan.
4) Kriteria Bank Dunia
Menurut Bank Dunia, ketimpangan distribusi pendapatan diukur
dengan menghitung persentase jumlah pendapatan masyarakat dari
kelompok yang berpendapatan rendah dibandingkan dengan total
pendapatan penduduk.
Perkembangan Distribusi Pendapatan

Ratio Gini Per Maret 2021

1) Pada Maret 2021, tingkat ketimpangan pengeluaran penduduk


Indonesia yang diukur oleh Gini Ratio adalah sebesar 0,384. Angka ini
menurun 0,001 poin jika dibandingkan dengan Gini Ratio September
2020 yang sebesar 0,385 dan meningkat 0,003 poin dibandingkan
dengan Gini Ratio Maret 2020 yang sebesar 0,381.
2) Gini Ratio di perkotaan pada Maret 2021 tercatat sebesar 0,401, naik
dibanding Gini Ratio September 2020 yang sebesar 0,399 dan Gini
Ratio Maret 2020 yang sebesar 0,393.
3) Gini Ratio di perdesaan pada Maret 2021 tercatat sebesar 0,315, turun
dibanding Gini Ratio September 2020 yang sebesar 0,319 dan Gini
Ratio Maret 2020 yang sebesar 0,317.
4) Berdasarkan ukuran ketimpangan Bank Dunia, distribusi pengeluaran
pada kelompok 40 persen terbawah adalah sebesar 17,76 persen. Hal
ini berarti pengeluaran penduduk pada Maret 2021 berada pada
kategori tingkat ketimpangan rendah. Jika dirinci menurut wilayah, di
perkotaan angkanya tercatat sebesar 16,81 persen yang berarti
tergolong pada kategori ketimpangan sedang. Sementara untuk
perdesaan, angkanya tercatat sebesar 20,68 persen, yang berarti
tergolong dalam kategori ketimpangan rendah.

2. Distribusi Fungsional
Ukuran distribusi pendapatan fungsional dapat juga dikatakan
sebagai pangsa pasar pendapatan per faktor produksi (functional or factor
share distribution of income). Ukuran ini berfokus pada bagian dari
pendapatan nasional total yang diterima oleh masing-masing faktor
produksi (tanah, tenaga kerja, dan modal). Teori distribusi pendapatan
fungsional pada dasarnya mempersoalkan persentase penghasilan tenaga
kerja secara keseluruhan, bukan sebagai unit-unit usaha atau faktor
produksi yang terpisah secara individual, dan membandingkannya dengan
persentase pendapatan total yang dibagikan dalam bentuk sewa untuk
tanah, upah untuk pekerja, bunga untuk modal dan laba untuk
kewiraswastaan. Pendapatan dalam masyarakat yang didasarkan pada
kepemilikan faktor produksi dapat dikelompokkan menjadi dua macam:

1. Pendapatan karena hasil kerja yang berupa upah atau gaji, di mana
tingkat produktifitas berpengaruh terhadap besarnya upah atau gaji.
2. Pendapatan dari sumber lain seperti sewa, laba, bunga, hadiah atau
warisan.
Relevansi teori fungsional menjadi kurang tepat karena tidak
memperhitung pentingnya peranan dan pengaruh kekuatan-kekuatan di
luar pasar yang menentukan harga faktor-faktor produksinya.
Perbedaan Distribusi Fungsional dengan Distribusi Pendapatan Ukuran
(Perorangan)
Distribusi Pendapatan Ukuran (Perorangan)
1. Ukuran ini secara langsung menghitung jumlah pendapatan yang
diterima oleh setiap individu atau rumah tangga.
2. Memperhatikan seberapa banyak pendapatan yang diterima seseorang
dan tidak peduli darimana sumbernya.
3. Lokasi sumber pendapatan (desa atau kota) maupun sektor atau
bidang kegiatan yang menjadi sumber pendapatan (pertanian,
manufaktur, perdagangan, jasa) juga diabaikan.

Distribusi Fungsional
1. Ukuran ini berfokus pada bagian dari pendapatan nasional total yang
diterima oleh masing-masing faktor produksi tanah, tenaga kerja, dan
modal.
2. Mempersoalkan persentase penghasilan tenaga kerja secara
keseluruhan.
3. Membandingkan persentase penghasilan tenaga kerja dengan
persentase pendapatan total yang dibagikan dalam bentuk sewa,
bunga, dan laba masing-masing merupakan perolehan dari tanah,
modal, uang, dan modal fisik.

Kurva Distribusi

Kurva permintaan dan penawaran merupakan sesuatu yang menentukan


harga per satuan dari masing-masing faktor produksi. Apabila harga per unit
faktor produksi dikalikan dengan kuantitas atau jumlah faktor produksi yang
digunakan, yang bersumber dari asumsi utilisasi atau daya manfaat faktor
produksi secara efisien (berarti biaya pada tingkat minimum). Berikut
merupakan ilustrasi mengenai teori distribusi tradisional mengenai
pendapatan fungsional. Diasumsikan bahwa hanya terdapat dua faktor
produksi saja, yaitu modal, yang persediaannya dianggap tetap, dan tenaga
kerja, yang merupakan satu-satunya faktor produksi variabel.
Keterangan :
(a) Kurva permintaan terhadap tenaga kerja denga kemiringan negative yang
diperlihatkan oleh DL, jika dipadukan dengan kurva penawaran tenaga
kerja dengan kemiringan positif yaitu SL, maka akan menghasilkan
tingkat upah ekuilibrium yaitu titik WE, dan tingkat tenaga kerja sebesar
LE.

(b) Output nasional ditunjukkan oleh bidang ORELE, di mana pendapatan


nasional tersebut akan dibagi untuk tenaga kerja dalam bentuk upah yang
ditunjukan oleh bidang OWEELE, dan pemilik modal dalam bentuk laba
yang ditunjukan oleh bidang WERE.

Keadaan Ketenagakerjaan Indonesia


Keterangan:

1. Terdapat 21,32 juta orang (10,32 persen penduduk usia kerja) yang
terdampak Covid-19. Terdiri dari pengangguran karena Covid-19 (1,82
juta orang), Bukan Angkatan Kerja (BAK) karena Covid-19 (0,70 juta
orang), sementara tidak bekerja karena Covid-19 (1,39 juta orang), dan
penduduk bekerja yang mengalami pengurangan jam kerja karena Covid-
19 (17,41 juta orang).
2. Jumlah angkatan kerja pada Agustus 2021 sebanyak 140,15 juta orang,
naik 1,93 juta orang dibanding Agustus 2020. Sejalan dengan kenaikan
jumlah angkatan kerja, Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) juga
naik sebesar 0,03 persen poin.

3. Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Agustus 2021 sebesar 6,49 persen,


turun 0,58 persen poin dibandingkan dengan Agustus 2020.

4. Penduduk yang bekerja sebanyak 131,05 juta orang, meningkat sebanyak


2,60 juta orang dari Agustus 2020. Lapangan pekerjaan yang mengalami
peningkatan persentase terbesar adalah sektor industri pengolahan yakni
0,65%, sedangkan lapangan pekerjaan yang mengalami penurunan
terbesar yaitu sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan 1,43%.

5. Selanjutnya sebanyak 77,91 juta orang atau 59,45% bekerja pada


kegiatan informal atau turun 1,02% diban ding Agustus 2020. 
6. Persentase pekerja paruh waktu naik sebesar 1,03% poin sedangkan
persentase setengah peng angguran turun 1,48% poin dibandingkan
Agustus 2020.

7. Jumlah pekerja komuter pada Agustus 2021 sebanyak 7,34 juta orang
atau naik sebesar 330 ribu orang disbanding Agustus 2020.

8. tingkat pengangguran terbuka (TPT) pada Agustus 2021 mencapai 9,1


juta orang (6,49%). Angka ini menunjukan penurunan jumlah TPT dari
posisi Agustus 2020 yang sebesar 9,77 orang (7,07%).
3. Kebijakan Distribusi Pendapatan

Banyak negara yang mengejar pertumbuhan ekonomi yang tinggi akhirnya


efek pemerataan kurang mendapat perhatian. Distribusi pendapatan yang
tidak merata merupakan masalah serius setiap negara. Negara yang semata-
mata mengejar pertumbuhan ekonomi tanpa memperhatikan pemerataan
distribusi pendapatan akan menghasilkan ketimpangan distribusi
pendapatan. Teknik Pemerataan Pendapatan adalah cara yang digunakan
untuk mengatasi ketimpangan pembagian pendapatan yang terjadi di
Indonesia. Ada beberapa teknik yang dapat digunakan untuk distribusi
pendapatan, antara lain :
A. Transfer Uang Tunai (NIT, Demogrant, WRS)
Transfer uang tunai merupakan pemberian subsidi berupa uang
tunai kepada orang yang termasuk berpenghasilan rendah. Model
transfer tunai dapat dibedakan menjadi 3 macam, yakni:
1) Model pajak pendapatan negatif (Negative Income Tax/NIT)
Pemerintah memberikan subsidi kepada penduduk yang dianggap
tidak mampu. Persyaratannya adalah bahwa keluarga yang diberi
subsidi merupakan keluarga yang penghasilannya di bawah pas-
pasan dan nilai yang disubsidi adalah selisih antara penghasilan
pas-pasan dengan penghasilan riil keluarga itu.
2) Model demogrant

Subsidi uang tunai dimana semua anggota kelompok demografi


menerima subsidi uang tunai yang sama, tanpa membedakan
tingkat penghasilan mereka. Kelompok demografi adalah
kelompok penduduk yang pendapatannya berada di bawah
penghasilan pas-pasan. Persyaratannya adalah bahwa batas
penghasilan pas-pasan ditetapkan pemerintah, yang disubsidi
adalah keluarga di bawah penghasilan pas-pasan dan subsidi
dihitung per jiwa dalam bentuk rupia.

3) Model subsidi upah (Wages Rate Subsidies/WRS)


Subsidi yang diberikan kepada buruh yang bekerja harian dan
penghasilannya di bawah upah pas-pasan, semakin banyak upah
buruh (sepanjang masih di bawah upah pas-pasan, semakin sedikit
subsidinya), namun subsidi maksimum juga ditetapkan dan upah
minimum juga harus ditetapkan oleh pemerintah.
B. Transfer Uang dan Barang
Transfer uang tunai sebagaimana tersebut di atas, dapat juga
diberikan sebagian dalam bentuk barang, hal ini dimaksudkan untuk
meminimalisir penyimpangan, karena nyatanya bantuan yang diberikan
oleh pemerintah biasanya tidak langsung dapat diterima oleh
masyarakat. Hal tersebut dapat direalisasikan salah satunya melalui
pemberian atau penyediaan langsung barang-barang konsumsi
perorangan dan jasa bagi golongan ekonomi lemah, Misalnya
penyediaan pusat-pusat kesehatan masyarakat di desa dan wilayah
pinggiran kota, balita, penyediaan air bersih dan listrik masuk desa.
C. Program Kesempatan Kerja
Pemerintah harus menyediakan lapangan kerja dengan tingkat upah
tertentu, yang mana seperti kita lihat sekarang ini dalam kenyataan
program penciptaan kesempatan kerja pada sektor pemerintah maupun
swasta di negara berkembang bahkan di negara maju sekalipun
mengalami kesulitan.

4. Kemiskinan Dalam Aspek Data dan Kebijakan


Menurut Undang-Undang no.24 tahun 2004 yang mendefinisikan
kemiskinan berarti kondisi social ekonomi seseorang atau sekelompok
orang yang tidak terpenuhinya hak-hak dasarnya untuk mempertahankan
dan mengembangkan kehidupan yang bermartabat (Bappenas, 2004). Hak-
Hak dasar ini dapat dijabarkan sebagai berikut :
a. Terpenuhinya kebutuhan pangan.

b. Kesehatan, pendidikan, pekerja, perumahan, air bersih,


pertahanan, sumber daya alam, dan lingkungan hidup.
c. Rasa aman dari perlakuan atau ancaman tindak kekerasan.
d. Hak untuk berpartisipasi dalam kehidupan sosial-politik.
A. Jenis-Jenis Kemiskinan
Kemiskinan dapat dibagi ke dalam berbagai macam. Jika dilihat dari
sudut pandang pengukurannya, kemiskinan dibedakan ke dalam dua
macam yakni kemiskinan absolut dan kemiskinan relatif.
1. Kemiskinan Absolut
Kemiskinan secara absolut ditentukan berdasarkan
ketidakmampuan untuk mencukupi kebutuhan dasar minimum
seperti pangan, perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan
yang diperlukan untuk bisa hidup dan bekerja. Kebutuhan dasar
minimum diterjemahkan sebagai ukuran finansial dalam bentuk
uang dan nilainya dikenal dengan istilah garis kemiskinan.
Penduduk yang memiliki rata-rata pendapatan/ pengeluaran per
kapita per bulan di bawah garis kemiskinan digolongkan sebagai
penduduk miskin. Garis kemiskinan absolut “tetap (tidak
berubah)” dalam hal standar hidup sehingga garis kemiskinan
absolut dapat membandingkan kemiskinan secara umum. Bank
Dunia menghitung garis kemiskinan absolut dengan
menggunakan pengeluaran konsumsi yang dikonversi ke dalam
US$ PPP (Purchasing Power Parity/ Paritas Daya Beli).
Tujuannya adalah untuk membandingkan tingkat kemiskinan
antar negara. Hal ini bermanfaat dalam menentukan kemana
menyalurkan sumber daya finansial (dana) yang ada, juga dalam
menganalisis kemajuan dalam memerangi kemiskinan.
2. Kemiskinan Relatif
Kemiskinan relatif merupakan kondisi miskin karena pengaruh
kebijakan pembangunan yang belum mampu menjangkau seluruh
lapisan masyarakat sehingga menyebabkan ketimpangan
distribusi pendapatan. Standar minimum disusun berdasarkan
kondisi hidup suatu negara pada waktu tertentu dan perhatian
terfokus pada golongan penduduk “termiskin”, misalnya 20%
atau 40% lapisan terendah dari total penduduk yang telah
diurutkan menurut pendapatan/pengeluaran.
B. Penyebab Kemiskinan
Kemiskinan dapat disebabkan oleh banyak sekali factor penyebab baik
secara internal maupun eksternal yang diantara lainnya :
1. Tingkat pendidikan rendah
2. Keterbatasan SDA sebagai modal
3. Lapangan kerja terbatas
4. Kualitas kesehatan yang buruk
5. Kualitas SDM yang rendah
6. Harga kebutuhan pokok yang tinggi

Sehingga ada dua kondisi yang menyebabkan kemiskinan bisa terjadi,


yakni kemiskinan alamiah dan karena buatan. Kemiskinan alamiah
terjadi antara lain akibat sumber daya alam yang terbatas,
penggunaan teknologi yang rendah dan bencana alam. Kemiskinan
buatan terjadi karena lembaga-lembaga yang ada di masyarakat
membuat sebagian anggota masyarakat tidak mampu menguasai sarana
ekonomi dan berbagai fasilitas lain yang tersedia, hingga mereka tetap
miskin.
C. Kondisi Kemiskinan Indonesia Menurut Data BPS
Keterangan :
1. Persentase penduduk miskin pada Maret 2021 sebesar 10,14
persen, menurun 0,05 persen poin terhadap September 2020 dan
meningkat 0,36 persen poin terhadap Maret 2020.
2. Jumlah penduduk miskin pada Maret 2021 sebesar 27,54 juta
orang, menurun 0,01 juta orang terhadap September 2020 dan
meningkat 1,12 juta orang terhadap Maret 2020.
3. Persentase penduduk miskin perkotaan pada September 2020
sebesar 7,88 persen, naik menjadi 7,89 persen pada Maret 2021.
Sementara persentase penduduk miskin perdesaan pada September
2020 sebesar 13,20 persen, turun menjadi 13,10 persen pada Maret
2021.
4. Dibanding September 2020, jumlah penduduk miskin Maret 2021
perkotaan naik sebanyak 138,1 ribu orang (dari 12,04 juta orang
pada September 2020 menjadi 12,18 juta orang pada Maret 2021).
Sementara itu, pada periode yang sama jumlah penduduk miskin
perdesaan turun sebanyak 145,0 ribu orang (dari 15,51 juta orang
pada September 2020 menjadi 15,37 juta orang pada Maret 2021).
5. Garis Kemiskinan pada Maret 2021 tercatat sebesar Rp472.525,00/
kapita/bulan dengan komposisi Garis Kemiskinan Makanan
sebesar Rp349.474,00 (73,96 persen) dan Garis Kemiskinan Bukan
Makanan sebesar Rp123.051,00 (26,04 persen).
6. Pada Maret 2021, secara rata-rata rumah tangga miskin di
Indonesia memiliki 4,49 orang anggota rumah tangga. Dengan
demikian, besarnya Garis Kemiskinan per rumah tangga miskin
secara rata-rata adalah sebesar Rp2.121.637,00/rumah tangga
miskin/bulan.
D. Kebijakan Pengentas Kemiskinan Di Indonesia
Langkah-langkah pengentasan kemiskinan tidak dapat ditangani oleh
satu sektor tertentu saja, tetapi harus multi sektor dan lintas sektor
dengan melibatkan stakeholder terkait untuk meningkatkan efektifitas
pencapaian program yang dijalankan. Kebijakan penanggulangan
kemiskinan dapat dikategorikan menjadi dua yaitu :

1. Kebijakan tidak langsung : Kebijakan tidak langsung mengarah


pada penciptaan kondisi yang menjamin kelangsungan setiap upaya
penanggulangan kemiskinan. Kondisi yang dimaksudkan anatara
lain adalah suasana sosial politik yang tenteram, ekonomi yang
stabil, dan budaya yang berkembang. Upaya penggolongan
ekonomi makro melalui kebijakan keuangan dan perpajakan
merupakan bagian dari upaya menanggulangi kemiskinan.
Pengendalain tingkat inflasi diarahkan pada penciptaan situasi yang
kondusif bagi upaya penyediaan kebutuhan dasar seperti sandang,
pangan, papan, pendidikan, dan kesehatan dengan harga yang
terjangkau oleh penduduk miskin.
2. Kebijakan langsung : Kebijakan langsung diarahkan kepada
peningkatan peran serta dan produktifitas sumber daya manusia,
khususnya golongan masyarakat berpendapatan rendah, melalui
penyediaan kebutuhan dasar seperti sandang, pangan, papan,
kesehatan, dan pendidikan, serta pengembangan kegiatan-kegiatan
sosial ekonomi yang bekelanjutan untuk mendorong kemandirian
golongan masyarakat yang berpendapatan rendah. Pemenuhan
kebutuhan dasar akan memberikan peluang bagi penduduk miskin
untuk melakukan kegiatan sosial ekonomi yang dapat memberikan
pendapatan yang memadai.
Melihat apa yang telah dilakukan oleh pemerintah Indonesia, pada era
kepemimpinan Presiden Jokowi telah menetapkan strategi-strategi
penanggulangan kemiskinan antara lain :
1. Memperbaiki Program Perlindungan Sosial
Prinsip pertama adalah memperbaiki dan mengembangkan sistem
perlindungan sosial bagi penduduk miskin dan rentan. Sistem
perlindungan sosial yang dimaksudkan untuk membantu individu
dan masyarakat menghadapi goncangan-goncangan (shock) dalam
hidup, seperti jatuh sakit, kematian anggota keluarga, kehilangan
pekerjaan, ditimpa bencana atau bencana alam dan sebagainya.
Sistem perlindungan sosial yang efektif akan mengantisipasi agar
seseorang atau masyarakat yang mengalami goncangan tidak
sampai jatuh miskin.
2. Meningkatkan Akses Terhadap Pelayanan Dasar
Prinsip kedua dalam penanggulangan kemiskinan adalah
memperbaiki akses kelompok masyarakat miskin terhadap
pelayanan dasar. Akses terhadap pelayanan pendidikan, kesehatan,
air bersih dan sanitasi, serta pangan dan gizi akan membantu
mengurangi biaya yang harus dikeluarkan oleh kelompok
masyarakat miskin. Di sisi lain peningkatan akses terhadap
pelayanan dasar mendorong peningkatan investasi modal manusia
(human capital).
3. Pemberdayaan Kelompok Masyarakat Miskin
Prinsip ketiga adalah upaya memberdayakan penduduk miskin
menjadi sangat penting untuk meningkatkan efektivitas dan
keberlanjutan penanggulangan kemiskinan. Dalam upaya
penanggulangan kemiskinan sangat penting untuk tidak
memperlakukan penduduk miskin semata-mata sebagai objek
pembangunan. Upaya untuk memberdayakan penduduk miskin
perlu dilakukan agar penduduk miskin perlu dilakukan agar
penduduk miskin dapat berupaya keluar dari kemiskinan dan tidak
jatuh kembali ke dalam kemiskinan.
4. Program Keluarga Harapan
Dilansir dari Liputan6.com PKH adalah program bantuan sosial
untuk keluarga miskin. Program ini dilaksanakan oleh Kementerian
Sosial untuk membantu mengetasi kemiskinan. Tujuan utama PKH
adalah untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia terutama
bidang pendidikan dan kesehatan pada kelompok keluarga miskin.
PKH adalah program yang telah dicanangkan sejak sejak tahun
2007. Dengan PKH keluarga miskin dengan kriteria yang telah
ditentukan akan mendapat bantuan dana pada periode tertentu.
PKH adalah bantuan yang membantu keluarga miskin memiliki
akses dan memanfaatkan pelayanan sosial dasar kesehatan,
pendidikan, pangan dan gizi,perawatan, dan pendampingan.

5. Rasta (Beras Sejahtera) atau Bantuan Pangan Sosial

Program Beras Sejahtera (Rastra) dan Bantuan Pangan Non-Tunai


(BPNT) merupakan salah satu instrumen kebijakan penting dalam
penanggulangan kemiskinan bagi masyarakat miskin
berpenghasilan rendah. Sesuai arahan Presiden RI tentang bantuan
sosial dan keuangan inklusif, maka sejak tahun 2017 Rastra yang
merupakan kebijakan subsidi sebagian ditransformasi menjadi pola
bantuan melalui Program BPNT. Penelitian ini bertujuan untuk
mengkaji efektivitas pelaksanaan Rastra dan BPNT (aspek 6T:
Tepat Sasaran, Tepat Jumlah, Tepat Harga, Tepat Waktu, Tepat
Kualitas, dan Tepat Administrasi) dan merumuskan saran
kebijakan perbaikan pelaksanaan Rastra dan BPNT. 

Anda mungkin juga menyukai