Anda di halaman 1dari 26

MAKALAH

KEPERAWATAN HIV/AIDS

“LELAKI SEKS LELAKI (LSL) DAN PENGGUNA NAPZA”

Dosen Pengampu : Ns. Pira Prahmawati.,S.kep.,M.Kes

Di susun oleh :

Andre Allen Saputra

Ayu Dewi Sintawati

Khairul Dahlan

Shindy Amelia Putri

Sisma novebri

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

FAKULTAS KESEHATAN PRODI ILMU KEPERAWATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PRINGSEWU

TAHUN AKADEMIK 2022/2023


KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih Lagi Maha Penyayang,kami panjatkan
puji syukur kehadirat dan rahmat-Nya. Sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini tentang
“Narkoba”.Dan harapan Saya semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi para pembaca, Untuk ke depannya dapat memperbaiki bentuk maupun
menambah isi makalah agar menjadi lebih baik lagi.Karena keterbatasan pengetahuan Saya yakin
masih banyak kekurangan dalam makalah ini. Oleh karena itu Saya sangat mengharapkan saran
dan kritik yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR. .........................................................................................

DAFTAR ISI ........................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN .....................................................................................

A. Latar Belakang .................................................................................................

B. Rumusan Masalah..........................................................................................

C. Tujuan Masalah..............................................................................................

D. Manfaat Masalah ............................................................................................

BAB II PEMBAHASAN. .....................................................................................

A. Pengertian LSL. .........................................................................................

B. Pengertian NAPZA........................................................................................

BAB III PENUTUP..............................................................................................

A. Kesimpulan ......................................................................................................

B. Saran ................................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................


PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Sebutan kata homoseksual mulai bermunculan di seantero kota besar di Indonesia pada awal
abad ke-20.. Homoseksual pada awalnya hanya dibagi menjadi dua kategori yaitu kelompok gay
dan waria, akan tetapi pola tingkah laku baru yang tidak tercakup dalam dua kelompok tersebut
muncul, yaitu lelaki yang sebenarnya heteroseksual (memiliki pasangan perempuan) namun juga
mengadakan hubungan seksual dengan sesama laki – laki atau yang biasa disebut Lelaki Seks
dengan Laki – Laki (LSL). Terminologi munculnya kata LSL ini diadopsi dari istilah Men Who
Have Sex With Men (MSM) yaitu istilah yang dipakai untuk menerangkan suatu perilaku laki –
laki yang melakukan hubungan seksual dengan sesama laki – laki tanpa memperdulikan sebutan
identitas gendernya, dorongan perilakunya dan identifikasi dirinya dengan komunitas tertentu
(Sidjabat, 2017).

Lesbian, Gay, Biseksual dan Transgender (LGBT) berkembang di Indonesia sekitar awal tahun
1960-an melalui gerakan pengorganisasian oleh sekelompok waria, kemudian disusul dengan
maraknya gerakan dari kelompok pria gay dan kelompok wanita lesbian yang mobilisasinya
semakin tersebar luas di seluruh wilayah Indonesia, penyebaran mereka ini ternyata memicu
munculnya suatu penyakit menular yang dinamakan Human Immunodeficiency Virus (HIV).
Penyebaran virus HIV di Indonesia sendiri menjadi suatu wabah yang menakutkan di tahun
1990-an, dimana penyakit HIV ini kian hari jumlahnya semakin bertambah bahkan sampai dapat
merenggut banyak nyawa (UNDP 2014).

Di Indonesia pada tahun 2015 diperkirakan ada 630.000 Orang dengan HIV/AIDS (ODHA),
dimana subpopulasi ini terkonsentrasi pada "populasi kunci" yang meliputi pekerja seks,
pemakai napza suntik. (penasun), lelaki yang suka melakukan hubungan seksual dengan sesama
laki – laki (LSL), serta transgender (waria) (WHO, 2017). Berdasarkan laporan profil kesehatan
Indonesia tahun 2018 jumlah persentase kasus HIV positif menurut faktor risiko penularan
tertingginya paling banyak ditularkan oleh kelompok LSL sebesar 20,4%, kemudian pada
kelompok heteroseksual sebesar 19,6%, kelompok pengguna napza suntik sebesar 0,9% dan
yang terendah ditularkan pada kelompok transfusi darah sebesar 0,3%. Hal ini menunjukan
bahwa kelompok LSL merupakan salah satu populasi kunci yang dapat berisiko tinggi
memperluas mata rantai penularan penyakit HIV/AIDS di Indonesia (Kemenkes RI, 2019)

Selain itu faktor lain yang menyebarkan virus hiv yaitu disekitar kita saat ini, banyak sekali zat-
zat adiktif yang negatif dan sangat berbahaya bagi tubuh. Dikenal dengan sebutan narkotika dan
obat-obatan terlarang. Dulu, narkoba hanya dipakai secara terbatas oleh beberapa komunitas
manusia di berbagai negara. Tapi kini, narkoba telah menyebar dalam spektrum yang kian
meluas. Para era modern dan kapitalisme mutakhir, narkoba telah menjadi problem bagi umat
manusia diberbagai belahan bumi.Narkoba yang bisa mengobrak-abrik nalar yang cerah,
merusak jiwa dan raga, tak pelak bisa mengancam hari depan umat manusia. Padahal 2.000
tahun yang lalu catatan-catatan mengenai penggunaan cocaine di daerah Andes – penggunaan
terkait adat, untuk survival/bertahan hidup (sampai sekarang) menahan lapar dan rasa haus, rasa
capek, bantu bernafas, sedangkan Opium digunakan sebagai sedative (penawar rasa sakit) dan
aphrodisiac (perangsang). Dahulu pada banyak negara obat-obatan ini digunakan untuk tujuan
pengobatan , namun seiring berjalannya waktu , penyalahgunaan napza dimulai oleh para dokter,
yang meresepkan bahan bahan napza baru untuk berbagai pengobatan padahal tahu mengenai
efek-efek sampingnya. Kemudian ketergantungan menjadi parah sesudah ditemukannya
morphine (1804) – diresepkan sebagai anaesthetic, digunakan luas pada waktu perang di abad
ke-19 hingga sekarang dan penyalahgunaan napza diberbagai negra yang sulit untuk
dikendalikan hingga saat ini.
B. RUMUSAN MASALAH

1. Apa yang di maksud dengan lsl?


2. Faktor resiko apa sajakah yang berhubungan dengan kejadian hiv/aids pada kelompok
lsl?

3. Apa pengertian dari napza ?


4. Apa saja jenis-jenis napza

5. Bagaimana pengaruh dan efek dari penggunaan narkoba?

6. Apa saja penyebab dari penggunaan napza ?


7. Bagaimana napza ditinjau dari agama ?
8. Bagaimana pencegahan dan solusi dari penyalahgunaan napza
C. TUJUAN

1. Mengetahui pengertian lsl


2. Mengetahui faktor resiko yang berhubungan dengan kejadian hiv/aids pada kelompok
lsl
3. Mengetahui pengertian dari napza

4. Mengetahui apa saja jenis-jenis dari napza


5. Mengetahui pengaruh dan efek dari penggunaan narkoba
6. Mengetahui penyebab dari penggunaan narkoba
7. Mengetahui napza yang ditinjau dari agama
8. Mengetahui pencegahan dan solusi dari penyalahgunaan napza

D. MANFAAT

1. Meningkatkan kesadaran LSL untuk bisa lebih memaknai hidup dengan mengurangi
perilaku seksual berisiko tinggi menjadi perilaku yang berisiko rendah dan aman
sehingga bisa mendukung tingkat pencegahan penyebaran HIV/ AIDS di kalangan
populasi kunci khususnya sub populasi LSL.

2. Mendapatkan informasi tentang bahaya penyalahgunaan napza bagi remaja

3. Dapat mengantisipasi adanya penyalahgunaan napza di kalangan remaja


4. Mampu memberikan informasi dan pendidikan tentang bahaya penyalahgunaan napza
bagi remaja

5. Bidan dapat memberikan pelayanan yang optimal bagi remaja


BAB II PEMBAHASAN

A.Homosexual dan LSL (laki-laki seks dengan laki-laki)

1.Definisi homoseksual dan LSL (laki-laki seks dengan laki-laki)

Menurut kamus besar bahasa indonesia (KBBI), homoseksual adalah keadaan tertarik terhadap

orang lain dengan jenis kelamin yang sama. Homoseksual sendiri dalam hal ini merujuk pada

orientasi seksual seseorang dan bukan perilaku seksual nya.Orientasi seksual adalah rasa

ketertarikan secara emosional maupun seksual terhadap laki-laki, perempuan atau kedua jenis

kelamin. Orientasi seksual secara umum terbagi menjadi 3 yaitu: heteroseksual (memiliki

ketertarikan emosional atau seksual terhadap lawan jenis), gay/lesbian (memiliki ketertarikan

emosional atau seksual terhadap sesama jenis) dan biseksual (laki-laki atau perempuan yang

memiliki ketertarikan emosional atau seksual terhadap kedua jenis kelamin). Orientasi seksual

merupakan komponen dari sex dan gender yang dapat dibedakan dengan komponen lainnya, hal

ini mencakup termasuk di dalamnya: biological sex (karakteristik anatomi,fisiologi dan genetik

laki-laki dan perempuan), Identitas gender (persepsi individu secara psikologis mengenai apakah

dirinya seorang laki-laki atau perempuan), dan identitas sosial (norma budaya yang

mendefinisikan perilaku-perilaku feminin atau maskulin). LSL (laki-laki seks dengan laki-laki)

memiliki arti yang berbanding terbalik dengan homoseksual, sebab LSL merujuk kepada

perilaku seksual seseorang. Artinya, seseorang yang homoseksual belum tentu merupakan

seorang LSL dan seorang LSL belum tentu juga dapat dikelompokkan sebagai seorang

homoseksual.

2.Perilaku seksual
Definisi

Menurut Sarwono perilaku seksual adalah segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat
seksual, baik dengan lawan jenisnya maupun dengan sesama jenis.17 Perilaku seksual dapat
dibagi menjadi non-penetratif dan penetratif sex (vaginal, oral dan anal sex). 18 Tahapan perilaku
seksual terdiri dari empat tahap, yaitu:Bersentuhan (touching), mulai dari berpegangan tangan
sampai berpelukan;Berciuman (kissing), mulai dari berciuman dengan mulut ditutup sampai
dengan bibir dan mulut terbuka dan menggunakan lidah yang disebut juga frenchkiss;Bercumbu
(petting), menyentuh bagian yang sensitif dari tubuh pasangan yang mengarah pada
pembangkitan gairah seksual dengan cara merasakan dan mengusap-usap tubuh pasangan baik
itu lengan, dada, buah dada, kaki sampai daerah kemaluan, baik dari luar maupun di dalam
pakaian; Berhubungan intim/ hubungan seksual

Perilaku seksual berisiko

Perilaku seksual berisiko secara umum dapat diartikan sebagai perilaku yang membawa akibat
yang tidak diinginkan, baik itu kehamilan, aborsi ataupun penyakit seperti HIV/AIDS ataupun
penyakit menular seksual lainnya.Contoh dari perilaku seksual berisiko yang dapat ditemui
secara umum adalah; hubungan seksual pertama kali pada usia muda (early age intercourse),
hubungan seksual tanpa kondom, pasangan seksual lebih dari satu, dan hubungan seksual sambil
menggunakan obat-obatan atau alkohol.

Faktor yang mempengaruhi perilaku seksual berisiko

Lawrence Green, dalam bukunya Health Promotion Planning an Education and Enviromental
Approach, menciptakan teori yang disebut precede-proceede theory. Teori ini mencoba
menganalisa perilaku manusia dari segi kesehatan, menurut teori ini kesehatan dipengaruhi oleh
2 faktor pokok yaitu faktor perilaku (behavior causes) dan non perilaku (non-behavior causes)
dimana faktor perilaku itu sendiri dibentuk oleh 3 faktor yaitu;

1. Faktor predisposisi (predisposing factors) adalah faktor yang berasal dari diri sendiri

dan dapat mengalami perubahan, contoh komponen faktor ini adalah;

a) Pengetahuan

Pengetahuan dapat menyebabkan terbentuknya perilaku baru atau timbulnya perubahan pada
perilaku individu karena adanya perubahan wawasan yang dialami. Pengetahuan seseorang
mencakup informasi yang ia dapatkan melalui pengalaman pribadi, scientific knowledge, tradisi
sosial budaya
b) Nilai-Nilai

Nilai moral dan etika dapat mempengaruhi persepsi seseorang mengenai apakah perilaku yang
ia lakukan tergolong baik atau buruk.

c) Sikap

Sikap menggambarkan suka atau tidak suka seseorang terhadap suatu objek. Sikap dipengaruhi
oleh pengetahuan yang dimiliki seorang individu mengenai objek yang dinilai.

d) Keyakinan

Keyakinan biasannya diperoleh secara turun temurun di keluarga dan tanpa adanya pembuktian

terlebih dahulu. Keyakinan bisa mempengaruhi perilaku seseorang dan dapat bersifat positif atau

negatif.

2. Faktor pemungkin (enabling factors) adalah kondisi lingkungan yang dapat

memfasilitasi atau menghambat perilaku seorang individu seperti;

1) Tersedianya layanan kesehatan atau alat pelindung diri dalam berhubungan seksual

Terdapat layanan kesehatan yang dapat memberikan edukasi mengenai perilaku seksual berisiko

serta terdapat alat pelindung diri dalam berhubungan seksual untuk mencegah terjadinya infeksi

atau transmisi penyakit menular seksual.

2) Aksesibilitas tempat layanan kesehatan dan alat pelindung diri

Tempat layanan kesehatan dan alat pelindung diri mudah untuk diakses atau didapatkan oleh

masyarakat yang membutuhkan.

3) Kelengkapan sarana dan prasarana


3. Faktor penguat (reinforcing factors) adalah feedback positif dan negatif terhadap
konsekuensi atau hasil dari perilaku seorang individu. Contoh dari hal ini adalah perilaku dari
keluarga dan teman yang dapat berupa social support atau social disapproval.

Perilaku seksual pada LSL

Jenis dan definisi perilaku seksual pada LSL

Dalam berhubungan seksual (anal sex), peran gender pada LSL dapat dibagi menjadi dua yaitu
peran insertif atau penetratif dan partner reseptif atau yang dipenetrasi. Kemudian, oleh karena
adanya preference akan peran seksual tertentu, maka kelompok LSL dapat dibagi lagi sesuai
dengan preference pada peran seksual mereka dalam melakukan anal sex yaitu; top (individu
yang lebih menyukai peran insertif), bottom (individu yang lebih menyukai peran reseptif), dan
versatiles (individu yang menyukai kedua peran tersebut).Kelompok LSL memiliki perilaku
seksual yang terdiri dari; orogenital (oral seks), anogenital (anal seks) dan masturbasi. Oral seks
adalah tindakan menstimulasi organ genitalia atau anus seseorang dengan menggunakan mulut,
bibir ataupun lidah. Berdasarkan lokasinya, oral dapat dibagi menjadi 3 yaitu; Cunnilingus
(stimulasi oral pada genitalia wanita) yang biasanya dilakukan pada bagian klitoris, Fellatio
(stimulasi oral pada genitalia laki-laki) yang termasuk didalamnya penis dan testis, dan
Analingus (oral stimulasi pada anus) di mana biasanya dilakukan baik pada lubang anus serta
daerah sekitarnya.

Oral sex, meskipun biasanya dianggap lebih aman dibandingkan dengan sexual intercourse,
namun hal ini tidak sepenuhnya benar karena oral sex dapat mentransmisikan patogen-patogen
oral, respiratorik maupun genital. Kontak oral-genital dapat mentransmisikan sejumlah penyakit
IMS (infeksi menular seksual), seperti HIV ( human immunodeficiency virus), herpes, sifilis,
genital warts (HPV), gonorrhea, parasit gastrointestinal dan hepatitis. Penyakit-penyakit ini dapat
terjadi karena adanya kontak dari pre- cum, semen, sekresi vagina serta darah menstruasi dengan
mulut dan meskipun jarang penyakit-penyakit ini juga dapat ditransmisikan dari mulut ke penis.
Transmisi penyakit IMS dan gastrointestinal pada oral sex dapat dicegah dengan menggunakan
kondom saat fellatio dan menggunakan plastic wrap saat analingus.Anal sex atau anal
intercourse adalah aktivitas seksual yang melibatkan penetrasi penis ke dalam anus, anus pada
umumnya tidak menghasilkan cairan lubrikan yang banyak, sehingga pada saat berhubungan
seksual, dapat digunakan lubrikan yang steril dan berbahan dasar air. Anal sex, biasanya
dilakukan oleh kelompok LSL untuk mencapai kepuasan seksual. Di mana untuk peran insertif,
kepuasan ini didapat dari adanya kontraksi otot spighter anus yang terasa ketat, sedangkan bagi
peran reseptif, penetrasi penis kedalam anus dapat menghasilkan kenikmatan karena banyaknya
akhiran saraf di daerah anus yang membuatnya sensitif.

Anal sex sama halnya dengan oral sex, juga dapat menyebabkan IMS, sexual intercourse pada

umumnya memiliki risiko IMS yang lebih tinggi dibandingkan oral sex, namun perlu dicatat juga

bahwa LSL dengan peran reseptif pada anal intercourse memiliki risiko yang lebih tinggi terkena

IMS dibandingkan dengan peran insertif karena anus tidak dibentuk untuk berhubungan seksual,

sehingga dapat terbentuk luka saat melakukan anal seks yang memudahkan transmisi penyakit

IMS.

Masturbasi adalah stimulasi terhadap organ genitalia oleh diri sendiri yang dilakukan baik untuk

mencapai sexual arousal ataupun kenikmatan seksual yang biasanya ditandai dengan sexual

climax. Masturbasi dapat dilakukan dengan menggunakan tangan dengan cara menyentuh dan

memijat genitalia ataupun dengan menggunakan alat atau objek lainnya. 27


Masturbasi tanpa

menggunakan alat yang dilakukan terhadap diri sendiri termasuk kepada perilaku seksual yang

tidak berisiko IMS, sedangkan penggunaan alat sepeti sex toy apabila digunakan bagi diri sendiri

dan dibersihkan setelah dan sebelum dipakai maka termasuk aman dari risiko terkena IMS.

Selain ketiga perilaku seksual diatas, terdapat juga perilaku seksual berisiko lainnya yang dapat
muncul pada kelompok LSL adalah fisting.2 Fisting adalah aktivitas seksual yang melibatkan
insersi tangan ke dalam vagina atau anus, kegiatan ini dapat menyebabkan luka atau peradangan
yang dapat berujung pada infeksi pada anus.

Defenisi dan jenis-jenis PMS (penyakit menular seksual)


Penyakit menular seksual (PMS) adalah: suatu gangguan atau penyakit yang disebabkan oleh

bakteri, virus, parasit ataupun jamur yang ditularkan dari satu ke orang ke orang lain melalui

kontak atau hubungan seksual.

 Menurut Marmi dalam Kesehatan Reproduksi, PMS dapat dikelompokkan berdasarkan

penyebabnya menjadi:

 Bakteri: Chanchroid (Ulkus mole), Gonorrhea, Klamidia, Lymphogranuloma venereum

(LGV), Non-gonococcal urethritis (NGU), dan Sifilis

 Virus: Hepatitis, HPV (Human papillomavirus), Herpes simpleks, dan HIV/AIDS

 Jamur: Candidiasis, dan Tricophyton rubrum

 Parasit: Pubic lice, dan Scabies


 Protozoa: Trichomoniasis

Di mana dari antara nama-nama penyakit yang telah disebutkan diatas, PMS pada LSL yang

paling umum ditemukan adalah ;

1) HSV (herpes simpleks virus)

Merupakan infeksi yang disebabkan oleh herpes simpleks virus dapat disebabkan oleh herpes
simplex virus tipe 1 (HSV-1) atau herpes simplex virus tipe 2 (HSV-2).30

2) HPV (human pappiloma virus)

HPV merupakan kelompok virus DNA double-strand yang menyebabkan infeksi lokal dan lesi
yang normalnya menyebabkan penyakit Kondiloma akuminata.23,24

3) Gonorrhea

Gonnorhea adalah penyakit menular seksual yng disebabkan oleh bakteri diplococcus gram
negatif – Neisseria gonorrhea, di mana penyakit ini ditransmisikan melalui aktivitas sexual
intercourse dengan pasangan yang terinfeksi.23,24

4) Klamidia
Chlamydia trachomatis adalah bakteri intraseluler obligat yang dapat dibedakan menurut
serotipe yang menginfeksi.24

Sifilis merupakan penyakit infeksi menular seksual yang disebabkan oleh Treponema pallidum,

selain melalui hubungan seksual, Treponema pallidum juga dapat menular melalui transfusi

darah.23,24

5. Sifilis

Sifilis merupakan penyakit infeksi menular seksual yang disebabkan oleh Treponema pallidum,

selain melalui hubungan seksual, Treponema pallidum juga dapat menular melalui transfusi

darah.23,24

6) Hepatitis

Istilah hepatitis digunakan untuk semua jenis peradangan pada sel-sel hati, di mana peradangan

tersebeut dapat disebabkan oleh berbagai hal seperti; infeksi (virus,bakteri,parasit), obat-obatan,

konsumsi alkohol dan lemak berlebih, dan penyakit autoimmune. 31 Penyebab hepatitis yang

berkaitan dengan PMS adalah hepatitis virus, di mana terdapat 5 jenis virus hepatitis yaitu

hepatitis A dan E yang ditularkan secara fecal oral dan hepatitis B,C,D yang ditularkan secara

parenteral.23,31

7) HIV (Human Immunodeficiency Virus) dan AIDS (Acquired Imunnodeficiency Syndrome

)HIV merupakan retrovirus yang bersifat limfotropik yang menginfeksi dan merusak sel-

sel darah putih yang spesifik yaitu limfosit T-helper atau limfosit pembawa faktor T4

(CD4).32 Rusaknya CD4 akan menyebabkan menurunya sistem kekebalan tubuh,


sehingga tubuh lebih rentan terhadap penyakit infeksi, termasuk didalamnya infeksi

oportunistik. 32,33
Menurut WHO (world health association) gejala penyakit HIV dapat

dibagi menjadi 4 stase di mana stase yang paling parah disebut AIDS. 32,34 AIDS adalah

sekumpulan gejala yang timbul karena melemahnya sistem imun tubuh akibat infeksi

virus HIV, di mana perkembangan penyakit dari HIV menjadi AIDS dapat memakan

waktu 2 hingga 15 tahun tergantung kepada individu masing-masing.32,33


B. PENGERTIAN NAPZA

Narkoba atau NAPZA adalah bahan / zat yang dapat mempengaruhi kondisi kejiwaan/ psikologi
seseorang (pikiran, perasaan dan perilaku) serta dapat menimbulkan ketergantungan fisik dan
psikologi. Yang termasuk dalam NAPZA adalah : Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif
lainnya.

Penyalahgunaan NAPZA adalah penggunaan salah satu atau beberapa jenis NAPZA secara
berkala atau teratur diluar indikasi medis, sehingga menimbulkan gangguan kesehatan fisik,
psikis dan gangguan fungsi sosial.

Ketergantungan adalah suatu keadaan dimana telah terjadi ketergantungan fisik dan psikis,
sehingga tubuh memerlukan jumlah NAPZA yang makin bertambah (toleransi), apabila
pemakaiannya dikurangi atau deberhentikan akan timbul gejala putus zat (withdrawl symtom).
Oleh karena itu ia selalu berusaha memperoleh NAPZA yang dibutuhkannya dengan cara
apapun, agar dapat melakukan kegiatannya sehari-hari secara normal.

 JENIS JENIS NAPZA

1. Narkotika

Menurut UU RI No 22 / 1997, Narkotika adalah: zat atau obat yang berasal dari tanaman atau
bukan tanaman baik sintetis maupun semisintetis yang dapat menyebabkanpenurunan atau
perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat
menimbulkan ketergantungan. Narkotika terdiri dari 3 golongan :

1) Golongan I : Narkotika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan pengembangan

ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta mempunyai potensi sangat tinggi

mengakibatkan ketergantungan. Contoh : Heroin, Kokain, Ganja.


2) Golongan II : Narkotika yang berkhasiat pengobatan, digunakan sebagai pilihan

terakhir dan dapat digunakan dalam terapi dan / atau untuk tujuan pengembangan

ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi tinggi mengakibatkan ketergantungan.

Contoh : Morfin, Petidin.

3) Golongan III : Narkotika yang berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam

terapi dan/atau tujuan pengebangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi

ringan mengakibatkan ketergantungan. Contoh : Codein.

2. Psikotropika

Menurut UU RI No 5 / 1997, Psikotropika adalah : zat atau obat, baik alamiah maupun sintetis
bukan narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat
yang menyebabkan perubahan khas pada aktifitas mental dan perilaku. Psikotropika terdiri dari 4
golongan :

1. Golongan I : Psikotropika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan ilmupengetahuan


dan tidak digunakan dalam terapi, serta mempunyai potensi kuat mengakibatkan
sindroma ketergantungan. Contoh : Ekstasi.
2. Golongan II : Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan dapat digunakan dalan terapi
dan / atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi kuat mengakibatkan
sindroma ketergantungan. Contoh : Amphetamine.
3. Golongan III : Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam
terapi dan / atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi sedang
mengakibatkan sindroma ketergantungan. Contoh : Phenobarbital.
4. Golongan IV : Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan sangat luas digunakan dalam
terapi dan/atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan
1) Zat Adiktif Lainnya

Yang termasuk Zat Adiktif lainnya adalah : bahan / zat yang berpengaruh psikoaktif diluar
Narkotika dan Psikotropika, meliputi :

1. Minuman Alkohol : mengandung etanol etil alkohol, yang berpengaruh menekan susunan
saraf pusat, dan sering menjadi bagian dari kehidupan manusia sehari – hari dalam
kebudayaan tertentu. Jika digunakan bersamaan dengan Narkotika atau Psikotropika akan
memperkuat pengaruh obat / zat itu dalam tubuh manusia. Ada 3 golongan minuman
beralkohol : a. Golongan A : kadar etanol 1 – 5 % ( Bir ). b. Golongan B : kadar etanol 5
– 20% (Berbagai minuman anggur). c. Golongan C : kadar etanol 20 – 45 % (Whisky,
Vodca, Manson House, Johny Walker).
2. Inhalasi ( gas yang dihirup ) dan solven ( zat pelarut ) mudah menguap berupa senyawa
organik, yang terdapat pada berbagai barang keperluan rumah tangga, kantor, dan sebagai
pelumas mesin. Yang sering disalahgunakan adalah : Lem, Tiner, Penghapus Cat Kuku,
Bensin.
3. Tembakau : pemakaian tembakau yang mengandung nikotin sangat luas di masyarakat.
4. Dalam upaya penanggulangan NAPZA di masyarakat, pemakaian rokok dan alkohol
terutama pada remaja, harus menjadi bagian dari upaya pencegahan, karena rokok dan
alkohol sering menjadi pintu masuk penyalahgunaan NAPZA lain yang berbahaya.

 PENGARUH DAN EFEK PENGGUNAAN NARKOBA

Masa remaja merupakan suatu fase perkembangan antara masa anak-anak dan masa
dewasa. Perkembangan seseorang dalam masa anak-anak dan remaja akan membentuk
perkembangan diri orang tersebut di masa dewasa. Karena itulah bila masa anak-anak dan remaja
rusak karena narkoba, maka suram atau bahkan hancurlah masa depannya.

Pada masa remaja, justru keinginan untuk mencoba-coba, mengikuti trend dan gaya hidup, serta
bersenang-senang besar sekali. Walaupun semua kecenderungan itu wajar-wajar saja, tetapi hal
itu bisa juga memudahkan remaja untuk terdorong menyalahgunakan narkoba. Data
menunjukkan bahwa jumlah pengguna narkoba yang paling banyak adalah kelompok usia
remaja.

Masalah menjadi lebih gawat lagi bila karena penggunaan narkoba, para remaja tertular dan
menularkan HIV/AIDS di kalangan remaja. Hal ini telah terbukti dari pemakaian narkoba
melalui jarum suntik secara bergantian. Bangsa ini akan kehilangan remaja yang sangat banyak
akibat penyalahgunaan narkoba dan merebaknya HIV/AIDS. Kehilangan remaja sama dengan
kehilangan sumber daya manusia bagi bangsa.

Penyalahgunaan narkoba selain merugikan kesehatan diri sendiri juga berdampak negatif
terhadap kehidupan ekonomi dan sosial seseorang. Penyalahgunaan narkoba dapat merusak
ekonomi karena sifat obat yang membuat ketergantungan, dimana tubuh pengguna selalu
meminta tambahan dosis dan dengan harga obat-obatan jenis narkoba yang tergolong relatif
mahal maka hal tersebut secara ekonomis sangat merugikan. Ekonomi keluarga bisa bangkrut
bilamana keluarga tidak mampu lagi membiayai ketergantungan anggotanya terhadap narkoba,
bahkan hal ini bisa berdampak buruk yaitu bisa menimbulkan persoalan kriminalitas seperti
pencurian, penodongan bahkan perampokan.

Keharmonisan keluarga pun bisa terganggu manakala salah seorang atau beberapa orang anggota
keluarga menjadi pecandu. Sifat obat yang merusak secara fisik maupun psikis
akan berdampak kepada ketidaknyamanan hubungan sosial dalam keluarga. Penyalahguna

narkoba juga menimbulkan keresahan dalam masyarakat. Perilaku pengguna yang tidak

terkontrol dapat mengganggu ketertiban dan keamanan masyarakat. Terlebih jika dikaitkan

dengan timbulnya berbagai penyakit yang menyertainya seperti Hepatitis, HIV/AIDS, bahkan

kematian.

Hal tersebut lebih jauh bisa menyebabkan hancurnya suatu negara, oleh karena itu negara

melarang narkoba. Undang-undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika, menyatakan :

melaporkan diancam kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau denda paling banyak satu juta
rupiah.

kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau denda paling banyak dua juta rupiah, sedang bagi
keluarganya paling lama 3 (tiga) bulan atau denda paling banyak satu juta rupiah.

-undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika, menyatakan :

berkewajiban ikut serta dalam pengobatan atau perawatan

-halangi penderita syndrome ketergantungan


untuk menjalani pengobatan dan/atau perawatan pada fasilitas rehabilitasi sebagaimana

dimaksudkan dalam pasal 37, dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun

dan/atau pidana denda paling banyak 20 juta rupiah

 PENYEBAB PENYALAHGUNAAN NAPZA

Penyalahgunaan narkoba umumnya terjadi pada kaum remaja yang tinggal diperkotaan. Mereka
biasanya mempunyai sifat kosmopolit, relatif tidak cepat menikah karena harus menempuh masa
belajar hingga jenjang universitas, bahkan hingga memperoleh pekerjaan dianggap layak. Pada
masa itulah mereka hidup dalam pancaroba; antara kanakkanak dan kedewasaan, baik fisik,
mental, maupun sosio-kulturalnya. Ia hidup antarakebebasan dan ketergantungan kepada orang
tuanya; mereka ada dalam pembentukan nilai- nilainya sendiri serta sikapnya, baik sikap
keagamaan, maupun sikap kultural dan sosialnya. Remaja sedang mencari identitas sikapnya
terhadap lingkungan dan sesamanya. Dalam kondisi yang serba mendua itulah seringkali remaja
tergelincir ke jalur kenakalan, yangdisebut juvenile delinquency. Pada masa itu banyak remaja
yang melakukan kenakalan, pelanggaran hukum, bahkan tindak kriminal. Motivasinya ialah
karena ingin mendapatkan perhatian “status sosial”, dan penghargaan atas eksistensi
dirinya.Dengan kata lain, kenakalan remaja merupakan bentuk pernyataan eksistensi diri di
tengah-tengah lingkungan dan masyarakatnya, bukan kenakalan semata. Salah
satupenyimpangan perilaku ini adalah perilaku seksual. Sementara salah satu bentuk pelanggaran
hukum ialah meminum minuman keras, obat terlarang hingga ganja dan zat adiktif lainnya.
Penyebabnya sangatlah kompleks akibat interaksi berbagai faktor :

1. Faktor individual

line-height: 150%;">Kebanyakan dimulai pada saat remaja, sebab pada remaja sedang
mengalami perubahan biologi, psikologi maupun sosial yang pesat. Ciri – ciri remaja yang
mempunyai resiko lebih besar menggunakan NAPZA :

a. Cenderung memberontak
b. Memiliki gangguan jiwa lain, misalnya : depresi, cemas.
c. Perilaku yang menyimpang dari aturan atau norma yang ada
d. Kurang percaya diri
e. Mudah kecewa, agresif dan destruktif
f. Murung, pemalu, pendiam
g. Merasa bosan dan jenuh
h. Keinginan untuk bersenang – senang yang berlebihan
i. Keinginan untuk mencaoba yang sedang mode
j. Identitas diri kabur
k. Kemampuan komunikasi yang rendah
l. Putus sekolah
m. Kurang menghayati iman dan kepercayaan.

2. Faktor Lingkungan

Faktor lingkungan meliputi faktor keluarga dan lingkungan pergaulan baik sekitar rumah,
sekolah, teman sebaya, maupun masyarakat.

3. Lingkungan Keluarga
a. Komunikasi orang tua dan anak kurang baik
b. Hubungan kurang harmonis
c. Orang tua yang bercerai, kawin lagi
d. Orang tua terlampau sibuk, acuh
e. Orang tua otoriter
f. Kurangnya orang yang menjadi teladan dalam hidupnya
g. Kurangnya kehidupan beragama.

4. Lingkungan Sekolah :

a) Sekolah yang kurang disiplin


b) Sekolah terletak dekat tempat hiburan Sekolah yang kurang memberi kesempatan pada
siswa untuk mengembangkan diri secara kreatif dan positif
c) Adanya murid pengguna NAPZA Lingkungan Teman Sebaya :

d) Berteman dengan penyalahguna


e) Tekanan atau ancaman dari teman.

5. Lingkungan Masyrakat / Sosial :

6. Lemahnya penegak hokum


7. Situasi politik, sosial dan ekonomi yang kurang mendukung.

Adapun faktor lain yang beresiko tinggi sehingga remaja dapat menggunakan narkoba,
diantaranya :Keluarga yang kacau balau, terutama adanya orang tua yang menjadi penyalahguna
narkoba atau menderita sakit mental.

 PENCEGAHAN DAN SOLUSI PENYALAHGUNAAN NARKOBA Faktor yang dapat


mencegah remaja menggunakan narkoba :

a. Ikatan yang kuat di dalam keluarga


b. Pengawasan orang tua yang didasarkan pada aturan tingkah laku yang jelas dan pelibatan
orang tua dalam kehidupan anak/remaja
c. Keberhasilan di sekolah
d. Ikatan yang kuat di dalam institusi pro-sosial seperti keluarga, sekolah, dan
organisasiorganisasi keagamaan.
e. Menerima norma kebiasaan tentang larangan penggunaan narkoba.
f. Keluarga harus dapat menciptakan komunikasi yang lebih baik
g. Disiplin, tegas dan konsisten dengan aturan yang dibuat
h. Berperan aktif dalam kehidupan anak-anak
i. Memonitor aktivitas mereka
j. Mengetahui dengan siapa anak/remaja bergaul
k. Mengerti masalah dan apa yang menjadi perhatian mereka
l. Orang tua harus menjadi panutan
m. Orang tua menjadi teman diskusi
n. Orang tua menjadi tempat bertanya
o. Mampu mengembangkan tradisi keluarga dan nilai-nilai keagamaan
p. Menggali potensi anak untuk dikembangkan melalui berbagai macam kegiatan.

q. Solusi yang dapat dilakukan ketika ada anggota keluarga yang menggunakan narkoba :

r. Berusaha tenang, kendalikan emosi, jangan marah dan tersinggung


s. Jangan tunda masalah, hadapi kenyataan, adakan dialog terbuka dengan anak
t. Dengarkan anak, beri dorongan non verbal. Jangan memberi ceramah/nasehat berlebih
Hargai kejujuran Jujur terhadap diri sendiri, jangan merasa benar sendiri
u. Tingkatkan hubungan dalam keluarga, rencanakan membuat kegiatan bersama-sama
keluarga
v. Cari pertolongan, cari bantuan pihak ketiga yang paham dalam menangani narkoba atau
tenaga profesional, puskesmas, rumah sakit, panti/tempat rehabilitasi.
w. Pendekatan kepada orang tua teman anak pemakai narkoba, ungkapkan dengan hati-hati
BAB III PENUTUP

A. KESIMPULAN

Masa remaja merupakan suatu fase perkembangan antara masa anak-anak dan masa dewasa.

Perkembangan seseorang dalam masa anak-anak dan remaja akan membentuk perkembangan

diri orang tersebut di masa dewasa. Karena itulah bila masa anak-anak dan remaja rusak

karena narkoba, maka suram atau bahkan hancurlah masa depannya.Pada masa remaja, justru

keinginan untuk mencoba-coba, mengikuti trend dan gaya hidup, serta bersenang-senang

besar sekali. Walaupun semua kecenderungan itu wajar-wajar saja, tetapi hal itu bisa juga

memudahkan remaja untuk terdorong menyalahgunakan narkoba. Data menunjukkan bahwa

jumlah pengguna narkoba yang paling banyak adalah kelompok usia remaja.Masalah menjadi

lebih gawat lagi bila karena penggunaan narkoba, para remaja tertular dan menularkan

HIV/AIDS di kalangan remaja. Hal ini telah terbukti dari pemakaian narkoba melalui jarum

suntik secara bergantian. Bangsa ini akan kehilangan remaja yang sangat banyak akibat

penyalahgunaan narkoba dan merebaknya HIV/AIDS. Kehilangan remaja sama dengan

kehilangan sumber daya manusia bagi bangsa.Banyak yang masih bisa dilakukan untuk

mencegah remaja menyalahgunakan narkoba dan membantu remaja yang sudah terjerumus

penyalahgunaan narkoba. Ada tiga tingkat intervensi, yaitu :

1. Primer, sebelum penyalahgunaan terjadi, biasanya dalam bentuk pendidikan,


penyebaran informasi mengenai bahaya narkoba, pendekatan melalui keluarga, dll.
Instansi pemerintah, seperti halnya BKKBN, lebih banyak berperan pada tahap
intervensi ini. kegiatan dilakukan seputar pemberian informasi melalui berbagai
bentuk materi KIE yang ditujukan kepada remaja langsung dan keluarga.
2. Sekunder, pada saat penggunaan sudah terjadi dan diperlukan upaya penyembuhan
(treatment). Fase ini meliputi: Fase penerimaan awal (initialintake)antara 1 – 3 hari
dengan melakukan pemeriksaan fisik dan mental, dan Fase detoksifikasi dan terapi
komplikasi medik, antara 1 – 3 minggu untuk melakukan pengurangan
ketergantungan bahan-bahan adiktif secara bertahap.
3. Tertier, yaitu upaya untuk merehabilitasi merekayang sudah memakai dan dalam
proses penyembuhan. Tahap ini biasanya terdiri atas Fase stabilisasi, antara 3-12
bulan, untuk mempersiapkan pengguna kembali ke masyarakat, dan Fase sosialiasi
dalam masyarakat, agar mantan penyalahguna narkoba mampu mengembangkan
kehidupan yang bermakna di masyarakat. Tahap ini biasanya berupa kegiatan
konseling, membuat kelompok-kelompok dukungan, mengembangkan kegiatan
alternatif, dll.

B. SARAN
1. Pentingnya memberikan pendidikan tentang bahaya LSL dan narkoba
sejak dini kepada anak sangat diperlukan guna untuk mencegah
terjadinya pebyalahgunaan napza dan penyimpangan seksual.
2. Peran orang tua untuk memantau anak dan memberikan pendidikan
agama untuk memberikan kekuatan iman juga sangat diperlukan guna
membangun karakter anak.
3. Pemantauan dari pihak sekolah dan pihak yang berwajib perlu lebih
tegas lagi agar anak tidak ingin mencoba dan takut untuk melakukan
hal ini dan diberikan sanksi yang tegas terhadap pada pengedar dan
pengguna narkoba.
DAFTAR PUSTAKA

Simuh, dkk., Tasawuf dan Krisis, Semarang, Pustaka Pelajar, 2001.

M. Arief Hakim, Bahaya Narkoba Alkohol : Cara Islam Mengatasi, Mencegah dan Melawan,
Bandung : Nuansa, 2004.

Brosur Direktorat Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial Korban NAPZA, Depsos RI.

Anda mungkin juga menyukai