KEPERAWATAN KRITIS
ASKEP KRITIS KLIEN DENGAN PRESSURE INJURY
Kelompok 4 :
1. Andita Purnamasari (2018.02.052)
2. Ayu Rosalina (2018.02.053)
3. Ayu Trisnawati (2018.02.054)
4. Ayunda Najwa (2018.02.055)
5. Azkal Azkiya’ (2018.02.056)
6. Celine Efendy (2018.02.057)
7. Citra Maharani (2018.02.058)
8. Nana Septiani (2018.02.078)
9. Wahyu Andika (2018.02.096)
10. Wahyu Shekry (2018.02.097)
11. Yulinar Mashuri (2018.02.099)
Pendahuluan
A. Latar Belakang
Ulkus dekubitus merupakan suatu keadaan dimana ada kerusakan jaringan setempat atau
luka yang diakibatkan oleh tekanan dari luar yang berlebihan, dan pada umumnya terjadi
pada pasien yang menderita penyakit kronik yang sering berbaring lama di tempat tidur (Sari,
2017).
Pasien dengan tirah baring dalam jangka waktu yang lama mempunyai risiko gangguan
integritas kulit akibat tekanan yang lama, iritasi kulit, atau imobilisasi (bedrest) yang
akhirnya berdampak pada timbulnya luka dekubitus (sumara, 2015).
Dekubitus adalah suatu keadaan kerusakan jaringan setempat yang disebabkan oleh iskemia
pada kulit (kutis dan sub-kutis) akibat tekanan dari luar yang berlebihan. Umumnya terjadi
pada penderita dengan penyakit kronik yang berbaring lama. Ulkus dekubitus sering disebut
sebagai ischemic ulcer, pressure ulcer, pressure sore, bed sore.
Dekubitus juga beresiko tinggi pada orang-orang yang tidak mampu merasakan nyeri, karena
nyeri merupakan suatu tanda yang secara normal mendorong seseorang untuk bergerak.
Kerusakan saraf (misalnya akibat cedera, stroke, diabetes) dan koma. Diabetes mellitus
adalah suatu penyakit kronis yang disebabkan oleh berkurangnya produksi insulin oleh
pankreas, baik yang diturunkan maupun yang didapat, atau oleh ketidakefektifan produksi
insulin. Kekurangan ini meningkatkan kosentrasi glukosa dalam daarah, dimana ini bisa
membahayakan sistem tubuh, khususnya pembuluh darah dan syaraf sehingga menyebabkan
berkurangnya kemampuan untuk merasakan nyeri sehingga merupakan salah satu resiko
terjadi dekubitus (WHO, 2005).
Kerusakan integritas kulit dapat berasal dari luka karena trauma dan pembedahan, namun
juga dapat disebabkan karena tertekannya kulit dalam waktu yang lama yang menyebabkan
iritasi dan akan berkembang menjadi luka tekan atau dekubitus (Mukti, 2005)
Menurut Wort Health Organization (WHO) prevalensi dekubitus di dunia, 21% atau sekitar
8,50 juta kasus. Prevalensi luka dekubitus bervariasi 5-11% terjadi di tatanan perawatan akut
(acute care), 15-25% di tatanan perawatan jangka panjang (long term care), dan 7-12% di
tatanan perawatan rumah (home health care) (WHO, 2018).
Hal ini membuat pencegahan dekubitus menjadi hal yang utama karena pengobatan dekubitus
membutuhkan waktu dan biaya yang besar. Tindakan pencegahan dapat dilakukan dengan
melakukan massase pada kulit pasien, pemeliharaan keadaan umum dan hygiene penderita,
ataupun dengan tindakan khusus seperti mengurangi tekanan luar yang berlebih pada daerah
tertentu dengan cara perubahan posisi tubuh tiap 2 jam ditempat tidur selama 24 jam.
Pencegahan dekubitus dapat juga dilakukan dengan cara meningkatkan pengetahuan keluarga
tentang bagaimana cara mencegah terjadinya dekubitus.
Dari dekubitus juga bias menimbulkan nyeri yang sangat dan ketidaknyamanan bagi pasien.
Oleh karena itu keluarga sebagai orang terdekat yang merawat pasien dengan dekubitus perlu
mengetahui pengetahuan tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan dekubitus agar
keluarga itu sendiri dapat mencegah terjadinya dekubitus.
Sehubungan dengan hal tersebut, maka dibutuhkan sosialisasi dan penyuluhan dari tenaga
kesehatan dalam upaya untuk meningktakan pengetahuan keluarga pasien tentang luka
dekubitus sehingga dapat menekan angka luka dekubitus pada pasien.
BAB 2
TINJAUAN TEORI
2.1.1 Pengertian
2.1.2 Penyebab
a. Tekanan (presure) Ketika adanya tekanan darah pada pembuluh darah arteri kapiler
sekitar 32 mmHg. Sementara pada pembuluh darah vena menurun sekitar 10mmHg.
Dan apabila melebihi batas tekanan maka menyebabkan obstruksi pada kapiler,
jaringan kehilangan suplai darah dan akhirnya terjadi kematian jaringan.
b. Gesekan dengan kekuatan besar (shear) Terjadi ketika pasien diimobilisasi, misalnya
ketika pasien dipindahkan dari tempat tidur ke kursi atau sebaliknya, maka akan
terjadi gesekan yang kuat antara kulit dengan permukaan sprei temapat tidur pasien
c. Gesekan (friction) Hala ini biasanya terjadi pada daerah yang rentan akan terjadinya
kerusakan jaringan akibat tekanan dan gesekan. Oleh karena itu untuk mencegah
terjadinya tekanan dan gesekan perlu teknik penanganan dan peralatan yang tepat
d. Kelembaban (moisture) Adanya kelembaban yang tinggi dalam waktu yang sangat
lama dapat berakibat pada maserasi kulit yang mengakibatkan terjadinya luka ulkus
dekubitus pada bokong maupun jaringan lainya.
2.1.3 Faktor Resiko
Dekubitus akan terjadi jika pasien tidak dilakukan mobilisasi selama 6 jam. Menurut
NPUAP (Panel, 2015) dekubitus dibagi menjadi 4 stadium yaitu:
a. Stadium I
Epidermis dan dermis pada kulit penderita dengan sensibilitas yang baik akan
mengeluhkan nyeri. Adanya perubahan dari kulit yang dapat diobservasi. Apabila
kulit pasien dibandingkan dengan kulit normal, akan tampak salah salah satu tanda
sebagai beriku: perubahan tenperatur kulit (lebih dingn atau lebih hangat), perubahan
konsistensi jaringan (lebih keras atau lunak), perubahan sensasi (gatal atau nyeri).
Pada penderita yang mempunyai kulit putih luka akan kelihatan kemerahan tetapi jika
penderita berkulit gelap maka luka akan keliatan sebagai warna merah yang menetap,
biru dan ungu. Stadium ini umunya akan sembuh dalam 5-10 hari.
b. Stadium II
Hilangya sebagian lapisan kulit epidermis atau dermis cirinya adalah lukanya
superficial, abrasi, melepuh atau membentuk lubang yang dangkal. Ulserasi mengenai
dermis dan meluas sampai jaringan adipose, terlihat eritema dan indurasi (melepuh).
Stadium ini akan sembuh dalam waktu 10-15 hari.
c. Stadium III
Ulserasi meluas sampai ke lapisan lemak subkutis dan otot, dalam fase ini sudah
adanya edema, inflamasi, infeksidan dan hilangya struktur jaringan. Tepi ulkus tidak
teratur dan terlihat hiper atau hipopigementasi dengan fibrosis. Hilangya lapisan kulit
secara lengkap, meliputi kerusakan atau nekrosis dari jaringan subkutan atau lebih
dalam, tapi tidak sampai fascia. Luka terlihat seperi lubang yang dalam. Dapat
sembuh dalam waktu 3-8 minggu.
d. Stadium IV
Ulserasi dan nekrosis meluas sampai mengenai fascia, otot, tulang, serta sendi. Hal ini
dapat terjadi arthritis septic atau osteomelitis dan sering disertai anemia. Hilangya
lapisan kulit secar lengkap dengan kerusakan yang luas, nekrosis jaringan, kerusakan
pada otot, tulang atau tendon. Adanya lubang yang dalam serta saluran sinus juga
termasuk dalam dtadium IV dari luka tekan.dapat sembuh dalam waktu sekitar 3-6
bulan
2.2.1 Pengkajian
Dalam melakukan pengkajian resiko luka dekubitus, diperlukan kejelian dari pada
perawat terhadap kondisi pasien dan mempertimbangkan kemungkinan resiko yang dapat
mengkontribusi terjadi dekubitus. Berikut ini beberapa hal penting yang perlu diperhatikan
dalam melakukan pengkajian terjadinya luka dekubitus.
Bedasarkan hasil penelitian bahwa rendahnya tekanan diastole akan beresiko untuk
terjadinya luka dekubitus. Untuk menilai resiko terjadinya luka dekubitus dapat
menggunakan skala penilaiaan resiko luka dekubitus seperti skalan Norton. Skala Norton
menemukan adanya hubungan yang hampir linear antara skor pasien dengan insiden
dekubitus (Exton-Smith, 1987 dalam Morison, 2003). Skor pasien 14 atau kurang, ditemukan
beresiko, sedangkan skor pasien kurang dari 12 dikatakan secara khusus beresiko.
Pada pengkajian luka dekubitus hal-hal yang perlu dikaji adalah tingkatan luka dekubitus,
ukuran luka, eksudat, peradangan atau infeksi, nekrosis jaringan dan granulasi. Hal ini
penting dalam penentuan perawatan luka dekubitus. Perawatan pasien menjadi sangat penting
dimiliki oleh semua perawatan yang ada dalam bangsal, dan rencana tindakan untuk
pencegahan dan penatalaksanaan dekubitus tersaji dalam 10 poin yaitu :
a. Kaji resiko pasien terhadap adanya pengembangan dekubitus dengan menggunakan alat
pengkajian yang teruji dan valid dalam 1 jam setelah pasien masuk;
b. Lakukan pengkajian ulang bila mana terdapat perubahan material pada kondisi pasien;
c. Pilihlah suatu sistem penyangga bagi pasien yang sesuai dangan skor resiko pasien dalam 1
jam setelah masuk bangsal;
d. Rencanakan jadwal mobilisasi dan jadwal pergantian posisi yang sesuai dengan resiko
pasien, hindarkan pasien dari kerusakan/kehancuran kulit dan tempat yang beresiko tinggi
sebanyak mungkin dan harus diingat kebutuhan pasien untuk beristirahat, makan dan
menerima kunjungan, catat perubahan posisinya;
e. Inspeksi tempat-tempat beresiko tinggi secara teratur, contohnya setiap kali merubah posisi
pasien, dan lakukan pengkajian ulang adanya dekubitus setiap hari;
f. Pertahankan integritas kulit, bersihkan selalu setelah pasien mengalami inkontensia urine
atau fekal, jangan menggunakan sabun secara berlebihan, hindari menggosok kulit yang
lembut, bila memungkinkan lakukan identifikasi dan koreksi terhadap sebab inkontensia;
g. Dengan bantuan ahli diet lakukan pengkajian status nutrisi pasien dan semua diet khusus
yang diperlukan untuk memperbaiki kebutuhan;
h. Ringankan pengaruh dari kondisi melemahkan yang lain yang terjadi secara bersamaan
bila memungkinkan;
i. Lakukan identifikasi dan coba untuk mengkoreksi setiap masalah yang berhubungan
dengan tidur;
No Data Etiologi MK
1 Data Subjektif : Tekanan/kekerasan langsung Gangguan
Klien mengatakan ↓ mobilitas fisik
“keluarga dan perawat Terputusnya kontinuitas tulang
membantu saya saat ingin ↓
melakukan kegiatan seperti Deformitas
makan, minum, dan ↓
mandi” Ekstremitas bawah tidak dapat
berfungsi dengan baik
Data Objektif : Klien ↓
tampak tidak mampu Keterbatasan Mobilitas
melakukan aktivitas sehari-
hari secara mandiri, semua
aktivitas klien dibantu oleh
keluarga dan perawat.
2 Data Subjektif : - Klien Post Op. Gangguan
mengatakan ”saya tidak ↓ Integritas
bisa bergerak dari tempat Bedrest Total Kulit
tidur karena merasa nyeri ↓
dan pusing bila duduk atau Penekanan yang lama pada kulit
bergerak” Data Objektif : - ↓
Wajah klien terlihat lesu Kurangnya Suplai O2 dan nutrisi pada
dan meringis. Kulit daerah tertekan
dibagian sakrum dan tumit ↓
pasien terlihat memerah. Gangguan Integritas Kulit
LITERATURE REVIEW
BAB IV
KASUS ASKEP
1. Pengkajian
Bioadata
Nama pasien : Ny. K
Jenis kelamin : Perempuan
Umur : 58 Tahun
Status perkawinan :Menikah
Agamma : Islam
Pendidikan : SD
Pekerjaan : Ibu Ruma Tangga
Alamat : Jl. Marelan VI lingkungan 25
Tanggal masuk RS : 05/05/2017
No. Register : 01.01.94.97
Ruang/Kamar : Unit Stroke
Golongan Darah :B
Tanggal Pengkajian : 09/05/2017
Tanggal Operasi :-
Diagnosa Medis : Stroke Haemorogik
2. Keluhan Utama
Keluarga Ny. K mengatakan adanya kulit yang luka pada bagian bawah tulang ekor dan
selama perawatan di rumah jarang dilakukan mobilisasi.
Keluarga Ny. K mengatakan bahwa pada bagian tubuh ekstremitas atas dan bawah
lumpuh sehingga tidak bisa digerakkan.
3. Riwayat Kesehatan Sekarang
A. Provocative/palliative
1) Apa penyebabnya
Keluarga Ny. K mengatakan penyebab lumpuhnya karena penyakit hipertensi
yang dialami.
2) Hal-hal yang memperbaiki keadaan
Keluarga Ny. K mengatakan selama perawatan di ruamh tidak ada dilakukan
mobilisasi yang signifikan.
B. Quantity/quality
1) Bagaimana dirasakan
-
2) Bagaimana dilihat
Ny. K terlihat bedrest total dengan ekstremitas atas dan bawah terlihat oedem.
C. Region
1) Dimana lokasinya
Di bagian tubuh ekstremitas atas dan bawah. Dan lokasi luka di bagian tulang
ekor belakang.
2) Apakah menyebar
Selama perawatan hanya terlihat oedem ekstremitas atas dan bagian bawah saja.
D. Severity
Keluarga Ny. K mengatakan bagian tubuh yang lumpuh tidak dapat bergerak dan
menyebabkan Ny. K tidak dapat bergerak sehingga bedrest total.
E. Time
Dua minggu sebelum masuk rumah sakit.
4. Riwayat Kesehatan Masa Lalu
a. Penyakit yang pernah dialami
Hipertensi
b. Pengobatan/tindakan yang dilakukan
Ny. K mendapatkan terapi kusuk selama perawatan di rumah
c. Pernah dirawat/dioperasi
Tidak pernah
d. Lama dirawat
-
e. Alergi
Tidak ada riwayat alergi
f. Imunisasi
Keluarga Ny. K kurang mengetahui status imunisasinya.
5. Riwayat Kesehatan Keluarga
a. Orang tua
Tidak dikaji
b. Saudara Kandung
Tidak dikaji
6) Telinga
a. Bentuk telinga : normal dan simetris.
b. Ukuran telinga : normal dan simetris antara kiri dan kanan.
c. Lubang telinga : ada, diameter lubang telinga normal, dan simetris.
7) Mulut dan faring
a. Keadaan bibir : mukosa bibir kering
b. Keadaan gusi dan gigi : gusi dalam keadaan baik.
c. Keadaan lidah : keadaan lidah baik
d. Orofaring : tidak terdapat tandatanda peradangan.
8) Leher
a. Posisi trakea : keadaan baik, tidak ada massa yang teraba
b. Thyroid : tidak ada pembengkakan kelenjar thyroid
c. Kelenjar limfa : tidak ada pembengkakan kelenjar limfa
d. Vena jugularis : teraba
e. Denyut nadi karotis : teraba dan frekuensi sama dengan frekuensi denyut
nadi radialis.
9) Pemeriksaan integumen
a. Kebersihan
Ny. K tidak mampu melakuukan kebersihan secara mandiri dan kulit terlihat
kering.
b. Kehangatan: hangat
c. Warna kulit : sawo matang
d. Tugor : terdapat edema pada daerah ekstremitas atas dan bawah
e. Kelembapan : kering
f. Kelainan pada kulit : terdapat luka tekan yang mulai menyebar pada daerah
tulang yang menonjol di bagian tulang ekor.
10) Pemeriksaan thoraks/dada
a. Inspeksi thhoraks
Thoraks pasien dalam keadaan normal, tidak terlihat kelainan pada bentuk
thoraks pasien, tidak ada kelainan pada bentuk tulang belakang pasien.
b. Pernapasan
Sifat pernapasan pasien terlihat kombinasi antar pernapasan dada dan
pernapasan perut, dengan frekuensi 22x/menit.
c. Tanda kesulitas bernapas
Tidak ada tanda kesulitan saat pasien bernapas.
11) Pemeriksaan paru
a. Palpasi getaran suara
Adanya vocal fremitus yang simetris antara kiri dan kanan.
b. Perkusi
Terdengar sonor pada saat memperkusi paru-paru pasien.
c. Auskultasi
Bunyi nafas vesikuler dan tidak ada terdengar bunyi suara nafas tambahan.
12) Pemeriksaan jantung
a. Inspeksi : normal
b. Palpasi : tidak ada pembengkakan saat dipalpasi
c. Perkusi : saat dilakukan perkusi terdengan suara dullnes
d. Auskultasi : saat dilakukan auskultasi tidak terdengar suara tambahan.
13) Pemeriksaan abdomen
a. Inspeksi : abdomen terlihat dalam keadaan simetris
b. Auskultasi : terdengar bunyi peristaltik
c. Perkusi : timpani
d. Palpasi : tidak ada nyeri tekan, tidak ada benjolan.
14) Pemeriksaan kelamin dan daerah sekitarnya
a. Genitalia : normal, tidak terdapat kelainan
b. Anus dan perineum : anus dan perineum ada dalam bentuk yang normal dan
tidak ada mengalami kelainan.
15) Pemeriksaan muskuluskeletal/ekstremitas (kesimetrisan, kekuatan otot,
edema)
a. Kesimetrisan otot : simetris kanan dan kiri.
b. Kekuatan otot : sangat bergantung terhadap anggota keluarga, karena
ekstremitas atas dan bawah mengalami kelumpuhan.
16) Pemeriksaan neurologi (Nervus cranialis)
a. Nervus I (olfaktorius)
Tidak dikaji.
b. Nervus 2 (optikus)
Penglihatan pasien masih dalam keadaan baik
c. Nervus 3 (okulomotorius), 4 (troklearis) dan Nervus 6 9abdusen) kerjasama
3 nervus penglihatan pasien dalam keadaan baik dimana pasien mampu
untuk menggerakkan mata keatas dan kebawah, pasien dapat membuka mata
dengan baik, elevasi kelopak mata baik.
d. Nervus 5 (Trigeminus)
Fungsi terganggu, Ny. K tidak dapat merasakan sentuhan tajam di bagian
ekstremitas atas dan bawah
e. Nervus 8 (Vestibulokoklearis)
Dalam keadaan baik, karena saat dipanggil, dia memberi respon
f. Nervus 9 (Glossofaringues) dan Nervus 10 (vagus)
Dalam keadaan kurang baik, dimana klien menggunakan NGT.
g. Nervus 11 assesorius spinal
Pasien dapat menggerakkan kepalanya ke kanan dan ke kiri, tidak terlihat
ada kekakuan saat pasien menggerakkan meskipun secara perlahan
h. Nervus 12 (Hipoglossus)
Tidak dikaji
17) Fungsi motorik
Fungsi motorik pasien dalam keadaan kurang baik.
18) Fungsi sensorik
Fungsi sensorik pasien dalam kondisi kurang baik, karena kurang merasakan
sentuhan yang diberikan baik itu sentuhan halus, tajam ataupun tumpul dan juga
sentuhan berupa suhu (panas dan dingin). Pasien masih dapat merespon
sentuhan yang diberikan baik itu sentuhan halus, tajam ataupun tumpul dan juga
sentuhan berupa suhu (panas dan dingin).
19) Refleks (bisep, trisep, brachioradialis, tendon aciles, plantar)
Ny. K tidak merasakan refleks pada bagian ekstremitas atas dan bawah.
9. Pola Kebiasaan sehari-hari
a. Pola makan dan minum
1. Frekuensi makan
2 kali satu hari
2. Alergi
Tidak ada riwayat alergi
3. Mual dan muntah
Tdk ada
4. Waktu pemberian makan
Pagi, siang dan sore
5. Jenis makan
Sonde dan susu cair
b. Perawatan diri (personal hygiene)
1. Kebersihan tubuh
Ny. K tidak mampu melakukan kebersihan diri secara mandiri dan dibantu oeh
keluarga.
2. Kebersihan gigi dan mulut
Gigi pasien tampak kotor dan muut tampak kering.
3. Kebersihan kuku kaki dan tangan
Kebersihan kuku kaki tampak sedikit kotor
c. Pola kegiatan atau aktivitas
Ny. K tidak mampu bergerak ke kamar mandi secara mandiri, sehingga aktivitas
mandi dan eliminasi di bantu oleh keluarganya, terutama suaminya.
d. Pola eliminasi
1) Buang Air Besar (BAB)
a) Karakter feses : Kuning lembek
b) Riwayat perdarahan : Tidak ada perdarahan saat pasien BAB
c) Penggunaan laktasif : Tidak ada
d) Diare : Tidak ada
2) Buang Air Kecil (BAK)
a) BAK : Klien menggunakan kateter
b) Karakter urine : Berwarna kuning tidak pekat dan berbau khas
c) Nyeri/rasa terbakar/ kesulitan BAK : -
d) Riwayat penyakit ginjal/ kandung kemih : -
e) Penggunaan diuretik : -
f) Upaya mengatasi masalah : -
10. Analisis data
RR: 22 x/menit
TD: 140/100
N: 84x/menit
T: 36.50
2. Ds: Gangguan Gangguan Mobilisasi
Keluarga Ny. K mengatakan Neuromuskular
bahwa pada bagian tubuh
ekstremitas atas dan bawah
lumpuh sehingga tidak bisa
di gerakkan dan selama
perawatan di rumah, jarang
dilakukan mobilisasi
Do:
Ny. K terlihat bedrest total,
rentang gerak Ny. K sangat
terbatas, dengan mobilisasi
Ny. K = 4
Yaitu sangat bergantung dan
tidak dapat berpartisipasi
dalam perawatan
3. Ds: Menurunnya Defisit perawatan diri
Keluarga Ny. K mengatakan kekuatan otot dan
tidak mampu bergerak ke daya tahan
kamar mandi sendiri
sehingga pengaturan dan
melakukan kebersihan,
perawatan diri sendiri, di
bantu oleh keluarganya
Do:
1. Makan:
2. Mandi:
3. Berhias
4. Eliminasi:
a. BAB : Karakter feses
kuning lembek
3. Defisit perawayan diri mandi berhubungan dengan menurunnya kekuatan otot dan
daya tahan
12. Perencanaan keperawatan
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
1. Pada pengkajian klien dengan luka tekan ataupun ulkus decubitus, kita harus
cermat dalam pengumpulan data yaitu dengan mengetahui keluhan utama yang
normal, riwayat keluarga yang lalu dan sekarang, pemeriksaan fisik dan pola
kehidupan sehari-hari klien.
2. Diagnosa yang muncul ditentukan dari kondisi klien dan patofisiologi penyakit
klien.
3. Untuk menentukan prioritas diperlukan pengetahuan perawat mengenai kondisi
klien yang ada di lapangan, dengan mendahulukan kebutuhan/keadaan yang
mendesak untuk diselesaikan/diatasi yang mungkin dapat membahayakan klien.
4. Pada rencana tindakan tidak semua diterapkan dalam implementasi secara ideal,
tetapi disesuaikan dengan situasi kondisi dan fasilitas ruangan.
5. Evaluasi secara umum terhadap klien setelah dilakukan tindakan keperawatan
masalah teratasi dan masalah teratasi sebagian. Hal ini terjadi karena keterbatasan
dalam waktu.
5.2 Saran
Carpenito, L.J. (2009). Diagnosis Keperawatan Aplikasi pada Praktik Klinis. Edisi 9. Jakarta :
EGC.
Potter and Perry. (2005). Buku Ajar Fundamental Keperawatan Konsep, Proses dan Praktek.
Edisi 4. Volume 1. Jakarta : EGC.
Potter and Perry. (2005). Buku Ajar Fundamental Keperawatan Konsep, Proses dan Praktek.
Edisi 4. Volume 2. Jakarta : EGC.
Muttaqin, A., dan Sari, K. (2011). Asuhan Keperawatan Gangguan sistem Integumen. Jakarta :
Salemba Medika
Potter, P.A., and Perry, A.G. (2006). Fundamental Of Nursing. Volume 2. Edisi 4. Penerjemah:
Komalasari, Renata, dkk. Jakarta : Salemba Medika.
Widago, dkk. (2013). Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan Sistem Persarafan.
Jakarta : TIM.
Wilkinson, J. M., and Ahern, N. R. (2011). Buku Saku Diagnosis Keperawatan : Diagnosis
NANDA, Intervensi NIC. Jakarta : EGC