Anda di halaman 1dari 12

GURU AGAMA ISLAM DALAM MENGHADAPI RADIKALISME DAN

ERA DIGITAL

Mata Kuliah : Antropologi Sosiologi Pendidikan


Dosen Matkul. : Drs. Moch. Fuad, M.Pd

Disusun oleh :
Afaf Ghoida Al Faizah 19104010138
PAI D semester 4

PRODI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA
2021

2
DAFTAR ISI

Daftar Isi..................................................................................................................1

Kata Pengantar.........................................................................................................2

BAB I PENDAHULUAN........................................................................................3

BAB II ISI................................................................................................................4

A. Pengertian Radikal........................................................................................4

B. Apa Upaya Guru PAI dalam Menghadapi Radikalisme?.............................6

C. Upaya Guru dalam Menghadapi Era Digital.................................................8

Kesimpulan..............................................................................................................9

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................10

1
KATA PENGANTAR

Segala puji hanya bagi Allah SWT, kita memuji, meminta tolong,
memohon ampun, dan berlindung pada-Nya dari keburukan kita dan kejahatan
amalan kita. Sholawat serta salam terindah semoga senantiasa tercurah pada
semulia-mulia makhluk-Nya, Sayyidina Muhammad Saw, hamba dan utusan-Nya,
yang menjadi sumber cahaya kebenaran serta para penerus hingga akhir zaman.

Demikian juga penulis bersyukur kepada-Nya yang telah memudahkan


penulisan makalah guna memenuhi tugas mata kuliah Antropologi Sosiologi
Pendidikan dengan judul “Guru Agama Islam dalam Menghadapi
Radikalisme dan Era Digital” yang sederhana ini dapat terselesaikan.

Penulis sangat menyadari bahwa penulisan makalah ini masih sangat jauh
dari kesempurnaan. Oleh karena itu masukan, kritik dan saran dalam tulisan ini
sangat dibutuhkan oleh penulis untuk perbaikan pada masa yang akan datang.
Semoga bermanfaat bagi penulis khususnya dan para pembaca pada umumnya.
Aamiin.

Banjarnegara, 22 April 2021

Afaf Ghoida Al Faizah


(19104010138)

2
BAB I PENDAHULUAN

Latar Belakang
Fenomena upaya seseorang atau kelompok yang menginginkan atau
menuntut perubahan sistem dari dasar dianggap ancaman oleh beberapa pihak
khususnya pemerintah. Golongan tersebut dicap sebagai golongan orang-orang
yang Radikal. Mereka kerap dikatakan melatarbelakangi gerakan terorisme yang
selalu membuat resah baik dalam ruang lingkup nasional maupun internasional.
Beberapa kaum intelek ikut menyuarakan pendapatnya bahwa kalangan
radikal ini terbentuk karena banyak faktor, diantaranya adalah faktor teologi,
budaya, sosial ekonomi dan politik. Sepertinya dari faktor teologi itulah muncul
gerakan Islam radikal.
Di zaman dahulu juga terjadi hal yang demikian, Sebagaimana yang
dilakukan oleh Kartosuwiryo yang dahulunya menjadi teman Soekarno dalam
melakukan perjuangan tetapi kemudian Kartosuwiryo memisahkan diri dari
Soekarno karena, beberapa alasan di antaranya perbedaan pendapat tentang
hukum yang digunakan di Indonesia.1
Rumusan Masalah:
A. Apa pengertian radikal?
B. Apa upaya guru PAI dalam menghadapi radikalisme?
C. Apa upaya guru PAI dalam menghadapi era digital?
Tujuan Pembahasan:
A. Untuk mengetahui arti dari radikal.
B. Untuk mengetahui upaya guru PAI dalam menghadapi radikalisme.
C. Untuk mengetahui upaya guru PAI dalam menghadapi era digital.
D.

1
Jakaria Umro, Upaya Guru Agama Islam dalam Mencegah Radikalisme Agama di Sekolah.
Journal Of Islamic Education (JIE) Vol. II No. 1 Mei 2017, hal. 90.

3
BAB II ISI

A. Pengertian Radikal

Arti kata radikal menurut KBBI ada 3, diantaranya adalah: secara


mendasar (sampai kepada hal yang prinsip), amat keras menuntut perubahan
(undang-undang, pemerintahan), maju dalam berpikir atau bertindak. 2 Dari arti di
atas dapat diambil kesimpulan bahwa radikal yang kita bahas sekarang ini adalah
menuntut perubahan dari dasar. Sedangkan radikalisme adalah aliran yang
menuntut perubahan dari dasar seperti mengganti undang-undang atau sistem
pemerintahan yang berlaku saat ini.
Istilah radikalisme berasal dari bahasa Latin “radix” yang artinya akar,
pangkal, bagian bawah, atau bisa juga berarti menyeluruh, habis-habisan dan amat
keras untuk menuntut perubahan. Sedangkan radicalism artinya doktrin atau
praktik penganut paham radikal atau paham ekstrim. Sedangkan Menurut Kamus
Besar Bahasa Indonesia, radikalisme berarti (1) paham atau aliran yang radikal
dalam politik; (2) paham atau aliran yang menginginkan perubahan atau
pembaharuan sosial dan politik dengan cara kekerasan atau drastis; (3) sikap
ekstrem dalam aliran politik (Nuhrison, 2009:36). dalam studi Ilmu Sosial,
Radikalisme diartikan sebagai pandangan Journal Of Islamic Education (JIE) Vol.
II No. 1 Mei 2017 96 yang ingin melakukan perubahan yang mendasar sesuai
dengan interpretasinya terhadap realitas sosial atau ideologi yang dianutnya
(Hasani dn Naipospos, 2010:19).
Dari sebagian pengertian diatas dapat diambil kesimpulan bahwa
radikalisme itu dikatakan sebagai paham atau aliran yang membuat kegaduhan
terhadap tatanan kehidupan yang sedang berjalan. Mereka sering dikaitkan
sebagai orang yang kolot dalam menganut ajaran Agamanya. Dan faktor yang
mempengaruhi orang menjadi radikal adalah dengan mempelajari teologi dari
ajaran Agamanya sendiri. Mereka dalam menghadapi keadaan social yang
berlangsung saat ini sering dikatakan melakukan kekerasan dalam berdakwah atau

2
KBBI, https://kbbi.web.id/radikal, diakses tanggal 22 April 2021

4
menyebarkan pahamnya. Namun ada juga yang mengatakan bahwa mereka
menyebarkan pahamnya dengan cara yang halus melalui pendidikan. Namun tetap
saja dikatakan bahwa cara yang halus maupun cara yang kasar tetap saja membuat
kerusakan atau dirasa meresahkan masyarakat yang memiliki nasionalisme tinggi
khususnya pemerintah yang tidak ingin mengganti sistem yang sedang
berlangsung walau ditemukan beberapa kesalahan atau ketidak adilan dalam
pelaksanaan sistem yang sedang berlangsung.
Ciri-ciri kelompok radikal menurut Masduqi adalah sering mengklaim
kebenaran tunggal dan menyesatkan kelompok lain yang tak sependapat. Klaim
kebenaran selalu muncul dari kalangan yang seakanakan mereka adalah Nabi
yang tak pernah melakukan kesalahan ma’sum padahal mereka hanya manusia
biasa. Klaim kebenaran tidak dapat dibenarkan karena manusia hanya memiliki
kebenaran yang relatif dan hanya Allah yang tahu kebenaran absolut. Oleh sebab
itu, jika ada kelompok yang merasa benar sendiri maka secara langsung mereka
telah bertindak congkak merebut otoritas Allah (Masduqi, 2012:3).
Maka dari itu, gerakan radikalisme dirasa meresahkan sehingga beberapa
membuat buku atau ajakan untuk upaya deradikalisasi. Sedangkan menurut
beberapa pihak bahwa istilah deradikalisasi ini terkesan memojokkan Islam dan
terasa bahwa Islam yang sedang diincar atau dilemahkan. Jadi mereka
menyimpulkan bahwa upaya deradikalisasi adalah sama dengan deislamisasi.
Beberapa kalangan juga mengatakan bahwa isu radikalisme terasa terkesan
berlebihan. Karena masalah negeri saat ini bukan radikalisme, melainkan ekonomi
yang senantiasa tidak meroket.
Radikal sering dikatakan terlalu menyerang Islam karena isu-isu atau ciri-
ciri orang radikal itu dikaitkan dengan orang-orang yang taat pada agama Islam.
Seperti ciri orang-orang radikal adalah yang bercelana cingkrang atau good
looking. Sering pergi ke masjid dan mempelajari akidah dikatakan akan terpapar
radikalisme, serta ungkapan yang menyerang umat Islam.
Terlebih lagi jika ada ummat agama lain yang melakukan kericuhan atau
merusak tatanan hidup, mereka tidak dikatakan sebagai orang yang radikal.
Sedangkan jika pelakunya adalah orang Islam. Maka dikatakan sebagai orang

5
yang radikal dengan berbagai bukti yang ditunjukkan seperti rajin membaca Al-
Qur’an dan wasiat yang mengatakan bahwa riba itu haram atau pesan yang
memang sebenarnya benar dari ajaran agama Islam. Namun karena framing
demikian menyebabkan pesan yang benar sekalipun dirasa salah dikarenakan
pembawa pesannya membawa image buruk terhadap orang Islam.
Banyak masyarakat yang lelah akan isu radikalisme dan lebih
mementingkan isu lain. Namun pemerintah tetap istiqomah mengatakan
radikalisme seolah-olah radikalisme itu sudah sangat berbahaya atau akan
menyebabkan teror yang mengakibatkan jutaan orang terbunuh.
Padahal tidak demikian, teror atau perang yang ada pada masa lalu itu
bukan disebabkan oleh orang-orang radikal yang dikatakan pada saat ini. Namun
mereka yang haus akan kekuasaan, haus akan ekonomi maupun ingin
menyebarkan pengaruhnya ke seluruh dunia. Bukan orang-orang yang ingin
menuntut ajaran agamanya diterapkan di kehidupan mereka.
Orang-orang radikal adalah orang-orang yang menuntut ajaran agamanya
supaya diterapkan dalam kehidupan mereka, mereka bisa bergerak atau berpikiran
demikian karena rasa tidak puas terhadap sistem yang menaungi mereka.
Sehingga perasaan fitrah mereka ingin hidup dengan nyaman bergejolak, dan
mereka akan melampiaskan hal itu dengan menyebarkan pengaruhnya ke
beberapa orang yang mengalami nasib yang sama.
Maka tidak heran jika orang radikal itu dikaitkan dengan orang taat dengan
agamanya, sedangkan orang yang menerima tatanan sistem yang sedang
berlangsung saat ini dikatakan sebagai orang yang moderat, modernis, atau istilah
keren lain.

B. Apa Upaya Guruguru PAI dalam Menghadapi Radikalisme?

Dalam pemaparan diatas dapat diketahui bahwa kemunculan gerakan


radikal itu di dapati dalam pendidikan maupun gerakan luar yang dikatakan
melakukan dakwah secara keras. Sedangkan upaya guru dalam menghadapi
radikalisme dalam arti mencegah radikalisme adalah dengan memfilter ajaran
radikal yang terdapat di dalam buku-buku pendidikan Agama Islam. Para guru

6
juga bisa melakukan peningkatan rasa nasionalisme dan sedikit memarginalkan
penerapan agama secara menyeluruh. Para guru bisa mengecek ulang silabus dan
memilih materi yang sesuai dengan apa yang dipesan pemerintah yang semisal
mengajarkan bahwa Islam itu rahmat bagi seluruh alam. Atau jika di kurikulum
tidak ditemukan materi atau bahan ajar yang mengajarkan tentang moderat, maka
para guru bisa merevisi atau mendesain ulang kurikulum supaya materi yang
diajarkan itu tentang Islam mengasihi bukan membenci atau yang semisalnya.
Salah satu ciri gerakan radikal adalah mereka mengatakan bahwa sistem
yang ada pada saat ini adalah sistem thaghut. maka dari itu upaya guru sebagai
pembimbing bisa menjelaskan negara Indonesia adalah negara hukum bukan
negara yang berlandaskan agama tertentu. Ringkasnya para guru bisa menjelaskan
bahwa negara Indonesia ini adalah negara yang sekuler dan menyingkirkan agama
namun tidak menghilangkan agama. Agama hanya untuk individu dengan
individu bukan untuk mengurusi kehidupan. Karena di dalam sistem sekuler,
peraturan atau hukum yang mengatur tatanan kehidupan manusia dibuat dan
diatur oleh manusia itu sendiri dan bukan diatur oleh si Pencipa Alam Semesta ini.
Jadi sebagai guru yang bertugas menciptakan generasi yang moderat yang cinta
tanah air. Maka para guru bisa mengajarkan sekularisme dan tidak mengajarkan
Agama dengan berlebihan. Para guru juga bisa menanamkan sikap nasionalisme
kepada murid-murid, supaya para siswa tidak bisa lagi disusupi paham radikal.
Tidak kalah pentingnya karena negara kita ini negara yang beraneka ragam
penduduknya, maka para guru yang bertugas mencetak generasi yang cinta tanah
air dengan mengajarkan semboyan bhineka tunggal ika. Dan mengajarkan kepada
siswa bahwa hanya dengan bhineka tunggal ika maka keragaman dapat
berdampingan dan berjalan dengan damai. Para guru juga bisa mengajarkan
kepada siswa bahwa orang-orang radikal itu berupaya untuk merusak keragaman,
mereka hendak menyeragamkan masyarakat yang majemuk. Karena itulah, James
Lynch (1986:86-87) menyatakan pendidik agama harus mampu menyampaikan
pokok bahasan multikultural dengan berorientasi pada dua tujuan, yaitu:
penghargaan kepada orang lain (respect for others) dan penghargaan kepada diri
sendiri (respect for self). Kedua bentuk penghargaan ini mencakup tiga ranah

7
pembelajaran (domain of learning) yaitu pengetahuan (cognitive), keterampilan
(psychomotor), dan sikap (affective).

C. Upaya Guru dalam menghadapi Era Digital

Meninjau peradaban yang berkembang sampai hari ini, setidaknya ada


siklus sejarah yang bisa mengantarkan manusia hingga era digital seperti saat ini.
Secara berturut-turut masyarakat hidup berkembang dari masyarakat primitif,
masyarakat agraris, masyarakat industri, dan kemudian pada perkembangan lanjut
menjadi masyarakat informasi. Sebagaimana pernah diproyeksikan oleh Alvin
Toffler bahwa abad informasi akan semakin jauh meninggalkan faktor lahan,
tenaga kerja, dan juga modal biaya sebagai kekayaan dan sumber produksi
sebagaimana pada tiga era sebelumnya, yakni era nomaden, era pertanian, dan era
industri (Cho dan Moon, 2003: 209).3
Zaman sudah berubah, maka dari itu guru dituntut untuk mengetahui
bahwa murid juga berubah cara belajarnya. Maka dari itu para pendidik harus
mengetahui, memahami maupun memanfaatkan teknologi, informasi dan
komunikasi. Dan harus mengetahui skills tentang: (1) melek media dan teknologi;
(2) melakukan komunikasi efektif; (3) berpikir kritis; (4) memecahkan masalah;
(5) berkolaborasi.
Generasi zaman sekarang mempunyai rasa ingin tahu yang besar, dan
sayangnya rasa ingin tahu mereka teralihkan dari rasa ingin tahu hal yang
bermanfaat untuknya menjadi yang tidak bermanfaat untuknya. Semisal seperti
para siswa yang lebih tertarik atau ingin tahu tentang kabar pemain game online
professional atau informasi seputar game. Dan para siswa tidak tertarik atau
mempunyai rasa ingin tahu tentang rumus matematika atau yang berkaitan dengan
ilmu pengetahuan di dunia nyata atau yang bermanfaat bagi siswa. Maka dari itu,
mengapa para pendidik harus kreatif, melek media dan teknologi serta melakukan
komunikasi yang efektif untuk menarik minat rasa ingin tahu para siswa.

3
https://www.nu.or.id/post/read/99445/guru-cerdas-di-era-milenial , diakses tanggal
22 April 2021

8
Kesimpulan

Radikalisme itu dikatakan sebagai paham atau aliran yang membuat


kegaduhan terhadap tatanan kehidupan yang sedang berjalan. Mereka sering
dikaitkan sebagai orang yang kolot dalam menganut ajaran agamanya. Dan faktor
yang mempengaruhi orang menjadi radikal adalah dengan mempelajari teologi
dari ajaran agamanya sendiri. Mereka dalam menghadapi keadaan sosial yang
berlangsung saat ini sering dikatakan melakukan kekerasan dalam berdakwah atau
menyebarkan pahamnya. Namun ada juga yang mengatakan bahwa mereka
menyebarkan pahamnya dengan cara yang halus melalui pendidikan. Namun tetap
saja dikatakan bahwa cara yang halus maupun cara yang kasar tetap saja membuat
kerusakan atau dirasa meresahkan masyarakat yang memiliki nasionalisme tinggi
khususnya pemerintah yang tidak ingin mengganti sistem yang sedang
berlangsung walau ditemukan beberapa kesalahan atau ketidakadilan dalam
pelaksanaan sistem yang sedang berlangsung.
Upaya guru dalam menghadapi radikalisme dalam arti mencegah
radikalisme adalah dengan memfilter ajaran radikal yang terdapat di dalam buku-
buku Pendidikan Agama Islam. Para guru juga bisa melakukan peningkatan rasa
nasionalisme dan sedikit memarginalkan penerapan agama secara menyeluruh.
Para guru bisa mengecek ulang silabus dan memilih materi yang sesuai dengan
apa yang dipesan pemerintah yang semisal mengajarkan bahwa Islam itu rahmat
bagi seluruh alam. Atau jika di kurikulum tidak ditemukan materi atau bahan ajar
yang mengajarkan tentang moderat, maka para guru bisa merevisi atau mendesain
ulang kurikulum supaya materi yang diajarkan itu tentang Islam mengasihi bukan
membenci atau yang semisalnya.
Guru dituntut untuk mengetahui bahwa murid juga berubah cara
belajarnya. Maka dari itu para pendidik harus mengetahui, memahami maupun
memanfaatkan teknologi, informasi dan komunikasi. Dan harus mengetahui skills
tentang: (1) melek media dan teknologi; (2) melakukan komunikasi efektif; (3)
berpikir kritis; (4) memecahkan masalah; (5) berkolaborasi.

9
DAFTAR PUSTAKA

Arti kata radikal - Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Online


Hasani, Ismail dan Bonar Tigor Naipospos. 2010. Radikalisme Agama di
Jabodetabek & Jawa Barat: Implikasinya terhadap Jaminan
Kebebasan Beragama/Berkeyakinan. Jakarta: Pustaka Masyarakat
Setara.
https://www.nu.or.id/post/read/99445/guru-cerdas-di-era-milenial, diakses tanggal
22 April 2021
Masduqi, Irwan. 2012 Deradikalisasi Pendidikan Islam Berbasis Khazanah
Pesantren . Jurnal Pendidikan Islam, No. 2 Vol. 1.
Nuhrison, M. Nuh. 2009. Faktor-Faktor Penyebab Munculnya Faham/Gerakan
Islam Radikal Indonesia. HARMONI Jurnal Multikultural &
Multireligius, Vol. VIII.
Umro Jakaria. 2017. Upaya Guru Agama Islam dalam Mencegah Radikalisme
Agama di Sekolah. Journal Of Islamic Education (JIE) Vol. II No. 1
Mei 2017.

10

Anda mungkin juga menyukai