Anda di halaman 1dari 6

MATA PELAJARAN : SEJARAH

KLS : XI-6
NAMA : 1. RINALDI ARIA CHANDRA
2. BENNY SETIAWAN

KEGIATAN 9.5

Judul Kegiatan : Mengamati perkembangan Indische Partij

Tujuan kegiatan : Peserta didik dapat mengamati


perkembangan Indische Partij.

SMA N-4 PALANGKARAYA


2016
INDISCHE PARTIJ

Indische Partij adalah organisasi modern ketiga yang berdiri setelah Budi Utomo dan Sarekat
Islam. Organisasi ini merupakan organisasi pertama yang secara tegas menyatakan berpolitik.
Dengan demikian Indische Partij adalah partai politik pertama di Indonesia. Indische Partij
ingin menggantikan Indische Bond yang berdiri pada tahun 1899. Indische Bond adalah
organisasi kaum Belanda peranakan (Indo) dengan pimpinan K. Zaalberg, seorang indo.
Tujuan organisasi ini adalah untuk memperbaiki kaum Indo. Pada masa itu kaum Indo
menaruh dendam yang tak ada hingganya kepada bangsa Belanda dan segala sesuatu yang
bercorak Belanda. Hal ini disebabkan kaum Indo seolah-olah menjadi "golongan yang
dilupakan" oleh bangsa Belanda.

Keistimewaan Indische Partij adalah usianya yang pendek, tetapi anggaran dasarnya
dijadikan program politik pertama di Indonesia. Organisasi ini didirikan oleh Dr. Ernest
Francois Eugene Douwes Dekker (alias Setyabudi) di Bandung pada tanggal 25 Desember
1912 dan merupakan organisasi campuran Indo dengan bumi putera. Douwes Dekker ingin
melanjutkan Indische Bond, organisasi campuran Asia dan Eropa yang berdiri sejak tahun
1898. Indische Partij, sebagai organisasi politik semakin bertambah kuat setelah bekerja sama
dengan dr. Tjipto Mangoenkoesoemo dan Suwardi Suryaningrat (Ki Hajar Dewantara).
Ketiga tokoh ini kemudian dikenal dengan sebutan “Tiga Serangkai”.

E.F.E. Douwes Dekker berpendapat bahwa hanya melalui kesatuan aksi melawan kolonial,
bangsa Indonesia dapat mengubah sistem yang berlaku, juga keadilan bagi sesama suku
bangsa merupakan keharusan dalam pemerintahan. Pada waktu itu terdapat antitesis antara
penjajah dan terjajah, penguasa dan yang dikuasai. E.F.E. Douwes Dekker berpendapat,
setiap gerakan politik haruslah menjadikan kemerdekaan yang merupakan tujuan akhir.
Pendapatnya itu disalurkan melalui majalah Het Tijdschrift dan surat kabar De Espres. 

Sementara itu, E.F.E. Douwes Dekker banyak berhubungan dengan para pelajar STOVIA di
Jakarta. Karena ia menjadi redaktur Bataviaasch Nieuwsblad maka tidak mengherankan kalau
ia banyak berkenalan dan memberi kesempatan kepada penulis-penulis muda dalam surat
kabar.

Menurut Suwardi Suryaningrat, meskipun pendiri Indische Partij adalah orang Indo, tetapi
tidak mengenal supremasi Indo atas bumi putera, bahkan ia menghendaki hilangnya golongan
Indo dengan meleburkan diri dalam masyarakat bumi putera.

Perjuangan untuk menentang perbedaan sosio-politik inilah yang menjadi dasar tindakan
Suwardi Suryaningrat selanjutnya dengan mendirikan Taman Siswa (1922) dan menentang
Undang-Undang Sekolah Liar (1933). Di sisi lain, dr. Tjipto Mangoenkoesoemo meneruskan
perjuangannya yang radikal, walaupun ia dibuang bersama E.F.E. Douwes Dekker ke
Belanda tahun 1913. Pada tahun 1926 ia dibuang lagi ke Banda dan sebelumnya dipenjarakan
dua tahun di Bandung. Sebelum Jepang masuk ia dibebaskan dari penjajah dan pada tahun
1943 ia meninggal dunia.
Tujuan Indische Partij
            Dalam anggaran dasar Indische Partij (Pasal 2) dirumuskan tujuan sebagai berikut :

a. Untuk membangun patriotism semua bangsa Hindia kepada tanah air yang
telah member lapangan hidup kepadanya.
b. Menganjurkan kerjasama atas dasar persamaan ketatanegaraan.
c. Memajukan tanah air Hindia.
d. Mempersiapkan kehidupan rakyat yang merdeka.
Adapun usaha-usaha untuk mencapai tujuan itu adalah sebagai berikut :

a. Memelihara Nasionalisme Hindia dengan meresapkan cita-cita kesatuan


kebangsaan semua bangsa Hindia, meluaskan pengetahuan umum tentang
sejarah kebudayaan Hindia, menyatupadukan intelek secara bertahap kedalam
golongan-golongan bangsa yang masih hidup bersama dalam keadaan terpisah
karena ras dan ras peralihan masing-masing, menghidpkan kesadaran diri dan
kepercayaan terhadap diri sendiri.
b. Menyingkirkan kesombongan rasial dan keistimewaan ras, baik dalam bidang
ke tatanegaraan maupun dalam bidang kemasyarakatan, melawan usaha untuk
membangkitkan kebencian agama dan sektarisme yang bisa mengakibatkan
bangsa Hindia tidak mengenal satu sama lain, dan memajukan kerjasama
nasional.
c. Memperkuat tenaga bangsa Hindia dengan usaha kemajuan terus menerima
dari individu kearah aktivitas yang lebih besar dalam bidang tehnik dan kearah
penguasaan diri serta pola berfikir dalam bidang kesusilaan.
d. Penghapsan ketidaksamaan hak kaum Hindia.
e. Memperkuat daya pertahanan bangsa Hindia untuk mempertahankan tanah air
dari serangan asing, apabila perlu.
f. Mengusahakan unifikasi, perluasan, pendalaman dan Hindianisasi pengajaran,
yang di dalam semua hal harus ditujukan kepada kepentingan ekonomis
Hindia, dimana tidak diperbolehkan adanya perbedaan perlakuan ras, seks atau
kasta dan harus dilaksanakan sampai tingkat setinggi-tingginya yang bisa di
capai.
g. Memperbesar pengaruh Pro-Hindia ke dalam pemerintahan.
h. Memperbaiki keadaan ekonomi bangsa Hindia, terutama dengan memperkuat
yang lemah ekonominya.
Semua usaha-usaha lain yang sah dan dapat dipergunakan untuk memcapai tujuan tersebut.
           
Keanggotaan
Keanggotaan Indische Partij terbuka untuk semua golongan bangsa tanpa membedakan
tingkatan kelas, seks atau kasta, golongan bangsa yang menjadi anggota Indische Partij
adalah golongan bumiputera, golongan Indo, Cina dan Arab.

Keanggotaan Indische PArtij tersebar pada 30 cabang dengan jumlah anggota seluruhnya
7.300 orang, sebagian besar golongan Indo. Sedangkan jumlah anggota golongan bumiputera
adalah 1.500 orang, kebanyakan golongan terpelajar. Indische Partij Cabang antara lain
adalah Semarang, dengan jumlah anggota 1.300 orang, Surabaya dengan jumlah anggota 850
orang, Bandung dengan jumlah anggota 700 orang, Batavia dengan Jumlah anggota 654
orang.

Jika dibandingkan dengan Budi Utomo dan Sarekat Islam, maka keanggotaan Indische Partij
lebih kecil jumlahnya. Mungkin hal ini disebabkan karena adanya perasaan takut untuk
memasuki suatu perkumpulan politik. Adanya pasal 111 Regerings-Reglement (RR), yang
berbunyi "Bahwa perkumpulan-perkumpulan atau persidangan-persidangan yang
membicarakn soal pemerintahan (politik) atau membahayakan keamanan umum dilarang di
Hindia Belanda". Pasal ini merupakan tembok penghalang yang sukar ditembus oleh Indische
Partij dalam mengembangkan jumlah Anggotanya.

Perjuangan Indische Partij untuk memperoleh Badan Hukum


Di dalam rapat pendirian Indische Partij pada tanggal 25 Desember 1912 ditetapkan pula
anggaran dasarnya. Kemdian anggaran dasar itu diberikan kepada pemerintah untuk
mendapatkan pengesahan untuk menjadikan Indische Partij berbadan hukum. Sikap Gubernur
jendral Idenberg terhadap Indische Partij berbeda dengan sikapnya kepada Budi Utomo dan
Sarekat Islam. Sikapnya terhadap Budi Utomo dan Sarekat Islam sangat berhati-hati, tetapi
sikapnya terhadap Indische Partij sangat tegas. Gubernur Jendral Idenberk menolak anggaran
dasar Indische Partij dengan surat keputusan tanggal 4 Maret 1913. Alas an penolakan
disebutkan "Oleh karena perkumpulan itu berdasar politik dan mengancam hendak merusak
keamanan umum, harus dilarang pendiriannya, menurut pasal 111 RR".

Di dalam rapat tanggal 5 Maret 1913 pucuk pimpinan Indische Partij memutuskan untuk
mengubah bunyi pasal 2 tentang tujuan Indische Partij. Setelah diubah bunyinya menjadi
seperti berikut :

a. Memajukan kepentingan anggota di dalam segala lapangan, baik jasmani


maupun rohani.
b. Menambah kesentosaan kehidupan rakyat di Hindia Belanda.
c. Berdaya upaya menghilangkan segala rintangan dan Undang-undang Negara
yang menghalangi terciptanya tujuan, dan
d. Minta diadakan undang-undang dan ketentuan-ketentuan yang menunjang
tercapainya tujuan.
Pada tanggal 5 Maret 1913 Indische Partij memajukan lagi untuk kedua kalinya anggaran
dasar agar dapat disahkan oleh pemerintah. Dengan surat keputusan tanggal 11 Maret 1913
Gubernur Jendral menolak anggaran dasar Indische Partij yang baru. Bunyi penolakan itu
adalah sebagai berikut "Menimbang bahwa perubahan yang diadakan pada pasal 2 anggaran
dasar itu, sekali-kali tidak bermaksud merubah dasar dan jiwa organisasi itu yang sebenarnya,
sebagai diterangkan di dalam surat keputusan tanggal 4 Maret 1913 No.1 maka kenyataan itu
adalah jelas daripada keterangan ketua organisasi, atas pertanyaan Cabang Indramayu yang
tertulis di dalam notulen persidangan tanggal 25 Desember 1912 dan dilampirkan di dalam
surat permohonan pcuk pimpinan Indische Partij tanggal 16 Maret 1913. Berhubung dengan
itu, pemerintah Hindia Belanda tetap menguatkan surat keputusan tanggal 4 Maret 1913".

Walaupun kemdian pucuk pimpinan Indische Partij beraudiensi kepada Gubernur Jendral
Idenburg untuk mengulangi permohonan badan hukum itu, tetapi pemerintah Hindia Belanda
tetap pada pendiriannya.Dengan adanya penolakan itu berarti Indische Partij menjadi parta
terlarang dan hanya berusia 6 Bulan. Meskipun usianya pendek tetapi semangat dan jiwa
Indische Partij tetap mendapatkan tempat pada para pemimpin pergerakan saat itu.

Penangkapan dan Pengasingan


Pemerintah kolonial Belanda ingin merayakan 100 tahun bebasnya negeri Belanda dari
jajahan Perancis pada tahun 1813. Negeri Belanda dikuasai Napoleon Bonaparte kaisar
Perancis (1805). Napoleon Bonaparte menempatkan saudaranya, Louis Napoleon menjadi
Raja Belanda. Melalui perang Koalisi VI (1813-1814) Rusia, Inggris, Australia, Spanyol,
Prusia dan Negara-negara Jerman dapat mengalahkan Napoleon Bonaparte dalam
"Pertempuran bangsa-bangsa" di Leipzig tahun 1813. Dengan runtuhnya kekuasaan Napoleon
itu, Belanda menjadi Negara merdeka, sesuai dengan isi perjanjian Perdamaian Paris I
(1814).

Rencana perencanaan 100 tahun kemerdekaan negeri Belanda di tanah jajahan ini
menimbulkan perasaan anti pati dan penghinaan terhadap rakyat jajahan. Untuk
mengimbangi niat pemerintah kolonial Belanda itu, didirikanlah di Bandung sebuah Komite
yang dikenal sebagai "Komite Boemi Poetra". Tujuan Komite itu adalah :
a.       Mencabut pasal 111 RR.
b.      Membentuk majelis perwakilan rakyat sejati.
c.       Adanya kebebasan berpendapat di tanah jajahan.
 
Salah satu pemimpin Komite Boemi Poetra, R.M. Soewardi Soerjaningrat menulis sebuah
risalah dengan judul Als Ik Eens Nederlander Was (Seandainya ak seorang Belanda). Di
dalam risalah itu ia menulis antara lain:

“…Seandainya Aku Seorang Belanda, masih belumlah saya dapat berlaku sekehendak hati
saya. Dengan sesungguhnya saya akan mengharap-harap, semoga peringatan hari
kemerdekaan itu, di pesta seramai-ramainya, tapi saya tidak akan menyukai, jika anak-anak
negeri dari tanah jajahan ini dibawa-bawa larut berpesta. Saya akan melarang mereka turut
bergembira dan bersuka ria di hari-hari keramaian itu, bahkan saya akan meminta dip agar
tempar berpesta, agar tidak ada seorang diantara anak-anak negeri yang dapat terlihat,
secara apa kita beriang-riang dalam memperingati hari kemerdekaan kita itu.
…..Sejalan dengan aliran itu, bukan daja tidak adil, tapi terlebih lagi tidak patut, jika anak-
anak negeri disuruh menyumbang uang pula untuk turut membelanjai pesta itu. Jika mereka
itu telah diperhatikan dengan laku mengadakan pesta kemerdekaan untuk negeri Belanda,
sekarang orang bermaksud pula hendak mengosongkan kantong uangnya. Sesungguhnya,
suatu penghinaan lahir dan batin.”

Tulisan R.M. Soewardi Soerjaningrat ini mendapat reaksi yang hebat dari pemerintah
kolonial Belanda. Terjadilah pemeriksaan-pemeriksaan yang intensif terhadap Tiga Serangkai
oleh Kejaksaan. Dengan menggunakan "Hak Luar Biasa" (Exorbitante rechten) Gubernur
Jenderal Idenburg mengeluarkan surat keputusan tanggal 18 Agustus 1913 untuk
mengasingkan ketiga pemimpin Komite Boemi Poetra itu. Beberapa tempat ditunjuk untuk
mereka. Kupang untuk Tjipto Mangoenkoesoemo, Banda untuk R.M. Soewardi
Soerjaningrat, dan Bengkulu untuk Douwes Dekker. Disamping itu ditetapkan pula dalam
surat keputusan tanggal 18 Agustus 1913 bahwa mereka bebas berangkat keluar Hindia
Belanda. Mereka bertiga memilih diasingkan di luar negeri, yaitu ke negeri Belanda. Mereka
berangkat ke Negeri pengasingan tanggal 6 September 1913. Hari keberangkatannya ini
diproklamasikan sebagai "Hari Raya Kebangsaan".

Dengan diasingkannya ketiga pimpinan tersebut, maka secara Organisatoris Indische Partij
tidak berperanan lagi di dalam pergerakan nasional Indonesia. Ternyata, pengasingan Tiga
Serangkai ke negeri Belanda berpengaruh amat kuat pada mahasiswa-mahasiswa Indonesia
yang belajar disana.

Walaupun usia Indische Partij sangat pendek, tetapi semangat jiwa dari dr. Tjipto
Mangoenkoesoemo dan Suwardi Suryaningrat sangat besar berpengaruh bagi para pemimpin
pergerakan pada waktu itu, terlebih lagi Indische Partij menunjukan garis politiknya secara
jelas dan tegas serta menginginkan agar rakyat Indonesia dapat menjadi satu kesatuan
penduduk yang multirasial. Tujuan dari partai ini benar-benar revolusioner karena mau
mendobrak kenyataan politik rasial yang dilakukan oleh pemerintah kolonial.

Anda mungkin juga menyukai