Anda di halaman 1dari 18

A.

PERUBAHAN DAN PERKEMBANGAN POLITIK MASA AWAL


KEMERDEKAAN
Kemerdekaan yang diproklamasikan bangsa Indonesia,tidak serta merta
menghapuskan berbagai peninggalan bangsa kolonial. Selama berabad-abad, Bangsa
kita dijajah oleh Belanda dan juga Fasisme Jepang. Hal itulah yang menyebabkan
rapuhnya fondasi demokrasi Indonesia.

Belanda sama sekali tidak meninggalkan fondasi demokrasi yang baik.kita hanya
diwarisi struktur Feodalisme dan budaya Paternalistik. Keduanya hanya untuk menindas
Hak-hak rakyat demi kepentingan politik dan ekonomi kolonial. Sumbangan belanda
terhadap indonesia yang terasa paling signifikan adalah politik etis yang
diselenggarakan pada akhir masa penjajahan melalui politik inilah lahir intelektual dan
para pendiri bangsa. Kita dapat menyebutkan nama-nama seperti Soekarno,Hatta,Agus
salim,Syahrir, Natsir,Kasimo,dan Mohammadd Roem.

Pihak jepang juga tidak meninggalkan Fondasi demokrasi yang baik.mereka lebih
banyak mewariskan Militerisme dan Fasisme.Kedua paham ini, Tertanam cukup kuat
dalam tubuh angkatan bersenjata indonesia, Terutama PETA. Lembaga inilah yang
nantinya menjadi cikal bakal lembaga ketentaraan indonesia.

Peninggalan belanda dan jepang berpengaruh secara mendalam terhadap politik


di indonesia.kita masih bisa merasakannya sampai dengan saat ini. Dampaknya akan
terlihat saat membicarakan hubungan sipil-militer,Konsep dwifungsi ABRI,Serta konflik-
konflik politik antar partai.

Fondasi demokrasi yang rapuh menyebabkan pemerintahan pada tahun tahun


awal kemerdekaan indonesia terasa tidak menentu. Pada masa itu,bangsa kita
mengalami kesulitan dalam mengadopsi sistem pemerintahan. Apakah akan menganut
sistem demokrasi liberal, Demokrasi parlementer, ala eropa barat,Atau sistem
Demokrasi presidensial seperti halnya AS. Karena pada hakikatnya semua sistem
tersebut merupakan sistem impor yang belum tentu cocok dengan karakter dan budaya
bangsa indonesia. Selain masalah dalam sistem pemerintahan bangsa kita juga
dihadapkan pada masa berat revolusi fisik selama 4 tahun(1945-1949).

Selama masa awal kemerdekaan ini,perjalanan sejarah indonesia diwarnai oleh


upaya diplomasi dan perang kemerdekaan melawan belanda dan sekutu. Tantangan
terbesar sebenarnya bukan melawan pasukan asing, Melainkan membentuk Nation
building bagi bangsa yang baru merdeka. Pembangunan demokrasi indonesia tidak
mampu bergerak maju secara cepat. Hal itu terlihat dalam proses pembangunan
kelengkapan-kelengkapan negara.
Penyebab Kekacauan pada awal kemerdekaan disebabkan oleh pembagian
kekuasaan kelembagaan yang tidak tepat.proses pemilu yang seharusnya dapat
mengatasinya, tidak dapat dilaksanakan secara cepat. Hal tersebut disebutkan negara
sedang menghadapi berbagai situasi darurat.perhatikan saja kedudukan kabinet-
kabinet yang dibentuk antara periode perang kemerdekaan(1945-1949) yang tidak
dapat bertahan lama. Jatuh bangunnya kabinet tersebut menyebabkan konsolidasi
demokrasi tidak dapat dilaksanakan.

Pada periode politik masa awal kemerdekaan,sistem pemerintahan yang


berlaku adalah gabungan antara sistem presidensial dan parlementer. Masa antara
bulan agustus-november 1945,fungsi MPR,DPR,dan DPA dijalankan sepenuhnya oleh
presiden soekarno.hal tersebut didasarkan pada pasal 4 aturan peralihan UUD 1945
yang berlaku saat itu. Tindakan tersebut menimbulkan kesan adanya diktator
konstitusional dari presidensial. Posisi DPR dan MPR yang berada ditangan presiden
terihat sebagai “ Totaliterisme baru“ . Anggapan ini justru merugikan citra republik
indonesia dimata negara negara sekutu. Sebagai negara baru merdeka,Tentunya kita
ingin meraih simpati negara lain agar mereka mengakui kita secara de facto dan de jure.

Pada tanggal 1 november 1945, terjadi perubahan pada kedudukan kabinet.


Mulai tanggal tersebut, kabinet bertanggung jawab terhadap kepada badan pekerja
KNIP (BP KNIP). Hal ini menyebalkan dalam praktik nya, negara kita menerapkan sistem
palementer. Pada tanggal 14 November 1945, posisi presiden Suekarno sebagai kepala
pemerintahan diganti oleh sutan syahrir, sebagai perdana menteri. Oleh masyarakat
dunia, syahiri dikenal sebagai seorang sosialis. Pemilihan dia sebagai perdana menteri
sekaligus sebagai ujung tombak diplomatik dianggap tepat. Tegur nya di harapkan
menarik simpati dari partai sosialis di Blanda karena partai tersebut sedang naik daun di
negara tersebut.

Perubahan sisitem pemerintahan menjadi jalan bagi negara kita untuk melakukan
perundingan anatara pihak RI dan Blanda. Akhir nya, sistem pemerintahan perlementer
yang dipilih karena dianggap oleh dunia internasional sebagai ciri negara merdeka yang
demokratis. Citra bahwa negara demokrasi yang identik dengan sistem multipartai dan
sisitem parlimenter sangat melekat pada indonesia masa kini.

Akan tetapi menarik simpati negara barat melalui sistem parlimenter bukan nya
tantapa resiko. Upaya supaya dapat pengakuan dari negara-negara barat, harus dibayar
mahal dengan terjadi nya istabilitas masuk kabinet. Posisi kabinet yang ditentukan oleh
BP KNIP tentu bertentangan dengan UUD 1945 yang menganut sistem presiden sial

Sistem parlimenter menempatkan presiden sebagai kepala negara, sedangkan


kedudukan kepala eksekutif di jabat oleh perdana mentri. Tercatat sampai bulan
september 1949, ada 3 perdana mentri yang menjalankan roda pemerintah indonesia,
yakni sutan syahrir (1945-1947), amir syarifudin (1947-1948), dan muh.hata (1948-
1950). Terjadi nya pergantian yang cepat dalam posisi perdana mentri ini
mengindikasikan iklim politik saat itu iklim yang bisa diktagorikan kacau karena
terciptanya situasi saling tarik menarik dan tumpang tindih; disatu sisi para ponding
pather harus menyusun perlengkapan nergara berupa konstitusi, kabinet, serta tentara,
sisi lain harus menghadapi sekutu blanda berniat kembali menguasai indonesia.
B. PERJUANGAN MEMPERTAHANKAN KEMERDEKAAN DARI
ANCAMAN SEKUTU DAN BELANDA

1. Perjuangan Bersenjata Melawan Sekutu Dan NICA di Indonesia


Pada awalnya rakyat Indonesia menyambut kedatangan Sekutu dengan senang. Akan
tetapi setelah diketahui NICA ikut di dalamnya, sikap rakyat Indonesia menjadi curiga
dan bermusuhan. Kedatangan NICA di Indonesia didorong oleh keinginan menegakkan
kembali Hindia Belanda dan berkuasa lagi di Indonesia. Datangnya pasukan Sekutu yang
diboncengi NICA mengundang perlawanan rakyat untuk mempertahankan kemerdekaan.
Berikut ini berbagai perlawanan terhadap Sekutu yang muncul di daerah-daerah. 

a. Pertempuran Surabaya 10 November 1945


Surabaya merupakan kota pahlawan. Surabaya menjadi ajang pertempuran yang
paling hebat selama revolusi mempertahankan kemerdekaan, sehingga menjadi lambang
perlawanan nasional. Peristiwa di Surabaya merupakan rangkaian kejadian yang diawali
sejak kedatangan pasukan Sekutu tanggal 25 Oktober 1945 yang dipimpin oleh Brigjen
A.W.S. Mallaby. Pada tanggal 30 Oktober 1945 terjadi pertempuran yang hebat di Gedung
Bank Internatio di Jembatan Merah. Pertempuran itu menewaskan Brigjen Mallaby.
Akibat meninggalnya Brigjen Mallaby, Inggris memberi ultimatum, isinya agar rakyat
Surabaya menyerah kepada Sekutu. Secara resmi rakyat Surabaya, yang diwakili
Gubernur Suryo menolak ultimatum Inggris. Akibatnya pada tanggal 10 November 1945
pagi hari, pasukan Inggris mengerahkan pasukan infantri dengan senjatasenjata berat dan
menyerbu Surabaya dari darat, laut, maupun udara.
Pertempuran 10 November 1945 di Surabaya telah menciptakan pekik persatuan demi
revolusi yaitu merdeka atau mati. Di samping itu juga merupakan titik balik bagi Belanda
karena mengejutkan pihak Belanda yang tidak menyangka kekuatan RI mendapat
dukungan rakyat.
Rakyat Surabaya tidak takut dengan gempuran Sekutu. Bung Tomo memimpin rakyat
dengan berpidato membangkitkan semangat lewat radio. Pertempuran berlangsung selama
tiga minggu. Akibat pertempuran tersebut 6.000 rakyat Surabaya gugur. Pengaruh
pertempuran Surabaya berdampak luas di kalangan internasional, bahkan masuk dalam
agenda sidang Dewan Keamanan PBB tanggal 7-13 Februari 1946.

b. Pertempuran Ambarawa

Pertempuran Ambarawa terjadi tanggal 20 November sampai tanggal 15 Desember


1945, antara pasukan TKR dan Pemuda Indonesia melawan pasukan Sekutu (Inggris).
Pertempuran Ambarawa dimulai dari insiden yang terjadi di Magelang pada tanggal 26
Oktober 1945. Pada tanggal 20 November 1945 di Ambarawa pecah pertempuran antara
pasukan TKR di bawah pimpinan Mayor Sumarto melawan tentara Sekutu. Pertempuran
Ambarawa mengakibatkan gugurnya Letkol Isdiman, Komandan Resimen Banyumas.
Posisi Letkol Isdiman kemudian digantikan oleh Letkol Soedirman. Kota Ambarawa
berhasil dikepung selama 4 hari 4 malam oleh pasukan RI. Mengingat posisi yang telah
terjepit, maka pasukan Sekutu meninggalkan kota Ambarawa tanggal 15 Desember 1945
menuju Semarang. Keberhasilan TKR mengusir Sekutu dari Ambarawa menjadi salah satu
peristiwa penting dalam perjuangan mempertahankan kemerdekaan RI.
Pertempuran di Ambarawa sering dikenal dengan peristiwa “Palagan Ambarawa”. Untuk
mengenang peristiwa tersebut dibangun Monumen Palagan Ambarawa di tengah kota
Ambarawa.

c. Bandung Lautan Api


Terjadinya peristiwa Bandung Lautan Api diawali dari datangnya Sekutu pada
bulan Oktober 1945. Peristiwa ini dilatarbelakangi oleh ultimatum Sekutu untuk
mengosongkan kota Bandung. Pada tanggal 21 November 1945, Sekutu mengeluarkan
ultimatum pertama isinya kota Bandung bagian Utara selambat-lambatnya tanggal 29
November 1945 dikosongkan oleh para pejuang. Ultimatum tersebut tidak ditanggapi oleh
para pejuang. Selanjutnya tanggal 23 Maret 1946 Sekutu mengeluarkan ultimatum
kembali. Isinya hampir sama dengan ultimatum yang pertama. Menghadapi ultimatum
tersebut para pejuang kebingungan karena mendapat dua perintah yang berbeda.
Pemerintah RI di Jakarta memerintahkan agar TRI mengosongkan kota Bandung.
Sementara markas TRI di Yogyakarta menginstruksikan agar Bandung tidak dikosongkan.
Akhirnya para pejuang mematuhi perintah dari Jakarta. Pada tanggal 23-24 Maret 1946
para pejuang meninggalkan Bandung. Namun, sebelumnya mereka menyerang Sekutu dan
membumihanguskan kota Bandung. Tujuannya agar Sekutu tidak dapat menduduki dan
memanfaatkan sarana-sarana yang vital. Peristiwa ini dikenal dengan Bandung Lautan
Api. Sementara itu para pejuang dan rakyat Bandung mengungsi ke luar kota. 
Dalam peristiwa Bandung Lautan Api gugur seorang pahlawan yang bernama Moh.
Toha. Untuk mengabadikan terjadinya peristiwa Bandung Lautan Api, seorang komposer
yang bernama Ismail Marzuki menciptakan lagu “Halo- Halo Bandung”. 

d. Pertempuran Medan Area 1 Desember 1945


Pada tanggal 9 Oktober 1945 tentara Inggris yang diboncengi oleh NICA mendarat
di Medan. Mereka dipimpin oleh Brigjen T.E.D Kelly. Awalnya mereka diterima secara
baik oleh pemerintah RI di Sumatra Utara sehubungan dengan tugasnya untuk
membebaskan tawanan perang (tentara Belanda). Sebuah insiden terjadi di hotel Jalan
Bali, Medan pada tanggal 13 Oktober 1945. Saat itu seorang penghuni hotel (pasukan
NICA) merampas dan menginjak-injak lencana Merah Putih yang dipakai pemuda
Indonesia. Hal ini mengundang kemarahan para pemuda. Akibatnya terjadi perusakan dan
penyerangan terhadap hotel yang banyak dihuni pasukan NICA. Pada tanggal 1 Desember
1945, pihak Sekutu memasang papanpapan yang bertuliskan Fixed Boundaries Medan
Area di berbagai sudut kota Medan. Sejak saat itulah Medan Area menjadi terkenal.
Pasukan Inggris dan NICA mengadakan pembersihan terhadap unsur Republik yang
berada di kota Medan. Hal ini jelas menimbulkan reaksi para pemuda dan TKR untuk
melawan kekuatan asing yang mencoba berkuasa kembali. Pada tanggal 10 Agustus 1946
di Tebingtinggi diadakan pertemuan antara komandan-komandan pasukan yang berjuang
di Medan Area. Pertemuan tersebut memutuskan dibentuknya satu komando yang
bernama Komando Resimen Laskar Rakyat Medan Area.
e. Perjuangan Bersenjata di Bali
Perang Puputan Margarana di Bali diawali dari keinginan Belanda mendirikan
Negara Indonesia Timur (NIT). Letkol I Gusti Ngurah Rai, Komandan Resimen Nusa
Tenggara, berusaha menggagalkan pembentukan NIT dengan mengadakan serangan ke
tangsi NICA di Tabanan tanggal 18 Desember 1946. Konsolidasi dan pemusatan pasukan
Ngurah Rai (yang dikenal dengan nama pasukan Ciung Wanara) ditempatkan di Desa
Adeng Kecamatan Marga. Belanda menjadi gempar dan berusaha mencari pusat
kedudukan pasukan Ciung
Wanara. Pada tanggal 20 November 1946 dengan kekuatan besar Belanda melancarkan
serangan dari udara terhadap kedudukan Ngurah Rai di desa Marga. 

Dalam keadaan kritis, Letkol I Gusti Ngurah Rai mengeluarkan perintah “Puputan”
yang berarti bertempur sampai habis-habisan (fight to the end). Letkol I Gusti Ngurah Rai
gugur beserta seluruh anggota pasukan dalam pertempuran tersebut. Jenazahnya
dimakamkan di desa Marga. Pertempuran tersebut terkenal dengan nama Puputan
Margarana. Gugurnya Letkol I Gusti Ngurah Rai telah melicinkan jalan bagi usaha
Belanda untuk membentuk Negara Indonesia Timur.
Untuk mengenang jasa Letkol I Gusti Ngurah Rai, maka nama I Gusti Ngurah Rai
diabadikan menjadi sebuah nama bandara di Denpasar, Bali. Nama Bandara tersebut
adalah bandara “Ngurah Rai”. Di samping itu juga dianugerahi sebagai Pahlawan
Anumerta.

f. Peristiwa 11 Nopember 1946 di Sulawesi Selatan

Pada saat Belanda (Mayjend Van Mook) sedang mengadakan Konferensi Denpasar
dalam rangka pembentukan negara Indonesia Timur dan negara-negara boneka lainnya,
pada tanggal 11 Desember 1946 Belanda mengumumkan bahwa Sulawesi berada dalam
status darurat perang dan hukum militer (akibat dari penolakan rakyat terhadap rencana
(pembentukan Negara Indonesia Timur). Rakyat Sulawesi Selatan yang diangap menolak
atau tidak setuju/menentang rencana tersebut dibantai habis oleh pasukan Belanda
pimpinan Raymond Westerling yang mengakibatkan lebih dari 40.000 jiwa rakyat
Sulawesi meninggal.
Robert Wolter Monginsidi dan Andi Matalatta yang memimpin pasukan untuk melawan
kebiadaban Belanda akhirnya tertangkap dan dijatuhi hukuman mati.
2. Perjuangan Diplomasi dalam Menghadapi Belanda

a. Agresi Militer Belanda I (Tanggal 21 Juli 1947)

Pada tanggal 21 Juli 1947 Belanda melancarkan aksi polisionil yang dikenal dengan
agresi militer I. Tujuannya adalah untuk menguasai sarana-sarana vital di Jawa dan
Madura. Jadi tujuan serangan ini bersifat ekonomis. Pasukan Belanda bergerak dari
Jakarta dan Bandung untuk menduduki Jawa Barat, dan dari Surabaya untuk menduduki
Madura. Berbagai reaksi bermunculan akibat agresi militer I. Belanda tidak menyangka
apabila Amerika Serikat dan Inggris memberikan reaksi yang negatif. Australia dan India
mengajukan masalah Indonesia ini ke Dewan Keamanan PBB.
Agresi Militer Belanda adalah serangan yang dilakukan oleh pasukan Belanda untuk
menghancurkan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Agresi ini sering disebut
dengan “aksi polisionil” yaitu perang melawan penjahat. Agresi militer dilakukan dua
kali yaitu tanggal 21 Juli 1947 dan 19 Desember 1948.
Pada tanggal 4 Agustus 1947, PBB mengeluarkan perintah penghentian tembak
menembak. Untuk mengawasi gencatan senjata, PBB membentuk Komisi Tiga Negara
(KTN). Anggota KTN ada tiga negara yaitu:
a. Belgia (dipilih oleh Belanda) dipimpin oleh Paul van Zeeland;
b. Australia (dipilih oleh Indonesia) dipimpin oleh Richard Kirby; dan
c. Amerika Serikat (dipilih oleh Indonesia dan Belanda) dipimpin Dr. Frank Graham.
Tugas utama KTN adalah mengawasi secara langsung penghentian tembak-menembak
sesuai dengan Resolusi Dewan Keamanan PBB. Dengan demikian masalah Indonesia
menjadi masalah internasional. Secara diplomatis jelas sangat menguntungkan Indonesia.
KTN berhasil mempertemukan Indonesia dengan Belanda dalam Perjanjian Renville.
Selain itu juga mengembalikan para pemimpin Republik Indonesia yang ditawan Belanda
di Bangka.

b. Perundingan Renville

Perundingan Renville dilaksanakan di atas Geladak Kapal Renville milik Amerika


Serikat tanggal 17 Januari 1948. Dalam perundingan tersebut, pemerintah Indonesia
diwakili oleh Perdana Menteri Amir Syarifuddin. Sedangkan Belanda diwakili oleh Abdul
Kadir Widjojoatmodjo. Hasil perundingan tersebut adalah:
a) wilayah Indonesia diakui berdasarkan garis demarkasi (garis van Mook),
b) Belanda tetap berdaulat atas seluruh wilayah Indonesia sampai Republik Indonesia
Serikat terbentuk,
c) kedudukan RIS dan Belanda sejajar dalam Uni Indonesia-Belanda,
d) RI merupakan bagian dari RIS, dan
e) pasukan RI yang berada di daerah kantong harus ditarik ke daerah RI.
Nasib dan kelanjutan Perundingan Renville relatif sama dengan Perundingan Linggarjati.
Belanda kembali melanggar perjanjian dengan melakukan agresi militer II tanggal 19
Desember 1948.
c. Agresi Militer Belanda II
Pada tanggal 19 Desember 1948 Belanda melancarkan aksi polisionil ke II.
Belanda menduduki kota Yogyakarta, yang diawali dengan penerjunan pasukan payung di
Lapangan Udara Maguwo, serta mengepung dan menghancurkan konsentrasikonsentrasi
TNI. Dalam agresi kedua, Belanda berhasil menduduki Yogyakarta dan menangkap para
pemimpin politik serta militer.

Meskipun para pemimpin politik ditangkap, pemerintahan Republik Indonesia


tidak berhenti. Sebelum ditangkap Presiden Soekarno memberikan mandat melalui
radiogram kepada Menteri Kemakmuran Mr. Syafruddin Prawiranegara untuk membentuk
Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI) di Bukittinggi, Sumatra Barat. Melalui
PDRI, pemerintahan tetap terus berjalan. PDRI mampu memberi instruksi kepada delegasi
Indonesia di forum PBB untuk menerima penghentian tembak-menembak dan bersedia
berunding dengan Belanda. Hal ini dilakukan dalam rangka menarik simpati dunia
internasional. Selain itu untuk menunjukkan kepada dunia internasional bahwa
pemerintahan RI masih terus berjalan meskipun para pemimpin politik ditawan oleh
Belanda.
Meskipun para pemimpin RI ditangkap, Belanda tidak menangkap Sri Sultan Hamengku
Buwono IX karena Belanda khawatir apabila Sri Sultan Hamengku Buwono IX ditangkap
akan membangkitkan perlawanan rakyat Yogyakarta.

d. Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI)

Pemerintahan Darurat Republik Indonesia atau yang kita kenal dengan


singkatannya PDRI merupakan penyelenggara pemerintahan Indonesia yang
pembentukannya diresmikan tanggal 22 Desember 1948 di Halaban, dekat Payakumbuh.
PDRI dipimpin oleh Syafruddin Prawiranegara dan pada tanggal 13 Juli 1949 Sjafruddin
Prawiranegara mengembalikan mandat kepada Presiden Soekarno. Sjaruddin
Prawiranegara itu sendiri tidak pernah menyalahgunakan amanah pembentukan
Pemerintah Darutat Republik Indonesia(PDRI) untuk mengangkat dirinya sebagai
Presiden PDRI. Melainkan hanya sebagai ketua PDRI.
Adapun alasan adanya Pemerintah Darurat Republik Indonesia(PDRI) pada masa
Revolusi di Indonesia adalah adanya Agresi Militer II, 19 Desember 1948, yang pada saat
itu Ibukota RI Yogyakarta diduduki oleh Belanda. Presiden, Wakil Presiden, dan beberapa
menteri ditangkap dan diasingkan ke Bangka. Yang kita ketahui bahwasanya Ibukota RI
Yogyakarta pada tahun 1946, menurut Ricklefs pada bulan Januari 1946 pendudukan
kembali Belanda atas Jakarta telah berjalan begitu jauh sehingga diputuskan untuk
memindahkan pemerintahan Republik Indonesia ke Yogyakarta, yang tepat menjadi
Ibukota Indonesia yang merdeka selama masa Revolusi.
Yogyakarta sendiri tepat dijadikan Ibukota karena keadaan Yogyakarta yang
memiliki cukup gedung untuk kebutuhan tempat pemerintahan dibandingkan kota
Palangkaraya yang diusulkan Presiden Soekarno. Ketika Yogyakarta telah menjadi
Ibukota Indonesia dan pada tanggal 19 Desember 1948 pasukan payung Belanda
melancarkan serangan terhadap Lapangan Terbang Maguwo(kini Lanuma Adi Sucipto)
kurang lebih 6 kilometer di sebelah timur Ibukota RI Yogyakarta.
e. Serangan Umum 1 Maret 1949
Dalam agresi militer II, Belanda berhasil menangkap para pemimpin politik dan
menduduki ibukota RI di Yogyakarta. Belanda ingin menunjukkan kepada dunia bahwa
pemerintahan RI telah dihancurkan dan TNI tidak memiliki kekuatan lagi. Menghadapi
tindakan Belanda tersebut, TNI menyusun kekuatan untuk melawan Belanda. Puncak
serangan TNI adalah serangan umum terhadap kota Yogyakarta pada tanggal 1 Maret
1949, yang dipimpin oleh Letkol Soeharto. Sebelumnya, Letkol Soeharto mengadakan
koordinasi terlebih dahulu dengan Sri Sultan Hamengku Buwono IX selaku Kepala
Daerah Istimewa Yogyakarta. Dalam serangan ini, TNI memakai sistem wehrkreise. 
Untuk memudahkan penyerangan, maka dibentuk beberapa sektor yaitu:
a. sektor Barat dipimpin oleh Mayor Ventje Sumual,
b. sektor Selatan dan Timur dipimpin oleh Mayor Sardjono,
c. sektor Utara dipimpin oleh Mayor Kusno,
d. sektor Kota dipimpin oleh Letnan Amir Murtono dan Letnan Masduki.
Pada malam hari menjelang serangan umum, pasukan-pasukan telah merayap mendekati
kota dan melakukan penyusupan-penyusupan. Pagi hari tanggal 1 Maret 1949 sekitar
pukul 06.00 WIB tepat sirene berbunyi, serangan dilancarkan dari segala penjuru kota.
Letkol Soeharto langsung memimpin penyerangan dari sektor Barat sampai batas Jalan
Malioboro. Rakyat membantu memperlancar jalannya penyerangan dengan memberikan
bantuan logistik. Dalam waktu enam jam kota Yogyakarta berhasil dikuasai TNI. Pada
pukul 12.00 WIB tepat, pasukan TNI mengundurkan diri. Hal ini sesuai dengan rencana
yang ditentukan sejak awal. Bersamaan dengan itu bantuan Belanda tiba dengan
kendaraan lapis baja serta pesawat terbang. Belanda melakukan serangan balasan.
Pada masa Orde Baru, peran sentral dalam Serangan Umum 1 Maret 1949 ditekankan
pada Letkol Soeharto. Sedangkan pada masa Reformasi muncul pendapat tentang tokoh-
tokoh lain yang berperan dalam Serangan Umum 1 Maret 1949, yaitu Sri Sultan
Hamengku Buwono IX dan Jenderal Soedirman.
Meskipun demikian, serangan umum telah mencapai tujuannya. Berikut ini tujuan
Serangan Umum 1 Maret 1949.
a. Ke dalam
1) Mendukung perjuangan yang dilakukan secara diplomasi.
2) Meninggikan moral rakyat dan TNI yang sedang bergerilya.
b. Ke luar
1) Menunjukkan kepada dunia internasional bahwa TNI mempunyai kekuatan untuk
mengadakan ofensif.
2) Mematahkan moral pasukan Belanda. Untuk mengenang para pejuang dan peristiwa
Serangan Umum 1 Maret 1949 maka pemerintah Yogyakarta membangun “Monumen
Yogya Kembali”.
f. Perundingan Roem - Royen
Terjadinya Agresi Militer Belanda menimbulkan reaksi yang cukup keras dari
Amerika Serikat dan Inggris, bahkan PBB. Hal ini tidak lepas dari kemampuan pada
diplomat Indonesia dalam memperjuangkan dan menjelaskan realita di PBB. Salah
satunya adalah L.N. Palar. Sebagai reaksi dari Agresi Militer Belanda, PBB memperluas
kewenangan KTN. Komisi Tiga Negara diubah menjadi UNCI. UNCI kependekan dari
United Nations Commission for Indonesia. UNCI dipimpin oleh Merle Cochran (Amerika
Serikat) dibantu Critchley (Australia) dan Harremans (Belgia). Hasil kerja UNCI di
antaranya mengadakan Perjanjian Roem-Royen antara Indonesia Belanda. Perjanjian
Roem-Royen diadakan tanggal 14 April 1949 di Hotel Des Indes, Jakarta. Sebagai wakil
dari PBB adalah Merle Cochran (Amerika Serikat), delegasi Republik Indonesia dipimpin
oleh Mr. Moh. Roem, sedangkan delegasi Belanda dipimpin oleh van Royen. Dalam
perundingan Roem-Royen, masing-masing pihak mengajukan statement. 
Sejarah diplomasi di Indonesia mengenal istilah “pejuang diplomat” atau “diplomat
pejuang”. Julukan ini diberikan kepada Mohammad Hatta, H. Agus Salim, Sutan Syahrir,
Mohammad Roem, Roeslan Abdul Gani, L.N. Palar, Adam Malik, dan Soedjatmoko.

Delegasi Indonesia menyatakan kesediaan pemerintah Republik Indonesia untuk:


a. menghentikan perang gerilya,
b. bekerja sama dalam mengembalikan perdamaian dan menjaga ketertiban dan keamanan,
dan
c. ikut serta dalam Konferensi Meja Bundar di Den Haag untuk mempercepat pengakuan
kedaulatan kepada Negara Indonesia Serikat dengan tanpa syarat.

Pernyataan dari delegasi Belanda, yaitu:


a. menyetujui kembalinya pemerintah RI ke Yogyakarta,
b. menjamin penghentian gerakan militer dan pembebasan semua tahanan politik,
c. tidak akan mendirikan atau mengakui negara-negara yang ada di daerah yang dikuasai
oleh RI sebelum 19 Desember 1948
d. menyetujui adanya Republik Indonesia sebagai bagian dari RIS, dan
e. berusaha agar KMB segera diadakan sesudah RI kembali ke Yogyakarta.

Dari dua usulan tersebut akhirnya diperoleh kesepakatan yang ditandatangani tanggal 7
Mei 1949. Kesepakatan antara lain:
a. Pemerintah RI dan Belanda sepakat untuk menghentikan tembak-menembak dan
bekerja sama untuk menciptakan keamanan.
b. Pemerintah Belanda akan segera mengembalikan pemerintah Indonesia ke Yogyakarta,
dan
c. kedua belah pihak sepakat untuk menyelenggarakan Konferensi Meja Bundar (KMB) di
Den Haag, Belanda.
g. Konferensi Inter-Indonesia

Konferensi Inter Indonesia merupakan konferensi yang berlangsung antara negara


Republik Indonesia dengan negara-negara boneka atau negara bagian bentukkan Belanda
yang tergabung dalam BFO. Pada awalnya pembentukkan BFO ini diharapkan oleh
Belanda akan mempermudah Belanda untuk kembali berkuasa di Indonesia. Namun sikap
negara-negara yang tergabung dalam BFO berubah setelah Belanda melancarkan agresi
militernya yang kedua terhadap Indonesia. Karena simpati dari negara-negara BFO ini
maka pemimpin-pemimpin Republik Indonesia dapat dibebaskan dan BFO jugalah yang
turut berjasa dalam terselenggaranya Konferensi Inter-Indonesia. Hal itulah yang
melatarbelakangi dilaksanaklannya Konferensi Inter-Indonesia pada bulan Juli 1949.

h. Konferensi Meja Bundar (KMB)


Konferensi Meja Bundar (KMB) merupakan tindak lanjut dari Perundingan Roem-
Royen. Sebelum KMB dilaksanakan, RI mengadakan pertemuan dengan BFO (Badan
Permusyawaratan Federal). Pertemuan ini dikenal dengan dengan Konferensi Inter-
Indonesia (KII) Tujuannya untuk menyamakan langkah dan sikap sesama bangsa
Indonesia dalam menghadapi KMB.

Konferensi Inter-Indonesia diadakan pada tanggal 19 - 22 Juli 1949 di Yogyakarta


dan tanggal 31 Juli sampai 2 Agustus 1949 di Jakarta. Pembicaraan difokuskan pada
pembentukan Republik Indonesia Serikat (RIS). Keputusan yang cukup penting adalah
akan dilakukan pengakuan kedaulatan tanpa ikatan politik dan ekonomi. Pada bidang
pertahanan diputuskan:
a. Angkatan Perang Republik Indonesia Serikat (APRIS) adalah Angkatan Perang
Nasional,
b. TNI menjadi inti APRIS, dan
c. negara bagian tidak memiliki angkatan perang sendiri.

KMB merupakan langkah nyata dalam diplomasi untuk mencari penyelesaian


sengketa Indonesia – Belanda. Kegiatan KMB dilaksanakan di Den Haag, Belanda tanggal
23 Agustus sampai 2 November 1949. Dalam KMB tersebut dihadiri delegasi Indonesia,
BFO, Belanda, dan perwakilan UNCI. Berikut ini para delegasi yang hadir dalam KMB.
a. Indonesia terdiri dari Drs. Moh. Hatta, Mr. Moh. Roem, Prof.Dr. Mr. Soepomo.
b. BFO dipimpin Sultan Hamid II dari Pontianak.
c. Belanda diwakili Mr. van Maarseveen.
d. UNCI diwakili oleh Chritchley.

Dalam KMB terdapat beberapa permasalahan yang sulit dipecahkan yaitu


masalah Uni Indonesia- Belanda, masalah hutang, permasalahan Irian Barat, dan
delegasi Indonesia menghendaki istilah pengakuan kedaulatan.
Setelah melalui pembahasan yang cukup panjang, akhirnya KMB menghasilkan beberapa
keputusan berikut.
a. Belanda mengakui RIS sebagai negara yang merdeka dan berdaulat.
b. Pengakuan kedaulatan dilakukan selambat-lambatnya tanggal 30 Desember 1949.
c. Masalah Irian Barat akan diadakan perundingan lagi dalam waktu 1 tahun setelah
pengakuan kedaulatan RIS.
d. Antara RIS dan Kerajaan Belanda akan diadakan hubungan Uni Indonesia Belanda yang
dikepalai Raja Belanda.
e. Kapal-kapal perang Belanda akan ditarik dari Indonesia dengan catatan beberapa korvet
akan diserahkan kepada RIS.
f. Tentara Kerajaan Belanda selekas mungkin ditarik mundur, sedang Tentara Kerajaan
Hindia Belanda (KNIL) akan dibubarkan dengan catatan bahwa para anggotanya yang
diperlukan akan dimasukkan dalam kesatuan TNI.

Pada tanggal 27 Desember 1949 dilaksanakan penandatanganan pengakuan


kedaulatan secara bersamaan di Belanda dan di Indonesia. Di negeri Belanda, Ratu
Juliana, Perdana Menteri Dr. Willem Dress, Menteri Seberang Lautan Mr. A.M.J. A.
Sassen, dan Drs. Moh. Hatta, bersama menandatangani naskah pengakuan kedaulatan.
Sedangkan di Jakarta Sri Sultan Hamengku Buwono IX dan Wakil Tinggi Mahkota
Belanda A.H.J. Lovink menandatangani naskah pengakuan kedaulatan.

3. Perjuangan Melawan Agrasi Militer Belanda


a. Permulaan Perundingan Indonesia-Belanda

Perundingan-perundingan awal antara Indonesia melawan Belanda dibagi menjadi 4


yaitu:

1. Perundingan 17 November 1945


2. Perundingan Februari 1946
3. Perundingan Hooge Veluwe
4. Perundingan Gencatan Senjata

Dari ke 4 Perundingan diatas saya akan menjelaskan arti dari masing-masing


perundingan tersebut

1. Perundingan 17 November 1945

         Perundingan awal tersebut terjadi antara  Indonesia, Belanda dan Sekutu yang di
bangun oleh Panglima AFNEI, Letnan Jendral Sir Philip Christison. Pada tanggal 17
November pertemuan antara pemerintah Republik Indonesia, Belanda dan Sekutu di
mulai. Pertemuan tersebut diwakili oleh Perdana Menteri Sutan Syahrir dari
Indonesia, Dr Van Mook dari Belanda dan Christison dari pihak sekutu.

2. Perundingan Ferbruari 1946

            Pada tanggal 10 Februari 1946 yang diwakili oleh Sutan Syahrir, Dr. Van
Mook dan Clark Kerr.       Pemerintah Belanda membuat pernyataan memperinci
tentang politiknya dan menawarkan mendiskusikannya dengan wakil-wakil Republik
yang diberi kuasa.
 Tujuannya untuk  mendirikan persemakmuran Indonesia, yang terdiri dari daerah-
daerah dengan bermacam-macam tingkat pemerintahan sendiri, dan untuk
menciptakan warga negara Indonesia bagi semua orang yang dilahirkan di sana.
 Masalah dalam negeri akan dihadapi dengan suatu parlemen yang dipilih secara
demokratis dan orang-orang Indonesia akan merupakan mayoritas. Kementerian akan
disesuaikan dengan parlemen tetapi akan dikepalai oleh wakil kerajaan. Daerah-
daerah yang bermacam-macam di Indonesia yang dihubungkan bersama-sama dalam
suatu susunan federasi dan persemakmuran akan menjadi rekan (partner) dalam
Kerajaan Belanda, serta akan mendukung permohonan keanggotaan Indonesia dalam
organisasi PBB.

3. Perundingan Hooge Veluwe

             Perundingan lanjutan Indonesia-Belanda dilaksanakan di Hooge  Veluwe


pada tanggal 14-25 April 1946. Belanda masih menolak konsep pertemuan Syahrir-
Van Mook-Clark kerr di Jakarta. Pokok permasalahan tersebut yaitu:

a. Substansi konsep perjanjian atau protokol sebagai bentuk kesepakatan


penyelesaian persengketaan yang akan dihasilkan nantinya oleh perundingan
Hoge Veluwe,
b. Pengertian yang diajukan dalam konsep protokol Belanda seperti Persemakmuran
(Gemeenebest);  negara merdeka (Vrij-staat),
c. Pengertian struktur negara berdasarkan federasi,
d. Pengertian mengenai batas wilayah kekuasaan de facto RI, yang hanya meliputi
pulau Jawa.

Perundingan tersebut di Delegasikan oleh 2 Pihak yaitu Indonesia dan Belanda. Pihak
dari Indonesia yaitu: Menteri Kehakiman, Mr Soewandi, Dr Sudarsono, dan Mr.
Pianggodido. Sementara pihak dari Belanda sendiri yaitu: Perdana Menteri
Schernerhom, Idenburgh, dan Van Royen.

4. Perundingan Gencatan Senjata

Perundingan gencatan senjata dilaksanakan pada tanggal 20 hingga 30 September


1946. Atas usaha Lord Killearn, Pada tanggal 7 Oktober 1946 berhasil
dilaksanakan persetujuan gencatan senjata. Hasil perundingan tersebut yaitu:
Bahwa pasukan Indonesia harus mundur sejauh 20 km dari kota Palembang.
Dengan kata lain, pasukan Belanda dapat menguasai kota Palembang. Pasukan
Sekutu diperbolehkan memasuki daerah Palembang kemudian diganti oleh pasukan
Belanda. Hal itu menimbulkan pertempuran sengit antara Belanda dan Indonesia.

b. Pertemuan Hooge Veluwe

Perundingan yang berlangsung di Hooge Veluwe ini tidak membawa hasil


sebab Belanda menolak konsep pertemuan Sjahrir-Van Mook-Clark Kerr di Jakarta.
Pihak Belanda menolak memberikan pengakuan de facto kedaulatan RI atas Jawa dan
Sumatera tetapi hanya Jawa dan Madura serta dikurangi daerah-daerah yang diduduki
oleh Pasukan Sekutu. Dengan demikian untuk sementara waktu hubungan Indonesia -
Belanda terputus, akan tetapi Van Mook masih berupaya mengajukan usul bagi
pemerintahannya kepada pihak RI.
c. Konferensi Malino

Konferensi Malino adalah suatu konferensi yang diadakan pada tanggal 17–20
Juli 1946 di Kota Malino, Sulawesi Selatan, oleh pemerintah Belanda (NICA).
Konferensi ini dihadiri oleh 39 orang dari 15 daerah dengan tujuan membahas rencana
pembentukan negara-negara bagian yang berbentuk federasi di Indonesia serta
rencana pembentukan negara yang meliputi daerah-daerah di Indonesia bagian Timur.

d. Perundingan Jakarta

Gagalnya perundingan-perundingan RI-Belanda dan berbagai tekanan dari


tentara Belanda menimbulkan banyak konflik antara pasukan kedua negara. Konflik-
konflik tersebut menelan banyak korban di kedua belah pihak. Hal ini mengundang
keprihatinan seorang diplomat inggris untuk mengadakan perundingan damai lanjutan
antara RI-Belanda. Diplomat tersebut bernama Lord Killearn.
Atas desakan Lord Killearn, maka pada tanggal 7 oktober 1946 diadakanlah
perundingan lanjutan. Perundingan ini dilaksanakan di rumah kediaman konsul
Jenderal Inggris di Jakarta. Dalam perundingan ini, delegasi RI diketuai oleh Perdana
Menteri Syahrir dan pihak Belanda oleh Prof. Schermerhorn.

e. Perundingan Linggarjati

Perundingan Linggarjati dilakukan pada tangga 10 November 1946 di


Linggarjati, dekat Cirebon. Dalam perundingan ini, Indonesia diwakili oleh Perdana
Menteri Sutan Syahrir sedangkan Belanda diwakili oleh Prof. Scermerhorn.
Perundingan tersebut dipimpin oleh Lord Killearn, seorang diplomat Inggris. Berikut
ini beberapa keputusan Perundingan Linggarjati.
a. Belanda mengakui secara de facto Republik Indonesia meliputi Jawa, Madura, dan
Sumatra.
b. Republik Indonesia dan Belanda akan bekerja sama membentuk Negara Indonesia
Serikat, dengan nama Republik Indonesia Serikat, yang salah satu negara bagiannya
adalah Republik Indonesia.
c. Republik Indonesia Serikat dan Belanda akan membentuk Uni Indonesia Belanda
dengan Ratu Belanda sebagai ketuanya. Dalam perkembangan selanjutnya, Belanda
melanggar ketentuan perundingan tersebut dengan melakukan agresi militer I tanggal
21 Juli 1947.

Meskipun isi Perundingan Linggarjati tidak menguntungkan bagi Indonesia, namun


berhasil mengundang simpati internasional. Hal ini terbukti dengan adanya
pengakuan kedaulatan oleh Inggris, Amerika Serikat, Mesir, Lebanon, Suriah,
Afghanistan, Myanmar, Yaman, Saudi Arabia, dan Uni Soviet.
4. Perjuangan Kembali ke Negara Kesatuan Republik Indonesia
Salah satu diktum hasil Konferensi Meja Bundar (KMB) adalah
pengakuan Belanda terhadap Republik Indonesia Serikat. Kelihatannya, isi perjanjian
ini merugikan pihak Republik Indonesia. Ditandatanganinya perjanjian itu tidak lebih dari
sebuah taktik perjuangan. Hal ini terbukti bahwa persatuan itu berada di atas segalanya
bagi bangsa Indonesia. Jika dihitung lamanya, RIS tidak ada setahun berdiri (27 desember
1949 sampai 17 Agustus1950). Hal dikarenakan sejak tanggal 17 Agustus 1950 bangsa
Indonesia kembali ke bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Persiapan dalam upaya kembali ke negara kesatuan sudah dilakukan beberapa


bulan sebelumnya. Rakyat di negara bagian menuntut negara RIS dibubarkan dan kembali
ke negara kesatuan. Jawa Barat, misalnya tanggal 8 Maret 1950 mengadakan demonstrasi
agar negara Pasundan dibubarkan. Sikap yang sama juga terjadi pada negara Negara
Indonesia Timur (NIT) dan negara Sumatera Timur.

Kesempatan kembali ke negara kesatuan tercapai setelah


diadakan perundingan antara RIS dengan Republik Indonesia (RI) pada tanggal 19
Mei 1950. Hasil perundingan itu ditindaklanjuti dengan upaya mempersiapkan
UUD negara yang akan dibentuk tersebut.

Pada tanggal 15 Agustus 1950, Presiden Soekarno menandatangani Rancangan


UUD yang kemudian kita kenal dengan Undang-Undang Dasar Sementara Republik
Indonesia 1950 (UUDS 1950). Setelah kelengkapan itu dimiliki, maka pemerintah
mengumumkan pembubaran RIS dan kembali ke Negara Kesatuan Republik Indonesia
dengan menerapkan UUDS 1950 pada tanggal 17-8-1950.

 
PETA KONSEP

Perjuangan
Mempertahankan
Kemedekaan
Antara lain

Perubahan dan Perjuangan


perkembangan politik mempertahankan
masa awal kemerdekaan dari
kemerdekaan ancaman belanda
Meliputi

Perjuangan Perjuangan Agresi Militer Perjuangan Perjuangan


bersenjata diplomasi dalam Belanda I Melawan agresi kembali ke
Antara lain
melawan sekutu menghadapi militer Belanda Negara Kesatuan
dan NICA Belanda Perundingan Republik
Renville Indonesia
Antara lain
Pertempuran di Agresi Militer Antara lain
Surabaya Belanda II
Permulaan
perundingan
Pertempuran Pemerintah
Indonesia-
Ambarawa Darurat Republik
Belanda
Magelang Indonesia
(PDRI) Pertemuan
Bandung Lautan Hooge Veluwe
Api
Serangan Umum
1 Maret Konferensi
Pertempuran Malino
Medan Area
Perundingan
Roem-Royen Perundingan
Perjuangan Jakarta
bersenjata di
Bali Konferensi
Inter-Indonesia Perundingan
Perjuangan Linggarjati
bersenjata di
Konferensi Meja
Sulawesi
Bundar
SEJARAH INDONESIA
PERJUANGAN MEMPERTAHANKAN KEMERDEKAAN

Nama Anggota Kelompok :


1. ABDUL GANI
2. RADIUS PRANOTO
3. RINALDI ARIA CHANDRA
4. GIANSYAH
5. ALDI PURNAMA
6. FIRDAUS
7. ARIS SUSANTO
8. DONNY IRWANDI
9. BENNY SETIAWAN
10. ARON ARIANTO
11. PEBIANTO
12. ANDRIANTO
13. HARDIANSON
14. YONGKI ARISANDI
15. LEWI

SMA N- 4 PALANGKARAYA
2016
LAMPIRAN

NO NAMA SISWA Aspek Yang Di Nilai Jumlah


Kerja Tanggung Peduli Responsif Skor
Sama Jawab
1. Abdul Gani
2. Radius Pranoto
3. Rinaldi Aria Chandra
4. Giansyah
5. Aldi Purnama
6. Firdaus
7. Aris Susanto
8. Donny Irwandi
9. Benny Setiawan
10. Aron Arianto
11. Pebianto
12. Andrianto
13. Hardianson
14. Yongki Arisandi
15. Lewi

Anda mungkin juga menyukai