Anda di halaman 1dari 5

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Penyakit jantung koroner adalah suatu keadaan dimana terjadi
penyempitan, penyumbatan, atau kelainan pembuluh darah koroner sehingga
dapat menghentikan aliran darah ke otot jantung yang sering ditandai dengan
rasa nyeri. Kondisi lebih parah kemampuan jantung memompa darah akan
hilang, sehingga sistem kontrol irama jantung akan terganggu dan selanjutnya
bisa menyebabkan kematian (Soeharto, 2001).
Sebelum menginjak ke pembahasan tentang AMI, berikut pemaparan
patofisiologis penyakit jantung koroner (Sutedja, 2008). Penyakit jantung
koroner diawali dari angina pektoris stabil (diawali dengan nyeri dada yang
menjalar dari dada, leher, sampai belakang yang terjadi sekitar 5 – 10 menit),
lalu terjadi angina pektoris yang tidak stabil (nyeri dada terjadi pada saat
itirahat, tidur, atau relaksasi), setelah itu angina varian / prinzmetal (terjadi
penyumbatan parsial pembuluh darah yang menimbulkan iskemik dan
akhirnya pasien menjadi lebih sering nyeri pada jam – jam tertentu setiap
hari, dan akhirnya bila terjadi penyumbatan pembuluh darah jantung secara
total, maka akan terjadi sindrom koroner akut (SKA) yang diklasifikasikan
menjadi Unstable Angina Pectoris (UA), ST-segment Elevation Myocardial
Infarct (STEMI) dan Non ST-segment Elevation Myocardial Infarct
(NSTEMI). IMA tipe STEMI sering menyebabkan kematian mendadak,
sehingga merupakan suatu kegawatdaruratan yang membutuhkan tindakan
medis secepatnya. Salah satu gejala yang sering membawa pasien berobat
adalah nyeri dada yang disebabkan oleh ketidakseimbangan antara kebutuhan
dengan suplai oksigen miokardium pada pasien dengan penyakit arteri
koroner. Penyebab utama iskemia miokardium adalah asterosklerosis
koroner, vakokonstriksi koroner, dan trombosis arteri koroner (Rilantono,
2013).
Akut Miokard Infark (AMI) adalah suatu keadaan dimana otot jantung
tiba-tiba tidak mendapat suplai darah akibat penyumbatan mendadak arteri
koroner oleh gumpalan darah karena pecahnya plak. (Kabo, 2008). Penyakit
yang disebabkan oleh adanya penyempitan pada lumen arteri koronoria ini
menimbulkan nyeri hebat dan dapat menimbulkan kematian secara cepat bila
tidak ditangani dengan segera. Penanganan dari penyakit ini adalah
menangani nyeri dan penanganan terhadap sumbatan dari arteri koronaria,
tetapi itu tidak mutlak menjadikan kondisi jantung pasien menjadi lebih baik.
Riskesdas (2009) menuturkan di Indonesia, penyebab kematian terbesar
disebabkan karena penyakit jantung, stroke/cerebrovaskular, tuberkulosis,
penyakit pernafasan, hipertensi, trauma, penyakit terminal, perinatal, diabetes
melitus, dan diare. Dari beberapa penyebab kematian tersebut diantaranya
disebabkan karena penyakit terminal/ terminally ill.
Berdasarkan Evaluasi Kinerja Pembangunan Kesehatan yang disampaikan
oleh Siswanto, Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan
Kemenkes RI pada tahun 2017, penyakit Ischemic Heart Disease mendapat
peringkat 2 tertinggi di Indonesia dari 10 penyakit yang mematikan pada
tahun 2017. Di Jawa Tengah, angka penyakit Infark Heart Disease sebesar
2157.55 – 2465.88 orang dari 100.000 penduduk (Siswanto, 2017) Laporan
Profil Kesehatan Kota Semarang tahun 2010 menunjukkan bahwa kejadian
penyakit jantung dan pembuluh darah sebanyak 96.957 kasus dan sebanyak
1.847 (2%) kasus merupakan kasus infark miokard akut. Penyakit jantung dan
pembuluh darah merupakan penyakit tidak menular yang menjadi penyebab
utama kematian dan selama periode tahun 2005 sampai dengan tahun 2010
telah terjadi kematian sebanyak 2.941 kasus dan sebanyak 414 kasus (14%)
diantaranya disebabkan oleh infark miokard akut.
Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Kota Semarang, jumlah penduduk
yang teserang penyakit angina pectoris tahun 2015 sebanyak 1756 jiwa,
dimana jumlah tersebut semakin menurun dari tahun 2011, dan penyakit IMA
pada tahun 2015 sebanyak 997 jiwa.
Berdasarkan rekapitulasi data dari IGD (Instalasi Gawat Darurat) di RSUD
KRMT Wongsonegoro Semarang, didapatkan pasien dengan nyeri dada akut
pada bulan April – Mei 2019 dengan diagnosa medis angina pectoris
sebanyak 3 orang (2 orang laki – laki dan 1 orang perempuan), unstable
angina sebanyak 2 orang (1 orang laki – laki dan 1 perempuan), angina
pectoris unspecified 3 orang (semua perempuan), AMI (Acute Miokard
Infark) sebanyak 2 orang (semua laki – laki), ASMI (Acute Subendicardial
Myocardial Infarction) sebanyak 15 orang (13 orang laki – laki dan 2 orang
perempuan), AMI (Acute Myocard Infark) unspecified sebanyak 5 orang
(semua laki – laki), Acute Ischemic Heart Disease (ASHD) sebanyak 1 orang
(Laki – laki), IHD (Infark Myocard Disease) sebanyak 9 orang (5 orang laki –
laki dan 4 orang perempuan), other forms of ischemic heart disease sebanyak
1 orang (laki – laki), chronic ischemic heart disease unspecified sebanyak 10
orang (5 orang laki – laki dan 5 orang perempuan), atrial fibrillation and
flutter sebanyak 6 orang (2 orang laki – laki dan 4 orang perempuan).
Berdasarkan studi wawancara di ruang IGD RSUD KRMT Wongsonegoro
Kota Semarang pada tanggal 6 – 25 Mei 2019, didapatkan bahwa keluhan
yang sering dialami oleh pasien yaitu nyeri dada akut. Bila dilakukan
pengkajian lebih lanjut, pasien juga mempunyai riwayat penyakit jantung dan
tekanan darah tinggi. Penanganan yang dilakukan oleh pasien selama ini yaitu
dengan meminum obat anti jantung, atau hanya beristirahat saja apabila
terjadi serangan jantung mendadak.
Akibat adanya kematian sel-sel miokard pada proses penyakit Infark
Miokard Akut akibat kurangnya suplai oksigen ke miokard, maka kompensasi
dari miokard adalah dengan melakukan metabolisme anaerob agar jantung
tetap dapat memberikan suplai oksigen ke seluruh tubuh. Hasil dari
metabolisme anaerob inilah yang menyebabkan nyeri dada yaitu asam laktat.
Salah satu tindakan untuk mencegah perluasan infark miokard adalah terapi
oksigen. Terapi oksigen bertujuan untuk mempertahankan oksigenasi jaringan
tetap adekuat dan dapat menurunkan kerja miokard akibat kekurangan suplai
oksigen (Harahap, 2004).
Terapi oksigen yang diberikan selama ini yaitu dengan ukuran yang tinggi
dan secara terus – menerus. Namun, dari beberapa jurnal ilmiah menyatakan
bahwa terapi oksigen secara terus – menerus data menimbulkan
mengumpulnya patogen ROS (Reactive Oxygen Species) yang menimbulkan
menyempitnya pembuluh darah jantung sehingga menimbulkan perburukan
kondisi pada pasien AMI. Maka dibutuhkan penanganan secara tepat untuk
mencegah terjadinya perburukan kondisi pada pasien AMI.
Berdasarkan rekomendasi AHA tahun 2010 pada penelitian Rachmawati
tahun 2017, terapi oksigen diberikan pada pasien dengan uncomplicated ACS
dengan arterial oxyhemoglobin saturation < 94 % atau terdapat tanda – tanda
syok hipoxia atau distress pernafasan, breathlessness, dan heart failure.
Setelah itu, terapi oksigen dapat diberikan awal sebanyak 4 L/menit dan tidak
boleh diberikan lebih dari 6 jam karena akan beresiko membahayakan pasien.
Selanjutnya, dilakukan reassesment ulang, apabila kondisi airway paten,
pasien dapat bernafas spontan, pernafasan normal dan SpO2 > 94 %, maka
terapi oksigen dapat diberikan secara nasal kanul sebanyak 4 – 6 L/menit atau
simple mask sebanyak 6 – 10 L/menit. Tetapi apabila pada kondisi
kegawatdaruratan pasien membutuhkan kedalaman ventilasi yang adekuat,
maka diberikan Non Rebreathing Mask sesuai dengan kenyamanan pasien
(Finamore & Kennedy, 2013; O’Connor, 2010).
Berdasarkan kasus diatas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian
mengenai “Pengaruh Pemberian Oksigen 4 Lpm Nasal Kanul terhadap
Derajat Nyeri dan Saturasi Oksigen pada Pasien Acute Myocard Infark di
Instalasi Gawat Darurat RSUD K.R.M.T. Wongsonegoro Semarang.”

B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah yang diambil yaitu “Pengaruh Pemberian Oksigen 4
Lpm Nasal Kanul terhadap Derajat Nyeri dan Saturasi Oksigen pada Pasien
Acute Myocard Infark di Instalasi Gawat Darurat RSUD K.R.M.T.
Wongsonegoro Semarang.”
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian
oksigen 4 Lpm nasal kanul terhadap derajat nyeri dan saturasi oksigen
pada pasien Acute Myocard Infark di Instalasi Gawat Darurat RSUD
K.R.M.T. Wongsonegoro Semarang.

2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui efektifitas pemberian oksigen nasal kanul 4 Lpm
terhadap derajat nyeri dada pada pasien AMI.
b. Mengetahui efektifitas pemberian oksigen nasal kanul 4 Lpm
terhadap peningkatan saturasi oksigen pada pasien AMI.

D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Klien
Pasien dapat mengetahui gambaran penyakit AMI (Acute Myocard
Infark) dan penanganan awalnya untuk mengurangi nyeri dada.

2. Bagi Pelayanan Kesehatan


Pelayanan kesehatan akan memahami bagaimana penanganan awal
pasien yang mengalami nyeri dada akut dengan pemberian oksigen nasal
kanul 4 Lpm.
3. Bagi Institusi Pendidikan
Institusi pendidikan dapat menambah wawasannya tentang
penanganan nyeri dada akut pada pasien AMI dengan terapi oksigen
nasal kanul 4 Lpm serta dapat mengajarkannya pada mahasiswa
didikannya.

Anda mungkin juga menyukai