Anda di halaman 1dari 69

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN MORBUS HANSEN

Dosen Fasilitator :
Erika Martining Wardani, S.Kep.,Ns.,M.Ked.Trop

Disusun oleh :
Kelas 4C / Kelompok 4
Moch. Rizal Abdillah : 1130020104
Melisa Fitria Kusuma Dewi : 1130020105
Nila Novianti : 1130020106
Nindi Astri Utami : 1130020107
Muhammad Raihan Akbar : 1130020108
Rifdah Naufalita Putri : 1130020109

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN DAN KEBIDANAN
UNIVERSITAS NAHDLATUL ULAMA SURABAYA
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT. yang telah memberikan
Rahmat dan Hidayah-Nya, sholawat serta salam semoga tercurahkan kepada Nabi
Muhammad SAW. Kami bersyukur kepada Ilahi Rabbi yang telah memberikan
Hidayah dan Taufik-Nya, sehingga Kami dapat menyelesaikan penugasan 1 sgd
mata kuliah Keperawatan HIV-AIDS dengan judul asuhan keperawatan pada
pasien dengan morbus hansen.
Dengan tersusunnya makalah ini, Kami berharap dapat lebih memahami
secara mendalam Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna.
Oleh karena itu, kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun
sangat Kami harapkan demi kesempurnaan penyusunan makalah berikutnya.
Akhir kata, Kami sampaikan terima kasih dan semoga makalah ini bermanfaat
untuk kita semua.

Surabaya, 24 Maret 2022

Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................................................i
DAFTAR ISI..........................................................................................................ii
BAB 1......................................................................................................................1
PENDAHULUAN...................................................................................................1
1.1 Latar Belakang...............................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah..........................................................................................2
1.3 Tujuan.............................................................................................................3
1.4 Manfaat...........................................................................................................3
BAB 2......................................................................................................................5
TINJAUAN PUSTAKA.........................................................................................5
2.1 Definisi..........................................................................................................5
2.2 Etiologi..........................................................................................................5
2.3 Manifestasi Klinis...........................................................................................6
2.4 Patofisiologi...................................................................................................8
2.5 Pathway........................................................................................................10
2.6 Pemeriksaan Diagnostik..............................................................................11
2.7 Penatalaksanaan............................................................................................11
2.8 Analisis Jurnal Menggunakan Metode PICO...............................................14
BAB 3....................................................................................................................19
ASUHAN KEPERAWATAN..............................................................................19
3.1 Pengkajian....................................................................................................19
3.2 Diagnosa Keperawatan.................................................................................24
3.3 Intervensi Keperawatan................................................................................30
3.4 Implementasi Keperawatan.........................................................................31
BAB 4....................................................................................................................57
PENUTUP.............................................................................................................57
4.1 Kesimpulan...................................................................................................57
4.2 Saran.............................................................................................................58
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................59
LAMPIRAN..........................................................................................................60
LEMBAR KONSULTASI MAKALAH.............................................................63
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Penyakit kusta sudah ada sejak peradaban manusia. Namun beberapa
aspek dari penyakit ini masih menyimpan berbagai misteri terutama sebelum
akhir abad ke sembilan belas. Penyakit kusta (Lepra, Morbus Hansen) adalah
penyakit infeksi menahun yang disebabkan oleh bakteri dari organisme ifeksi
menahun yang disebabkan oleh bakteri dari organisme intraseluler obligat
Mycobacterium leprae (M.leprae), yang primer. Penyakit ini menyerang
syaraf tepi, kulit, mukosa (mulut), saluran pernapasan bagian atas, sistem
retikulo endotelia, mata, otot, tulang dan testis (Sciences, 2018).
Indonesia merupakan salah satu dari tiga negara tertinggi kasus kusta
setelah India dan Brazil. Data WHO, prevalensi penderita kusta di Indonesia
pada tahun 2010 sebanyak 19.785 penderita. Penderita kasus baru kusta
berjenis kelamin perempuan 6.598 kasus. Angka penemuan kasus baru
sebesar 17.012 dengan proporsi kasus penderita multi basiler 80,96%, dimana
penderita multi basiler merupakan sumber penularan penyakit. Kasus cacat
tingkat 2 sebanyak 1.822 penderita, sedangkan penderita yang kambuh yaitu
147 kasus (Khotimah, 2014). Pada tahun selanjutya yakni 2013 sebesar
6.79/100.000 penduduk dan angka prevalensinya berkisar 7.9 sampai dengan
9.6/100.000 penduduk. Tahun 2014 jumlah kasus baru kusta di Indonesia
sebesar 16.131 kasus dengan dengan 10.088 penderita laki-laki dan 6.043
pederita perempuan serta kusta anak yang mencapai 1.755 kasus (Sciences,
2018). Pada tahun 2017 sebesar 0,70 kasus/100.000 penduduk dengan angka
penemuan kasus baru sebesar 6,08 kasus/100.000 penduduk. Penyebaran
penyakit kusta di Indonesia hampir merata di seluruh provinsi (Utami et al.,
2019). Provensi dengan jumlah kasus kusta tertinggi adalah Provinsi Jawa
Timur (Sciences, 2018).
Faktor-faktor yang berhubungan dengan kecacatn yakni jenis kelamin,
umur, pendidikan dan pengetahuan. Penderita kusta sebagian besar berjenis
kelamin laki-laki dibandingkan dengan perempuan. Hal ini berkaitan dengan

1
pekerjaan yang sangat mendukung untuk lebih tertular kusta.Salah satu faktor
risiko risiko tertularnya penyakit kusta adalah jenis pekerjaan. Pekerjaan
sebagai petani dan buruh berisiko 3,5 kali terhadap kejadian penyakit kusta
dibanding dengan orang yang pekerjaanya bukan petani atau buruh. Oleh
karena itu, pekerjaan bermakna secara statistik terhadap tertularnya penyakit
kusta. Manyullei, menyebutkan umur seseorang sangat mempengaruhi faktor
risiko terjadinya kusta. Umur di atas 15 tahun saat didiagnosa kusta berisiko
terjadinya reaksi kusta. Berbeda dengan umur kurang dari 15 tahun,
cenderung lebih sedikit mengalami kusta. Faktor selanjutnya yakni
pendidikan yang mempengaruhi dan mendewasakan perilaku seseorang.
Oleh karena itu, dengan pendidikan seseorang dapat memilih dan membuat
keputusan lebih cepat. Faktor yang terakhir yakni pengetahuan. Pengetahuan
merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan ingindraan
terhadap suatu objek tertentu. Salah satu faktor penyebab kurangnya
pengetahuan keluarga adalah masih banayk responden yang berpendidikan
rendah dan penerimaan hasil penyuluhan dari petugas puskesmas yang kurang
baik oleh masyarakat dan masih menganggap kusta merupakan penyakit yang
memalukan (Sciences, 2018).
Sumber penularan berasal dari kuman kusta utuh (solid) yang berasal
dari pasien tipe MB (Multi Basiler) yang belum diobati atau tidak teratur
berobat. Sebenarnya, bila seseorang terinfeksi M. Leprae, sebagian besar
(95%) akan sembuh sendiri dan 5% akan menjadi indeterminate. Dari 5%
ideterminate, 30% bermanifestasi klinis menjadi determinate dan 70%
sembuh. Penyakit kusta dapat ditularkan dari penderita kusta tipe Multi
Basiller (MB) kepada orang lain dengan cara penularan langsung. Cara
penularannya yang pasti, belum diketahui, tetapi sebagian besar para ahli
berpendapat bahwa penyakit kusta dapat ditularkan melalui saluran
pernafasan dan kulit(Sciences, 2018).
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa definisi morbus hansen?
2. Bagaimana etiologi dari morbus hansen?
3. Bagaimana manifestasi klinis dari morbus hansen?

2
4. Bagaimana patofisiologi dari morbus hansen?
5. Bagaimana pathway dari morbus hansen?
6. Bagaimana pemeriksaan diagnostik dari morbus hansen?
7. Bagaimana penatalaksanaan dari morbus hansen?
8. Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien morbus hansen?
1.3 Tujuan
1. Tujuan Umum:
Mahasiswa mampu memahami Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan
Morbus Hansen
2. Tujuan Khusus:
1. Mahasiswa mampu menjelaskan definisi Morbus Hansen
2. Mahasiswa mampu menjelaskan etiologi penderitaan Morbus Hansen
3. Mahasiswa mampu menjelaskan patofisiologis penderita Morbus
Hansen
4. Mahasiswa mampu menjelaskan pathway penderitan Morbus Hansen
5. Mahasiswa mampu menjelaskan manifestasi klinis penderita Morbus
Hansen
6. Mahaisiswa mampu menjelaskan pemeriksan penunjangan penderita
Morbus Hansen
7. Mahasiswa mampu menjelaskan penatalaksanan penderita Morbus
Hansen
8. Mahiswa mampu memahami asuhan keperawatan penderita Morbus
Hansen
1.4 Manfaat
2. Bagi Penulis
Manfaat bagi peulis adalah untuk memahami pengetahuan Asuhan
Keperawatan pada Pasien Morbus Hansen
3. Bagi Pembaca
Mahasiswa mampu menambah wawasan dan pengetahuan tentang Asuhan
Keperawatan pada Pasien Morbus Hansen
4. Bagi Institusi

3
Menambah referensi tentang asuhan keperawatan pada pasien dengan
morbus hansen

4
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Morbus hansen (MH) disebut juga dengan penyakit kusta atau lepra.
Istilah kusta berasal dari bahasa sansekerta, yakni kushtha berarti kumpulan
gejala-gejala kulit secara umum. Penamaan morbus hansen, sesuai dengan
nama yang menemukan kuman yaitu Dr. Gerhard Armauwer Hansen pada
tahun 1873, sehingga penyakit ini juga disebur Hansen’s Disease. (Meily &
Devi, 2020)
Kusta, dikenal dengan nama lepra atau penyakit morbus hansen, adalah
penyakit yang menyerang kulit menyebabkan luka pada kulit; sistem saraf
perifer yang menyebabkan kerusakan saraf, melemahnya otot dan mati rasa;
selaput lendir pada saluran pernapasan atas serta mata (Siswanto et al., 2020).
Penyakit ini juga disebut penyakit granulomatosa kronis karena mirip
degan penyakit tuberkulosis, ada nodul inflamasi (granuloma) di kulit dan
saraf tepi seiring waktu (Siswanto et al., 2020).
Kusta adalah penyakit infeksi menahun yang menyebabkan noda dan
peradangan di kulit yang berbeda dengan kulit yang sehat dan mengakibatkan
kerusakan saraf pada lengan dan kaki yang menyebabkan tangan dan kaki
termutilasi (Siswanto et al., 2020).
2.2 Etiologi
Berdasarkan informasi yang disampaikan Kementerian Kesehatan tahun
2015, penyakit kusta disebabkan oleh Mycobacterium Lepra. Bakteri ini
untuk pertama kalinya ditemukan oleh Gerhard Henrik Armauer Hansen pada
tahun 1878 di Norwegia (Sciences, 2018).
Bakteri Mycobacterium Lepra adalah kuman aerob, tidak membentuk
spora, berbentuk batang, dikelilingi oleh membran sel lilin yang merupakan
ciri dari spesies Mycobacterium Lepra. Ukurannya adalah panjang 1-8 mikro
dan lebar 0,2-0,5 mikro. Biasanya hidup berkelompok dan ada juga tersebar
satu-satu, hidup dalam sel dan bersifat tahan asam (BTA) atau gram positif.
Bakteri ini tidak mudah diwarnai. Kalaupun diwarnai, akan tahan terhadap

5
dekolorisasi oleh asam atau alkohol sehingga dinamakan sebagai hasil ‘tahan
asam’. Mycobacterium Lepra belum dapat dikultur pada laboratorium
(Sciences, 2018).
Sel Schwann merupakan sel target pertumbuhan Mycobacterium Lepra, di
samping utu sel Schwann berfungsi sebagai deliminasi dan hanya sedikit
fungsinya sebagai fagositosis. Jadi bila terjadi gangguan tubuh dan sel
Schwann, basil dapat berimigrasi dan beraktifitas, akibatnya aktifitas
regenerasi saraf berkurang dan kerusakan saraf yang progresif.
Mycobacterium Lepra,organisme ini belum bisa dibiakkan pada medium
bateri atau kultur sel (Amelia, 2018).
Bakteri ini menular pada manusia melalui kontak langsung dengan
penderita. Penularan disebabkan antara penderita. Penularan disebabkan
antara penderita dengan yang tertular memiliki lesi (luka), baik mikroskopis
(kecil) maupun makroskopis (besar). Selain itu, penularan disebabkan karena
adanya kontak yang lama dan berulang-ulang. Penularan juga dapat terjadi
melalui pernapasan (Sciences, 2018).
2.3 Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis dari penyakit ini adalah hasil dari proses interaksi yang
dinamis antara M. Leprae dengan imunitas selular. Respons imunitas selular
yang tinggi mencerminkan jumlah bakteri yang sedikit (Lepra pausibasiler,
TT dan sebagian BT), sementara respons imunitas yang rendah
mencerminkan jumlah bakteri yang banyak (Murlistyarini et al., 2018).
Cacat yang timbul pada penyakit MH dapat dikelompokkan menjadi
dua kelompok kelompok cacat primer ialah kelompok cacat yang disebabkan
langsung oleh aktivitas penyakit terutama kerusakan akibat respon jaringan
terhadap MH. Termasuk cacat primer adalah cacat pada fungsi saraf
sensorik,fungsi saraf motorik (Nurhadi, 2016).
Sedangkan kelompok cacat sekunder terjadi akibat ciri primer, terutama
akibat adanya kerusakan saraf anestesi akan memudahkan terjadinya luka
akibat trauma mekanis atau termis yang dapat mengalami infeksi sekunder
dengan segala akibatnya. Dan pasien MH akan cacat pada daerah tangan dan
kaki (Nurhadi, 2016).

6
Berikut adalah manifestasi klinis morbus hansen (Novita, 2019):
A. Kulit
Kelainan kulit dapat berbentuk makula atau bercak hipopigmetasi dengan
anestasi atau makula hipopigmentasi disertai tepi yang menimbul dan
sedikit eritematosa atau berupa infiltrat/plak eritematosa, atau dapat pula
berbentuk papul dan nodul.
B. Saraf Perifer
Manifestasi neurologis terbanyak pada kusta adalah adanya kerusakan
saraf perifer yang menyertai lesi kulit, terutama pada serabut saraf kulit
dan trunkus saraf. Gangguan pada saraf perifer tersebut meliputi gangguan
pada cabang saraf sensorik, otonom dan motorik.
C. Mata
Kerusakan mata pada penyakit kusta dapat terjadi itraokular maupun
ekstraokular. Kerusakan intraokular berupa episkleritis, skleritis,
iridosiklitis, keratitis, ulkus kornea, serta penurunan sensibilitas kornea.
Sedangkan kerusakan ekstraokular yang dapat terjadi berupa madarosis,
lagoftalmus, dakriosistisis, serta mata kering. Lebih lanjut, kerusakan mata
dapat menyebabkan kebutaan padahal penderita kusta sangat bergantung
pada penglihatannya untuk mencegah tangan dan kakinya yang kebas
mengalami cidera.
D. Gangguan Psikiatrik
Kusta merupakan penyakit fisik yang sangat erat hubungannya dengan
dampak psikososial yang dialami oleh pasien. Deformitas dan stigma yang
terkandung pada penyakit inilah yang membuat kehidupan bagi penderita
kusta menjadi semakin sulit. Tidak jarang pasien akan mengalami
perceraian, kehilangan pekerjaan, atau bahkan dijauhi oleh lingkungannya
karena ketakutan akan gambaran penularan.

7
Gambar 2.1 Gejala klinis morbus hansen
2.4 Patofisiologi
Sumber penularan penyakit kusta melalui bakteri yang jenisnya sama
dengan bakteri TBC. Dimana mekanisme cara penularannya hingga kini tidak
diketahui secara pasti. Hal yang paling dipercaya adalah bahwa penyakit itu
ditularkan melalui kontak antara penderita penyakit kusta karier dengan orang
yang rentan (Siswanto et al., 2020).
Cara penularan bakteri ini diduga melalui ciran hidung yang biasanya
menyebar ke udara ketika pederita batuk atau bersin, dan dihirup oleh orang
lain. Dalam kebanyakan kasus, bakteri tersebut tersebar melalui kontak

8
jangka panjang antara orang yang rentan dengan seseorang yang memiliki
penyakit kusta tapi belum diobati (Siswanto et al., 2020).
Penularan dari manusia ke manusia adalah sumber utama infeksi,
sedangkan ada tiga spesies lain yang dapat membawa dan (tetapi jarang)
mentransfer bakteri jenis Mycobacterium Leprae ke manusia yaitu Simpanse,
Monyet Mangabey dan Armadillo Sembilan-Banded. Beberapa penelitian
terakhir, diduga penularan kusta melalui jalur pernapasan. Hal ini dubuktikan
dengan hipotesis, didasarkan pada (a) ketidakmampuan organisme (
Mycobacterium Leprae ) untuk ditemukan pada permukaan kulit, (b) adanya
sejumlah besar organisme ( Mycobacterium Leprae ) dalam buangan lendir
dari hidung saat sekresi (c) tingginya proporsi basil morfologis utuh (
Mycobacterium Leprae ) dalam sekresi hidung, dan (d) bukti bahwa (
Mycobacterium Leprae ) dapat bertahan hidup di luar inang manusia selama
beberapa jam atau hari (Siswanto et al., 2020).

2.5 Pathway

Mycobacterium Leprae

Droplet infection atau kontak dg kulit

Masuk dalam pembuluh darah dermis & sel saraf schwan

System imun seluler meningkat

fagositosis

Pembentukan tuberkel

Morbus hansen (kusta)

Pause Basiler (PB) Multi Basiler (MB)

G3 saraf tepi

Saraf motor Saraf otonom Saraf sensorik

Kelemahan otot G3 kelenjar minyak & fibrosis


aliran darah 9
Penebalan saraf
Intoleransi aktivitas
kulit kering, bersisik,
macula seluruh tubuh Tindakan saraf
2.6 Pemeriksaan Diagnostik
Diagnostik penyakit kusta dapat ditegakkan jika dijumpai salah satu dari
Nyeri Akut
ketiga tanda kardinal yang pertama. Pemeriksaan laboratorium penyakit kusta
(Amirudin, 2019), meliputi :
1. Pemeriksaan bakteriologik
Tujuan pemeriksaan bakteriologik adalah:
a. Membantu menentukan diagnosis
b. Membantu menentuka klasifkasi
c. Menilai hasil pengobatan
d. Mencurigai resistensi terhadap obat
Bahan pemeriksaan:
a. Apusan kulit
b. Kerokan hidung (selaput lendir hidung)
c. Fiksasi dan pewarnaan sediaan
d. Pemeriksaan dengan mikroskop
2. Pemeriksaan hispatologik
Pemeriksaan hispatologik dapat membantu menegakkan diagnosis suatu
penyakit kusta apabila manifestasi klinik dan bakteriologik tidak jelas.
Pemeriksaan hispatologik terdiri dari:

10
a. Biopsi kulit
b. Pengirisan dan pengolahan jarigan biopsi
3. Pemeriksaan imunologik
Pemeriksaan imunologik ini dilakukan tidak untuk menegakkan
diagnosis, ettapi hanya untuk membantu dalam menentukan klasifikasi
dan perjalanan penyakit kusta. Pemeriksaan imunologik terdiri dari:
a. Tes lepromin
b. Tes histamin

2.7 Penatalaksanaan
Berikut adalah penatalaksanaan morbus hansen (Novita, 2019):
A. Farmakologis
Multi Drug Therapy (MDT) adalah kombinasi dua atau lebih obat anti
kusta, dalah satunya rifampisin sebagai anti kusta yang bersifat
bakterisidal kuat sedangkan obat anti kusta lain bersifat bakteriostatik.
Obat MDT tersedia dalam bentuk blister untuk pasien dewwasa dan anak
berusia 10-14 tahun. Berikut ini merupakan kelompok orang yang
membutuhkan MDT:
1. Pasien yang baru didiagnosis kusta dan belum pernah mendapat MDT
2. Pasien ulangan, yaitu pasien yang mengalami hal-hal dibawah ini:
- Realps
- Masuk kembali seteah putus obat/default (dapat PB maupun MB)
- Pindah berobat (pindah masuk)
- Ganti klasifikasi/tipe
Sebagian pedoman praktis untuk dosis MDT bagi pasien kusta. Dapat
dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel dosis MDT pada pasien kusta tipe PB
Jenis obat 10≤15 tahun ≥15 tahun Keterangan
(anak) (dewasa)
Rifampisin 450 mg/bln 600 mg/bln Minum di depan
petugas
Dapson (DDS) 50 mg/bln 100 mg/bln Minum di depan

11
petugas
50 mg/hari 100 mg/hari Minum di
rumah
*Sesuaikan dosis bagi anak dengan usia yang lebih kecil dari 10 tahun.
Misalnya, dapson 25 mg/hari dan rifampisin 300 mg/bulan (diawasi).
Tabel dosis MDT pada pasien kusta tipe MB
Jenis obat 10≤15 tahun ≥15 tahun Keterangan
(anak) (dewasa)
Rifampisin 450 mg/bln 600 mg/bln Minum di depan
petugas
Dapson (DDS) 50 mg/bln 100 mg/bln Minum di depan
petugas
50 mg/hari 100 mg/hari Minum di
rumah
Klofazimin 50 mg/bln 300 mg/bln Minum di depan
petugas
50 mg setiap 2 50 mg/hari Minum di
hari rumah
* Sesuaikan dosis bagi anak yang berusia < 10 tahun. Misalnya, dapson
25 mg/hari dan rifampisin 300 mg/bulan (diawasi). Klofazimin 50 mg 2
kali seminggu, dan Klofazimin 100 mg/bulan (diawasi).
B. Pengobatan pada kondisi khusus
1. Pasien yang tidak menggunakan rifampisin rejimen pengobatan khusus
dibutuhkan pada pasien individual, yang tidak mampu menerima
rifampisin karena alergi atau penyakit yang menyertai, seperti hepatitis
kronik, atau pada kusta resisten terhadap rifampisin.
Tabel pengobatan MB pada pasien yang tidak dapat menggunakan
rifampisin
Lama pengobatan Obat Dosis
6 bulan Klofazimin 50 mg/hari
Ofloksasin 400 mg/hari
Minosiklin 100 mg/hari

12
Dilanjutkan dengan
18 bulan Klofazimin 50 mg/hari
dan
Ofloksasin 400 mg/hari
atau
Minosiklin 100 mg/hari

Catatan:
Pemberian harian klaritromisin 500 mg dapat menggantikan rejimen di
atas untuk ofloksasin atau minosiklin selama pengobatan 6 bulan
pertama, bagi pasien MB yang tidak dapat mengonsumsi rifampisin.
2. Pasien menolak klofazimin
C. Tata laksana reaksi kusta
Obat anti reaksi terdiri atas:
- Tatalaksana reaksi ringan
Prinsip pengobatan reaksi ringan
a) Berobat jalan, istirahat di rumah
b) Pemberian analgetik/antipiretik, obat penenang bila perlu
c) MDT diberikan terus dengan dosis tetap
d) Menghindari/menghilangkan faktor pencetus
- Tatalaksana reaksi berat
Tatalaksana yang dapat diberikan ialah:
a) MDT tetap diberikan dengan dosis tidak diubah
b) Menghindari/menghilangkan faktor pencetus
c) Memberikan obat anti reaksi (Prednison, Klofazimin)
d) Pemberian analgetik/antipiretik, obat penenang bila perlu
e) Bila ada indikasi rawat inap pasien dikirim ke rumah sakit.
f) Reaksi tipe 2 berat yang berulang diberikan prednison dan
klofazimin.

Catatan untuk pemberian prednison:


1. Pemberian prednison harus di bawah pengawasan dokter dan harus
dicatat pada formulir evaluasi pengobatan reaksi berat.

13
2. Kondisi pasien yang mungkin merupakan kontra indikasi pemberian
prednison: TB, kencing manis, tukak lambung berat, infeksi sekunder
pada luka di tangan atau kaki yang memburuk. Jika kondisi tersebut
berat, maka pengobatan reaksi harus di unit rujukan (rumah sakit
rujukan)
3. Untuk reaksi, prednison diberikan dalam dosis tunggal pagi hari
sesudah makan, kecuali jika keadaan terpaksa dapat diberikan secara
dosis bagi, misalnya 2 x4 tablet/hari. Perlu diingat bahwa prednison
bisa menyebabkan efek samping yang serius. Tidak boleh dihentikan
tiba-tiba karena dapat menyebabkan rebound phenomena (demam,
nyeri otot, nyeri sendi, malaise).

2.8 Analisis Jurnal Menggunakan Metode PICO


A. Jurnal 1
Judul Artikel :Diagnosis dan Penatalaksaan Kusta
Penulis :Medhi Denisa Alinda, Silvani Geani, Regitta
Indira Agusni, Bagus Haryo Kusumaputra,
Novianti Rizky Reza, Cita Rosita Sigit
Prakoeswa,Muhammad Yulianto Listiawan
Reviewer :Moch. Rizal Abdillah , Melisa Fitria Kusuma
Dewi ,Nila Novianti, Nindi Astri Utami,
Muhammad Raihan Akbar, Rifdah Naufalita Putri
Nama Jurnal :Berkala Ilmu Kesehatan dan Kelamin
Volume/No/Tahun :Vol 32/ No 2/2020

Metode Keterangan
Problem - Penularan terjadi antara manusia melalui
kontak jangka panjang dan dekat dengan pasien yang
tidak diobati dalam tipe multibasiler.
-Masalah yang menghambat upaya penanggulangan
kusta adalah stigma atau pandangan negatif terhadap
penderita dan keluarganya.
Intervention Untuk memastikan diagnosis, ada tanda-tanda utama

14
penyakit kusta. Slit-skin smear tetap menjadi pilihan
utama pemeriksaan tambahan untuk penyakit
kusta.
Comparison Memprioritaskan pada identifikasi molekuler spesifik
untuk M.
lepraedan pengembangan tes laboratorium yang sensitif
untuk mendiagnosis kasus tanpa gejala atau kasus dengan

gejala yang lebih sedikit, serta memprediksi


perkembangan
penyakit di antara individu yang terpapar.
Outcome Namun, metode ini masih belum sesensitif yang
diharapkan untuk tipe PB. Pemeriksaan tambahan untuk
memastikan diagnosis dan klasifikasi adalah
histopatologi kulit dan saraf, uji serologi, reaksi
histokimia, dan PCR.

B. Jurnal 2
Judul Artikel :PENGARUH MIRROR EXERCISE DAN
MASSAGE PADA LAGHOPTHALMUS e.c LESI
NERVUS FACIALIS
Penulis :Kuswardani, Akhmad Alfajri Amin, Meffananda
Agrieta Fauziah
Reviewer :Moch. Rizal Abdillah , Melisa Fitria Kusuma Dewi
,Nila Novianti, Nindi Astri Utami, Muhammad
Raihan Akbar, Rifdah Naufalita Putri
Nama Jurnal :Jurnal Fisioterapi dan Rehabilitasi
Volume/No/Tahun : Vol. 4/No. 2/2020

Metode Keterangan
Problem Pola hidup masyarakat yang kurang menjaga kesehatan
dan kebersihan dapat berakibat berkembangnya penyakit
menular, khususnya pada masyarakat di pedesaan yang

15
minim informasi tentang penyakit menular seperti
penyakit kusta. Pravelensi penderita kusta di Indonesia
pada tahun 2015 sebanyak 0,78% per 10.000 penduduk,
dan jumlah yang terdaftar sekitar 20.160 kasus, Jawa
Tengah menempati urutan ke tiga khusus kusta.Salah
satu gangguan yang timbul pada penyakit kusta adalah
Laghopthalmus. Kelainan ini diakibatkan karena
paralise m.orbicularis.
Intervention -Metode penelitian ini adalah eksperimental, desain
penelitian menggunakan studi kasus
-Teknik pengumpulan data menggunakan Pre and Post
Test.
Comparison Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui
efektifitas mirror exercise dan massage pada
laghopthalmus e.c lesi nervus facialis.
Outcome Setelah 6 kali intervensi mirror exercise dan massage
didapatkan hasil aktivitas fungsional menutup mata
meningkat, celah mata dextra berkurang dan kekuatan
otot m. Frontalis, m. Corrugator Supercili, dan m.
Orbicularis Oculi meningkat.

C. Jurnal 3
Judul Artikel :HUBUNGAN ANTARA KUSTA TIPE PAUSI
BASILER DENGAN ANGKA KEBERHASILAN
PENGOBATAN KUSTA DI JAWA TIMUR
Penulis : Mayam Tami
Reviewer :Moch. Rizal Abdillah , Melisa Fitria Kusuma Dewi
,Nila Novianti, Nindi Astri Utami, Muhammad
Raihan Akbar, Rifdah Naufalita Putri
Nama Jurnal : Jurnal Berkala Epidemiologi
Volume/No/Tahun : Volume 1/No 7/2019

Metode Keterangan

16
Problem Prevalensi kusta tipe Pausi Basiler (PB) di Jawa Timur
mengalami peningkatan dari tahun 2015-2017, namun
angka keberhasilan pengobatan lebih banyak terjadi pada
tipe kusta Pausi Basiler (PB) dibandingkan tipe kusta
Multi Basiler (MB).
Intervention -Penelitian ini merupakan penelitian observasional
dengan
rancang bangun studi korelasi. Populasi yang digunakan
adalah penderita kusta yang telah berhasil melakukan
pengobatan kusta secara lengkap di Jawa Timur yang
tercatat tahun 2015-2017.
-Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik total
population
sampling.
-Analisis data menggunakan analisis univariat dan
bivariat. Analisis bivariate menggunakan uji korelasi
spearman.
Comparison Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan
antara jumlah kasus kusta tipe Pausi Basiler (PB) dengan
angka keberhasilan pengobatan kusta di Jawa Timur
tahun 2015-2017.
Outcome Penelitian ini menunjukkan bahwa Persentase
keberhasilan pengobatan kusta pada penderita laki-laki
mengalami peningkatan selama 3 tahun berturut-turut,
yaitu 59,07% pada tahun 2015, 59,74% pada tahun 2016,
dan 63,96% pada tahun 2017. Hal yang berbeda terjadi
pada kelompok jenis kelamin perempuan yang tiap
tahunnya mengalami penurunan pada angka keberhasilan
pengobatan. Ada hubungan yang signifikan antara jumlah
kasus kusta tipe PB dengan angka keberhasilan
pengobatan kusta di Jawa Timur Tahun 2015-2017 (p =

17
0,00; p < 0,05; korelasi spearman = 0,89).

BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN

Kasus Keperawatan
Seorang laki-laki berusia 32 tahun bernama Tn. B datang ke RS A.Yani
Surabaya. Pasien datang dengan keluhan yang tidak sehat, Tn.B mengalami
gatal-gatal dan teerdapat bercak meraah pada kulit serta demam sejak 3 hari
yang lalu. Tn.B juga merasakan kelemahan pada otot dan kilitnya teraba
kering. Tn.B juga merasakan lemas sehingga aktivitasnya hanya tidur saja.
Pasien tidak memiliki riwayat alergi. Dari pemeriksaan terlihat kulit pasien
terdapat bercak merah serta ada gatal-gatal. Selain itu terdapat kelemahan otot.
Klien menderita morbus hansen.

18
3.1 Pengkajian
Pengkajian Keperawatan ialah proses yang mendasar dalam melakukan
tindakan keperawatan dimana hal tersebut memiliki tujuan untuk
mengetahui permasalah yang dialami klien, dengan begitu akan dilakukan
pengumpulan data klien secara akurat serta mengetahui status kondisi
kesehatan klien melalui kondisi fisik, mental, sosial, dan juga lingkungan
klien.
a. Identitas Klien
1. Identitas
Meliputi : nama, tempat/tanggal lahir, jenis kelamin, status kawin,
agama, pendidikan, pekerjaan, alamat, diagnosa medis, No. MR.
2. Usia
Kebanyakan pasien yang menderita MH, paling banyak ditemukan
pada kelompok usia 25-44 tahun, yaitu sebesar 46,4% dari total
pasien yang didiagnosis MH. Sebesar 5,4% pada pasien yang
berusia 5-14 tahun, 18,8% pada pasien yang berusia 15-24 tahun,
46,4% pada pasien berusia 25-44 tahun dan 21,4% pada pasien
yang berusia 45-64 tahun.
3. Jenis kelamin
Kelompok jenis kelaamin yang terbanyak didiagnosis morrbus
hansen terbanyak adalah laki-laki.
4. Faktor Lingkungan
Yang dapat mempengaruhi pasien terjangkit MH atau
memperburuk keadaan adalah lingkungan dengan kebudayaan
bebas, dimana diantara kelompok masyarakat berpotensi
mempunyai resiko tinggi dalam MH.
5. Sosial Ekonomi
Yang menyebabkan pasien sampai terjangkit MH adalah
kemiskinan. Kemiskinan membuat orang tua atau keluarga pasien
dengan MH kurang pengetahuan daan pemantauan sehingga
terjadi penularan MH.
b. Keluhan utama

19
Biasanya pasien dengan penyakit morbus hansen mengeluh ada
bercak-bercak merah pada kulit di tangan, kaaki atau diseluruh badan
dan wajah kadang disertai dengan tangan (jari-jari) dan kaki terasa
kaku dan bengkak serta kadang-kadang disertai nyeri atau mati rasa,
kadang juga disertai suhu tubuh meningkat.
c. Riwayat kesehatan sekarang
Pasien MH dating berobat dengan keluhan adanya lesi dapat tunggal
maupun multiple, neuritis (nyeri tekan) kadang-kadang gangguan
umum demam ringan dan adanya komplikasi organ tubuh dan
gangguan perabaan.
d. Riwayat kesehatan dahulu
Penyakit yang pernah diderita oleh klien sehubungan dengan MH
adalah penyakit masalah kulit yaitu panu, kurab dan perawatan kulit
yang tidak terjaga.
e. Riwayat kesehatan keluarga
Biasanya pada pasien morbus hansen adanya anggota keluarga yang
menderita jadi dapat menularkan dan beresiko besar tertular dengan
kontak lama.
1. Pola aktifitas sehari-hari (ADL) meliputi :
a. Pola presepsi dan tata laksanaan hidup sehat
Pasien dengan penderita morbus hansen dalam aktivitas merasa
terganggu karena adanya kelemahan pada tangan dan kaki
maupun kelumpuhan. Pada umumnya personal hygienennya
kurang dengan tata laksanan hidup yang tidak sehat karena
keadaan ekonomi yang sosial rendah. Kadang-kadang pasien
menjalankan pengobatan yang tidak teratur maka penderita
akan kambuh lagi.
b. Pola nutrisi
Pasien dengan penderita morbus hansen pada umumnya tidak
mengalami gangguan kebutuhan nutrisi dan metabolisme.
c. Pola eliminasi

20
Biasanya pasien dengan penderita morbus hansen pada pola
eliminasi tidak terjadi perubahan karena biasanya pasien dapat
eliminasi alvi dan urin secara normal seperti sehari-harinya.
d. Pola istrihat dan tidur
Pasien dengan penderita morbus hansen biasanya tidak
mengalami gangguan dalam istirahat dan tidur namun kadang-
kadanga ada rasa nyeri dan kaku pada jari-jari tangan dan kaki,
serta apabila pada wwaktu sore atau malam hari pasien panas
sampai menggigil dan istirahat dan tidurnya jadi terganggu.
e. Pola aktifitas dan latihan
Pada umumnya pasien dengan penderita morbus hansen
mengalami perubahan pada pola aktivitas dan latihan karena
pasien mengalami kaku dan bengkak pada kaki dan juga
tangannya. Kadang-kadang pasien sampai ulks dan metilasi.
f. Pola prespsi dan kosep diri
Pada pasien morbus hansen biasanya mempunyai kecemasan,
menyangkal, perasaan tidak berdaya dan tidak punya harapan
sehingga terjadi perubahan mekanisme dan perubahan dini
yang terpenting.
g. Pola sensori kognitif
Pada umumnya pasien dengan penyakit morbus hansen
mengalami gangguan disalah satu sensorinya seperti peraba.
Pasien tidak merasa adanya rangsangan apabila bercak tersebut
diberikan rangsangan. Pada kognitifnya pasien morbus hansen
merasa tidak berguna lagi dan merasa terkucilkan serta merasa
tidak diterima oleh masyarakat dan keluarganya.
h. Pola hubungan peran
Pada pasien morbus hansen biasanya terjadi gangguan yang
sangat mengganggu hubungan interpersonal karena morbus
hansen di kenal sebagai penyakit yang menular atau ada juga
yang menyebut dengan penyakit kutukan.
i. Pola penanggulangan stres

21
Pada pasien morbus hansen biasanya ada ketidakefektifan
dalam mengatasi masalah individu dan keluarga. Biasanya
pasien dengan morbus hansen tingkat stresnnya tinggi (cemas).
j. Pola reproduksi sekesual
Pada pasien morbus hansen pada umumnya terjadi penurunan
disfungsi sexual atau kadang-kadanga tidak terjadi gangguan
pada pola lain.
k. Pola tata nilai dan kepercayaan
Pada umumnya pasien morbus hansen terjadi distress spiritual
pada penderita namun kadang-kadang ada penderita yang lebih
tekun dalam beribadah setelah mendapatkan penyakit morbus
hansen.
f. Riwayat kesehatan
a. B1 (Breathing)
Klien MH menunjukan kelainan sistem pernafasan pada saat
inspeksi, palpasi thoraks menunjukan taktil fremitus seimbang
kanan dan kiri, pada auskultasi tidak ada suara tambahan.
b. B2 (Blood)
Tidak ada iktus jantung pada palpasi, nadi mungkin meningkat,
ikterus tidak teraba, pada aukultasi dan suara S1 dan S2 tunggal
dan tidak ada murmur serta tidak ada suara tambahan jantung.
c. B3 (Brain)
Kesadaran biasanya composmentis pada kasus yang lebih parah
dapat mengeluh pusing dan gelisah.
1. Kepala : adanya kerontokan/alopesia, warna rambut yang
berubah dan perubahan bentuk wajah
2. Mata : biasanya didapatkan kekaburan penglihatan, gangguan
visus sampai kebutaan, perubahan kelopak mata.
3. Hidung : terdapat adanya epiktaksis dan hidung
pelana/kehilangan penyangga hidung sehingga mengalami
ganggu pernafasan

22
4. Mulut dan tengorokan : ada atau tidaknya kekeringan pada
membran mukosa mulut, perubahan suara, kehilangan gigi,
indra pengecap tidak menurun, kesulitan pada mengunya, tidak
ada nyeri menelan.
5. Telinga : biasanya didapatkan adanya penebalan pada daun
telinga
6. Dada (Thorax) : biasanya terlihat ikhtus cordis, teraba denyut
jantung apkeks. Pada pasien MH tidak ada bunyi jantung
tambahan
7. Abdomen : pada penderita MH biasanya terjadi nyeri tekan
pada
abdomen terlebih jika terdapat lesi.
8. Genetalia : kebersihan genetalia, ada atau tidaknya hemoroid
9. Ekstremitas : keterbatasan rentang gerak. Otot tangan kaki
dapat menjadi lumpuh/lemah dan terkadang ototnya mengecil
(atropi).
10. Integument : umumnya didapatkan turgor kulit kering, menebal
dan pecah-pecah, serta terkadang keriput dikarenakan terjadi
gangguan pada kelenjar minyak dan kelenjar keringat.
d. B4 (Bladder)
Produksi urine biasanya dalam batas normal dan tidak ada keluhan
pada sistem perkemihan.
e. B5 (Bowel)
Umumnya klien morbus hansen tidak mengenal gangguan
eliminasi. Tetapi perlu dikaji frekuensi, konsistensi, warna, bau dan
jumlah urine.
f. B6 (Bone)
1. Look : Didapatkan adanya bercak merah dan terjadi
pembengkakan pada area kaki dan tangan nya. Terjadi
pengecilan otot-otot (atropi) karena tidak dipergunakan. Jari-
jari tangan dan kaki menjadi bengkok dan akhirnya dapat
terjadi kekakuan pada sendi (kontraktur).

23
2. Feel : Nyeri dada jika terdapat lesi
3. Move : ada gangguan mekanis dan fungsional pada oto dengan
manifestasi otot mengecil atau ada pembengkakan pada tangan
dan kaki. Klien sering mengalami kelemahan karena adanya
gangguan saraf tepi motoric dan terkadang demam.
3.2 Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan merupakan suatu penilaian klinis mengenai
respon klien terhadap masalah kesehatan yang dialami baik secara aktual
Maupun potensial. Diagnosa keperawatan bertujuan untuk dapat menguraikan
berbagai respon klien baik individu, keluarga dan komunitas terhadap situasi
yang berkaitan dengan kesehatan.Diagnosa keperawatan memiliki dua
komponen utama yaitu masalah (problem), dan indikator diagnostik yang
terdiri atas penyebab (etiologi), tanda (sign) dan gejala (symptom), serta
faktor resiko. Terdapat dua metode perumusan diagnosis keperawatan yaitu
penulisan tiga bagian yang dilakukan pada diagnosis aktual yang terdiri atas
masalah, penyebab, dan tanda/gejala dan penulisan dua bagian yang
dilakukan pada diagnosis resiko dan diagnosis promosi kesehatan (PPNI,
2016).
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada penderita Morbus Hansen
yaitu:
1. Peningkatan suhu tubuh tinggi (hipertermi) b.d proses infeksi
2. Intoleransi aktivitas b.d kelemahan otot, kaku
3. Nyeri akut b.d agen pencedera fisiologis (mis. Inflamasi, iskemia,
neoplasma)
Diagnosa Tujuan & Kriteria Intervensi
Keperawatan Hasil Keperawatan

SDKI (D.0130) SLKI (L.14134) SIKI Manajemen


Hipertermia b.d proses Setelah dilakukan Hipertermia
infeksi ditandai tindakan (I.15506)
dengan: keperawatan 3x24 Observasi:
jam diharapkan -Identifikasi
1. Gejala dan Tanda
termoregulasi

24
Mayor pasien membaik. penyebab hipertermia
- Subjektif: - Kriteria Hasil: -monitor suhu tubuh
- Objektif: -monitor keluaran
1. Menggigil
urin
a.Suhu tubuh diatas menurun
-monitor komplikasi
nilai normal 2. Kulit merah
akibat hipertermia
2. Gejala dan Tanda menurun
Terapeutik:
Mayor 3. Kejang menurun
-sediakan lingkungan
- Subjektif: - 4. Akrosianosis
yang dingin
- Objektif: menurun
-longgarkan atau
a. Kulit merah 5. Konsumsi
lepaskan pakaian
b. Kejang oksigen
-basahi dan kipasi
c. Takikardi menurun
permukaan tubuh
d. Takipnea 6. Piloereksi
-berikan cairan oral
e. Kulit terasa hangat menurun
-ganti linen setiap
7. Vasokonstriksi
hari atau lebih sering
perifer menurun
jika mengalami
8. Kutis memorata
hyperhidrosis
menurun
-lakukan pendinginan
9. Pucat menurun
eksternal
10. Takikardi
-hindari pemberian
menurun
antipiretik atau
11. Takipnea
aspirin
menurun
-berikan oksigen jika
12. Bradikardi
perlu
menurun
Edukasi:
13. Dasar suku
-anjurkan tirah baring
siaonlik
Kolaborasi:
menurun
-kolaborasi
14. Hipoksia
pemberian cairan
menurun
elektrolit intravena,
15. Suhu tubuh
jika perlu
membaik

25
16. Suhu kulit
membaik
17. Kadar glukosa
darah membaik
18. Pengisian
kapiler membaik
19. Ventilasi
membaik
20. Tekanan darah
membaik

SDKI (D.0056) SLKI (L.05047) SIKI Manajemen


Intoleransi aktivitas Setelah dilakukan Energi (I.05178)
b.d kelemahan otot, tindakan Observasi:
kaku ditandai keperawatan 3x24 -identifikasi
dengan: jam diharapkan gangguan fungsi
toleransi aktivitas tubuh yang
1. Gejala dan tanda
pasien meningkat. mengakibatkan
mayor
Kriteria Hasil: kelelahan
- Subjektif: -
-monitor kelelahan
- Objektif: 1. Frekuensi nadi
fisik dan emosional
meningkat
a.frekuensi jantung -monitor pola jam
2. Saturasi oksigen
meningkat >20% dari tidur
meningkat
kondisi istirahat Monitor lokasi dan
3. Kemudahan
2. Gejala dan tanda ketidaknyamanan
dalam
mayor selama melakukan
melakukan
- Subjektif: aktivitas
aktivitas sehari
a.dispnea saat/setelaj Terapeutik:
hari meningkat
aktivitas -sediakan lingkungan
4. Kecepatan
b. merasa tidak nyaman dan rendah
berjalan
nyaman setelah stimulus
meningkat
beraktivitas -lakukan latihan
5. Jarak berjalan
rentang gerak

26
c. merasa lemah meningkat aktif/pasif
- Objektif: 6. Kekuatan tubuh -berikan aktifitas
a. tekanan darah bagian atas dikstraksi yang
berubah >20% dari meningkat menyenangkan
kondisi istirahat 7. Kekuatan tubuh -fasilitasi duduk di
b. gambaran EKG bagian bawah sisi tempat tidur, jika
menunjukkan aritmia meningkat tdk dapat berpindah
saat/setelah aktivitas 8. Toleransi dalam atau berjalan
c. gambaran EKG menaiki tangga Edukasi:
menunjukkan meningkat -anjurkan tirah baring
iskemia 9. keluhan Lelah -anjurkan melakukan
d. sianosis menurun aktivitas secara
10. dispena saat bertahap
aktivitas -anjurkan
menurun menghubungi
11. dispnea setelah perawat jika tanda
aktivitas kelelahan tidak
menurun berkurang
12. perasaan lemah -ajarkan strategi
menurun koping untuk
13. aritmia saat mengurangi
aktivitas kelelahan
menurun Kolaborasi:
14. artemia setelah -kolaborasi dengan
aktivitas ahli gizi ttg cara
menurun meningkatkan asupan
15. sianosis makanan
menurun
16. warna kulit
membaik
17. tekanan darah
membaik

27
18. frekuensi napas
membaik
19. EKG iskemia
membaik

SDKI (D.0007)
Nyeri akut b.d agen SLKI (L.14134)

pencederan fisiologis Setelah dilakukan SIKI Manajemen

(mis. Inflamasi, tindakan Nyeri (I.08238)

iskemia, neoplasma) keperawatan 3x24 Observasi:

ditandai dengan: jam diharapkan - Identifikasi lokasi,


tingkat nyeri pasien karakteristik, durasi,
2. Gejala dan tanda
membaik. Kriteria frekuensi, kulitas dan
mayor
Hasil: intensitas nyeri
- Subjektif:
1. Kemampuan - Identifikasi skala
a. Mengeluh
menuntaska nyeri
nyeri
n aktivitas - Identifikasi respons
- Objektif:
meningkat nyeri nonj verbal
a. tampak
2. Keluhan - Identifikasi
meringis
nyeri pengaruh nyeri pada
b. bersikap
menurun kualitas hidup
protektif
3. Meringis - monitor
(mis.
menurun keberhasilan terapi
Waspada,
4. Sikap komplementer yang
posisi
protektif sudah diberikan
menghindar
i nyeri) menurun
Terapeutik:
5. Gelisah

28
c. gelisah menurun - berikan teknik
6. Kesulitan nonfarmakologis
2. Gejala dan tanda tidur untuk
mayor menurun mengurangi rasa
- Subjektif: - 7. Menarik diri nyeri (mis.
- Objektif : menurun TENS, hipnosis,
a. tekanan darah 8. Berfokus akupreseur, terapi
meningkat pada diri pijat dan musik)
b. pola napas sendiri - kontrol
berubah menurun lingkungan yang
c. nafsu makan 9. muntah memperberat rasa
berubah menurun nyeri (mis. Suhu
d. proses berpikir 10. mual ruangan,
terganggu menurun pencahayaan,
e. berfokus pada diri 11. frekuensi kebisingan)
sendiri nadi - fasilitasi istirahat
membaik tidur
12. pola napas - pertimbangan
membaik jenis dan sumber
13. tekanan nyeri dalam
darah pemilihan
membaik strategi
14. proses meredakan nyeri
berpikir
membaik Edukasi :
15. fokus - jelaskan
membaik penyebab,
16. nafsu makan periode dan
membaik pemicu nyeri
17. pola tidur - jelaskan strategi
membaik meredakan nyeri
- anjurkan

29
memonirot nyeri
secara mandiri
- anjurkan
menggunakan
analgetik secara
tepat
- ajarkan teknik
nonfarmakologoi
s untuk
mengurangi rasa
nyeri

Kolaborasi :
- kolaborasi
pemberian
analgetik, jika
perlu
3.3 Intervensi Keperawatan
Intervensi keperawatan adalah segala treatment yang dikerjakan oleh perawat
yang didasarkan pada pengetahuan dan penilaian klinis untuk mencapai
luaran (outcome) yang diharapkan (SIKI, 2018).
Perencanaan keperawatan atau intervensi yang ditemukan pada pasien dengan
Morbus Hansen sebagai berikut :

3.4 Implementasi Keperawatan


Tindakan keperawatan adalah perilaku atau aktivitas spesifisik yang
dikerjakan oleh perawat untuk mengimplementasikan intervensi keperawatan
(SIKI, 2018). Implementasi merupakan tindakan yang sudah direncanakan
dalam rencana keperawatan.Tindakan yang mencakup tindakan mandiri dan
tindakan kolaborasi.

30
a. Tindakan mandiri (Independen) Aktivitas perawat yang didasarkan pada
kesimpulan dan keputusan sendiri bukan merupakan petunjuk atau
perintah kesehatan lain.
b. Tindakan kolaborasi Tindakan yang dilakukan atas dasar hasil keputusan
bersama, seperti dokter atau petugas kesehatan lain. Berdasarkan
referensi diatas, implementasi merupakan tindakan nyata yang dilakukan
terhadap klien sesuai dengan intervensi yang telah dibuat baik itu secara
mandiri atau kolaborasi.

3.5 Evaluasi Keperawatan


Tahap evaluasi menentukan kemajuan pasien terhadap pencapaian hasil yang
diinginkan dan respons pasien terhadap dan keefektifan intervensi
keperawatan kemudian mengganti rencana perawatan jika diperlukan. Tahap
akhir dari proses keperawatan perawat mengevaluasi kemampuan pasien ke
arah pencapaian hasil.

31
UNIVERSITAS NAHDLATUL ULAMA SURABAYA
FAKULTAS KEPERAWATAN DAN KEBIDANAN
PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
KAMPUS A JL. SMEA NO. 57 SURABAYA (031) 8291920, 8284508, FAX (031)
8298582
KAMPUS B RS. ISLAM JEMURSARI JL. JEMURSARI NO. 51-57 SURABAYA
Website : www.unusa.ac.id Email : info@unusa.ac.id

A. Asuhan Keperawatan Kasus


Kasus:
Seorang laki-laki berusia 32 tahun bernama Tn. B datang ke RS A.Yani Surabaya.
Pasien datang dengan keluhan yang tidak sehat, Tn.B mengalami gatal-gatal dan teerdapat
bercak meraah pada kulit serta demam sejak 3 hari yang lalu. Tn.B juga merasakan
kelemahan pada otot dan kilitnya teraba kering. Tn.B juga merasakan lemas sehingga
aktivitasnya hanya tidur saja. Pasien tidak memiliki riwayat alergi. Dari pemeriksaan
terlihat kulit pasien terdapat bercak merah serta ada gatal-gatal. Selain itu terdapat
kelemahan otot. Klien menderita morbus hansen.

PENGKAJIAN KEPERAWATAN

Nama Mahasiswa : Moch. Rizal Tanggal Pengkajian :


Abdillah
NIM : 1130020104 Jam pengkajian :
Tempat Praktik :

Biodata :
Pasien : Penanggung Jawab :
Nama : Tn. B Nama : Ny.A
Umur : 31 tahun Umur : 30 tahun
Agama : islam Agama : Islam
Pendidikan : S1 Pendidikan : S1
Pekerjaan : Pemandu wisata Pekerjaan : Swasta
Status Pernikahan : Menikah Status Pernikahan : Menikah
Alamat : Surabaya Alamat : Surabaya
Diagnosa Medis : Hubungan dengan klien : suami
No. RM : 123xxx

32
UNIVERSITAS NAHDLATUL ULAMA SURABAYA
FAKULTAS KEPERAWATAN DAN KEBIDANAN
PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
KAMPUS A JL. SMEA NO. 57 SURABAYA (031) 8291920, 8284508, FAX (031)
8298582
KAMPUS B RS. ISLAM JEMURSARI JL. JEMURSARI NO. 51-57 SURABAYA
Website : www.unusa.ac.id Email : info@unusa.ac.id

Tgl. Masuk :

1. Status Kesehatan Saat Ini


a. Keluhan utama : Pasien mengeluh terdapat bercak-bercak merah pada kulit
tangan, kaki atau diseluruh badan dan wajah kadang disertai
jari-jaari otot terasa lemah dan kadang tterasa kaku.
b. Lama keluhan : pasien mengatakan sudah merasakannya sejak 3 hari yang
lalu.
c. Kualitas keluhan : Pasien mengatakan kulit tangan dan kaki terasa gatal
d. Faktor pencetus : pasien mengatakan
e. Faktor pemberat : pasien mengatakan terasa gatal saat dibiarkan
f. Upaya yg. telah dilakukan: pasien mengatakan telah minum obat pereda otot kaku.
2. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat Penyakit Sekarang
Terdapat bercak-bercak berwarna merah didaerah kulit badan,kaki disertai kadang
juga gatal-gatal.
b. Riwayat Kesehatan Terdahulu :
1) Penyakit yang pernah dialami
a. Kecelaakan (jenis & waktu): pasien mengatakan tidak pernah mengalami
kecelakaan
b. Pernah dirawat : pasien mengatakan tidak pernah dirawat dirumah sakit.
c. Operasi (jenis & waktu) : pasien mengatakan tidak pernah melakukan
operasi
d. Penyakit:
- Kronis : pasien mengatakan tidak pernah memiliki penyakit kronis
sebelumnya
- Akut : pasien mengatakan tidak pernah mengidap penyakit akut
e. Terakhir masuki RS : tidak pernah

33
UNIVERSITAS NAHDLATUL ULAMA SURABAYA
FAKULTAS KEPERAWATAN DAN KEBIDANAN
PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
KAMPUS A JL. SMEA NO. 57 SURABAYA (031) 8291920, 8284508, FAX (031)
8298582
KAMPUS B RS. ISLAM JEMURSARI JL. JEMURSARI NO. 51-57 SURABAYA
Website : www.unusa.ac.id Email : info@unusa.ac.id

2) Alergi (obat, makanan, plester, dll) : pasien mengatakan tidak memiliki alergi
makanan, obat-obatan, dll.
3) Kebiasaan :
jenis Frekuensi
Jumlah/Lamanya
Merokok tidak ada tidak ada tidak ada
Kopi tidak ada tidak ada tidak ada
Alkohol tidak ada tidak ada tidak ada
Obat-obatan
Jenis Lamanya Dosis
mesol 3 hari 4mg
6) Riwayat Penyakit Keluarga :
1) Menurun: Pasien mengatakan tidak memiliki riwayat penyakit keluarga
menurun seperti diabetes, darah tinggi, kusta
2) Menahun: Pasien mengatakan tidak memiliki riwayat penyakit keluarga
menahun seperti diabetes, darah tinggi, kusta
7) Genogram

31th

Perempuan =

34
UNIVERSITAS NAHDLATUL ULAMA SURABAYA
FAKULTAS KEPERAWATAN DAN KEBIDANAN
PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
KAMPUS A JL. SMEA NO. 57 SURABAYA (031) 8291920, 8284508, FAX (031)
8298582
KAMPUS B RS. ISLAM JEMURSARI JL. JEMURSARI NO. 51-57 SURABAYA
Website : www.unusa.ac.id Email : info@unusa.ac.id

Permpuan meninggal =

Laki-laki =

Laki-laki meninggal =

Tinggal serumah =

Pasien =

3. Psiko sosio budaya Dan Spiritual :


Psikologis :

Perasaan klien setelah mengalami masalah ini adalah Pasien merasah sedih karena
melihat kondisi tangan dan kaki penuh dengan bercak merah dan gatal).

Cara mengatasi perasaan tersebut pasien berdoa agar diberikan kesembuhan.

Rencana klien setelah masalah terselesaikan adalah menjaga kesehatan, dan menghindari
pemicu yang dapat menyebabkan penyakitnya itu.

Jika rencana klien tidak dapat diselesaikan maka : Melakukan pengobatan rutin.

pengetahuan klien tentang masalahah/penyakit yang ada : kurang adanya pemahaman.

Sosial :
Aktivitas atau peran di masyarakat adalah : Pasien aktif dalam kegiatan masyarakat.

kebiasaan lingkungan yang tidak disukai adalah : pasien tidak suka jika ada keributan.

cara mengatasinya : menenangkan keributan yang ada dan segera menghubungi pihak
yang berwenang.

35
UNIVERSITAS NAHDLATUL ULAMA SURABAYA
FAKULTAS KEPERAWATAN DAN KEBIDANAN
PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
KAMPUS A JL. SMEA NO. 57 SURABAYA (031) 8291920, 8284508, FAX (031)
8298582
KAMPUS B RS. ISLAM JEMURSARI JL. JEMURSARI NO. 51-57 SURABAYA
Website : www.unusa.ac.id Email : info@unusa.ac.id

pandangan klien tentang aktifitas sosial dilingkungannya : pasien mengatakn aktivitas


dilingkungannya berjalan sesuai yang telah ditetapkan.

Budaya :
Budaya yang diikuti klien adalah budaya: tidak ada budaya tertentu, karena pasien tinggal
diperkotaan.

Kebudayaan yang dianut merugikan kesehatannya: tidak ada.

Spiritual :
Aktivitas ibadah sehari-hari : pasien mengatakan sholat 5 waktu dirumah.

Kegiatan keagamaan yang biasa di lakukan : mengikuti kajian islami.

Keyakinan klien tentang peristiwa/masalah kesehatan yang sekarang sedang dialami :


mungkin ini ujian dari Allah.

4. Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum :
Kesadaran: [ v ] CM [ ] apatis [ ] somnolen [ ]sopor [ ]coma
GCS : E :4 V : 6 M : 5
Vital Sign : TD :130/70 mmHg
Nadi : Frekuensi : 70 x/mnt
Irama : [ v ] reguler [ ] ireguler

Kekuatan/isi : [ ] kuat [ v ] sedang [ ] lemah

36
UNIVERSITAS NAHDLATUL ULAMA SURABAYA
FAKULTAS KEPERAWATAN DAN KEBIDANAN
PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
KAMPUS A JL. SMEA NO. 57 SURABAYA (031) 8291920, 8284508, FAX (031)
8298582
KAMPUS B RS. ISLAM JEMURSARI JL. JEMURSARI NO. 51-57 SURABAYA
Website : www.unusa.ac.id Email : info@unusa.ac.id

Respirasi : Frekuensi : 18 x/mnt


Irama : [v ] reguler [ ] ireguler
Suhu : 38.8 o C

5. BASIC PROMOTING PHYSIOLOGY OF HEALTH


1. Aktivitas dan latihan
Kemampuan ambulasi dan activity daily living
Rumah Rumah sakit
Makan/minum 0 0
Mandi 0 0
Berpakaian/berdandan 0 0
Toileting 0 0
Mobilitas di tempat tidur 0 0
Berpindah 0 0
Berjalan 0 0
Naik tangga 0 0

Rumah Rumah sakit


Pekerjaan Pemandu wisata -
Olah raga rutin Tidakak ada -
Alat bantu jalan Tidak ada -
Kemampuan melakukan Normal (aktif dan pasif) -
ROM
Istirahat tidur
Lama tidur : 7 jam
Tidur siang :  Ya  Tidak

37
UNIVERSITAS NAHDLATUL ULAMA SURABAYA
FAKULTAS KEPERAWATAN DAN KEBIDANAN
PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
KAMPUS A JL. SMEA NO. 57 SURABAYA (031) 8291920, 8284508, FAX (031)
8298582
KAMPUS B RS. ISLAM JEMURSARI JL. JEMURSARI NO. 51-57 SURABAYA
Website : www.unusa.ac.id Email : info@unusa.ac.id

Kesulitan tidur di RS :  Tidak  Ya, alasan: karena masalah gatal-gatal pada


tangan dan kaki.

Kesulitan tidur :
 Menjelang tidur
 Mudah terbangun
 Tidak segar saat bangun
2. Keamanan dan nyeri
Nyeri :  paliatif,
__________________________________________________
 provokatif,
_______________________________________________
Quality :
Region :
Scale :
Time :
Nutrisi
Frekuensi makan : 2 x sehari
BB/TB/IMT : 50 kg / 155 cm / 22,5
BB 1 bulan terakhir :  tetap  turun  meningkat
Jenis makanan : nasi, lauk pauk, sayur, buah
Pantangan/alergi : makanan panas dan pedas
Nafsu makan :  baik  kurang baik
Masalah pencernaan :  mual  muntah  stomatitis  nyeri telan
Riwayat operasi/trauma : tidak ada
Diet RS :
____________________________________________________
 habis  ½ porsi  ¾ porsi  tidak habis

38
UNIVERSITAS NAHDLATUL ULAMA SURABAYA
FAKULTAS KEPERAWATAN DAN KEBIDANAN
PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
KAMPUS A JL. SMEA NO. 57 SURABAYA (031) 8291920, 8284508, FAX (031)
8298582
KAMPUS B RS. ISLAM JEMURSARI JL. JEMURSARI NO. 51-57 SURABAYA
Website : www.unusa.ac.id Email : info@unusa.ac.id

Kebutuhan pemenuhan makan  mandiri  tergantung  dengan bantuan


Cairan, elektrolit, dan asam basa
Frekuensi minum : 5 gelas
Konsumsi air/hari : 1 liter/ hari
Turgor kulit : tidak normal.
Support IV line :  Ya  Tidak
Jenis: RL Dosis: 500 cc
3. Oksigenasi
Sesak napas :  Ya Tidak
Frekuensi : _________________________________________________
Kapan terjadinya : _________________________________________________
Faktor pencetus : _________________________________________________
Faktor pemberat : _________________________________________________
Batuk :  Ya  Tidak
Sputum :  Ya  Tidak
Nyeri dada :  Ya  Tidak

4. Eliminasi
Eliminasi alvi
Frekuensi : 1 x sehari
Warna/konsistensi : kecoklatan Darah tidak ada konsistensi:lembek
Penggunaan pencahar :  Ya  Tidak
Gangguan eliminasi :  konstipasi  diare  inkontinensia bowel
Kebutuhan pemenuhan eliminasi alvi:  mandiri tergantung dengan
bantuan

Eliminasi urin

39
UNIVERSITAS NAHDLATUL ULAMA SURABAYA
FAKULTAS KEPERAWATAN DAN KEBIDANAN
PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
KAMPUS A JL. SMEA NO. 57 SURABAYA (031) 8291920, 8284508, FAX (031)
8298582
KAMPUS B RS. ISLAM JEMURSARI JL. JEMURSARI NO. 51-57 SURABAYA
Website : www.unusa.ac.id Email : info@unusa.ac.id

Frekuensi : 5x sehari
Warna/darah : kuning jernih /tidak ada
Riwayat penyakit :  penyakit ginjal  trauma
Penggunaan kateter :  Ya  Tidak
Kebutuhan pemenuhan eliminasi urin :  mandiri  tergantung dengan
bantuan

6. Sistem tubuh
B1 (Breathing)
Hidung: normal tidak ada sputum , polip, dan epitaksisi
Trakea : normal
 nyeri  dyspnea  orthopnea  cyanosis
 batuk darah  napas dangkal  retraksi dada  sputum
 trakeostomi  respirator
Suara napas tambahan
 wheezing lokasi : ___________________
 ronchi lokasi : ___________________
 rales lokasi : ___________________
 crackles lokasi : ___________________
Bentuk dada
 simetris  tidak simetris
 lainnya, ________________________________

B2 (Bleeding)
 nyeri dada  pusing  sakit kepala
 kram kaki  palpitasi  clubbing finger

40
UNIVERSITAS NAHDLATUL ULAMA SURABAYA
FAKULTAS KEPERAWATAN DAN KEBIDANAN
PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
KAMPUS A JL. SMEA NO. 57 SURABAYA (031) 8291920, 8284508, FAX (031)
8298582
KAMPUS B RS. ISLAM JEMURSARI JL. JEMURSARI NO. 51-57 SURABAYA
Website : www.unusa.ac.id Email : info@unusa.ac.id

Suara jantung
 normal
 lainnya, _______________________________

Edema
 palpebra  anasarka  ekstremitas atas  ascites
 ekstremitas bawah  tidak ada
 lainnya, _______________________________
Capillary Refill Time = < 2 detik

B3 (Brain)
 composmentis  apatis  somnolen  spoor
 koma  gelisah
Glasgow Coma Scale
E=4 V=6 M=5 Nilai total = 15
Mata :
Sklera  putih  icterus  merah  perdarahan
Konjungtiva  pucat  merah muda
Pupil  isokor  anisokor  miosis  midriasis
Leher : normal
________________________________________________________________________
Refleks (spesifik) :
________________________________________________________________________
Persepsi sensori
Pendengaran :
Kiri : normal
Kanan : normal

41
UNIVERSITAS NAHDLATUL ULAMA SURABAYA
FAKULTAS KEPERAWATAN DAN KEBIDANAN
PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
KAMPUS A JL. SMEA NO. 57 SURABAYA (031) 8291920, 8284508, FAX (031)
8298582
KAMPUS B RS. ISLAM JEMURSARI JL. JEMURSARI NO. 51-57 SURABAYA
Website : www.unusa.ac.id Email : info@unusa.ac.id

__________________________________________________________
Penciuman : normal
Pengecapan  manis  asin  pahit
Penglihatan : normal
Kiri : normal
Kanan : normal
Perabaan  panas hangat  dingin  tekan

B4 (Bladder)
Produksi urine : 500 ml/hari Frekuensi : 5 kali/hari
Warna : kuning jernih Bau : amonia
 oliguria  poliuri  dysuria  hematuria  nocturia
 nyeri  kateter  menetes  panas  sering
 inkotinen  retensi  cystotomi  tidak ada masalah
 alat bantu, _______________________
Lainnya, __________________________

B5 (Bowel)
Mulut dan tenggorokan : mulut normal tidak ada caries, tenggorokan normal tidak ada
nyeri telan.
________________________________________________________________________
Abdomen (IAPP) :
________________________________________________________________________
I = normal tidak ada acites
P = peristaltic 15 x / menit
P = normal, tidak ada hematomegali, splenomegaly, dan tumor.
A = normal, tidak hypertipani, dan pekak
Rectum : normal tidak hemoroid, prolap, dan tumor

42
UNIVERSITAS NAHDLATUL ULAMA SURABAYA
FAKULTAS KEPERAWATAN DAN KEBIDANAN
PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
KAMPUS A JL. SMEA NO. 57 SURABAYA (031) 8291920, 8284508, FAX (031)
8298582
KAMPUS B RS. ISLAM JEMURSARI JL. JEMURSARI NO. 51-57 SURABAYA
Website : www.unusa.ac.id Email : info@unusa.ac.id

BAB : 1 kali/ hari Konsistensi : lembek


 diare  konstipasi  feses berdarah  tidak terasa  lavement
 kesulitan  melena  colostomy  wasir 
pencahar
 tidak ada masalah
 alat bantu, _____________________________
 diet khusus, ____________________________

B6 (Bone)
Kemampuan pergerakan sendi  bebas  terbatas
Parese :  ya  tidak
Paralise :  ya  tidak
Kekuatan otot :

Extremitas atas :  patah tulang  peradangan  perlukaan  tidak ada kelainan


Lokasi, ____________________________________
Extremitas bawah:  patah tulang  peradangan  perlukaan  tidak ada kelainan
Lokasi, ____________________________________
Tulang belakang :
__________________________________________________________
Warna kulit :  ikterik  cyanosis  pucat
kemerahan  pigmentasi
Akral :  hangat  panas
 dingin basah  dingin kering
Turgor :  Baik  cukup  buruk/menurun

43
UNIVERSITAS NAHDLATUL ULAMA SURABAYA
FAKULTAS KEPERAWATAN DAN KEBIDANAN
PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
KAMPUS A JL. SMEA NO. 57 SURABAYA (031) 8291920, 8284508, FAX (031)
8298582
KAMPUS B RS. ISLAM JEMURSARI JL. JEMURSARI NO. 51-57 SURABAYA
Website : www.unusa.ac.id Email : info@unusa.ac.id

Sistem Endokrin
Terapi hormon : tidak ada
Karakteristik seks sekunder:
___________________________________________________
Riwayat pertumbuhan dan perkembangan fisik :
 perubahan ukuran kepala, tangan, kaki pada saat dewasa
 kekeringan kulit atau rambut
 exopthalmus  polidipsi
 goiter  poliphagi
 hipoglikemia  poliuria
 intoleran panas  postural hipotensi
 intoleran dingin  kelemahan

Sistem Reproduksi
Laki – laki
Bentuk  normal tidaknormal,
___________________________________
Kebersihan  bersih kotor,
_________________________________________
Perempuan
Payudara  simetris  asimetris  benjolan, ________________
Bentuk  normal  tidak normal,
___________________________________
Keputihan  tidak ya,
___________________________________________
Siklus haid = - hari teratur  tidak teratur

44
UNIVERSITAS NAHDLATUL ULAMA SURABAYA
FAKULTAS KEPERAWATAN DAN KEBIDANAN
PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
KAMPUS A JL. SMEA NO. 57 SURABAYA (031) 8291920, 8284508, FAX (031)
8298582
KAMPUS B RS. ISLAM JEMURSARI JL. JEMURSARI NO. 51-57 SURABAYA
Website : www.unusa.ac.id Email : info@unusa.ac.id

Sistem integument:
Pemeriksaan Kulit:
Inspeksi : lesi (-), jaringan parut (-) warna kulit eritema, nyeri tekan (-), bercak
merah(+)
Palpasi : tekstur kulit kasar, turgor kulit jelek.
Kelainaan pada kulit
Hiperpigmentasi (-), vitiligi (-), tattoo (-), haemangioma (-), angioma (-), Spider naevi (-)
Pemeriksaan rambut
Inspeksi : penyebaran merata, terlihat bersih, tinea kapitis (-) tinea korporis (-), kutu (-),
warna rambut hitam.
Palpasi : rambut berminyak (-), rambut rontok (+) hirsutisme (-).
Pemeriksaan kuku
Inspeksi : dasar kuku berwarna merah muda cerah, sudut normal kuku (160o), tidak ada
lesi disekitar kuku.
Palpasi : capillary Refil Time <2 detik

Masuk dalam pembuluh darah dermis & sel saraf schwan

5. Pemeriksaan Penunjang :
(Hasil Pemeriksaan Laboratorium, Radiology, EKG, USG, X-Ray dll)

1. Pemeriksaan darah lengkap

6. Terapi Medis :
1. Intravena
2. Per oral

45
UNIVERSITAS NAHDLATUL ULAMA SURABAYA
FAKULTAS KEPERAWATAN DAN KEBIDANAN
PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
KAMPUS A JL. SMEA NO. 57 SURABAYA (031) 8291920, 8284508, FAX (031)
8298582
KAMPUS B RS. ISLAM JEMURSARI JL. JEMURSARI NO. 51-57 SURABAYA
Website : www.unusa.ac.id Email : info@unusa.ac.id

7. Diagnosa Keperawatan
1. Peningkatan suhu tubuh tinggi (hipertermi) b.d proses infeksi
2. Intoleransi aktivitas b.d kelemahan otot, kaku

46
UNIVERSITAS NAHDLATUL ULAMA SURABAYA
FAKULTAS KEPERAWATAN DAN KEBIDANAN
PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
KAMPUS A JL. SMEA NO. 57 SURABAYA (031) 8291920, 8284508, FAX (031)
8298582
KAMPUS B RS. ISLAM JEMURSARI JL. JEMURSARI NO. 51-57 SURABAYA
Website : www.unusa.ac.id Email : info@unusa.ac.id

8. Intervensi Keperawatan
Nama klien : Tn. B No Register : 123xxx
Umur : 31 tahun Alamat : Surabaya

Diagnosa Keperawatan Tujuan & Kriteria Hasil Intervensi Keperawatan

SDKI (D.0130) SLKI (L.14134) SIKI Manajemen Hipertermia (I.15506)


Hipertermia b.d proses Setelah dilakukan tindakan Observasi:
infeksi ditandai dengan: keperawatan 3x24 jam diharapkan -Identifikasi penyebab hipertermia
Gejala dan Tanda termoregulasi pasien membaik. -monitor suhu tubuh
Mayor Kriteria Hasil: -monitor keluaran urin
- Subjektif: - -monitor komplikasi akibat hipertermia
1) Menggigil menurun
- Objektif: Terapeutik:
2) Kulit merah menurun
-sediakan lingkungan yang dingin
a.Suhu tubuh diatas nilai 3) Kejang menurun
-longgarkan atau lepaskan pakaian
normal 4) Akrosianosis menurun
-basahi dan kipasi permukaan tubuh
2. Gejala dan Tanda 5) Konsumsi oksigen menurun
Mayor

47
UNIVERSITAS NAHDLATUL ULAMA SURABAYA
FAKULTAS KEPERAWATAN DAN KEBIDANAN
PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
KAMPUS A JL. SMEA NO. 57 SURABAYA (031) 8291920, 8284508, FAX (031)
8298582
KAMPUS B RS. ISLAM JEMURSARI JL. JEMURSARI NO. 51-57 SURABAYA
Website : www.unusa.ac.id Email : info@unusa.ac.id

- Subjektif: - 6) Piloereksi menurun -berikan cairan oral


- Objektif: 7) Vasokonstriksi perifer -ganti linen setiap hari atau lebih sering jika
a. Kulit merah menurun mengalami hyperhidrosis
b. Kejang 8) Kutis memorata menurun -lakukan pendinginan eksternal
c. Takikardi 9) Pucat menurun -hindari pemberian antipiretik atau aspirin
d. Takipnea 10) Takikardi menurun -berikan oksigen jika perlu
e. Kulit terasa hangat 11) Takipnea menurun Edukasi:
12) Bradikardi menurun -anjurkan tirah baring
13) Dasar suku siaonlik Kolaborasi:
menurun -kolaborasi pemberian cairan elektrolit
14) Hipoksia menurun intravena, jika perlu
15) Suhu tubuh membaik
16) Suhu kulit membaik
17) Kadar glukosa darah
membaik
18) Pengisian kapiler membaik

48
UNIVERSITAS NAHDLATUL ULAMA SURABAYA
FAKULTAS KEPERAWATAN DAN KEBIDANAN
PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
KAMPUS A JL. SMEA NO. 57 SURABAYA (031) 8291920, 8284508, FAX (031)
8298582
KAMPUS B RS. ISLAM JEMURSARI JL. JEMURSARI NO. 51-57 SURABAYA
Website : www.unusa.ac.id Email : info@unusa.ac.id

19) Ventilasi membaik


20) Tekanan darah membaik
SDKI (D.0056) SLKI (L.05047) SIKI Manajemen Energi (I.05178)
Intoleransi aktivitas Setelah dilakukan tindakan Observasi:
b.d kelemahan otot, keperawatan 3x24 jam diharapkan -identifikasi gangguan fungsi tubuh yang
kaku ditandai dengan: toleransi aktivitas pasien meningkat. mengakibatkan kelelahan
Kriteria Hasil: -monitor kelelahan fisik dan emosional
3. Gejala dan tanda
-monitor pola jam tidur
mayor 1) Frekuensi nadi meningkat
Monitor lokasi dan ketidaknyamanan selama
- Subjektif: - 2) Saturasi oksigen meningkat
melakukan aktivitas
- Objektif: 3) Kemudahan dalam
Terapeutik:
melakukan aktivitas sehari
a.frekuensi jantung -sediakan lingkungan nyaman dan rendah
hari meningkat
meningkat >20% dari stimulus
4) Kecepatan berjalan
kondisi istirahat -lakukan latihan rentang gerak aktif/pasif
meningkat
2. Gejala dan tanda -berikan aktifitas dikstraksi yang
5) Jarak berjalan meningkat
mayor menyenangkan
6) Kekuatan tubuh bagian atas

49
UNIVERSITAS NAHDLATUL ULAMA SURABAYA
FAKULTAS KEPERAWATAN DAN KEBIDANAN
PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
KAMPUS A JL. SMEA NO. 57 SURABAYA (031) 8291920, 8284508, FAX (031)
8298582
KAMPUS B RS. ISLAM JEMURSARI JL. JEMURSARI NO. 51-57 SURABAYA
Website : www.unusa.ac.id Email : info@unusa.ac.id

- Subjektif: meningkat -fasilitasi duduk di sisi tempat tidur, jika tdk


a.dispnea saat/setelaj 7) Kekuatan tubuh bagian dapat berpindah atau berjalan
aktivitas bawah meningkat Edukasi:
b. merasa tidak nyaman 8) Toleransi dalam menaiki -anjurkan tirah baring
setelah beraktivitas tangga meningkat -anjurkan melakukan aktivitas secara
c. merasa lemah 9) keluhan Lelah menurun bertahap
- Objektif: 10) dispena saat aktivitas -anjurkan menghubungi perawat jika tanda
a. tekanan darah menurun kelelahan tidak berkurang
berubah >20% dari 11) dispnea setelah aktivitas -ajarkan strategi koping untuk mengurangi
kondisi istirahat menurun kelelahan
b. gambaran EKG 12) perasaan lemah menurun Kolaborasi:
menunjukkan aritmia 13) aritmia saat aktivitas -kolaborasi dengan ahli gizi ttg cara
saat/setelah aktivitas menurun meningkatkan asupan makanan
c. gambaran EKG 14) artemia setelah aktivitas
menunjukkan iskemia menurun
d. sianosis 15) sianosis menurun

50
UNIVERSITAS NAHDLATUL ULAMA SURABAYA
FAKULTAS KEPERAWATAN DAN KEBIDANAN
PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
KAMPUS A JL. SMEA NO. 57 SURABAYA (031) 8291920, 8284508, FAX (031)
8298582
KAMPUS B RS. ISLAM JEMURSARI JL. JEMURSARI NO. 51-57 SURABAYA
Website : www.unusa.ac.id Email : info@unusa.ac.id

16) warna kulit membaik


17) tekanan darah membaik
18) frekuensi napas membaik
19) EKG iskemia membaik

SLKI (L.14134)
SDKI (D.0007) Setelah dilakukan tindakan SIKI Manajemen Nyeri (I.08238)
Nyeri akut b.d agen keperawatan 3x24 jam diharapkan Observasi:
pencederan fisiologis tingkat nyeri pasien membaik. - Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi,
(mis. Inflamasi, Kriteria Hasil: frekuensi, kulitas dan intensitas nyeri
iskemia, neoplasma) 1. Kemampuan menuntaskan - Identifikasi skala nyeri
ditandai dengan: aktivitas meningkat Identifikasi respons nyeri nonj verbal
Gejala dan tanda mayor 2. Keluhan nyeri menurun - Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas
- Subjektif: - 3. Meringis menurun hidup
- Objektif: 4. Sikap protektif menurun - monitor keberhasilan terapi komplementer
a. tampak meringis

51
UNIVERSITAS NAHDLATUL ULAMA SURABAYA
FAKULTAS KEPERAWATAN DAN KEBIDANAN
PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
KAMPUS A JL. SMEA NO. 57 SURABAYA (031) 8291920, 8284508, FAX (031)
8298582
KAMPUS B RS. ISLAM JEMURSARI JL. JEMURSARI NO. 51-57 SURABAYA
Website : www.unusa.ac.id Email : info@unusa.ac.id

b. bersikap protektif 5. Gelisah menurun yang sudah diberikan


(mis. Waspada, 6. Kesulitan tidur menurun
posisi menghindari 7. Menarik diri menurun Terapeutik:
nyeri) 8. Berfokus pada diri sendiri
- berikan teknik nonfarmakologis untuk
c. gelisah menurun
mengurangi rasa nyeri (mis. TENS,
9. muntah menurun
hipnosis, akupreseur, terapi pijat dan
Gejala dan tanda mayor 10. mual menurun
musik)
- Subjektif: - 11. frekuensi nadi membaik
- kontrol lingkungan yang memperberat
- Objektif : 12. pola napas membaik
rasa nyeri (mis. Suhu ruangan,
a. tekanan darah 13. tekanan darah membaik
pencahayaan, kebisingan)
meningkat 14. proses berpikir membaik
- fasilitasi istirahat tidur
b. pola napas berubah 15. fokus membaik
- pertimbangan jenis dan sumber nyeri
c. nafsu makan berubah 16. nafsu makan membaik
dalam pemilihan strategi meredakan
d. proses berpikir 17. pola tidur membaik
nyeri
terganggu
e. berfokus pada diri
Edukasi :
sendiri

52
UNIVERSITAS NAHDLATUL ULAMA SURABAYA
FAKULTAS KEPERAWATAN DAN KEBIDANAN
PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
KAMPUS A JL. SMEA NO. 57 SURABAYA (031) 8291920, 8284508, FAX (031)
8298582
KAMPUS B RS. ISLAM JEMURSARI JL. JEMURSARI NO. 51-57 SURABAYA
Website : www.unusa.ac.id Email : info@unusa.ac.id

- jelaskan penyebab, periode dan pemicu


nyeri
- jelaskan strategi meredakan nyeri
- anjurkan memonirot nyeri secara mandiri
- anjurkan menggunakan analgetik secara
tepat
- ajarkan teknik nonfarmakologois untuk
mengurangi rasa nyeri

Kolaborasi :
kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu

- berikan teknik nonfarmakologis untuk


mengurangi rasa nyeri (mis. TENS,
hipnosis, akupreseur, terapi pijat dan
musik)
- kontrol lingkungan yang memperberat

53
UNIVERSITAS NAHDLATUL ULAMA SURABAYA
FAKULTAS KEPERAWATAN DAN KEBIDANAN
PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
KAMPUS A JL. SMEA NO. 57 SURABAYA (031) 8291920, 8284508, FAX (031)
8298582
KAMPUS B RS. ISLAM JEMURSARI JL. JEMURSARI NO. 51-57 SURABAYA
Website : www.unusa.ac.id Email : info@unusa.ac.id

rasa nyeri (mis. Suhu ruangan,


pencahayaan, kebisingan)
- fasilitasi istirahat tidur
- pertimbangan jenis dan sumber nyeri
dalam pemilihan strategi meredakan
nyeri

9. Implementasi dan Evaluasi Keperawatan


Nama klien : Tn. B No Register : 123xxx
Umur : 31 tahun Alamat : Surabaya
No Dx Tanggal Jam Implementasi Evaluasi Nama/ TTd
1. 08.30 1. Mengidentifikasi penyebab hipertermia S : pasien mengatakan demamnya Ns. Rizal

54
UNIVERSITAS NAHDLATUL ULAMA SURABAYA
FAKULTAS KEPERAWATAN DAN KEBIDANAN
PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
KAMPUS A JL. SMEA NO. 57 SURABAYA (031) 8291920, 8284508, FAX (031)
8298582
KAMPUS B RS. ISLAM JEMURSARI JL. JEMURSARI NO. 51-57 SURABAYA
Website : www.unusa.ac.id Email : info@unusa.ac.id

2. Memonitor suhu tubuh berkurang


3. Memonitor keluaran urin O : TTV:
4. Memonitor komplikasi akibat TD : 112/800 mmHg
hipertermia RR : 18 x / menit
5. Menyediakan lingkungan yang dingin Suhu : 36.5o C
6. Melonggarkan atau melepas pakaian nadi: 80x/ menit
7. Memberikan cairan oral A : masalah teratasi sebagian
8. Menghindari pemberian antipiretik atau P : intervensi dihentikan
aspirin
9. Menganjurkan tirah baring
10. Mengkolaborasikan pemberian cairan
elektrolit, jika perlu

13.00 S : pasien mengatakan bahwa Ns. Rizal


1) mengidentifikasi gangguan fungsi tubuh intoleransi aktivitas sudah
yang mengakibatkan kelelahan berkurang

55
UNIVERSITAS NAHDLATUL ULAMA SURABAYA
FAKULTAS KEPERAWATAN DAN KEBIDANAN
PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
KAMPUS A JL. SMEA NO. 57 SURABAYA (031) 8291920, 8284508, FAX (031)
8298582
KAMPUS B RS. ISLAM JEMURSARI JL. JEMURSARI NO. 51-57 SURABAYA
Website : www.unusa.ac.id Email : info@unusa.ac.id

2) memonitor kelelahan fisik dan emosional O : TTV:


3) memonitor pola jam tidur TD : 120/80 mmHg
4) menyediakan lingkungan yang nyaaman RR : 28 x / menit
dan rendah stimulus Suhu : 36.5o C
5) melakukan latihan rentang gerak nadi: 80x/ menit
aktif/pasif A : masalah teratasi
P :intervensi dihentikan.

6) memberikan aktifitas dikstrasi yang


menyenangkan
7) memfasilitasi duduk di sisi tempat tidur,
jika tidak dapat berpindah atau berjalan
18.0

1) mengidentifikasi lokasi, S : pasien mengatakan bahwa


Ns. Rizal
karakteristik, durasi, manajemen nyeri sudah berkurang

frekuensi, kulitas dan P= sedikit nyeri saat

56
UNIVERSITAS NAHDLATUL ULAMA SURABAYA
FAKULTAS KEPERAWATAN DAN KEBIDANAN
PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
KAMPUS A JL. SMEA NO. 57 SURABAYA (031) 8291920, 8284508, FAX (031)
8298582
KAMPUS B RS. ISLAM JEMURSARI JL. JEMURSARI NO. 51-57 SURABAYA
Website : www.unusa.ac.id Email : info@unusa.ac.id

intensitas nyeri aktivitas


2) mengidentifikasi skala Q= nyeri sedikit seperti
terkena terkena benda
nyeri
tajam.
3) memerikan teknik R= tangan dan kaki
nonfarmakologis untuk S= skala 3
T= nyeri kadang-kadang
mengurangi rasa nyeri
(mis. TENS, hipnosis, O : TTV:
akupreseur, terapi pijat TD : 120/80 mmHg
dan musik) RR : 28 x / menit
4) mengkontrol lingkungan Suhu : 36.o C
yang memperberat rasa nadi: 80x/ menit
nyeri (mis. Suhu ruangan, A : masalah teratasi
pencahayaan, kebisingan) P :intervensi dihentikan.
5) memfasilitasi istirahat
tidur
6) menganjurkan memonitor

57
UNIVERSITAS NAHDLATUL ULAMA SURABAYA
FAKULTAS KEPERAWATAN DAN KEBIDANAN
PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
KAMPUS A JL. SMEA NO. 57 SURABAYA (031) 8291920, 8284508, FAX (031)
8298582
KAMPUS B RS. ISLAM JEMURSARI JL. JEMURSARI NO. 51-57 SURABAYA
Website : www.unusa.ac.id Email : info@unusa.ac.id

nyeri secara mandiri

58
BAB 4
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Morbus hansen atau biasa disebut dengan kusta adalah penyakit infeksi
Mycobakterium pada manusia yang kronik progresif, mula-mula menyerang
susunan saraf tepi, selanjutnya dapat menyerang kulit, mukosa mulut dan
hidung, sistem retikuloendotelial, mata, otot, tulang, testis, dinding pembuluh
darah (terutama tipe lepromatosa) dan organ lain kecuali sistem saraf pusat.
Morbus Hansen (MH) dapat terjadi pada semua usia, namun terbanyak pada
usia 20-30 tahun, diikuti usia 60-70 tahun. Penelitian Moorthy BN
menemukan bahwa mayoritas pasien MH berusia antara 20-29 tahun, yaitu
sebesar 20,70%. Anak di bawah 9 tahun paling sedikit terkena MH, yaitu
6,45%. Sebagian besar negara di dunia kecuali di beberapa negara di Afrika
menemukan bahwa laki-laki lebih banyak terkena MH dibanding perempuan.
Hal ini kemungkinan dipengaruhi oleh faktor lingkungan dan sosial budaya.
Pada kebudayaan tertentu akses perempuan ke layanaan kesehatan sangat
terbatas, sehingga tidak terdeteksi.

Dari kriteria ini, MH dibagi menjadi lima tipe, antara lain; tuberculoid
(TT), borderline tuberculoid (BT), mid borderline (BB), borderline
lepromatous (BL), dan lepromatous (LL). WHO merekomendasikan
klasifikasi operasional, berdasarkan jumlah lesi kulit dan atau saraf yang
terkena, yaitu tipe pausibasiler(PB), dan multibasiler(MB).

Kuman pada kusta tersebut adalah kuman aerob, yang tidak terbentuk
spora dan terbentuk basil. Ukuran sendiri dengan panjang satu sampai
delapan micro dan lebarnya 0,2 sampai 0,5 micro dan berkelompok dan juga
menyebar. Bakteri masuk kedalam tubuh dengan cara melalui sebuah luka
yang terbuka dan adanya droplet secara langsung seperti ditularkan melalui
saluran pernafasan, dan dapat membelah menjadi dua dalam inkubasi 2
sampai 5 tahun dalam jangka 14 sampai 20 hari

59
4.2 Saran
Dengan disusunnya makalah ini diharapkan tiap mahasiswa mengetahui
Asuhan Keperawatan pada pasien Morbus Hansen. Para pembaca bisa
memberikan kritik dan saran untuk makalah ini agar makalah ini bisa menjadi
lebih baik lagi. Demikian saran dari saya penulis semoga kita membuat ilmu
yang bermanfaat dengan makalah ini.

60
DAFTAR PUSTAKA
Amelia, R. (2018). Pendampingan Masyarakat Mantan Penderita Kusta. PT
Sahabat Alter Indonesia.
Amirudin, M. D. (2019). Penyakit Kusta: Sebuah Pendekatan Klinis. Firstbox
Media.
Andini, F., Warganegara, E., Kedokteran, F., & Lampung, U. (2016). Morbus
Hansen Tipe Multibasiler dengan Reaksi Kusta Tipe 1 dan Kecacatan
Tingkat 2 Multibacillary Hansen ’ s Disease with Type 1 Reaction and Grade
2 Disability. J Medula Unila, 6(1), 44–49.
Khotimah, M. (2014). Hubungan Antara Dukungan Keluarga dan Peran Petugas
Kesehatan dengan Kepatuhan Minum Obat Kusta. 3(1), 1–5.
Meily, & Devi, A. (2020). Mengenal Morbus Hansen Profil Alumni Dr . Amrita
Devi , Msi , SpKJ Dies Natalis 60 th UNTAR SAPA REDAKSI. 3, 0–32.
https://doi.org/10.13140/RG.2.2.33790.33602
Murlistyarini, S., Prawitasari, S., & Setyowatiie, L. (2018). Intisari Ilmu
Kesehatan Kulit dan Kelamin. Universitas Brawijaya Press.
Noviastuti, A. R., & Soleha, T. U. (2017). Morbus Hansen Tipe Multibasiler (Mid
Borderline) dengan Reaksi Kusta Reversal dan Kecacatan Tingkat I. J
Medula Unila, 7(2), 30–36.
Novita, dr. A. I. (2019). Penanganan Pasien Kusta. Journal of Chemical
Information and Modeling, 53(9), 1689–1699.
Nurhadi, S. (2016). Morbus Hansen Tipe Borderline Tuberkuloid Disertai Cacat
Kusta Tingkat 2.
Sciences, H. (2018). Kupas Tuntas Penyakit Kusta (Vol. 4, Issue 1). Ideas
Publishing.
SDKI, T. P. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Dewan Pengurus
Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
SIKI, T. P. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia cetakan kedua (1st
ed.). Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
Siswanto, Asrianti, T., & Mulyana, D. (2020). Neglected Tropical Disease Kusta
(Epidemiologi Aplikatif). In Mulawarman University PRESS.
SLKI, T. P. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Dewan Pengurus
Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
Utami, A. R., Anggraini, D. I., & Hamzah, M. S. (2019). Kasus Morbus Hansen
Tipe Lepromatosa dengan Neuritis Akut dan Ccat Derajat Dua. Medula, 9,
526–532.

61
LAMPIRAN

62
63
64
LEMBAR KONSULTASI MAKALAH

Kelompok : Kelompok 4
Nama Perwakilan : Nila Novianti / Melisa Fitria Kusuma Dewi
NIM : 1130020106 / 1130020105
Judul Makalah : Asuhan Keperawatan pada pasien dengan morbus hansen
Nama Fasilitator : Erika Martining Wardani, S.Kep.,Ns.,M.Ked.Trop

No Hari Materi yang Saran Fasilitator TTD


. Tanggal dikonsulkan Fasilitator
1. Jum’at Asuhan Baca RPS lagi ya,
25/03/2022 Keperawatan komponennya seperti apa
pada pasien untuk makalah itu tidak
dengan asal
morbus
hansen
2. Rabu Asuhan WOC : cek kembali untuk
29/03/2022 Keperawatan MK nyeri, pasien morbus
pada pasien hansen apakah nyeri dek?
dengan Kalo memang di buku iya,
morbus nah nyerinya spesifik, akut
hansen atau kronis?
Beri gambaran di
manifestasi klinis, pasien
morbus itu yang cacaat
bagian mana saja?
Penutup : kesimpulan :
pengkajian sampai evaluasi
lain-lain ACC.

65

Anda mungkin juga menyukai