Anda di halaman 1dari 7

Nama : Alisya Putri Amalia

Kelas : X IPS 3
No absen : 02

FENOMENA SENIORITAS DI LINGKUNGAN SEKOLAH

1.1 Latar Belakang Masalah

Kasus kekerasan di kalangan pelajar di Indonesia merupakan


fenomena yang sangat memprihatinkan. Maraknya aksi kekerasan
disekolah, menunjukkan bahwa didikan yang direncanakan pemerintah
belum berhasil. Oleh karena itu, pemerintah hendaknya merespon hal ini
dengan serius. Kekerasan dikalangan siswa, khususnya kekerasan yang
dilakukan oleh senior terhadap junior kerap terjadi baik di kalangan siswa,
khususnya kekerasan yang dilakukan oleh senior terhadap junior kerap
terjadi baik di jenjang SMP, SMA, maupun perguruan tinggi sekalipun.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka ada beberapa masalah


yang dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. Bagaimana bentuk kekerasan yang dilakukan oleh senior terhadap


junior?
2. Mengapa kekerasan itu dapat terjadi?
3. Bagaimana peran sekolah dan orang tua mengatasi masalah
kekerasan ini?

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Mengetahui penyebab kekerasan yang terjadi antara senior dan


junior.
2. Mengetahui bentuk-bentuk kekerasan yang dilakukan oleh para
senior.
3. Mengetahui peran orang tua dan sekolah mengatasi kekerasan ini.
1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kajian-kajian mengenai


kekeasan di kalangan siswa, khususnya masalah kekerasan yang dilakukan
oleh para senior terhadap juniornya. Penelitian ini juga diharapkan dapat
menjadi pertimbangan bagi guru maupun institusi terkait dalam
mengadakan pembinaan bagi siswa.

1.5 Alasan

Penelitian ini saya pilih karena semakin maraknya fenomena


kekerasan ini yang membuat saya prihatin dan melalui penelitian ini saya
harap dapat bermanfaat bagi seluruh kalangan masyarakat. Dari judul
penelitian ini pula menurut saya cocok untuk dibahas dan kekerasan yang
dialami siswa oleh seniornya masih banyak di sekeliling kita dan hanya
sebagian kecil yang kasusnya diangkat ke publik.

1.6 Kerangka Teori

Kekerasan pada Teori senioritas


siswa oleh
seniornya.

Verbal
Bentuk-bentuk
kekerasan
Non-verbal

Penyebab adanya Konflik Macam-macam


kekerasan Konflik.

Peran sekolah
dan orang tua
1.7 Hasil Penelitian

1. Bentuk Kekerasan.

Bentuk-bentuk kekerasan yang dilakukan siswa sebagai berikut:

a. Kekerasan bersifat fisik, Kekerasan bersifat fisik dapat berupa


mendorong, menjambak, mencubit, menampar, memukul, memalak.
Aksi bullying dapat membawa dampak yang negatif bagi korban.
Menurut pengakuan dari informan aksi senioritas dapat berupa
memukul, mendorong, dan lain-lain. Menurut para pelaku, mendorong
dan memukul adalah hal yang wajar di lakukan oleh kakak kelas
terhadap adik kelasnya agar adik kelas tidak bersikap songong, hal
tersebut dilakukan untuk mendisiplinkan adik kelas. Tidak hanya aksi
pemukulan dan pendorongan, tetapi aksi pemalakan juga dilakukan oleh
pelaku aksi kekerasan dalam hal ini adalah siswa senior terhadap siswa
junior. Korban yang menjadi aksi pemalakan mengatakan bahwa
mereka di palak dalam bentuk uang saja, senior yang memalak uang
mereka menerima nominal berapa saja yang diberikan oleh korban.
seperti: memukul, menampar, menjambak, memalak, mencubit.

b. Kekerasan bersifat verbal, berupa bentakan, cacian, sindiran, ejekan,


menggosip. Kekerasan bersifat verbal lebih pada kekerasan melalui
ucapan. Kekerasan seperti ini cara awal untuk mendisiplinkan siswa
junior, dan tidak menggunakan kekerasan fisik terlebih dahulu.
Beberapa pelaku mengakui bahwa bentakan, cacian, sindiran adalah
cara yang mereka pakai untuk mendisiplinkan siswa junior agar mereka
tidak. Untuk pelaku senior perempuan hal yang mereka tidak sukai
adalah kalau ada adik kelas yang penampilannya berlebihan, seperti
yang tidak sesuai dengan peraturan sekolah. Aksi kekerasan yang
dilakukan siswa atau siswi senior bisa berbeda. Siswa senior laki- laki
lebih mengandalkan memukul ketika menghadapi adik kelas yang
mereka tidak sukai, sementara siswa perempuan ketika menghadapi
adik junior yang mereka tidak sukai maka mereka mencaci, menyindir,
misalnya masalah penampilan yang berlebihan.

c. Kekerasan bersifat psikolgis, Kekerasan bersifat psikologis berupa


mengancam, mengabaikan, mengucilkan. Kekerasan psikologis
sebenarnya lebih menyakitkan dari kekerasan secara fisik, karena dapat
melukai harga diri seseorang, dan merusak keseimbangan jiwa.
Menurut pengakuan korban pemalakan ketika tidak memberi uang maka
siswa senior akan memaksa dengan cara mengancam. Ancaman dari
pelaku aksi kekerasan yaitu siswa senior seringkali membuat siswa
junior takut atau trauma. Ancaman yang di berikan siswa senior dapat
dilakukan didalam lingkungan sekolah maupun di luar sekolah. Seperti:
mengancam

2. Penyebab Kekerasan Yang Dilakukan oleh Senior Terhadap Junior

Penelitian ini menemukan bahwa faktor yang menyebabkan siswa senior


melakukan aksi kekerasan adalah faktor teman sebaya dan lingkungan sekolah
dimana mereka berada, keluarga serta media massa.

a. Teman Sebaya

Teman sebaya dan lingkungan sekolah merupakan faktor yang


sangat mempengaruhi siswa untuk melakukan tindak kekerasan karena
melalui teman sebaya dan lingkungan sosialnya siswa belajar dengan cara
meniru lingkungan sekitar mereka. Hal ini sejalan dengan teori belajar
sosial yang menyatakan bahwa perilaku seseorang terutama mereka yang
pada usia anak-anak dan remaja sangat dipengaruhi oleh proses belajar
dengan cara meniru lingkungan sosialnya. Dari hasil pengamatan penulis
lakukan ditemukan bahwa pada tahun-tahun sebelumnya ketika acara MOS
berlangsung terjadi aksi kekerasan yang dilakukan oleh panitia senior,
karena maraknya terjadi aksi kekerasan yang berlangsung pada saat MOS
akhirnya sekolah mengeluarkan kebijakan pada tahun 2008 tentang
pelarangan aksi kekerasan apapun yang di lakukan oleh panitia ketika MOS
berlangsung. Kebijakan tersebut terkait dengan pasal 54 UU No.23 tahun
2002 tersebut mengenai lingkungan sekolah wajib menjadi zona
antikekerasan. Hubungan antara siswa senior dengan siswa junior akan
berjalan baik apabila dilakukan dengan sikap positif. Misalnya adalah pada
saat MOS berlangsung pihak panitia MOS yang umumnya adalah siswa
senior tidak melakukan kekerasan. Maka tidak ada gap antara siswa senior
dengan siswa junior. Salah satu contohnya adalah ketika Masa Orientasi
Siswa (MOS) tidak ada aksi kekerasan yang dilakukan oleh siswa senior
sebagai panitia. Sayangnya kebijakan yang dikeluarkan oleh pihak sekolah
mengenai pelarangan adanya kekerasan pada saat MOS berlangsung tidak
terealisasikan dengan baik. Menurut para siswa kekerasan senior tidak
terjadi pada saat MOS berlangsung, namun terjadi setelah MOS yaitu ketika
proses belajar mengajar berlangsung. Menurut pengakuan dari pelaku aksi
kekerasan terjadi kekerasan yang dilakukan oleh siswa senior entah pada
saat istirahat, pulang sekolah ketika siswa-siswa suka nongkrong sebelum
mereka pulang kerumah. Kekerasan yang dilakukan siswa senior ke siswa
junior melalui aksi pemalakan, tawuran yang direalisasikan melalui
bentakan, cacian yang merupakan sebuah tradisi dan sangat sulit untuk
dihilangkan yang dilakukan oleh pelaku kekerasan.
b. Lingkungan Sekolah

Selain teman sebaya dan lingkungan sekolah yang berpengaruh.


Keluarga juga menjadi salah satu yang mempengaruhi siswa untuk
melakukan tindak kekerasan. Dengan sering melihat pertengkaran orang tua
menjadi penyebab siswa untuk melakukan kekerasan. Selain itu penyebab
kekosongan kasih sayang yang didapatkan dari orang tua, seperti halnya
orang tua yang bercerai, salah satu orang tuanya meninggal, dan kesibukan
dari salah satu orang tua. Selain melahirkkan rasa sedih, pertengkaran
orangtua juga bisa secara tidak langsung menjadi proses pembelajaran bagi
anak terkait tindak kekerasan. Rasa kecewa, dan sedih bisa diekspressikan
dengan melakukan tindakan yang sama (kekerasan) dalam lingkungan
pergaulannya. Dengan kata lain, ketika orang tua memperlihatkan
pertengkaran mereka di depan anak- anak membuat anak-anak menjadi
sedih, takut, seram, sekaligus kesal. Anak-anak tetaplah anak- anak, mereka
tidak bisa berbuat apa-apa. Anak-anak hanya bisa diam ketika ayah dan ibu
mereka bertengkar, bahkan untuk melerai pun mereka takut melakukannya
kerena pasti dianggap hanya sebagai anak kecil yang mau tahu persoalan
orang dewasa. Walaupun mereka diam tetapi mereka belajar dari hal itu,
bahkan mungkin mereka bisa meniru yang dilakukan orang tuanya dengan
cara melakukan tindak kekerasan untuk melampiaskan kekesalan mereka.
Ketika anak-anak melakukan kesalahan barulah orang tua
mengkhawatirkan atau menasehati, tetapi anak-anak kadang suka merasa
kesal kalau orang tua menegur mereka.

c. Media masa

Selain itu masa remaja merupakan masa kerentanan karena mereka


bisa mengalami kekosongan lantaran mereka membutuhkan bimbingan
langsung dari orang tua. Pada keluarga yang kurang mampu, orang tua
mereka sibuk mencari nafkah agar keluarganya dapat makan walaupun
sekedarnya, itulah yang membuat mereka tidak ada waktu untuk mengasuh
anak- anaknya. Sementara, pada keluarga yang mampu orang tua mereka
sibuk diluar rumah dengan urusan-urusan lainnya sebagai penunjang
keberhasilan mereka. Masa remaja dikatakan masa yang berbahaya pada
periode ini, karena seseorang mengalami perubahan dari masa kanak-kanak
menuju tahap kedewasaan. Pada masa ini dikatakan masa krisis, karena ada
pegangan sementara kepribadiannya mulai terbentuk. Oleh karena itu, masa
ini remaja memerlukan bimbingan langsung dari orang tuanya. Masalah
internal yang dihadapi para remaja ini adalah kurangnya perhatian,
pengawasan dan kasih sayang yang diberikan oleh orang tua kepada anak-
anaknya. Anak menganggap orang tua terlalu sibuk dengan urusan masing-
masing, sehingga mereka mengabaikan segala perilaku yang dilakukan oleh
anak mereka. Dengan kata lain, harapan untuk mendapatkan kebahagian
dari dalam lingkungan keluarga tidak berhasil mereka dapatkan. Siswa-
siswi tersebut mengalami kekosongan kasih sayang dari salah satu orang tua
mereka. Berbeda halnya dengan mereka yang mendapatkan kasih sayang
yang utuh dari orang tua mereka yang lengkap, walaupun ada orang tua
mereka yang sibuk karena dua-duanya sama-sama bekerja, tetapi mereka
tetap mendapatkan perhatian yang lengkap dari orang tua mereka

Media Massa juga menjadi salah satu faktor lainnya siswa


melakukan kekerasan. Melalui game online sajalah faktor yang
mempengaruhi siswa meniru apa yang di mainkan oleh teman-temannya,
sehingga mereka tertarik untuk memainkan permainan tersebut dan
merealisasikannya dalam kehidupan yang nyata ketika mereka ikut tawuran.
Selain faktor teman sebaya, keluarga, media massa juga dapat
mempengaruhi perilaku siswa untuk melakukan tindak kekerasan. Media
massa terdiri dari media cetak (Surat Kabar, majalah) maupun elektronik
(televisi, radio, film, internet).
melihat bahwa internet dalam bentuk game online sajalah yang dapat
mempengaruhi siswa melakukan aksi kekerasan. Berbagai bentuk
kekerasan bisa terdapat dalam internet dalam game online yang
mempengaruhi perilaku remaja. Game online yang bertema kekerasan
sangat disukai remaja laki-laki ketika mereka main internet. Kebiasaan
mereka memainkan video game yang beradegan kekerasan, awalnya karena
remaja melihat teman sebayanya bermain. Kemudian akhirnya ikut terbawa
untuk memainkan game tersebut

3. Peranan Sekolah, Orang Tua Dalam Menangani Kasus Kekerasan di


Kalangan Siswa

a. Sekolah

Sekolah merupakan media sosialisasi yang cukup luas dibandingkan


dengan keluarga. Anak mengalami perubahan dalam perilaku sosial
ketika ia telah masuk sekolah. Sekolah merupakan media sosialisasi
kedua setelah keluarga. Dari pihak sekolah sendiri mengatakan bahwa
selama ini hubungan antara siswa senior dan siswa junior hubungan
keduanya baik. Peranan pihak sekolah ketika menangani kasus tawuran
hanyalah memberikan arahan kepada siswa bahwa tindakan kekerasan
adalah perbuatan yang salah. Dalam menghadapi siswa yang
bermasalah pihak sekolah tidak menggunakan emosi dan kekerasan
fisik. Berbeda pada tahun-tahun sebelumnya ketika siswa melakukan
kenakalan maka dari pihak sekolah memberikan sanksi dengan cara
memukul dan siswa tidak melaporkannya ke orang tua, namun berbeda
dengan tahun-tahun sekarang karena ketika sekolah melakukan tindak
mencubit atau memukul maka siswa tersebut akan melaporkannya pada
orang tua dan orang tua akan langsung datang ke sekolah dengan marah-
marah karena tidak menerima anaknya diperlakukan seperti itu. Maka
evaluasi yang diambil oleh pihak sekolah adalah ketika siswanya
melakukan kenakalan maka sanksi yang diberikan adalah menegurnya
atau membuat surat panggilan orang tua.

b. Orang tua

Keluarga merupakan lingkungan terdekat dalam mendidik anak-


anak, dan orang tua merupakan panutan bagi anak-anak. Pihak sekolah
memberikan sanksi bagi siswa yang menjadi pelaku kekerasan, pihak
sekolah juga memberikan arahan bagi siswa bahwa melakukan tindak
kekerasan adalah perbuatan yang salah. Kebijakan yang di lakukan
pihak sekolah dalam mencegah siswa melakukan kekerasan adalah
dengan memberantas permasalahan sampai ke akar-akarnya, yaitu
dengan cara memberikan sanksi yang tegas kepada sekolah, bahkan bila
perlu di tangkap supaya jera. Keluarga seharusnya lebih berperan
dengan memberikan pondasi yang kuat, seperti: pondasi agama,
memaksimalkan perhatian dan komunikasi dengan anak. Intensitas
pertemuan dengan keluarga sangat di perlukan agar orang tua dapat
berkomunikasi dengan anak-anak sehingga terjalin hubungan yang
harmonis dan tidak ada sekat antara orang tua dan anak. Orang tua hanya
menasehati saja dan tidak ada tindak pencegahan dari orang tua.

c. Pemerintah hendaknya membuat mekanisme khusus dalam menangani


kasus kekerasan di kalangan siswa secara serius.

Anda mungkin juga menyukai