Anda di halaman 1dari 6

UNIVERSITAS INDONESIA

Topik Bahasan : Bleching corals dan Terancamnya Keberadaan


Terumbu Karang di Indonesia

Muhammad Algi Fari


1706046911
TUGAS INDIVIDU KELOMPOK 5
OSEANOGRAFI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM


PROGRAM STUDI GEOLOGI

DEPOK
2021
A. Bleching Corals

Sejarah fenomena pemutihan karang didunia tercatat pernah terjadi pada


waktu 1997-1998 baik secara lokal maupun global contohnya adalah yang
pernah terjadi di Great Barier Reef pada musim panas tahun 2002 menyebabkan
60%-95% karang memutih. Bleaching juga terjadi hampir di se1uruh perairan
tropis pada kurun tahun 1998/1999 (misalnya di Maldives, Sri Lanka, Kenya,
Tanzania dan Seychelles) menyebabkan tutupan karang yang memutih hampir
90%. Meningkatnya suhu sebesar 2-3°C di kawasan Pasifik Barat
mempengaruhi terjadinya bleaching di Indonesia (Brown & Suharsono, 1990).
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya bleaching yaitu adanya
perubahan temperatur yang ekstrim, logam berat, polutan lain (nitrat), arus
perairan yang kecil, intensitas cahaya, serta salinitas. Mayoritas pemutihan
karang secara besar-besaran terjadi dalam kurun waktu dua dekade terakhir ini
berhubungan dengan peningkatan suhu permukaan laut (SPL) dan khususnya
pada daerah Hot Spots (Hoegh Guldberg, dalam Coles & Brown, 2003). Hot
Spot adalah daerah dimana SPL naik hingga melebihi maksimal perkiraan
tahunan (suhu tertinggi per tahun dari rata-rata selama 10 tahun) di lokasi
tersebut. Bila Hot Spot lOC di atas maksimal tahunan bertahan selama 10
minggu atau lebih, maka fenomena pemutihan pasti terjadi (NOAA,
dalamWestmaeott et al., 2000).
Faktor paling penting yang mempengaruhi terjadinya pemutihan karang
adalah akibat suhu lingkungan sekitar. Berdasarkan beberapa penelitian yang
telah dilakukan didapat pemutihan karang terutama hasil dari peningkatan suhu
air laut dan di bawah kondisi cahaya yang tinggi, akan meningkatkan tingkat
reaksi biokimia yang berhubungan dengan fotosintesis zooxanthella. Reaksi
tersebut akan menghasilkan bentuk oksigen beracun yang mengganggu proses
seluler (Douglass, 2003). selain itu faktor pendukung lainnya adalah jenis
karang yang bercabang misalnya Acropora dan Pocillopora umumnya lebih
rentan terhadap tekanan suhu dibandingkan dengan karang masif. Penelitian
oleh Rudi (2012) di perairan Natuna bagian selatan menunjukkan hasil terdapat
13 genera yang mengalami pemutihan dengan Marga Acropora dan Porites
adalah yang paling sering dan banyak mengalami pemutihan.
Untuk mekanisme pemutihan karang sampai saat ini masih banyak yang
belum dibahas dan dimengerti. Ada beberapa teori mekanisme yang dapat
menjadi acuan dimana diperkirakan dalam kasus tekanan termal kenaikan suhu
akan mengganggu kemampuan zooxanthella untuk berfotosintesis, dan dapat
memicu produksi kimiawi berbahaya yang merusak sel-sel mereka. Menurut
Douglass (2003) terdapat tiga unsur mekanisme bleaching yaitu faktor eksternal
yang memicu pemutihan, kemudian mekanisme atau respon yang dialami oleh
organisme yang mengalami stress serta pemutihan dan akibat yang ditimbulkan
oleh organisme dari respon tersebut.

B. Terancamnya Keberadaan Terumbu Karang ( Studi Kasus )

Terumbu karang adalah salah satu sumber daya berasal dari area laut dangkal
yang sangat melimpah di Indonesia. Sebagai bagian dari penghuni ekosistem laut,
terumbu karang indonesia menempati peringkat teratas dunia untuk keterdapatan
atau luas dan kekayaan jenisnya. Dengan perkiraan luas hamparan terumbu
karang yaitu lebih dari 75.000 km2 atau sebesar 14% dari luas total terumbu
karang dunia (Dahuri, 2003). Hal ini didukung juga karena Indonesia merupakan
Negara maritime dan kepulauan yang didominasi area laut.

Tabel 1 Persebaran terumbu karang di Indonesia

Terumbu karang merupakan ekosistem yang sangat peka dan sensitif. Sebagian
besar ancaman kepada kondisi terumbu karang di dunia terlihat sangat jelas dan
terjadi langsung pada terumbu karang. Sebagai contoh yaitu, tingkat
penangkapan ikan sekarang ini tidak lestari pada sebagian besar terumbu karang
di dunia, dan mengarah pada kepunahan secara terbatas spesies ikan tertentu,
ambruk dan tutupnya usaha penangkapan, dan perubahan ekologis yang jelas.
Ancaman lainnya yaitu berupa hasil kegiatan manusia yang berlangsung jauh
dari terumbu karang seperti kegiatan pembukaan hutan, budidaya tanaman,
peternakan yang intensif, dan pembangunan pesisir yang tidak terencana dengan
baik. Hal-hal tersebut telah menambah limpasan endapan dan unsur hara ke
perairan pesisir, menutupi sebagian karang, dan turut menyebabkan pertumbuhan
makroalga secara berlebihan yang akan merusak lingkungan hidup terumbu
karang. Selain itu di luar dampak setempat yang luas dan merusak, terumbu
karang juga menghadapi ancaman yang semakin besar di seluruh dunia atau
global terkait dengan naiknya kadar gas rumah kaca di atmosfir.
Pemanasan global akan meningkatkan suhu air laut dan menyebabkan
kerusakan yang luas pada terumbu karang melalui pemutihan karang massal.
Dengan meningkatnya kadar CO2 di atmosfir, sebagai akibat dari penebangan
hutan dan pembakaran bahan bakar minyak, juga menyebabkan perubahan
susunan kimia pada perairan laut. Sekitar 30% CO2 yang dilepas oleh kegiatan
manusia diserap ke dalam permukaan laut, yang bereaksi dengan air membentuk
asam karbonat. Perubahan komposisi kimia air laut akan berpengaruh khususnya
pada ketersediaan dan daya larut senyawa mineral seperti kalsit dan aragonit, yang
dibutuhkan oleh karang dan organisme lainnya untuk membentuk kerangka
kapurnya (Burke, Lauratte,et al. 2012.).

Gambar 1 Terumbu karang yang terancam oleh setiap ancaman setempat dan
gabungan ancaman (Burke, et al 2012)
Analisis pada Gambar menunjukkan bahwa lebih dari 60% terumbu karang
dunia saat ini sedang mengalami ancaman langsung dari satu atau lebih sumber
penyebab setempat, termasuk penangkapan berlebih dan merusak, pembangunan
pesisir, pencemaranran yang berasal dari DAS, serta pencemaran dan kerusakan
yang berasal dari laut. Dari gambar juga kita dapat mengetahui bahwa
penangkapan berlebihan – termasuk penangkapan yang merusak–merupakan
ancaman langsung yang tersebar paling luas yaitu lebih dari 55% mempengaruhi
terumbu karang dunia. Pembangunan pesisir dan pencemaran yang berasal dari
DAS masing-masing mengancam sekitar 25% terumbu karang dunia. Kemudian
pencemaran dan kerusakan yang berasal dari kapal tersebar luas, yang mengancam
sekitar 10% terumbu karang di dunia.
Kondisi terumbu karang di Indonesia mengalami peubahan setiap tahun di
setiap daerah dengan penyebab yang berbeda-beda karena dari sabang sampai
merauke kondisi lingkungan Indonesia berbeda. Terumbu Karang Indonesia mulai
berkurang keanekaragamannnya akibat banyaknya sungai yang mengalir ke Laut
Jawa (dari Jawa maupun Kalimantan) menyebabkan karang tidak dapat tumbuh
dengan baik karena keruh dan salinitas yang tidak stabil pada derah Kalimantan
dan Sumatra .Pada tepi pantai Sumatra lebih diakibatkan kondisi hydrodinamika
perairan yang ekstrim bagi pertumbuhan karang. Selain itu, wilayah pantai Sumatra
sebelah barat ini berbatasan langsung dengan Samudra Hindia yang dicirikan
dengan keanekaragaman karang yang rendah. Fenomena bleching juga turut
menjadi ancaman keberlangsungan terumbu karang di Indonesia akibat perubahan
suhu yang tinggi seperti di barat pantai Sumatra tersebut.
Tidak hanya karena faktor alam, faktor lain seperti dari antropogenik juga
mempengaruhi kondisi terumbu karang di Indonesia dan masalahnya
berbeda-beda untuk tiap wilayah. Salah satunya adalah penangkapan ikan yang
tidak ramah lingkungan (terutama dengan bom dan sianida) sering terjadi wilayah
timur dan tengah Indonesia. Di wilayah barat, masalah umum yang dihadapi
adalah sedimentasi, penurunan kualitas perairan kerena limbah domestik dan
pemanfaatan lahan. Selain masalah umum tersebut, juga ada masalah khusus
yang mungkin hanya terjadi di lokasi tertentu saja. Dengan mengetahui sumber
ancaman terumbu karang di setiap wilayah maka dapat dilakukan beberapa
langkah antisipasi yang sesuai agar terumbu karang tetap lestari dan ekosistem
laut tetap terjaga.
Referensi :
 Brown, B.E. & Suharsono. 1990.Damage and recovery of coral reefs affected by
EI Nino related seawater warming in the Thousand Island, Indonesia. Coral
Reefs8: 163-170
 Burke, Lauratte,et al. 2012. Menengok Kembali Terumbu Karang yang Terancam
di Segitiga Terumbu Karang. World Resources Institute
 Coles, S.L& B.E. Brown. 2003. Coral Bleaching - Capacity for Acclimatization
and Adaptation. In Advances In Marine Biologi Vol. 46 (Southward, A.J. ed.) :
185-223
 Douglass, A.E. 2003. Coral Bleaching - how and why? MarinePollutionBulletin
46: 385- 392.
 Hadi, Tri Aryono., Giyanto, Bayu Prayudha, Muhammad Hafizt, Agus budiyanto,
Suharsono. 2018. Status Terumbu Karang Indonesia. Jakarta : Puslit
Oseanografi - LIPI

Anda mungkin juga menyukai