Anda di halaman 1dari 8

JURNAL SAINS AGRO E-ISSN : 2580-0744

Volume 4, Nomor 2, Desember 2019 http://ojs.umb-bungo.ac.id/index.php/saingro/index

PENGARUH PENGGUNAAN EKSTRAK BELIMBING WULU (Averrhoa bilimbi L.)


SEBAGAI PENGGUMPAL GETAH KARET

Mukhlisin, Akhyarnis Febrialdi

Prodi Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Muara Bungo

febrialdi1@umb-bungo.ac.id

Artikel Diterima 26 November 2018, disetujui 2 November 2019

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh Ekstrak Belimbing Wuluh, serta
untuk mendapatkan dosis yang terbaik untuk penggumpalan getah karet. Rancangan yang
digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 6 perlakuan
dengan 3 ulangan, adapun perlakuan tersebut adalah L1 = 20 ml asam Cuka, L2 = 20 ml
Ekstrak Belimbing Wuluh, L3 = 40 ml Ekstrak Belimbing Wuluh, L4 = 60 ml Ekstrak
Belimbing Wuluh L5 = 80 ml Ekstrak Belimbing Wuluh L6 = 100 Ml Ekstrak Belimbing
Wuluh, Masing-masing dilarutkan dalam 100 ml Lateks. Parameter yang diamati adalah pH
lateks, Waktu pembekuan lateks (mnt), Berat Karet Basah (gr), Berat Karet Kering (gr), dan
Kadar Karet Kering (%). Dari hasil yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa ekstrak
belimbing wuluh berpengaruhnyataterhadap penggumpal lateks dengan perlakuan terbaik L2.
Dengan dosis 20 ml / 100 ml Lateks.

Kata Kunci : Ektrak Belimbing Wuluh, penggumpal getah karet

Karet alam di Indonesia merupakan pengaruh yang besar terhadap kualitas


salah satu komoditas penting perkebunan Bokar. Sebenarnya, teknologi pengolahan
selain kelapa sawit, kakao dan teh. karet dengan bahan koagulan yang murah
sebagian besar petani karet di Indonesia dan menghasilkan Bokar yang bermutu
masih membuat bahan olah karet (Bokar) sudah dihasilkan.
dalam bentuk sleb dan lum dengan Penggunakan koagulan yang tidak
menggunakan bahan pembeku (koagulan) disarankan oleh industri yakni mahalnya
seperti cuka para (H2SO4), tawas dan harga asam formiat dan asam cuka serta
pupuk TSP yang dapat merusak mutu sulit mendapatkannya, selain disebabkan
karet. rendahnya pemahaman petani cara
Penggunaan bahan koagulan penanganan yang baik terhadap lateks
tersebut, di samping mengakibatkan hasil penyadapan.
kerusakan pada mutu karet, juga Hasil penelitian Purbaya dkk. 2011
menghasilkan bau busuk yang sangat menunjukkan bahwa dengan bahan
mengganggu masyarakat sekitar. Menurut penggumpal yang dianjurkan semakin
Suwardin (2011), jenis koagulan memberi lama disimpan KKK sleb akan meningkat
JURNAL SAINS AGRO
Volume 4, Nomor 2, Desember 2019

sampai dengan 84 % dan bobot sleb akan (RAL) Perlakuan yang diberikan adalah
menurun hingga 70 %. Penyusutan bobot sebagai berikut :
yang cukup besar pada sleb yang L1 : Asam Cuka + Lateks = 100 ml + 20
digumpalkan dengan pupuk TSP. Dari ml
semua koagulan yang dianalisa, L2 : Dengan blimbing wuluh + Lateks =
penggumpal asam format, formula asam 20 ml + 100 ml
organik dan anorganik lemah dapat L3 : Dengan blimbing wuluh + Lateks =
menggumpalkan lateks dengan nilai Po 40 ml + 100 ml
dan PRI yang memenuhi standar SIR. L4 : Dengan Blimbing Wuluh + Lateks =
koagulan memerlukan obat 60 ml + 100 ml
koagulan (misalnya asam semut) yang L5 : Dengan Blimbing Wuluh + Lateks =
terpaksa kadarnya harus dinaikan. 80 ml + 100 m
Penambahan asam yang berlebihan dalam L6 : Dengan Blimbing Wuluh + Lateks =
proses koagulasi juga dapat menghambat 100 ml + 100 ml
proses pengeringan (Setyamidjaja, 1993) Masing-masing perlakuan diulang
sebanyak 3 kali sehingga diperoleh 6 x 3 =
METODE PENELITIAN 18 unit percobaan
Tempat dan Waktu Penelitian Pembuatan ekstrak belimbing wuluh
Penelitian ini akan dilaksanakan Belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L)
di perkebunan masyarakat simpang jambi dibersihkan dan dipotong kecil-
Muara Bungo dan di Laboratorium kecil.Dihaluskan dengan cara diblender.
Fakultas Pertanian Universitas Muara Diperas kemudian disaring. Ekstrak
Bungo.Alat yang digunakan adalah gelas belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L)
ukur 100 ml, stopwatch, pengaduk lateks, digunakan sebagai penggumpal lateks
pH meter, bak plastik, kertas saring,
timbangan, blender, dan ampia (alat HASIL DAN PEMBAHASAN
penggiling). Bahan-bahan yang digunakan pH Lateks
Dari analisis ragam pemberian
yaitu Asam Formiat, Lateks, Dan
Belimbing Wuluh (Averroha bilimbi) pada
Belimbing wuluh. lateks menunjukan pengaruh tidak nyata
terhadap pH larutan lateks (Lampiran 5).
Rancangan Percobaan Rataan pH lateks yang telah diberi
Penelitian ini adalah penelitian perlakuan belimbing wuluh dapat dilihat
eksperimen di laboratorium dengan pada Tabel 2 di bawah ini.
menggunakan Rancangan Acak Lengkap

Tabel 2. Rataan pH Pada Pemberian Ekstrak Belimbing Wuluh (Averroha bilimbi)


Perlakuan Rata-rata (pH)
L1 : Asam Formiat 20 cc 5,33
L2 : Belimbing Wuluh 20 cc 5,70
L3 : Belimbing Wuluh 40 cc 5,83
L4 : Belimbing Wuluh 60 cc 6,20
L5 : Belimbing Wuluh 80 cc 5.80
L6 : Belimbing Wuluh 100 cc 5.67
JURNAL SAINS AGRO
Volume 4, Nomor 2, Desember 2019

KK = 8,42 %
Keterangan : Perlakuan tidak berpengaruh nyata terhadap pH penggumpalan lateks (P
> 0,05).
1981). Penambahan basa dapat
Berdasarkan data pada Tabel 2 menaikkan derajat keasaman (pH),
terlihat bahwa pemberian ekstrak menambah muatan negatif di sekeliling
belimbing wuluh tidak berpengaruh nyata partikel karet sehingga partikel karet
terhadap perubahan pH lateks. Hal ini semakin mantap dan tidak akan
menunjukan bahwa pemberian ekstrak menggumpal. Penelitian tentang pengaruh
belimbing wuluh belum dapat memberikan pH terhadap penggumpalan lateks dan sifat
respon terhadap perbedaan pH lateks. karet yang diperoleh telah dilaporkan
Derajat keasaman lateks segar (Soeseno dan Soedjono, 1975). Tabel 2
adalah 6,8 – 7. Pada pH tersebut lateks menunjukkan pengaruh pH terhadap hasil
bersifat stabil dan tidak akan menggumpal. penggumpalan lateks. Penambahanasam
Penurunan dan peningkatan pH akan semut mengakibatkan penurunan pH dan
mempengaruhi kondisi lateks. mempercepat penggumpalan. Penambahan
Penurunan pH dapat terjadi karena amonia mengakibatkan peningkatan pH
terbentuk asam-asam hasil penguraian oleh dan memperlambat penggumpalan.
bakteri pada lateks atau penambahan asam Waktu Penggumpalan Lateks
format (asam semut) yang mengakibatkan Pada analisis ragam waktu
penurunan pH sampai ke titik isoelektrik penggumpalan lateks menunjukan bahwa
menyebabkan partikel karet kehilangan pemberian Belimbing Wuluh (Averroha
muatannya sehingga lateks akan bilimbi) pada lateks menunjukan pengaruh
menggumpal. Titik isoelektrik merupakan tidak nyata terhadap waktu penggumpalan
daerah dimana lateks mulai tidak mantap lateks (Lampiran 4). Rataan waktu
atau disebut daerah potensial stabilitas penggumpalan lateks dapat dilihat pada
kritis yaitu pada pH 3,7 – 5,5 (Abednego, Tabel 1 di bawah ini.

Tabel 1. Rataan Waktu Penggumpalan Lateks Pada Pemberian Ekstrak Belimbing


Wuluh (Averroha bilimbi)

Perlakuan Rata-rata (menit)


L1 : 20 ml asam formiat + 100 ml Lateks 2.15 b
L2 : 20 Ml asam belimbung Wuluh + 100 ml Lateks 6.66 a
L3 : 40 Ml asam belimbing Wuluh + 100 ml Lateks 6.65 ab
L4 : 60 Ml asam belimbing Wuluh + 100 ml Lateks 5.21 ab
L5 : 80 Ml asam belimbing wuluh + 100 ml Lateks 6.76 a
L6 : 100 Ml asam belimbing Wuluh + 100 ml Lateks 8.08 a
KK = 33,97 %
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama
tidak berbeda nyata berdasarkan uji DNMRT taraf 5 %.

Pada Tabel 1 menunjukan bahwa memberikan respon terhadap waktu


perlakuan pemberian ekstrak Belimbing penggumpalan lateks. Penggumpalan
Wuluh (Averroha bilimbi) tidak berbeda lateks tercepat diperoleh pada perlakuan
nyata terhadap waktu penggumpalan L1 dengan rataan 2.15 menit, tapi tidak
larutan lateks. Hal ini menunjukan berbeda dengan L3, dan L4 sedangkan
pemberian ekstrak Belimbing Wuluh perlakuan L6 memiliki rataan waktu
(Averroha bilimbi) belum dapat penggumpalan paling lama yaitu 8.08
JURNAL SAINS AGRO
Volume 4, Nomor 2, Desember 2019

menit. Hal ini terjadi karena Koagulasi menjadi tidak stabil sehingga
bertujuan untuk mempersatukan butir-butir menyebabkan struktur protein pada lateks
karet yang terdapat dalam cairan lateks, akan terganggu. Protein yang berfungsi
supaya menjadi satu koagulum atau sebagai penyelubung atau lapisan
gumpalan dan terjadinya proses koagulasi pelindung lateks akan menyebabkan
ini karena terjadinya penurunan pH. emulsi pecah dan mengeluarkan molekul
Koagulasi menggunakan ekstrak air. Pada kondisi ini menyatakan bahwa
belimbing wuluh (Averroha bilimbi) semua emulgator telah pecah, karet
disebabkan karena adanya reaksi dihasilkan telah maksimal sehingga untuk
netralisasi dimana emulgator dari lateks waktu pencampuran yang lebih lama
yang bermuatan negatif akan bereaksi jumlah karet yang dihasilkan menjadi
dengan asam sehingga netralisasi dan cenderung menurun.
emulgulator akan kehilangan muatan. Pada kondisi asam ekstrak
Muatan negatif disebabkan karena protein belimbing wuluh meningkat interaksinya
yang terdapat di lateks akan terurai sehingga partikel-partikel terdispersinya
sehingga lapisan pelindung partikel karet akan lebih mudah bergabung untuk
akan rusak jadi ketika penambahan larutan membentuk agregat yang lebih besar yang
asam organik (Formiat) sehingga terjadilah menyebabkan pecahnya emulsi dan berat
penurunah pH dan interaksi antara partikel karet yang dihasilkan meningkat. Asam ini
karet sehingga membentuk koagulasi (Ali, bila dilarutkan dengan air akan mengion
+
dkk. 2010). yaitu melepaskan ion H .
Berdasarkan penelitian pemberian Lateks yang terdiri dari protein
sari belimbing wuluh (Averroha bilimbi) +
sebagai koagulasi lateks karet alam bersifat amfoter, bila ditambahkan ion H
walaupun menunjukkan waktu koagulasi akan terjadi penambahan muatan listrik
sedikit lebih lama dibandingkan cuka dan akan menurunkan pH lateks. Apabila
sintetis pada (L6) tetapi koagulasi yang semakin besar kandungan asam yang
dihasilkan tidak jauh waktunya. Jika terdapat pada ekstrak belimbing wuluh
dilihat dari tekstur warna lateks pada (L1) yang dicampurkan dengan volume lateks,
yang menggunakan cuka sintetis maka semakin cepat lateks tersebut akan
menunjukan warna koagulasi putih namun menggumpal.
terdapat warna ungu disela-sela koagulasi
yang membuat lateks kelihatan kotor Berat Karet Basah (BKB)
sedangkan yang menggunakan ekstrak Pada analisis ragam kadar karet
belimbing wuluh (Averroha bilimbi) basah menunjukan bahwa pemberian
berwarna putih kekuningan. Kriteria warna belimbing wuluh (Averroha bilimbi) tidak
yang sempurna ketika koagulasi karet berpengaruh nyata terhadap berat basah
tersebut memiliki kriteria warna putih lateks (Lampiran 6). Rataan berat basah
kekuningan (Purnomo, dkk. 2014). lateks yang telah diberi perlakuan
Bila suatu asam dimasukkan ke belimbing wuluh dapat dilihat pada Tabel
dalam sistem emulsi lateks, maka asam 3 di bawah ini.
akan menyebabkan partikel-partikel koloid
JURNAL SAINS AGRO
Volume 4, Nomor 2, Desember 2019

Tabel 3. Rataan Berat Karet Basah Pada Pemberian Ekstrak Belimbing Wuluh
(Averroha bilimbi)

Perlakuan Rata-rata (Gram)


L1 : Asam Formiat 20 cc 121.15 c
L2 : Belimbing Wuluh 20 cc 120.43 c
L3 : Belimbing Wuluh 40 cc 137.79 c
L4 : Belimbing Wuluh 60 cc 163.46 b
L5 : Belimbing Wuluh 80 cc 163.34 b
L6 : Belimbing Wuluh 100 cc 197.58 a
KK = 6,14 %
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama
tidak berbeda nyata berdasarkan uji DNMRT taraf 5 %.

Pada Tabel 3 menunjukan pemberian adalah dengan perbandingan 1:1 antara


ekstrak Belimbing Wuluh berpengaruh volume lateks dan koagulan. Saat
nyata terhadap berat basah lateks. penambahan volume koagulan kurang dari
Perlakuan tertinggi yaitu L6 dengan rata- titik optimum perbandingan 1:1 maka
rata berat 197,8 gram. Hal ini bisa terjadi penurunan berat karet pada volume
disebabkan oleh perbedaan volume larutan koagulan 20 ml, 40 ml, 60 ml, dan 80 ml.
yang diberikan serta perbedaan jumlah zat Hal ini dikarenakan terganggunya proses
cair pada masing-masing perlakuan. pemecahan lapisan emulsi pada lateks
Pada Tabel 3 dapat diketahui sehingga proses koagulasi pun tidak
bahwa seiring dengan penambahan volume sempurna.
koagulan ekstrak belimbing wuluh terjadi Terdapat perbedaan berat karet
peningkatan berat karet basah yang yang dihasilkan antara ekstrak Belimbing
dihasilkan, karena akan semakin banyak wuluh dan cuka karet (H2SO4),
lateks yang tergumpal. Hal ini disebabkan dikarenakan perbedaan pH pada kedua
karena semakin banyak koagulan yang koagulan tersebut. Pada Tabel di atas
ditambahkan akan semakin luas kontak untuk variasi volume koagulan, berat karet
antara lateks dan koagulan dan lapisan film basah koagulan belimbing wuluh
pelindung emulsi akan mudah dan cepat memiliki berat yang lebih besar
terpecah. Namun, pengaruh penambahan dibandingkan dengan koagulan cuka karet.
volume koagulan terhadap peningkatan Ini disebabkan karena pH dari ekstrak
berat karet yang dihasilkan memiliki titik belimbing wuluh lebih rendah dari pH
optimum. Berat karet basah paling besar ekstrak cuka karet.
didapat pada penambahan 100 ml
koagulan dengan berat karet basah yang Berat Karet Kering (BKK)
dihasilkan sebesar 197,8 gram, sedangkan Pada analisis ragam kadar karet
berat karet terendah didapat pada kering menunjukan bahwa pemberian
penambahan 20 ml koagulan dari cuka belimbing wuluh (Averroha bilimbi) tidak
karet (H2SO4). berpengaruh nyata terhadap berat karet
Volume lateks yang digunakan kering (Lampiran 7). Rataan berat karet
adalah sebesar 100 ml maka dapat kering yang telah diberi perlakuan
dinyatakan bahwa titik optimum atau batas belimbing wuluh dapat dilihat pada Tabel
maksimum penambahan volume koagulan 6 di bawah ini.
JURNAL SAINS AGRO
Volume 4, Nomor 2, Desember 2019

Gambar 1. Karet Kering dengan ekstrak belimbing Wuluh

Tabel 4. Rataan berat karet kering Pada Pemberian Ekstrak Belimbing Wuluh
(Averroha bilimbi)

Perlakuan Rata-rata (Gram)


L1 : Asam cuka karet 20 cc 43.67
L2 : Belimbing Wuluh 20 cc 44.67
L3 : Belimbing Wuluh 40 cc 47.00
L4 : Belimbing Wuluh 60 cc 45.33
L5 : Belimbing Wuluh 80 cc 42.33
L6 : Belimbing Wuluh 100 cc 43.67
KK = 10,42 %
Keterangan : Perlakuan tidak berpengaruh nyata terhadap Berat Karet Kering
(P > 0,05)

Pada tabel 4 terlihat bahwa disampaikan oleh (Purbaya M., dkk. 2011)
pemberian ekstrak belimbing wuluh tidak dimana analisa susut bobot dapat dilihat
berpengaru nyata terhadap berat karet dari berapa lama umur penyimpanan sleb
kering. Hal ini disebabkan oleh tingginya atau karet yang berpengaruh terhadap berat
kadar air yang terdapat pada kandungan karet kering akibat hilangnya air yang
ekstrak belimbing wuluh serta lamanya disebabkan penguapan yang terjadi selama
proses pengeringan yang mencapai 1 masa penyimpanan.
minggu dan proses pembuatan creper Pada Tabel pengaruh variasi
melalui penggilingan sehingga penambahan volume koagulan terhadap
mempengaruhi keluarnya air dari dalam berat karet kering yang dihasilkan pada
karet. Hal ini sesuai dengan yang prinsipnya sama dengan pengaruh
JURNAL SAINS AGRO
Volume 4, Nomor 2, Desember 2019

penambahan volume terhadap berat karet volume lateks yang akan digumpalkan,
basah yang dihasilkan. Penambahan dengan perbandingan 1:1 antara volume
volume koagulan (ekstrak belimbing lateks dan volume koagulan. Serta terjadi
wuluh dan asam cuka karet) berbanding penurunan berat crepe kering setelah
lurus terhadap berat crepe kering yang pemberian koagulan kurang dari titik
dihasilkan. Semakin banyak volume maksimum penambahan koagulan.
koagulan yang ditambahkan maka semakin
besar berat crepe kering yang dihasilkan. Kadar Karet Kering (KKK)
Berat crepe kering paling besar didapat Pada analisis ragam kadar karet
pada penambahan 100 ml koagulan yaitu kering menunjukan bahwa pemberian
sebesar 47 gr untuk koagulan ekstrak belimbing wuluh (Averroha bilimbi)
belimbing wuluh, sedangkan berat sleb berpengaruh sangat nyata terhadap kadar
kering terendah didapat pada pemberian karet kering Rataan kadar karet kering
asam cuka karet 20 ml yaitu sebesar 42,33 yang telah diberi perlakuan belimbing
gram. Berdasarkan tabel, ini juga memiliki wuluh dapat dilihat pada Tabel 5 di bawah
titik optimum atau batas maksimum pada ini,
penambahan volume koagulan terhadap

Tabel 5. Rataan kadar karet kering Pada Pemberian Ekstrak Belimbing Wuluh
(Averroha bilimbi)

Perlakuan Rata-rata (%)


L1 : 20 ml asam cuka karet 36.19 a
L2 : 20 Ml asam belimbung Wuluh 37.09 a
L3 : 40 Ml asam belimbing Wuluh 34.04 ab
L4 : 60 Ml asam belimbing Wuluh 27.73 bc
L5 : 80 Ml asam belimbing wuluh 26.21 c
L6 : 100 Ml asam belimbing Wuluh 22.10 c
KK : 11,95 %
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama
tidak berbeda nyata berdasarkan uji DNMRT taraf 5 %.

Pada Tabel 5 menunjukan rendah (Sulasri dkk., 2014).


pemberian ekstrak Belimbing Wuluh Berdasarkan Maspanger (2005) membagi
berpengaruh terhadap kadar karet kering. klasifikasi mutu lateks kebun didasarkan
Perlakuan tertinggi yaitu L2 dengan rata- kadar kering yaitu mutu I dengan kadar
rata berat 37,09 %, tetapi tidak berbeda kering minimal 28% dan mutu II dengan
dengan L1. Perlakuan terbaik yaitu L2 kadar kering minimal 20% atau di bawah
dengan dosis 20 Ml / 100 Ml lateks. 28%. Dalam pengolahan karet sheet nilai
perlakuan L6 memiliki rataan terendah KKK digunakan untuk sebagai dasar untuk
22,10 %. Hal ini terjadi disebabkan oleh menentukan jumlah kebutuhan air pada
perbedaan volume larutan yang diberikan proses pengenceran lateks sampai
serta perbedaan jumlah zat cair pada diperoleh Kadar Karet Baku (Kadar Karet
masing-masing perlakuan. Standar). Proses pengenceran yang terlalu
Komponen terbesar dari dalam encer akan mengakibatkan koagulum
lateks adalah partikel karet dan air. (bekuan) yang terlalu lunak, sehingga
Tingginya nilai KKK menyatakan mudah robek pada saat penggilingan.
kandungan air dalam lateks semakin
JURNAL SAINS AGRO
Volume 4, Nomor 2, Desember 2019

Sebaliknya jika koagulum terlalu keras, Sembawa Jurusan Teknik kimia Fakultas
akan mengakibatkan pemakaian tenaga Teknik Universitas Sriwijaya.
Tim Penulis PS. 1999. Karet, Strategi
gilingan yang lebih besar dan Pemasaran Tahun 2000. Budidaya dan
memerlukan waktu pengeringan yang lebih Pengolahan. Cetakan Keenam. Jakarta :
lama. Penebar Swadaya.

KESIMPULAN Tim Penulis PTPN X (Persero).


1993.Vademecum Pengolahan dan Teknik
Perlakuan Dosis Ekstrak Belimbing
Karet, Kelapa Sawit, Teh, dan Kakao.
Wuluh berpengaruhnyata terhadap Waktu
Penggumpalan, Berat Karet Basah dan Bandar Lampung.
Kadar Karet Kering, akan tetapi tidak Setyamidjaja. D.1993. karet. Yogyakarta :
berpengaruhnya terhadap pH, dan Berat Penerbit Kanisius.
Karet Kering. Pemberian Ekstrak
Belimbing Wuluh perlakuan terbaik adalah Spillene J., J., 1989. Komoditi Karet. Penerbit
pada Perlakuan Dosis L2 yaitu 20 Ml / 100 Kanisius. Yogyakarta.
Ml lateks
Stevens. M. p. 2001. Kimia Polimer. Cetakan
Daftar Puataka Pertama. Jakarta : Pradnya Pramita.
A.Farida, Merry H., dan yulia. 2009. Jurnal
Suwardin, D. 2008. Road Map Pengolahan dan
Penggunaan Ekstrak Buah Rambutan
Pemasaran Hasil Perkebunan Karet.
Sebagai Penggumpal Lateks Pasca Panen
Dinas Perkebunan Provinsi Sumatera
(Studi Pengaruh Volume, Waktu dan pH
Selatan dan Balai Penelitian Sembawa.
Pencampuran). Palembang- Indonesia.
Suwardin, D. 2011. Penerapan Teknologi
Hal;20-27.
Pasca Panen Karet dalam Upaya
Direktorat Jenderal Perkebunan. 2006. Statistik
menghasilkan Bokar Bersih. Pertemuan
Perkebunan Indonesia 2006- 2011: Karet
Koordinasi Nasional Pasca Panen dan
(Rubber). Jakarta: Sekretariat Direktorat
Arah Pengembangan Komoditas Karet
Jenderal Perkebunan Departemen
Indonesia. Badan Litbang Kehutanan dan
Pertanian.
Perkebunan. Hlm 173 – 186.
Ditjen Perkebunan. 2010. Statistik Perkebunan
Indonesia 2008-2010. Karet. Direktorat
Jenderal Perkebunan, Departemen
Pertanian. Jakarta.
Ditjen Perkebunan. 2011. Luas Areal dan
Produksi Perkebunan Seluruh Indonesia
Menurut Pengusahaan. Ditjen Perkebunan
Kementerian Pertanian. Jakarta.
Purbaya, M., Tuti Indah Sari., Chessa Ayu
Saputri., &Mutia Tama Fajriaty. 2011.
Pengaruh beberapa jenis bahan
penggumpal lateks dan hubunganya
dengan susut bobot, kadar karet kering
dan plastisitas. Balai penelitian karet

Anda mungkin juga menyukai