Anda di halaman 1dari 9

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Belimbing Manis

Belimbing manis ini memiliki nama latin averrhoa carambola L yang

termasuk dalam famili Oxalidaceae dengan ordo Geraniales. Menurut sejarah

persebarannya, Belimbing termasuk satu jenis buah tropis yang sudah lama

dikenal dan ditanam di Indonesia. Berdasarkan penelusuran dari literatur,

ditemukan bahwa tanaman Belimbing berasal dari kawasan Asia, terutama

Malaysia. Namun Nikolai Ivanovich Vavilovanaman, seorang botani Soviet

memastikan sentrum utama tanaman Belimbing adalah India, kemudian menyebar

luas ke berbagai negara yang beriklim tropis lainnya (Rukmana, 1996). Berikut

morfologi buah belimbing (Dinas Pertanian dan Perikanan, 2012):

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta

Subdivisi : Angiospermae

Kelas : Magnoliopsida

Subkelas : Rosidae

Suku : Oxalidance

Familia : oxalidaceae

Species : Averrhoa carambola L.

4
5

Secara umum buah belimbing merupakan tanaman berbuah sepanjang

tahun secara kontinu, buah belimbing manis memiliki warna daun hijau tua,

permukaan daun cekung tipis. bentuk daun majemuk menyirip ganjil dengan anak

daun berbentuk bulat telur, ujung runcing, tepi rata, permukaan atas mengkilap,

permukaan bawah buram dengan panjang 1,75 sampai 9 cm dan lebar 1,25 sampai

4,5 mm. Bunga majemuk tersusun dengan baik memiliki warna merah keunguan,

yang keluar dari ketiak daun dan di ujung cabang. Buahnya memiliki panjang

empat sampai 12,5 cm, berdaging dan banyak mengandung air saat masak

berwarna kuning. Buah belimbing memiliki biji berwarna putih kotor kecoklatan,

pipih dan berbentuk elips dengan kedua ujung lancip (Wijayakusuma dan

Dalimartha, 2000).

Belimbing memiliki banyak kandungan gizi yang terkandung di dalamnya.

Adapun kandungan gizi yang terdapat pada Buah Belimbing antara lain sebagai

berikut (Rukmana, 1996).

Tabel 1. Kandungan Gizi Belimbing per 100 gr

Kandungan Gizi Presentase


Energi 36,00 kal
Protein 0,40 gr
Lemak 0,40 gr
Karbohidrat 8,80 gr
Kalsium 4,00 mg
Fosfor 12,00 mg
Zat besi 1,60 mg
Vitamin A 170,00 SI
Vitamin B1 0,03 mg
Vitamin C 35,00 Mg
Air 90,00 %
Serat 0,90 %
Sumber : Rukmana, 1996
6

B. Pengemasan dengan CO2

Karbon dioksida adalah suatu persenyawaan yang terdiri dari unsur karbon

dan oksigen yang dinyatakan dengan simbol CO2. Karbondioksida adalah suatu

unsur yang pada suhu dan tekanan atmosfier berbentuk gas. CO2 dapat digunakan

sebagai bahan pencegah terjadinya oksidasi, sebagai bahan pembekuan, bahan

pemadam kebakaran, fumigas, dan lain-lain (Anonim, 2012).

Penyimpanan dengan cara pengaturan komposisi udara atau pengaturan

konsentrasi oksigen dan karbondioksida, dikenal dengan penyimpanan dengan

pengendalian atmosfir. Ada beberapa metode penyimpanan dengan pengendalian

atmosfir yaitu Controlled Atmosphere Storage (CAS) dan Modified Atmosphere

Storage (MAS). Controlled Atmosphere Storage adalah metode penyimpanan

dengan pengendalian konsentrasi oksigen dan karbondioksida secara terus

menerus sesuai dengan konsentrasi yang diinginkan. Sedangkan penyimpanan

dengan udara termodifikasi dilakukan dengan jalan penambahan CO2, penurunan

O2, dan kandungan N2 tinggi dibandingkan dengan udara biasa. Penyimpanan

dengan pengaturan atmosfer yang terbaru dengan penyimpanan dinamis udara

CO2.

Dalam proses penyimpanan, konsentrasi CO2 berpengaruh terhadap

penundaan pemasakan dan kemunduran kualitas buah. Konsentrasi CO2 rendah

dapat meningkatkan laju respirasi, sebaliknya konsentrasi CO2 tinggi dapat

menghambat laju respirasi (Wijanarko, et al.,1999).


7

C. Parameter Penurunan Mutu

Buah-buahan dan sayur-sayuran setelah dipanen akan tetap melangsungkan

proses metabolisme sehingga mengakibatkan terjadinya perubahan fisik dan kimia

dalam produk tersebut. Winarno dan Wirakartakusumah (1981), mengemukakan

bahwa selama proses pematangan, buah mengalami beberapa perubahan nyata

secara fisik maupun kimia yang umumnya terdiri dari perubahan warna, tekstur,

bau, tekanan turgor sel dinding sel, zat pati, protein, senyawa turunan fenol dan

asam-asam organik.

1. Susut Bobot Buah

Susut bobot merupakan salah satu faktor yang mengindikasikan mutu buah.

Perubahan terjadi bersamaan dengan lamanya waktu simpan dimana semakin

lama buah disimpan maka bobot buah semakin berkurang. Menurut Pantastico

(1986), meningkatnya susut bobot sebagian besar disebabkan transpirasi yang

tinggi. Hal ini disebabkan laju respirasi yang lebih tinggi. Laju respirasi

mempengaruhi laju metabolisme yang berpengaruh terhadap umur simpan dari

buah. Semakin tinggi laju respirasinya maka buah akan semakin pendek umur

simpannya.

Muchtadi (1992) mengemukakan bahwa kehilangan bobot pada buah-

buahan yang disimpan terutama disebabkan oleh kehilangan air sebagai akibat

dari proses penguapan dan kehilangan karbon selama proses respirasi. Air

dibebaskan dalam bentuk uap air pada proses transpirasi dan respirasi melalui

stomata, lenti sel, dan bagian jaringan tumbuhan lain yang berhubungan dengan
8

sel epidermis. Kehilangan air selama penyimpanan tidak hanya menurunkan bobot

tetapi juga menurunkan mutu dan menimbulkan kerusakan.

2. Kekerasan

Tingkat kekerasan buah-buahan pada umumnya akan menurun selama

penyimpanan. Semakin lunak kulit buah maka dapat dikatakan buah telah rusak

dan tidak disukai oleh konsumen. Nilai kekerasan dinyatakan dengan satuan

mm/gram detik. Semakin tinggi nilai kekerasan, maka buah semakin lunak, hal ini

ditunjukkan dengan semakin dalamnya penetrasi jarum pada buah. Semakin lama

buah disimpan akan semakin lunak, karena propektin yang tidak larut diubah

menjadi pektin yang larut dalam asam pektat (Winarno dan Wirakartakusumah,

1981).

Penurunan kekerasan ini juga disebabkan oleh adanya respirasi dan

transpirasi. Pada proses respirasi akan mengakibatkan pecahnya karbohidrat

menjadi senyawa-senyawa yang lebih sederhana, dengan adanya pemecahan

karbohidrat ini maka akan menyebabkan pecahnya jaringan pada buah sehingga

buah menjadi lunak. Proses respirasi ini menyebabkan kelanjutan pematangan

pada buah. Pada saat itu terjadi degradasi hemiselulosa dan pectin dari dinding sel

yang mengakibatkan perubahan kekerasan buah tomat. Sedangkan pada proses

transpirasi akan terjadi penguapan air yang menyebabkan buah menjadi layu dan

mengerut sehingga buah menjadi lunak. Hal ini terjadi karena sebagian air pada

buah mengalami pengguapan sehingga kekerasan buah menjadi menurun (Eko,

2011).
9

3. Total Padatan Terlarut (TPT)

Selama penyimpanan selain terjadi perubahan fisik juga terjadi perubahan

kimia. Perubahan kimia tersebut terutama pada rasa manis buah yang ditunjukkan

melalui padatan terlarut. Buah yang masak akan mengalami perubahan rasa, yaitu

masam menjadi manis. Hal tersebut karena selama proses pematangan terjadi

pemecahan polimer karbohidrat seperti pati menjadi gula. Selain itu kenaikan nilai

total padatan terlarut disebabkan oleh degradasi komponen dinding sel seperti

pektin, selulosa, hemiselulosa, dan lignin menjadi komponen yang lebih

sederhana yang dapat larut dalam air. Akhirnya jika buah sudah mencapai batas

kejenuhannya maka gula dalam buah akan mulai berfermentasi (Eko, 2011).

Menurut Matto et al. (1989), rasa manis disebabkan adanya peningkatan

jumlah gula-gula sederhana dan berkurangnya senyawa fenolik. Gula merupakan

komponen utama bahan padat terlarut. Semakin tinggi kandungan padatan terlarut

total maka buah tersebut semakin manis.

4. Kadar Air

Tingkat kadar air memiliki peranan penting di dalam kematangan buah,

menurut Elisa Julianti (2011) menyebutkan semakin tinggi tingkat kematangan

buah maka kadar air, total padatan terlarut, nilai warna serta kesukaan terhadap

aroma dan tekstur buah akan semakin meningkat, tetapi kandungan vitamin C,

total asam dan nilai kekerasan akan semakin menurun.

Selain itu Menurut Barton dalam Justice dan Bass (1979), kadar air

merupakan faktor yang paling mempengaruhi kemunduran benih. Lebih lanjut


10

dikatakan bahwa kemunduran benih meningkat sejalan dengan meningkatnya

kadar air benih.

5. Kadar Abu

Unsur mineral dikenal sebagai zat organik atau kadar abu. Dalam proses

pembakaran, bahan-bahan oragnik terbakar tetapi zat anorganiknya tidak, karena

itulah disebut abu (Winarno, 2004). Abu merupakan residu anorganik dari hasil

pembakaran atau hasil oksidasi komponen organik bahan pangan. Kadar abu ada

hubungannya dengan kandungan mineral suatu bahan. Kadar abu merupakan

campuran dari komponen anorganik atau mineral yang terdapat pada suatu bahan

pangan. Bahan pangan terdiri dari 96% bahan anorganik dan air, sedangkan

sisanya merupakan unsur–unsur mineral. Unsur mineral juga dikenal sebagai zat

organik atau kadar abu. Kadar abu tersebut dapat menunjukkan total mineral

dalam suatu bahan pangan. Bahan-bahan organik dalam proses pembakaran akan

terbakar tetapi komponen anorganiknya tidak, karena itulah disebut sebagai kadar

abu (Zahro, 2013).

6. Beta Karoten

Beta Karoten dikenal sebagai provitamin A, karena betakaroten adalah

salah satu prekursor terpenting untuk pembentukan vitamin A. betakaroten akan

dikonversi menjadi vitamin A dengan bantuan enzim yang selanjutnya akan

dioksidasi menjadi senyawa aldehid "all trans retinal" kemudian akan mengalami

isomerisasi geometri dalam ikatan rangkap C-11 dan -12 untu menghasilkan 11-

cis retinal, senyawa inilah yang sensitif terhadap sinar.


11

Beta-karoten adalah salah satu jenis senyawa hidrokarbon karotenoid yang

merupakan senyawa golongan tetraterpenoid (Winarno, 1997). Adanya ikatan

ganda menyebabkan beta-karoten meenjadi peka terhadap oksidasi. Oksidasi beta-

karotenakan lebih cepat dengan adanya sinar, dan katalis logam, khusus nya

tembaga, besi dan mangan. Oksidasi akan terjadi secara acak pada rantai

karbonyang mengandung ikatan rangkap. Beta-karoten merupakan penangkap

oksigen dan sebagai antioksidan yang potensial, tetapi beta-karoten efektif sebagai

pengikat radikal bebas bila hanya tersedia oksigen 2– 20 %. Pada tekanan oksigen

tinggi diatas kisaran fisiologis, karoten dapat bersifat pro-oksidan (Burton, 1989).

Kandungan betakaroten dalam bahan hasil pertanian juga berbeda-beda dan untuk

menentukan kadar betakaroten dalam bahan dapat dilakukan dengan alat

spektrofotometri.

7. Organoleptik

a. Warna

Pantastico (1986), menyatakan bahwa untuk kebanyakan buah tanda

kematangan nya yang pertama adalah hilangnya warna hijau karena

kandungan klorofil buah yang sedang masak .

Menurut Winarno dan Wirakartakusumah (1981), perubahan warna

merupakan salah satu perubahan yang sangat menonjol pada proses

pematangan buah. Perubahan warna pada buah- buahan tersebut merupakan

proses sintesis dari suatu pigmen tertentu, seperti karotenoid dan flavonoid,

selain juga terjadi perombakan klorofil. Warna pada buah segar


12

dikelompokkan ke dalam empat kelompok besar, yaitu: klorofil, antosianin,

flavonoid dan karotenoid.

b. Aroma

Perubahan-perubahan sifat fisika dan kimia pada semua buah akan

tetap terjadi pada proses pematangan buah. Umumnya perubahan fisik yang

terjadi meliputi perubahan warna, tekstur, dan aroma. Perubahan kimia yang

terjadi meliputi pH, keasaman, kandungan vitamin C, dan asam-asam organik

(Rachmawati, 2010).

Penampakan luar buah dapat menunjukkantanda-tanda kemasakan

seperti perubahanwarna kulit buah, timbulnya aroma khas padabuah yang

sudah masak, dan tanda-tanda fisiklainnya (Widodo, 2012).

Anda mungkin juga menyukai