Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kebijakan pemerintah dalam menanggulangi masalah

Human Immunodeficiency Virus (HIV) yaitu salah satu

tujuan untuk mencapai Sustainable Development Goals

(SDGs). Dalam tujuan ketiga, yakni kesehatan yang

baik. Salah satu target dalam poin 3.3 adalah

mengakhiri epidemi Acquired Immuno Deficiency Syndrome

(AIDS). AIDS berawal dari HIV. Kenaikan pengidap HIV

menjadi pekerjaan rumah bersama untuk mencapai

Sustainable Development Goals (SDGs). (United Nations,

2015)

Indonesia diprediksi akan mendapat bonus

demografi, yaitu kondisi ketika penduduk berusia

produktif sangat besar sementara usia muda atau anak-

anak semakin kecil dan usia lanjut masih tidak terlalu

besar proporsinya, pada tahun 2020-2030. Kelompok usia

produktif tersebut yaitu tak lain dan tak bukan adalah

mereka yang termasuk dalam kelompok penduduk remaja

saat ini. Agar dapat menikmati bonus demografi, remaja

sekarang menjadi penentunya. Jika remaja ini menjadi

sumber daya manusia yang berkualitas di tahun 2020-

2030, maka bonus demografi dapat dinikmati. Tetapi

1
2

jika remaja sekarang ini menjadi sumber daya yang

tidak berkualitas, maka bonus demografi tidak akan

sepenuhnya dinikmati. (Brief Notes Lembaga Demografi

FEB UI, 2017)

Remaja menjadi penentu dan kualitas remaja

sebagai sumber daya sangat berpengaruh untuk masa

depan bangsa, masih banyak remaja yang melakukan

perilaku berisiko, perlu perhatian dan penanganan agar

remaja tidak melakukan perilaku berisiko agar menjadi

SDM yang berkualitas. (Brief Notes Lembaga Demografi

FEB UI, 2017)

Penduduk remaja merupakan bagian dari penduduk

dunia dan memiliki pengaruh yang besar bagi

perkembangan dunia. Generasi remaja terbesar dalam

sejarah – sebanyak 1,2 miliar jiwa sedang memasuki

masa dewasa dalam dunia yang sedang berubah dengan

cepat. Pendidikan serta kesehatan remaja menjadi

‘kunci’ yang sangat menentukan masa depan mereka

sekaligus bangsanya. remaja dan berbagai

permasalahannya menjadi perhatian dunia dan dijadikan

isu utama dalam Peringatan Hari Kependudukan Dunia

yang jatuh pada 11 Juli 2013. (WHO, 2015)

Berdasarkan data BKKBN, di Indonesia jumlah

remaja berusia 10 - 24 tahun sudah mencapai sekitar 64

juta atau 27,6 persen dari total penduduk Indonesia.

Jumlah remaja yang besar merupakan potensi yang besar


3

bagi kemajuan bangsa, namun jika tidak dibina dengan

baik atau dibiarkan saja berkembang ke arah yang

negatif justru akan menjadikan beban bagi negara (BPS,

2013 dalam Lathifah, 2017).

Seks bebas di kalangan pelajar adalah fenomena

yang tidak asing lagi. Saat ini kebanyakan orang tua

sangat khawatir pada anaknya. Dengan peristiwa

tersebut menjadikan orang tua waspada, dengan

memberikan aturan-aturan didalam keluarga dan sebagai

pencegahan orang tua berupaya untuk mengendalikan atau

mengontrol anak agar tidak terjerumus. (Eni Suparni,

2015)

Pada kenyataannya, di zaman modern saat ini,

banyak orangtua yang tidak paham dengan perubahan

yang terjadi pada remaja sehingga tidak jarang terjadi

konflik antara keduanya. Remaja yang merasa tidak

dimengerti seringkali memperlihatkan tindakan agresif

yang dapat mengarah pada perilaku berisiko tinggi.

(Kusumawati, 2017)

Penyimpangan dan permasalahan yang terjadi pada

remaja merupakan suatu akibat dari kelalaian orangtua

dalam menjalankan perannya. Orangtua pada masa saat

ini lebih mementingkan urusan pekerjaannya, hari-hari

yang dilewati begitu sibuk, sehingga tak jarang

orangtua secara tidak langsung berlaku cuek dan tidak

memperhatikan masa perkembangan anak-anaknya. Anak


4

tumbuh dengan kasih sayang dan perhatian yang kurang

sehingga orangtua tidak maksimal dalam menjalankan

perannya. Kurangnya pemantauan dan pengawasan orangtua

terhadap perubahan yang dialami remaja serta pola asuh

orangtua yang kurang tepat diberikan pada anak remaja.

Kerapkali orang tua merasa tabu membicarakan masalah

seksual dengan anaknya dan hubungan orang tua dengan

anak menjadi jauh sehingga anak berpaling ke sumber-

sumber lain yang tidak akurat khususnya teman dan

media social, dan hal ini lah yang dapat memicu remaja

terjerumus dalam perilaku menyimpang/seks bebas.

(Kusumawati, 2017)

Fenomena yang muncul pada remaja berupa seks

bebas atau tindakan melakukan hubungan seksual diluar

norma atau nilai yang ada pada masyarakat umum.

Fenomena yang sangat mengkhawatirkan ini tergambar

dari berbagai studi yang telah dilakukan seperti data

WHO yang menunjukkan kurang dari 111 juta kasus

terinfeksi menular seksual pada kelompok usia dibawah

25 tahun (WHO, 2018). Kaum muda dan remaja memang

sangat berisiko tinggi terhadap infeksi menular

seksual termasuk HIV/AIDS, dimana tiap menitnya 10

wanita usia 15-19 tahun melakukan aborasi tidak aman.

Kurang lebih dari 60% kehamilan yang terjadi pada

remaja di Negara berkembang tidak dikehendakinya


5

unwonted pregnancy dari 15 juta remaja pernah

melakukan. (Marsito, 2011)

Permasalahan lain yang dihadapi remaja Indonesia

saat ini sebanyak 60% remaja mengaku telah

mempraktikkan seks pra nikah, dan 50% dari pengidap

HIV dan AIDS adalah kelompok usia remaja. Dampak buruk

dari aktivitas seks bebas inilah yang mengakibatkan

remaja Indonesia terganggu kesempatannya untuk

melanjutkan sekolah, memasuki dunia kerja, memulai

berkeluarga, dan menjadi anggota masyarakat secara

baik. (Afritayeni, 2018)

Perilaku seks bebas sebagai salah satu perilaku

menyimpang yang sering terjadi pada remaja dari tahun

ke tahun semakin beresiko, masyarakat pun mulai

membicarakan ketika muncul fakta bahwa persentase

infeksi AIDS tertinggi dilaporkan pada kelompok umur

25-49 tahun (69,7%), diikuti kelompok umur 20-24 tahun

(16,6%) dan selanjutnya pada umur lebih dari 50 tahun.

Persentase faktor resiko AIDS tertinggi adalah

hubungan seks berisiko pada heteroseksual (73,8%),

Lelaki Suka Lelaki (LSL)(10,5%), penggunaan jarum

suntik tidak steril pada penasun (5,2%) dan perinatal

(2,6%). (Kementerian Kesehatan RI, 2017)

Berdasarkan laporan voluntary counseling and

testing (VCT) rumah sakit/puskesmas dan laporan rutin

kabupaten/kota tahun 2017, jumlah kasus HIV/AIDS yang


6

ditemukan mengalami peningkatan dibandingkan tahun

2016. Jumlah kasus yang ditemukan tahun 2016 adalah 62

kasus HIV dan 87 kasus AIDS, sedangkan tahun 2017

adalah 98 kasus HIV, dan 111 kasus AIDS. Jumlah

kematian karena AIDS di Provinsi NTB tahun 2016

sebanyak 9 kasus, mengalami peningkatan menjadi 22

kasus tahun 2017. (Profil kesehatan NTB, 2017)

Berdasarkan uraian di atas salah satu faktor

penting yang berhubungan dengan seks bebas adalah pola

asuh orang tua. Menghindari anak dari perilaku seks

bebas yaitu dimulai dari sikap. Sikap anak harus

benar-benar diperhatikan oleh orangtua, sikap yang

positif akan menghindarkan sang anak dari perilaku

seks bebas yaitu sikap remaja yang benar-benar menolak

adanya hal menyimpang tersebut. Sikap yang positif

maupun negative dari anak tentu itu semua terlahir dan

terbentuk selama proses kehidupan yang dilalui oleh

anak sejak kecil bersama didikan atau pola asuh dari

orangtua serta lingkungan disekitar. Ada beberapa

jenis pola asuh yang dipakai orangtua dalam

penerapannya dikehidupan sehari-hari. Model atau jenis

pola asuh orangtua nantinya akan berdampak pada sikap

dan perilaku anak. Dari sikap tersebut maka akan

mendorong terbentuknya perilaku, baik itu perilaku

yang positif/sehat maupun perilaku negatif/menyimpang

yang menjerumuskan banyak remaja saat ini untuk


7

melakukan hubungan seks bebas dan berlanjut sampai

usia dewasa hingga seterusnya sampai menimbulkan

banyak permasalahan yang terjadi pada anak remaja,

seperti terjadinya kehamilan diluar nikah, aborsi,

penyalahgunaan obat terlarang, terserang penyakit

HIV/AIDS, putus sekolah, kematian dan sebagainya

seperti yang telah terpaparkan oleh data-data diatas.

Hal inilah yang sangat menghawatirkan kehidupan

generasi bangsa kedepannya. Berdasarkan analisa World

Health Organization (WHO) pada berbagai literatur

kesehatan reproduksi dari seluruh dunia yang

menyatakan bahwa pola asuh merupakan faktor risiko

berat terhadap sikap menyimpang pada anak. Interaksi

antara remaja dengan orang tua akan menunda bahkan

mengurangi terjadinya masalah yang menyimpang pada

remaja. Pengawasan dari orang tua yang kurang akan

mempercepat remaja melakukan hubungan seksual pertama

pada usia lebih dini. Pengawasan orang tua merupakan

faktor penting yang mempengaruhi perilaku seksual

remaja. (Hidayah dkk, 2013)

Dari pendataan awal yang penulis peroleh di

mahasiswa tingkat I STIKES Mataram tercatat memiliki

jumlah total mahasiswa/i sebanyak 53 anak remaja

dengan kisaran umur dari yang 17 tahun hingga umur 22

tahun. Mahasiswa/i tersebut berasal dari berbagai

latarbelakang sekolah yaitu ada yang dari alumni SMAN,


8

SMK Kesehatan, SMK Kejuruan, MAN, serta ada yang dari

pondok pesantren, dengan jumlah anak remaja laki-laki

sebanyak 20 orang dan perempuan sebanyak 34 orang.

Hasil dari studi pendahuluan dengan melakukan

wawancara singkat pada 10 orang mahasiswa/i semester 1

yang dilakukan oleh peneliti yaitu didapatkan 7

mahasiswa masih menganggap tabu dalam hal membicarakan

Pendidikan seks serta banyak yang kurang paham terkait

resiko yang ditimbulkan dari seks bebas. Hampir semua

dari mereka pernah berpacaran dan sebagiannya

berpacaran tanpa sepengetahuan dan ijin dari orangtua.

Ada yang orangtuanya dengan tegas melarang anaknya

berpacaran, sampai keluar rumah malam hari dibatasi

jam sekian harus balik rumah oleh orangtuanya dengan

alasan yang jelas apakah keluar mengerjakan tugas atau

lain hal, akantetapi dengan ketegasan yang dilakukan

orangtua tersebut tetap saja kebanyakan dari mereka

melanggar aturan orangtuanya, seperti melakukan

pacaran secara diam-diam tanpa diketahui oleh

orangtuanya.

Namun, ada 3 orang dari mereka mengatakan

orangtuanya tidak mau tahu apa yang dilakukan oleh

anaknya termasuk tidak membatasi anaknya keluar malam,

dan ada pula orangtua yang mengijinkan anaknya untuk

berpacaran serta ada orangtuanya tidak tahu bagaimana

pergaulan anaknya dan hanya mengharapkan kesadaran


9

dari anak-anaknya sendiri untuk melindungi dirinya

ketika jauh dari orangtua. Banyak dari mereka yang

kurang mengetahui terkait penyakit menular seksual,

yang mereka ketahui hanyalah sebatas nama penyakit

HIV/AIDS saja, pengetahuan yang didapat sejak SMA

sangatlah minim dan didalam lingkungan keluargapun

mereka mengatakan orangtua tidak pernah membicarakan

masalah seks maupun pendidikan seks. Mereka mengatakan

sering berpegangan tangan dengan lawan jenis, hampir

sebagian pernah melakukan ciuman semasa pacaran serta

hampir semua yang laki-laki mengaku pernah mengakses

dan menonton video porno secara sembunyi-sembunyi

tanpa sepengetahuan orangtua akibat didorong oleh rasa

penasaran.

Berdasarkan pengamatan selama kehidupan menempuh

kuliah, mahasiswa/i STIKES Mataram ada beberapa yang

terlihat maupun yang terdengar oleh peneliti terkait

mahasiswa/i yang berperilaku menyimpang, seperti

keluar larut malam hanya untuk bersenang-senang

(dugem), pacaran diluar batas sampai berdua-duaan

dalam satu ruangan/ kamar kos, hamil diluar nikah,

dll. Mahasiswa/i yang berperilaku demikian seringkali

tidak serius dalam perkuliahan, hingga tidak

meneruskan/putus perkuliahan.

Berdasarkan fenomena di atas, diharapkan pola

asuh yang diterapkan oleh orang tua sesuai dengan


10

perkembangan anak remaja (otoriter, permisif atau

demokratis), sehingga dapat melahirkan sikap-sikap

positif dari remaja agar terhindar dari perilaku seks

bebas.

Mahasiswa/i tingkat I merupakan salah satu

kelompok usia remaja, dimana remaja biasanya merupakan

bagian yang sering terlibat pada kasus perilaku

seksual bebas. Namun sejauh ini mahasiswa/i tingkat I

belum ada terlihat adanya kejadian yang menyimpang,

akantetapi mereka baru saja hidup berpisah dengan

orangtuanya serta dalam proses adaptasi dilingkungan

sekolah yang lebih tinggi dari SMA sederajat. Untuk

itu penelitian ini ingin melihat sikap/pandangan

remaja mahasiwa tingkat I mengenai perilaku seks bebas

dan keterkaitannya dengan pola asuh orang tua yang

dirasakan selama ini, apakah mereka menyetujui adanya

perilaku seks bebas atau sebaliknya. Di STIKES Mataram

belum pernah dilakukan penelitian tentang pola asuh

orang tua dengan sikap remaja mengenai perilaku seks

bebas.

Berdasarkan uraian latarbelakang diatas, maka

peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang :

“apakah ada hubungan pola asuh orang tua dengan Sikap

Remaja Mengenai Perilaku Seks Bebas di STIKES

Mataram”.

B. Rumusan Masalah
11

Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini

adalah “Apakah ada hubungan pola asuh orang tua dengan

sikap remaja mengenai perilaku seks bebas di STIKES

Mataram?”

C. Tujuan penelitian

1. Tujuan umum

Mengetahui hubungan pola asuh orang tua dengan

sikap remaja mengenai perilaku seks bebas di STIKES

Mataram

2. Tujuan khusus

a. Mengidentifikasi pola asuh orang tua di STIKES

Mataram

b. Mengidentifikasi sikap remaja mengenai perilaku

seks bebas di STIKES Mataram

c. Menganalisis pola asuh orang tua dengan sikap

remaja mengenai perilaku seks bebas di STIKES

Mataram

D. Manfaat penelitian

1. Bagi peneliti

Memberikan pengalaman kepada peneliti dalam

melakukan penelitian tentang hubungan pola asuh

orang tua dengan sikap remaja mengenai perilaku

seks bebas.

2. Bagi responden

Sebagai bahan informasi dan pertimbangan bagi

remaja mahasiswa untuk mencegah dan membantu


12

mengatasi penyebab terjadinya perilaku seks bebas

yang menyimpang pada anak remaja.

3. Bagi institusi pendidikan

Memberikan informasi dan masukan untuk

mengembangkan keilmuan dalam kesehatan anak remaja

serta menambah referensi perpustakaan guna menambah

ilmu pengetahuan bagi mahasiswa khususnya

keperawatan anak dan reproduksi remaja.

4. Bagi peneliti selanjutnya

Hasil penelitian ini dapat di jadikan acuan oleh

penelitian selanjutnya, hingga dapat meningkatkan

kualitas untuk pengembangan serta menyempurnakan

penelitian ini dengan melakukan penelitian lebih

lanjut terkait pola asuh atau faktor-faktor lain

yang mempengaruhi sikap remaja mengenai perilaku

seks bebas.
E. Keaslian penelitian

Table 1.1 keaslian penelitian

Nama Teknik
NO. Judul Desain Hasil
Peneliti sampling
1. Iis May Hubungan Pola Asuh Cross teknik Pola asuh yang cenderung diterapkan
Dwi Orang Tua dan Sectional propotional orang tua remaja ialah demokratis
Mulyana Pemberian Informasi stratified (92,4%) dengan pemberian informasi
(2016) tentang Kesehatan random tentang kesehatan reproduksi remaja
reproduksi Remaja sampling dalam kategori baik (73,4%).
di SMA Negeri 3 dan simple
Pematangsiantar random
sampling
2. Farieska Hubungan Antara Cross proportiona Terdapat hubungan antara pola asuh
Fellasari, Pola Asuh Orangtua Sectional te orangtua dengan
dkk Dengan stratified kematangan emosi remaja.
(2016) Kematangan Emosi random
Remaja sampling
3. Julia Hubungan Antara survei total Ada hubungan bermakna antara pola
Meilany Pola Asuh Orang Tua analitik sampling asuh orang tua dengan kebiasaan
Durandt, Dengan Kebiasaan dengan merokok remaja usia 12-17 tahun di
dkk (2015) Merokok Anak Usia pendekatan desa Kilometer Tiga Kecamatan
Remaja 12 – 17 cross Amurang.
Tahun Di Desa sectional
Kilometer Tiga
Kecamatan Amurang

13
14

4. Afritayeni Analisis Perilaku eksplanatory accidental Faktor yang paling dominan


(2018) Seksual Berisiko research sampling mempengaruhi perilaku seksual
Pada Remaja dengan remaja adalah dorongan seksual.
Terinfeksi HIV Dan pendekatan
AIDS kuantitatif

5. Pramita Sikap Remaja Penelitian total Hasil penelitian tersebut


Agnes Terhadap Perilaku korelasional sampling mengindikasikan bahwa“ada hubungan
Wahareni Seks Bebas Ditinjau negatif antara sikap remaja terhadap
(2006) Dari Tingkat perilaku seks bebas ditinjau dari
Penalaran Moral tingkat penalaran moral remaja“.
Pada Siswa Kelas
Dua SMA Kesatrian 1
Semarang (Teori
Perkembangan Moral
Köhlberg)
6. Rabiyatul Hubungan Pola Asuh deskriptif accidental Hasil penelitian ini mengindikasikan
Adawiah Orang Tua Dengan korelasional sampling bahwa “ada hubungan pola asuh orang
(2019) Sikap Remaja dengan tua dengan sikap remaja mengenai
Mengenai Perilaku rancangan perilaku seks bebas di STIKES
Seks Bebas di penelitian Mataram”
STIKES Mataram cross
sectional

Anda mungkin juga menyukai