Anda di halaman 1dari 3

SEKTOR industri kerap disebut sebagai motor pertumbuhan ekonomi nasional.

Julukan ini menimbang peran signifikan pertumbuhan sektor industri pengolahan, terutama
subsektor industri nonminyak dan gas bumi.
Sebagai gambaran, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2012 sebesar 6,2
persen. Pada saat yang sama pertumbuhan industri pengolahan nonmigas mencapai 6,4
persen.
Tak terbantahkan, sumbangan sektor industri pengolahan nonmigas sebesar 20,8 persen
terhadap produk domestik bruto nasional pada tahun 2012 tersebut adalah paling tinggi
dibandingkan dengan sektor-sektor lainnya.
Menimbang membaiknya kinerja dalam tiga tahun terakhir dan meningkatnya investasi,
Kementerian Perindustrian (Kemenperin) awalnya memperkirakan pertumbuhan industri
nonmigas pada tahun 2013 akan mencapai minimal 7,14 persen.
Belakangan, pada Mei 2013, pemerintah mengoreksi laju pertumbuhan sektor industri
pengolahan nonmigas 2013 menjadi 6,5 persen.
Hingga semester I-2013, industri nonmigas tercatat tumbuh 6,58 persen. "Pertumbuhan sektor
industri sepanjang tahun 2013 akan sedikit di bawah 6,5 persen, tetapi proyeksinya tetap di
atas 6 persen," kata Hidayat, Senin (16/12) sore.
Relatif tingginya pertumbuhan industri nonmigas selama ini berimplikasi pada peningkatan
importasi bahan baku dan barang modal, terutama untuk investasi baru.
Sebagai gambaran, nilai investasi penanaman modal dalam negeri sektor industri periode
Januari-September 2013 sebesar Rp 38,29 triliun, meningkat 0,47 persen dibandingkan
dengan periode sama tahun 2012.
Adapun nilai investasi penanaman modal asing sektor industri mencapai 12,43 miliar dollar
AS atau meningkat 44,62 persen dibandingkan dengan periode sama tahun 2012.
Peningkatan importasi bahan baku dan barang modal untuk investasi baru, seperti diakui
pemerintah, akibat tidak bertumbuhnya industri barang modal di Indonesia sejak
pemerintahan Orde Baru.
Ditambah ketergantungan terhadap beberapa bahan baku yang belum mampu diproduksi di
dalam negeri, tak pelak makin besarlah impor di sektor industri. Defisit perdagangan dan
defisit transaksi berjalan pun kian melebar.
Masih defisit
Berdasarkan catatan Kemenperin, nilai ekspor produk industri pada periode Januari-
September 2013 sebesar 83,3 miliar dollar AS. Ekspor produk industri ini menyumbang 62,2
persen terhadap total ekspor nasional.
Pada periode sama, nilai impor sebesar 99,5 miliar dollar AS sehingga aktivitas perdagangan
industri nonmigas pada Januari-September 2013 masih defisit 16,1 miliar dollar AS.
Sebagian besar dari total impor industri selama ini disebutkan merupakan bahan baku dan
barang modal untuk industri.
Seperti diketahui, program penguatan struktur industri melalui hilirisasi industri diinisiasi
Kemenperin sejak tahun 2010.
Hilirisasi industri berbasis sumber daya alam tersebut ditujukan untuk mendukung
tumbuhnya industri hulu dan industri antara yang menghasilkan bahan baku industri.
Kemenperin menyatakan, hilirisasi industri juga merupakan basis tumbuhnya industri
permesinan dan barang modal.
Harus dicatat bahwa fakta masih terjadinya defisit pada perdagangan industri nonmigas
membuktikan masih panjangnya proses untuk meraih tujuan akhir hilirisasi industri tersebut.
Awal Desember 2013, Hidayat mengatakan bahwa ada dua hal yang kini menjadi fokus
pemerintah melalui regulasi, yakni menekan impor dan meningkatkan ekspor.
Beberapa hari kemudian, Kementerian Keuangan mengumumkan diterbitkannya Peraturan
Menteri Keuangan (PMK) tentang Pemungutan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 Atas Impor
Barang Tertentu.
Mengutip keterangan pers dari Kemenkeu, pokok kebijakan PMK tersebut adalah
penyesuaian tarif pemungutan PPh 22 atas impor barang tertentu, yakni dari 2,5 persen
menjadi 7,5 persen. Ada dua kriteria barang tertentu.
Pertama, bukan barang yang digunakan untuk industri dalam negeri. Kedua, barang
konsumtif dengan nilai impor yang signifikan dan tidak berdampak besar trhadap inflasi.
Kelompok barang tersebut meliputi, antara lain, elektronik dan telepon seluler, kendaraan
bermotor (kecuali kendaraan terurai utuh atau completely knock down (CKD)/kendaraan
terurai tidak utuh atau incompletely knock down (IKD), hibrida/listrik, dan kendaraan
berpenumpang lebih dari sepuluh); tas, baju, alas kaki, dan perhiasan, termasuk parfum; serta
furnitur, perlengkapan rumah tangga, dan mainan.
PMK tersebut diharapkan akan mengendalikan impor atas barang konsumsi tertentu dan
menurunkan tekanan pada defisit neraca perdagangan. Selain itu, diharapkan juga mendorong
industri dalam negeri untuk meningkatkan produksi barang sebagai substitusi impor barang.
Dalam rangka mendorong ekspor, dipandang perlu memberikan stimulus fiskal dan kebijakan
kemudahan di bidang perizinan dan pelayanan fasilitas kemudahan impor untuk tujuan
ekspor (KITE).
Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia Franky Sibarani mengatakan, kebijakan terkait PPh 22
dan KITE tersebut akan ikut membantu mendorong ekspor produk manufaktur. "Meski
demikian, tidak cukup hanya dengan itu, harus ada kebijakan lain," katanya.
Lemahnya pasar dunia tentu berpengaruh terhadap kinerja ekspor produk manufaktur.
Namun, tekanan pada defisit neraca perdagangan harus diturunkan. Di titik ini, peran sektor
industri dinantikan. (C Anto Saptowalyono)

Anda mungkin juga menyukai