Anda di halaman 1dari 46

‫األخوة اإلسالمية‬

Ibrahim Salim, Majelis SEHATI


13 Oktober 2019
‫ص ِل ُحوا بَي َْن أَخ ََو ْي ُك ْم ۚ َواتَّقُوا‬ َ ُ‫ِإنَّ َما ْال ُمؤْ ِمن‬
ْ َ ‫ون ِإ ْخ َوة ٌ فَأ‬
َ ‫َّللاَ لَعَلَّ ُك ْم ت ُ ْر َح ُم‬
‫ون‬ َّ
Orang-orang beriman itu sesungguhnya
bersaudara. Sebab itu damaikanlah (perbaikilah
hubungan) antara kedua saudaramu (yang
sedang bertengkar itu) dan takutlah terhadap
Allah, supaya kamu mendapat rahmat. (QS. 49 :
10)
َّ ‫ت‬
ِ‫َّللا‬ َ ‫َّللاِ َج ِميعًا َو ََل تَفَ َّرقُوا ۚ َوا ْذ ُك ُروا نِ ْع َم‬ َّ ‫ص ُموا ِب َح ْب ِل‬ ِ َ ‫َوا ْعت‬
ْ َ ‫ف َبي َْن قُلُو ِب ُك ْم فَأ‬
‫ص َب ْحت ُ ْم ِب ِن ْع َم ِت ِه‬ َ َّ‫َعلَ ْي ُك ْم ِإ ْذ ُك ْنت ُ ْم أ َ ْعدَا ًء فَأَل‬
‫ار فَأ َ ْنقَذَ ُك ْم ِم ْن َها ۗ َك ٰذَ ِل َك‬ ِ َّ‫شفَا ُح ْف َر ٍة ِم َن الن‬ َ ‫ِإ ْخ َوانًا َو ُك ْنت ُ ْم َعلَ ٰى‬
َ ‫َّللاُ لَ ُك ْم آ َيا ِت ِه لَ َعلَّ ُك ْم ت َ ْهتَد‬
‫ُون‬ َّ ‫يُ َب ِي ُن‬
Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan
janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah
kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan,
maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena
nikmat Allah, orang-orang yang bersaudara; dan kamu telah berada
di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari padanya.
Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu
mendapat petunjuk.(Qs. 3 : 103)
 QS. 49 : 10, setiap mukmin bersaudara
 QS. 3 : 103, Menjaga tali ukhuwah dan hanya Allah
SWT yang dapat mengikat tali ukhuwah tsb.
 Yang mengikat adalah aqidah Islam melalui 2 kalimah
syahadat
 Termasuk kewajiban seorang muslim untuk menjaga
ukhuwah antar muslim lainnya
 Ukhuwah merupakan buah dari akhlak yang baik
(mulia)
 Ukhuwah merupakan salah satu kekuatan utama
Masyarakat Islam di Zaman Rasulullah
Ukhuwah Islamiyah dilakukan melalui hubungan pribadi
dan secara berjamaah
1. Ta’aruf (Saling Kenal)  Fisik, pemikiran, Kejiwaan
2. Tafahum (Saling Paham)  Memahami secara hati  menyatukan
hati  menyatukan pemikiran (QS. 8:60)  menyatukan amal
3. Ta’awun (Saling tolong) (QS. 5: 2)  saling mendoakan, saling
menasehati, saling membantu.
4. Takaful (Saling Bela)  keterikatan hati  saling menyayangi

Kesatuan
UKHUWAH
barisan &
Takaful ISLAMIYAH
Umat
Ta’awun
Tafahum

Ta’aruf
 Siroh menceritakan : Kaum Anshar sangat bahagia menerima tamu
Muhajirin, hingga mereka berlomba-lomba untuk dapat menerima
setiap sahabat Muhajirin yang sampai di Yatsrib (Madinah). Karena
para Anshar saling bersaing dan berlomba untuk dapat menerima
sahabat Muhajirin hingga mereka harus diundi untuk menentukan
siapa yang menang dan dapat giliran menerima tamu Muhajirin. Ini
sungguh terjadi hingga disebutkan bahwa tidaklah seorang
Muhajirin bertamu ke Anshar kecuali dengan undian.
 Al-Quran telah menjelaskan rahasia yang mendorong para Anshar
melakukan itsar luar biasa walaupun keadaan mereka yang sangat
fakir dan juga sangat membutuhkan.
 Ukhuwah, cinta, dan itsar sejatinya syarat kebangkitan dan
kemenangan, itulah strategi pertama yang ditempuh oleh Rasullah
Shallahu ‘Alaihi Wassallam dengan mempersaudarakan sahabat
Anshar dan Muhajirin dan membangun masjid tempat membina
persaudaraan dan persatuan kaum Muslimin.
#KeutamaanUkhuwah
 Allah SWT berfirman memuji Kaum Anshar:
 “Dan orang-orang (Anshar) yang telah menempati kota
Madinah dan menempati keimanan (beriman) sebelum
kedatangan mereka (Muhajirin), mereka (Anshar)
mencintai orang yang berhijrah kepada mereka
(Muhajirin). Dan mereka (Anshar) tiada menaruh
keinginan dalam hati mereka terhadap apa-apa yang
diberikan kepada mereka (Muhajirin) dan mereka
mengutamakan (Muhajirin), atas diri mereka sendiri,
sekalipun mereka dalam kesusahan.” (QS. Al-Hasyr: 9)
 “Mukmin satu sama lainnya bagaikan bangunan yang
sebagiannya mengokohkan bagian lainnya.” (HR.
Bukhari)
#KeutamaanUkhuwah
1. Mereka merasakan buah dari lezatnya iman.
2. Mereka berada dalam naungan cinta Allah, Di
akhirat
3. Mereka adalah ahli Syurga di akhirat kelak
4. Bersaudara karena Allah adalah derajat iman yang
paling tinggi
5. Diampuni dosanya oleh Allah
“Ada tiga golongan yang dapat merasakan manisnya
iman: orang yang mencintai Allah dan Rasul-Nya lebih
dari mencintai dirinya sendiri, mencintai seseorang
karena Allah, dan ia benci kembali pada kekafiran
sebagaimana ia benci jika ia dicampakkan ke dalam api
neraka.” (HR. Bukhari)

Mereka berada dalam naungan cinta Allah di akhirat

“Di mana orang-orang yang saling mencintai karena-Ku,


maka hari ini aku akan menaungi mereka dengan
naungan yang tidak ada naungan kecuali naunganku.”
(HR. Muslim).
#KeutamaanUkhuwah
Mereka dicintai Allah

“Ada seseorang yang mengunjungi saudaranya di sebuah


desa. Di tengah perjalanan, Allah mengutus malaikat-
Nya. Ketika berjumpa, malaikat bertanya, “Mau
kemana?” Orang tersebut menjawab, “Saya mau
mengunjungi saudara di desa ini.” Malaikat bertanya,
“Apakah kau ingin mendapatkan sesuatu keuntungan
darinya?” Ia menjawab, “Tidak. Aku mengunjunginya
hanya karena aku mencintainya karena Allah.” Malaikat
pun berkata,“Sungguh utusan Allah yang diutus padamu
memberi kabar untukmu, bahwa Allah telah
mencintaimu, sebagaimana kau mencintai saudaramu
karena-Nya.” (HR. Muslim)

#KeutamaanUkhuwah
Mereka adalah ahli Syurga di akhirat kelak

“Barangsiapa yang mengunjungi orang sakit atau


mengunjungi saudaranya karena Allah, maka malaikat
berseru, ‘Berbahagialah kamu, berbahagialah dengan
perjalananmu, dan kamu telah mendapatkan salah satu
tempat di surga.” (HR. At-Tirmidzi)
Bersaudara karena Allah adalah derajat iman yang paling
tinggi
Rasul pernah ditanya tentang derajat iman yang paling tinggi, beliau
bersabda, “…Hendaklah kamu mencinta dan membenci karena Allah…”
Kemudian Rasul ditanya lagi,“Selain itu apa wahai Rasulullah?” Rasul
menjawab, “Hendaklah kamu mencintai orang lain sebagaimana kamu
mencintai dirimu sendiri, dan hendaklah kamu membenci bagi orang lain
sebagaimana kamu membenci bagi dirimu sendiri.” (HR. Imam Al-Munziri)
#KeutamaanUkhuwah
Diampuni dosanya oleh Allah #KeutamaanUkhuwah

Telah menceritakan kepada kami [Sufyan bin Waqi'] dan [Ishaq bin
Manshur] keduanya berkata; telah menceritakan kepada kami [Abdullah bin
Numair] dari [Al 'Ajlah] dari [Abu Ishaq] dari [Al Barra` bin 'Azib] ia berkata;
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Tidaklah dua orang muslim
yang bertemu kemudian saling berjabat tangan, kecuali dosa keduanya akan
diampuni sebelum berpisah." Abu Isa berkata; Hadits ini hasan gharib dari
hadits Abu Ishaq dari Al Barra`. Dan hadits ini diriwayatkan dari Al Barra`
dari jalur sanad lain. Al 'Ajlah adalah Ibnu Abdullah bin Hujayyah bin Adi Al
Kindi. HR. Tirmidzi No. 2651 & HR. Abu Daud No. 4536

Telah menceritakan kepadaku dari Malik dari [Muslim bin Abu Maryam] dari
[Abu Shalih As Saman] dari [Abu Hurairah] berkata; "Amalan-amalan
manusia akan diperlihatkan dua kali dalam sepekan; hari senin dan
kamis. Kemudian setiap orang mukmin akan diampuni dosanya kecuali
seorang hamba yang bermusuhan dengan saudaranya, lalu dikatakan
'tinggalkan keduanya hingga mereka kembali' atau 'tinggalkan mereka
berdua sampai mereka kembali.” Hadits Malik Nomor 1415
 Faktor dari eksternal
1. Berita dari orang-orang fasiq  hoax  Tabayun

ِ ُ ‫َيا أَيُّ َها الَّذِينَ آ َمنُوا ِإ ْن َجا َء ُك ْم فَا ِس ٌق ِبنَ َبإ ٍ فَت َ َبيَّنُوا أ َ ْن ت‬
‫صيبُوا قَ ْو ًما‬
َ‫علَ ٰى َما فَ َع ْلت ُ ْم نَا ِد ِمين‬ ْ ُ ‫ِب َج َهالَ ٍة فَت‬
َ ‫ص ِب ُحوا‬
Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa
suatu berita, maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan
suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang
menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu. (QS. 49 : 6)
2. Deislamisasi (Qs. 2: 120) – konspirasi musuh-musuh Islam
 Faktor dari Internal > Pembahasan di slide selanjutnya berdasarkan rujukan :
1. Qs. 49 : 11  Mengolok-olok, mencela, memberikan gelar
buruk
2. Qs. 49 : 12  berburuk sangka, mencari-cari kesalahan,
bergunjing (ghibah)
‫س ٰى أ َ ْن َي ُكونُوا َخي ًْرا‬ َ ‫ع‬َ ‫َيا أَيُّ َها الَّذِينَ آ َمنُوا ََل َي ْسخ َْر قَ ْو ٌم ِم ْن قَ ْو ٍم‬
‫س ٰى أ َ ْن َي ُك َّن َخي ًْرا ِم ْن ُه َّن ۖ َو ََل ت َ ْل ِم ُزوا‬
َ ‫ع‬ َ ٍ‫ساء‬ َ ‫سا ٌء ِم ْن ِن‬ َ ‫ِم ْن ُه ْم َو ََل ِن‬
‫ان ۚ َو َم ْن‬ ِ ‫اْلي َم‬ِ ْ َ‫وق َب ْعد‬ ُ ‫س‬ ُ ُ‫س ِاَل ْس ُم ْالف‬ ِ ‫س ُك ْم َو ََل تَنَا َب ُزوا ِب ْاْل َ ْلقَا‬
َ ْ‫ب ۖ ِبئ‬ َ ُ‫أ َ ْنف‬
َّ ‫ب فَأُو ٰلَئِ َك ُه ُم‬
َ‫الظا ِل ُمون‬ ْ ُ ‫لَ ْم يَت‬
Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki
Mengolok-olok kumpulan yang lain, boleh jadi yang diperolok-olok itu
lebih baik dari mereka. Dan jangan pula sekumpulan perempuan
mengolok-olok kumpulan lainnya, boleh jadi yang diolok-olok itu lebih
baik. Dan janganlah suka saling mencela dan jangan memanggil
dengan gelar yang buruk (ejekan). Seburuk-buruk panggilan adalah
(panggilan) yang buruk sesudah iman dan barangsiapa yang tidak bertobat,
maka mereka itulah orang-orang yang zalim. (Qs. 49 : 11)
‫لظ ِن ِإثْ ٌم ۖ َو ََل‬َّ ‫ض ا‬ َ ‫الظ ِن ِإ َّن بَ ْع‬ َّ َ‫اجتَنِبُوا َكثِي ًرا ِمن‬ ْ ‫يَا أَيُّ َها الَّذِينَ آ َمنُوا‬
‫ب أ َ َحد ُ ُك ْم أ َ ْن َيأ ْ ُك َل لَ ْح َم‬
ُّ ‫ضا ۚ أَيُ ِح‬
ً ‫ض ُك ْم َب ْع‬
ُ ‫ب َب ْع‬ْ َ ‫سوا َو ََل َي ْغت‬ ُ ‫س‬َّ ‫ت َ َج‬
‫اب َر ِحي ٌم‬ ٌ ‫َّللاَ تَ َّو‬ َ َّ ‫أ َ ِخي ِه َم ْيتًا فَ َك ِر ْهت ُ ُموهُ ۚ َواتَّقُوا‬
َّ ‫َّللا ۚ ِإ َّن‬
Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan buruk sangka
(kecurigaan), karena sebagian dari buruk sangka itu dosa. Dan
janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah
menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang
suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah
kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah.
Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang.
(Qs. 49 : 12)
1. Mengolok-olokan, baik antar individu maupun antar
kelompok ‫سخَر‬ ْ َ‫ي‬
2. Saling mencela atau saling menghina ‫تَ ْل ِم ُزوا‬
3. Memanggil orang lain dengan panggilan gelar-gelar yang
tidak disukai (buruk) ِ‫اْل ْل َقاب‬َ ْ ِ ‫تَنَابَ ُزوا ب‬
4. Berburuk sangka, ini merupakan sikap yang bermula dari
iri hati (hasad). ‫ن‬ ِ ‫ِمنَ ال َّظ‬
5. Mencari-cari kesalahan/keburukan orang lain ‫سسُوا‬ َّ ‫تَ َج‬
6. Bergunjing/mengumpat dengan membicarakan keadaan
orang lain yang bila ia ketahui tentu tidak menyukainya
ْ َ‫يَ ْغت‬
‫ب‬
Sebagian besar merupakan keburukan dari lisan manusia
 olok1, olok-olok n perkataan yang mengandung sindiran (ejekan, lelucon) atau
perkataan untuk bermain-main saja; kelakar, senda gurau (ref.kbbi)
”merendahkan/meremehkan orang lain”
 Dapat dilakukan sendiri-sendiri atau berjamaah (berkelompok)  kaum laki-laki
atau kaum perempuan atau bersama-sama.
 Bisa jadi yang diolok-olok “lebih baik” dari yang mengolok-olok  “Lebih mulia
dan lebih dicintai Allah” (ref.tafsir ibnukatsir)
 Merupakan sifat “TAKABUR” (SOMBONG/JUMAWA)
 Sombong merupakan suatu penyakit hati yang mana pengidapnya merasa bangga
dan memandang tinggi atas diri sendiri. Dalam hadist Nabi Muhammad SAW
bersabda yang artinya; “Sombong adalah menolak kebenaran dan meremehkan
manusia.” (H. R. Muslim).
 Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan
janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak
menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri. (Qs. Lukman : 18)
 Di dalam sebuah hadist Rasulullah SAW bersabda yang artinya;
”Tidak akan masuk surga orang yang dalam hatinya ada sifat sombong, walaupun
hanya seberat biji sawi.” (H. R. Muslim).
‫) تَ ْل ِم ُزو‬
 cela/ce·la/ n 1 sesuatu yang menyebabkan kurang sempurna; cacat;
kekurangan; 2 aib; noda (tentang kelakuan dan sebagainya); 3 hinaan;
kecaman; kritik: (ref.kbbi)
 #Pengertian 1 :ketika dia mencela orang lain, pada hakikatnya dia
mencela dirinya sendiri, karena orang lain itu adalah saudaranya
sendiri.
 “Sesungguhnya orang mukmin yang satu dengan mukmin yang lain itu
bagaikan satu bangunan, yang saling menguatkan satu sama lain” (HR.
Bukhari no. 481 dan Muslim no. 2585).
 “Perumpamaan orang-orang beriman dalam hal saling mencintai, saling
mengasihi dan saling menyokong satu sama lain itu bagaikan satu tubuh. Jika
satu bagian tubuh sakit, maka seluruh bagian tubuh lainnya akan merasakan
sakit, dengan begadang (tidak bisa tidur) dan demam” (HR. Muslim no. 2586).
 #Pengertian 2 : karena jika kita mencela orang lain, maka orang tersebut
akan membalas mencela diri kita sendiri (secara berlebihan) , dan
begitulah seterusnya akan saling mencela.

ٍ‫ َو ْي ٌل ِل ُك ِل ُه َمزَ ةٍ لُ َمزَ ة‬


.Kecelakaanlah bagi setiap pengumpat (humazah : mencela dgn perbuatan) lagi
pencela. ( lumazah : mencela dengan lisan)
 Pada asalnya, “laqab” (gelar atau julukan) itu bisa mengandung pujian dan bisa juga
mengandung celaan. Jika julukan tersebut mengandung pujian, inilah yang dianjurkan.
Seperti, memanggil orang lain dengan “yang mulia”, “yang ‘alim (berilmu)”, “yang terhormat”
dan sebagainya.
 Namun jika julukan tersebut mengandung celaan, maka inilah maksud ayat Qs. 49:11, yaitu
hukumnya terlarang. Misalnya, memanggil orang lain dengan “orang pelit”, “orang hina”,
“orang bodoh”, dan sejenisnya. Meskipun itu adalah benar karena ada kekurangan (cacat)
dalam fisiknya, tetap dilarang. Misalnya dengan memanggil orang lain dengan “si pincang”,
“si mata juling”, “si buta”, dan sejenisnya. Kecuali jika julukan tersebut untuk mengidentifikasi
orang lain, bukan dalam rangka merendahkan, maka diperbolehkan. Misalnya, jika di suatu
kampung itu ada banyak orang yang bernama “Budi”. Jika yang kita maksud adalah “Budi
yang pincang” (untuk membedakan dengan “Budi” yang lain), maka boleh menyebut “Budi
yang pincang”. Karena ini dalam rangka membedakan, bukan dalam rangka merendahkan.
 Lebih-lebih bagi mereka yang pertama kali memiliki ide julukan ini dan yang pertama kali
mempopulerkannya, kemudian diikuti oleh banyak orang. Karena bisa jadi orang tersebut
menanggung dosa jariyah sebagaimana disebutkan dalam hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam,
 “Dan barangsiapa yang membuat (mempelopori) perbuatan yang buruk dalam Islam, maka
baginya dosa dan (ditambah dengan) dosa orang-orang yang mengamalkannya setelahnya,
tanpa mengurangi dosa-dosa mereka sedikit pun” (HR Muslim no. 1017).
 Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,“Dan barangsiapa yang mengajak kepada
kesesatan, dia mendapatkan dosa, seperti dosa orang yang mengikutinya, tanpa
mengurangi dosa orang yang mengikuti tersebut sedikit pun” (HR. Muslim no. 2674).
 “Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan berburuk sangka (kecurigaan),
karena sebagian dari buruk sangka itu dosa…” (QS. Al-Hujurat[49]: 12)
 Berarti ada sebagian lagi yang tidak dosa. Oleh karena itulah al-Imam Ibnu Hibban berkata
bahwa berburuk sangka itu ada dua macam, yaitu :
Pertama, dilarang oleh Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Adapun su’udzan yang dilarang
adalah berburuk sangka kepada kaum muslimin secara umum apalagi orang-orang yang jelas
beriman.
Kedua, mustahab (dibolehkan). Yaitu su’udzan kepada orang yang ada permusuhan dengan
kita atau dia memusuhi kita baik dalam agama maupun dalam dunia. Karena khawatir kalau
orang ini akan berbuat sesuatu pada dirinya. Maka disaat itu dia harus berburuk sangka agar
dia selamat dari makar dia. Orang yang benci kepada kita, dia ingin mencelakakan diri kita.
Maka disaat itu, tidak masalah kita su’udzan dengan dia.
 IMAM Al-Qurthubi menerangkan bahwa: buruk sangka adalah melemparkan tuduhan
kepada orang lain tanpa dasar yang benar. Yaitu seperti seorang menuduh orang lain
melakukan perbuatan jahat, akan tetapi tanpa disertai bukti-bukti yang membenarkan
tuduhan tersebut.
 Jauhilah oleh kalian prasangka, karena sesungguhnya prasangka adalah perkataan paling
dusta. (Muttafaq alaih-Shahih)
 Menurut penjelasan Imam Nawawi, maka jika persangkaan muncul karena didorong oleh
petunjuk- petunjuk yang kuat dan bisa dipertanggungjawabkan, persangkaan ini tidaklah
haram dan tidaklah termasuk kepada buruk sangka. Karena demikianlah tabiat manusia, jika
ia mendapatkan petunjuk- petunjuk yang kuat, maka muncullah persangkaan di dalam
dirinya..
 Tajassus kalau dalam istilah kita dinamakan dengan memata-matai (spionase) atau mengorek-orek
berita. Sehingga sering kali digunakan dan menyebutnya sebagai ‘jaasuus’ atau mata-mata.
 Namun dalam kamus literatur bahasa Arab, misalnya kamus Lisan al-‘Arab karangan Imam Ibnu
Manzhur, tajassus berarti “bahatsa ‘anhu wa fahasha” yaitu mencari berita atau menyelidikinya.
 tajassus adalah mencari-cari kesalahan orang lain dengan menyelidikinya atau memata-matai. Dan
sikap tajassus ini termasuk sikap yang dilarang dalam Alquran maupun hadis.
 Tajassus biasanya merupakan kelanjutan dari prasangka buruk (QS. 49 : 12)
 “Berhati-hatilah kalian dari tindakan berprasangka buruk, karena prasangka buruk adalah sedusta-
dusta ucapan. Janganlah kalian saling mencari berita kejelekan orang lain, saling memata-matai, saling
mendengki, saling membelakangi, dan saling membenci. Jadilah kalian hamba-hamba Allah yang
bersaudara.” Diriwayatkan oleh Al-Bukhari hadis no. 6064 dan Muslim hadis no. 2563.
 Kata ‘tajassus’ lebih sering digunakan untuk suatu kejahatan. Sedangkan kata ‘tahassus’ seringkali
digunakan untuk hal yang baik. Sebagaimana yang difirmankan Allah Ta’ala, yang menceritakan
tentang nabi Ya’qub ‘alaihissalam, di mana Dia berfirman dalam surat Yusuf ayat 87.
(Ya’qub berkata) “Wahai anak-anakku, pergilah kalian, carilah berita ( ‫سو‬ َّ ‫ ) فَتَ َح‬tentang Yusuf dan
ُ ‫س‬
saudaranya…” (QS. Yusuf: 87)
 Imam Abu Hatim al-Busti rahimahullah berkata, “tajassus adalah cabang dari kemunafikan,
sebagaimana sebaliknya prasangka yang baik merupakan cabang dari keimanan. Orang yang berakal
akan berprasangka baik kepada saudaranya, dan tidak mau membuatnya sedih dan berduka.
Sedangkan orang yang bodoh akan selalu berprasangka buruk kepada saudaranya dan tidak segan-
segan berbuat jahat dan membuatnya menderita.”
 Arti Ghibah :
Dari Abu Hurairah, ia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam pernah bertanya, “Tahukah kamu, apa itu ghibah?” Para
sahabat menjawab, “Allah dan Rasul-Nya lebih tahu.” Kemudian
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Ghibah adalah
kamu membicarakan saudaramu mengenai sesuatu yang
tidak ia sukai.” Seseorang bertanya, “Wahai Rasulullah,
bagaimanakah menurut engkau apabila orang yang saya bicarakan
itu memang sesuai dengan yang saya ucapkan?” Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, “Apabila benar apa yang kamu
bicarakan itu tentang dirinya, maka berarti kamu telah
menggibahnya (menggunjingnya). Namun apabila yang kamu
bicarakan itu tidak ada padanya, maka berarti kamu telah
menfitnahnya (menuduh tanpa bukti).” (HR. Muslim no. 2589, Bab
Diharamkannya Ghibah)
 Allah memberikan perumpamaan untuk orang yang sering
bergunjing seperti orang yang suka makan daging
saudaranya yang sudah mati (bangkai) ,  Qs. 49 : 12.
 Asy Syaukani rahimahullah dalam kitab tafsirnya
mengatakan, “Allah Ta’ala memisalkan ghibah
(menggunjing orang lain) dengan memakan bangkai
seseorang. Karena bangkai sama sekali tidak tahu siapa
yang memakan dagingnya. Ini sama halnya dengan orang
yang hidup juga tidak mengetahui siapa yang menggunjing
dirinya.
 Asy Syaukani rahimahullah kembali menjelaskan, “Dalam
ayat di Qs. 49 : 12 terkandung isyarat bahwa kehormatan
manusia itu sebagaimana dagingnya. Jika daging manusia
saja diharamkan untuk dimakan, begitu pula dengan
kehormatannya dilarang untuk dilanggar.
 Imam Ghazali menjadikan Ghibah sebagai salah satu
penyakit Lisan
 Ghibah dibolehkan jika ada tujuan yang syar’i yaitu dibolehkan dalam enam
keadaan sebagaimana dijelaskan oleh Imam Nawawi rahimahullah.
 Enam keadaan yang dibolehkan menyebutkan ‘aib orang lain adalah sebagai berikut:
1- Mengadu tindak kezaliman kepada penguasa atau pada pihak yang berwenang.
Semisal mengatakan, “Si Ahmad telah menzalimiku.”
2- Meminta tolong agar dihilangkan dari suatu perbuatan mungkar dan untuk
membuat orang yang berbuat kemungkaran tersebut kembali pada jalan yang
benar. Semisal meminta pada orang yang mampu menghilangkan suatu
kemungkaran, “Si Rahmat telah melakukan tindakan kemungkaran semacam ini,
tolonglah kami agar lepas dari tindakannya.”
3- Meminta fatwa pada seorang mufti seperti seorang bertanya mufti,“Saudara
kandungku telah menzalimiku demikian dan demikian. Bagaimana caranya aku
lepas dari kezaliman yang ia lakukan.”
4- Mengingatkan kaum muslimin terhadap suatu kejelekan seperti mengungkap
jeleknya hafalan seorang perowi hadits.
5- Membicarakan orang yang terang-terangan berbuat maksiat dan bid’ah , namun
yg diungkapkan hanya masalah maksiat atau bid’ah yang ia lakukan, bukan pada
masalah lainnya.
6- Menyebut orang lain dengan sebutan yang ia sudah ma’ruf dengannya seperti
menyebutnya si buta. Namun jika ada ucapan yang bagus, itu lebih baik. (Syarh
Shahih Muslim, 16: 124-125)
 Pertama, menutup aib saudara seiman
 Kedua, memaafkan saudara seiman.
 Ketiga, melepaskan kesulitan sesama Muslim
 Keempat, berbaik sangka kepada sesama Muslim
 Kelima, berdoa untuk sesama Muslim, baik semasa
hidupnya maupun setelah wafat
Kita harus mampu menahan diri untuk tidak membuka aib
saudara kita. Kita jaga kehormatan mereka. Kita tutupi
kekurangan dengan saling melengkapi dan
menyempurnakan. Tidak dengan mengumbar aib mereka
yang dapat menimbulkan ketersinggungan hingga berujung
pada permusuhan.
• “Barangsiapa membela kehormatan saudaranya
(sesama Muslim), maka hal itu menjadi
penghalang untuknya dari api neraka.” (HR
Tirmidzi).
• Sabda Nabi ‫ صلى هللا عليه وسلم‬berikutnya: “Adalah
kejahatan bagi seorang Muslim mempermalukan
saudara Muslim lainnya.” (HR Muslim) #memperkuat Ukhuwah#
 Telah menceritakan kepada kami [Abu Bakar bin Abu
Syaibah], telah menceritakan kepada kami [Abu
Mu'awiyah] dari [Al 'A'masy] dari [Abu Shalih] dari
[Abu Hurairah] berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam bersabda: "Barang Siapa menutupi aib
seorang muslim, maka Allah akan menutupi aib orang
tersebut di dunia dan akhirat."Hadits Ibnu Majah
Nomor 2534
Menutupi aib saudara muslim
Telah menceritakan kepada kami [Muslim bin Ibrahim] berkata, telah menceritakan
kepada kami [Abdullah Ibnul Mubarak] dari [Ibrahim bin Nasyith] dari [Ka'b bin
Alqamah] dari [Abul Haitsam] dari [Uqbah bin Amir] dari Nabi shallallahu 'alaihi
wasallam, beliau bersabda: "Siapa melihat aurat (aib orang lain) lalu menutupinya, maka
seakan-akan ia menghidupkan bayi yang dikubur hidup-hidup." Telah menceritakan
kepada kami [Muhammad bin Yahya] berkata, telah menceritakan kepada kami [Ibnu
Abu Maryam] berkata, telah mengabarkan kepada kami [Al Laits] ia berkata; telah
menceritakan kepadaku [Ibrahim bin Nasyith] dari [Ka'b bin Alqamah] bahwa ia
mendengar [Abul Haitsam] menceritakan bahwa dirinya mendengar [Dukhain] penulis
Uqbah bin Amir, ia berkata, "Kami mempunyai tetangga suka minum khamer, aku telah
melarang mereka namun mereka tidak mau berhenti. Aku lalu bertanya kepada Uqbah
bin Amir, "Tetangga kami minum khamer, aku telah melarang mereka, namun mereka
tidak mau berhenti, hingga aku memanggil polisi untuk mereka!" Uqbah bin Amir
menjawab, "Biarkanlah mereka." Setelah itu aku kembali lagi menemui Uqbah bin Amri,
lalu aku katakan kepadanya, "Sesungguhnya tetangga kami sudah tidak mau lagi untuk
berhenti dari minum khamer, lalu aku panggilkan polisi untuk mereka!" Uqbah bin
Amir berkata, "Celaka kamu, biarkanlah mereka. Sungguh, aku telah mendengar
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, lalu ia menyebutkan sebagaimana makna dalam
hadits Muslim." Abu Dawud berkata, " [Hasyim Ibnul Qasim] menyebutkan dari [Laits]
tentang hadits ini, ia berkata, "Jangan kamu lakukan, tetapi hendaklah engkau
menasihati sambil memberikan ancaman kepada mereka." Hadits Abu Daud Nomor
4247
ِ ‫ض ۚ َيأ ْ ُم ُرونَ ِب ْال َم ْع ُر‬
‫وف‬ ٍ ‫ض ُه ْم أ َ ْو ِل َيا ُء َب ْع‬ُ ‫َات َب ْع‬ ُ ‫َو ْال ُمؤْ ِمنُونَ َو ْال ُمؤْ ِمن‬
َ ‫َّللا‬ َ‫ون‬ُ ‫ع‬‫ي‬ ‫ط‬
ِ ُ ‫ي‬‫و‬َ َ ‫ة‬ ‫ا‬ َ
‫ك‬ ‫الز‬ َ‫ون‬ُ ‫ت‬ ْ‫ؤ‬ ُ ‫ي‬‫و‬َ َ ‫ة‬ َ
‫َل‬ ‫الص‬ َ‫ون‬‫م‬ُ ‫ي‬ ‫ق‬
ِ ُ ‫ي‬ ‫و‬
َ ‫ر‬ ِ َ
‫ك‬ ْ
‫ن‬ ‫م‬
ُ ْ
‫ال‬ َ َ‫َو َي ْن َه ْون‬
‫ع ِن‬
‫ع ِزيز َح ِكيم‬ َ ‫َّللا‬ ‫ن‬ِ ۗ ‫َّللا‬ ‫م‬ ‫ه‬
ُ ‫م‬ُ ‫ح‬
َ ‫ر‬
ْ ‫ي‬
َ ‫س‬
َ ‫ك‬ َ ‫ئ‬
ِ َ ‫ل‬َٰ ‫سولَهُ ۚ أُو‬
ُ ‫َو َر‬
َ ِ ُ ُ
Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan,
sebahagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi
sebahagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan)
yang ma'ruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan
shalat, menunaikan zakat dan mereka taat pada Allah dan
Rasul-Nya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah;
sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.
QS. 9 : 72
Tak ada manusia yang lepas dari kesalahan. Karena pada
dasarnya manusia adalah tempatnya salah dan lupa. Namun,
sebaik-baik manusia yang berbuat salah adalah yang segera
menyadari, meminta maaf, menerima maaf, dan bertaubat.

 “Pintu-pintu Surga dibuka pada hari Senin dan Kamis.


Ampunan Ilahi dilimpahkan kepada setiap hamba yang
tidak menyekutukan Allah dengan sesuatu, kecuali
yang menyimpan dendam kepada saudaranya. Tentang
mereka dikatakan: Tunggu, tunggu, tunggu, sampai
mereka berbaikan.” (HR Muslim)
Anjuran Saling Mencintai diantara Mukmin
Telah menceritakan kepada kami [Abu Nu'aim] telah menceritakan kepada kami
[Zakariya`] dari ['Amir] dia berkata; saya mendengar [An Nu'man bin Basyir] berkata;
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Kamu akan melihat orang-orang
mukmin dalam hal saling mengasihi, mencintai, dan menyayangi bagaikan satu
tubuh. Apabila ada salah satu anggota tubuh yang sakit, maka seluruh tubuhnya akan
ikut terjaga dan panas (turut merasakan sakitnya).“ Hadits Bukhari No. 5552
Telah menceritakan kepada kami [Abu Bakr bin Abu Syaibah] berkata, telah
menceritakan kepada kami [Waki'] dan [Abu Mu'awiyah] dari [Al A'masy] dari [Abu
Shalih] dari [Abu Hurairah] ia berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam
bersabda: "Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, kalian tidak akan masuk
surga hingga kalian beriman, dan kalian tidak akan beriman hingga kalian saling
mencintai. Maukah aku tunjukkan kepada kalian suatu amalan jika kalian amalkan
maka kalian akan saling mencintai? sebarkanlah salam di antara kalian.“Hadits Ibnu
Majah Nomor 67
Telah menceritakan kepadaku Malik dari ['Atha bin Abu Muslim Abdullah Al
Khurasani] berkata, "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Hendaklah
kalian saling berjabat tangan, niscaya maka akan hilanglah kedengkian. Hendaklah
kalian saling memberi hadiah, niscaya akan saling mencintai dan menghilanglah
permusuhan."Hadits Malik No. 1413
Kewajiban mukmin untuk menolong saudaranya yang tertimpa
kesulitan ataupun musibah dapat menguatkan ikatan persaudaraan
sesama muslim, karena persaudaraan muslim itu seperti satu tubuh
jika ada salah satu anggota tubuh yang sakit, maka anggota lainnya
akan merasakan sakit.
Contohnya : membantu saudara kita di Palestina, tetangga yang
kesusahan, saudara kita di Palu, Aceh, Ambon yang mengalami
bencana/musibah.

“Siapa yang melapangkan kesulitan saudaranya dari


kesulitan hidup di dunia ini, Allah akan melapangkan
pula orang itu dari malapetaka hari kiamat. Allah tetap
akan menolong seorang hamba, selama hamba itu sudi
menolong saudaranya. Siapa yang menutup aib (malu)
orang Islam, Allah akan menutupi aib orang itu di dunia
dan akhirat.” (HR Muslim, Abu Daud, Turmidzi).
 Telah menceritakan kepada kami [Qutaibah bin Sa'id]
berkata, telah menceritakan kepada kami [Al Laits] dari
[Uqail] dari [Az Zuhri] dari [Salim] dari [Bapaknya] dari
Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, beliau bersabda:
"Seorang muslim itu saudara bagi muslim lainnya, tidak
boleh menzhalimi atau merendahkannya. Barang siapa
memenuhi kebutuhan saudaranya maka Allah akan
memenuhi kebutuhannya. Dan Barang siapa
membebaskan kesulitan seorang muslim di dunia, maka
Allah akan membebaskan kesulitannya di akhirat. Dan
barangsiapa menutupi aib seorang muslim, maka Allah
akan menutupi aibnya pada hari kiamat."Hadits Abu Daud
Nomor 4248
Sya’faat Mukmin untuk mukmin yang lain
(atas izin Allah)
Sesungguhnya hari keputusan (hari kiamat) itu
adalah waktu yang dijanjikan bagi mereka semuanya, ْ َ‫ِإ َّن َي ْو َم ْالف‬
َ‫ص ِل ِميقَات ُ ُه ْم أ َ ْج َم ِعين‬
(Sesungguhnya hari keputusan itu) yakni hari kiamat adalah hari di mana Allah memutuskan perkara di antara
hamba-hamba-Nya (adalah waktu yang dijanjikan bagi mereka semuanya) untuk menerima azab yang abadi.

yaitu hari yang seorang karib tidak dapat


memberi manfaat kepada karibnya sedikitpun,
َ ‫ع ْن َم ْولًى‬
‫ش ْيئًا َو ََل‬ َ ‫َي ْو َم ََل يُ ْغنِي َم ْولًى‬
dan mereka tidak akan mendapat pertolongan, َ ‫ُه ْم يُ ْن‬
َ‫ص ُرون‬
Yaitu hari yang seorang karib tidak dapat memberi manfaat kepada karibnya) baik karib karena hubungan
kerabat atau karib karena hubungan persahabatan yang dekat. Ia tidak akan dapat membelanya (sedikit pun)
dari azab itu (dan mereka tidak akan mendapat pertolongan) maksudnya tidak dapat dicegah dari azab itu.
Lafal Yauma dalam ayat ini menjadi Badal dari lafal Yaumal Fashli pada ayat sebelumnya.

ُ ‫َّللاُ ۚ ِإنَّهُ ُه َو ْال َع ِز‬


َّ ‫ِإ ََّل َم ْن َر ِح َم‬
kecuali orang yang diberi rahmat oleh Allah.
Sesungguhnya Dialah Yang Maha Perkasa lagi ‫الر ِحي ُم‬
َّ ‫يز‬
Maha Penyayang.

(Kecuali orang yang diberi rahmat oleh Allah) mereka adalah orang-orang mukmin, sebagian dari mereka dapat
memberikan syafaat kepada sebagian lainnya dengan seizin Allah. (Sesungguhnya Dialah Yang Maha Perkasa)
Maha Menang di dalam pembalasan-Nya terhadap orang-orang kafir (lagi Maha Penyayang) terhadap orang-
orang mukmin.
Qs. Ad-Dukhan 40 – 42, Tafsir Jalalayn
 Telah menceritakan kepada kami [Hannad bin As Sari]
berkata, telah menceritakan kepada kami [Abul
Ahwash] dari [Abu Ishaq] dari [Al Harits] dari [Ali] ia
berkata, "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam
bersabda: "Antara muslim dengan muslim yang lain
ada enam kewajiban untuk berbuat baik; memberi
salam jika bertemu, memenuhi undangannya jika
diundang, menjawabnya jika bersin, menjenguknya
jika sakit, mengantar jenazahnya jika meninggal dan
menyukainya sebagaimana ia menyukai dirinya. “
Hadits Ibnu Majah Nomor 1423
 Sikap baik sangka (huznuzhon) tidak berarti kita kehilangan
kewaspadaan terhadap potensi kejahatan seseorang.
 Baik sangka adalah akhlak yang diajarkan oleh Allah Subhanahu
Wata’ala kepada para hamba-Nya.
 Kita dianjurkan untuk berbaik sangka kepada saudara kita. Tidak
mudah terjebak dalam buruk sangka yang bisa mengakibatkan
gangguan dalam hubungan antara sesama kita.

Telah menceritakan kepada kami [Abu ath-Thahir Ahmad bin Amru


bin Abdullah bin Amru bin Sarh al-Mishri] telah mengabarkan kepada
kami [Ibnu Wahab] dari [Amru bin al-Harits] dari [Yazid bin Abu
Habib] dari [Abu al-Khair] bahwa dia mendengar [Abdullah bin Amru
bin al-Ash] keduanya berkata, "Sesungguhnya seorang laki-laki
bertanya kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, "Muslim yang
bagaimana yang paling baik?" Beliau menjawab: "Yaitu seorang Muslim
yang orang lain merasa aman dari gangguan lisan dan tangannya."
Hadits Muslim Nomor 57
 Daripada Abu Darda’ RA bahawa dia mendengar Nabi Muhammad
SAW bersabda yang maksudnya : “ Tidaklah berdoa seorang muslim
terhadap saudaranya secara ghaib (tanpa diketahui oleh saudaranya
itu) melainkan akan berkatalah para malaikat, engkau juga beroleh
yang seumpama dengannya.” (Riwayat Muslim).

• Dan orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Anshar),


mereka berdoa, "Ya Tuhan Kami, ampunilah kami dan saudara-saudara
kami yang telah beriman lebih dahulu dari kami, dan janganlah Engkau
tanamkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang
beriman. Ya Tuhan kami, sungguh, Engkau Maha Penyantun lagi Maha
Penyayang.“ Qs. AL-Hasyr : 10
QS. 30 : 70 -71
‫س ِديدًا‬ َّ ‫َيا أَيُّ َها الَّذِينَ آ َمنُوا اتَّقُوا‬
َ ‫َّللاَ َوقُولُوا قَ ْو ًَل‬
Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu .
kepada Allah dan katakanlah perkataan yang benar,

َّ ِ‫ص ِل ْح لَ ُك ْم أ َ ْع َمالَ ُك ْم َو َي ْغ ِف ْر لَ ُك ْم ذُنُو َب ُك ْم ۗ َو َم ْن يُ ِطع‬


َ‫َّللا‬ ْ ُ‫ي‬
.‫َو َر ُسولَهُ فَقَ ْد فَازَ فَ ْو ًزا َع ِظي ًما‬
niscaya Allah memperbaiki bagimu amalan-amalanmu
dan mengampuni bagimu dosa-dosamu. Dan
barangsiapa mentaati Allah dan Rasul-Nya, maka
sesungguhnya ia telah mendapat kemenangan yang
besar.
َّ ‫ف َيأ ْ ِتي‬
‫َّللاُ ِبقَ ْو ٍم‬ َ ‫س ْو‬َ َ‫ع ْن ِدي ِن ِه ف‬ َ ‫ َيا أَيُّ َها الَّذِينَ آ َمنُوا َم ْن َي ْرتَدَّ ِم ْن ُك ْم‬
َ‫علَى ْال َكافِ ِرين‬ َ ٍ‫علَى ْال ُمؤْ ِمنِينَ أ َ ِع َّزة‬ َ ‫يُ ِحبُّ ُه ْم َويُ ِحبُّونَهُ أ َ ِذلَّ ٍة‬
َّ ‫ض ُل‬
ِ‫َّللا‬ ْ َ‫َّللاِ َو ََل يَ َخافُونَ لَ ْو َمةَ ََلئِ ٍم ۚ ٰذَ ِل َك ف‬ َّ ‫س ِبي ِل‬ َ ‫يُ َجا ِهدُونَ فِي‬
‫ع ِلي ٌم‬
َ ‫َّللاُ َوا ِس ٌع‬َّ ‫يُؤْ ِتي ِه َم ْن َيشَا ُء ۚ َو‬
 Hai orang-orang yang beriman, barangsiapa di antara
kamu yang murtad dari agamanya, maka kelak Allah akan
mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka
dan merekapun mencintai-Nya, yang bersikap lemah
lembut terhadap orang yang mukmin, yang bersikap keras
terhadap orang-orang kafir, yang berjihad dijalan Allah,
dan yang tidak takut kepada celaan orang yang suka
mencela. Itulah karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa
yang dikehendaki-Nya, dan Allah Maha Luas (pemberian-
Nya), lagi Maha Mengetahui. Qs. Al-Ma'idah : 54
HADITS KETIGA BELAS- Hadist Arbain (Imam Nawawi)

ُ‫صلَّى هللا‬ َ ِ‫س ْو ِل هللا‬ ُ ‫ خَا ِد ُم َر‬،ُ‫ع ْنه‬


َ ُ‫ي هللا‬ َ ‫ض‬ ْ ‫ع ْن أ َ ِبي َح ْمزَ ة َ أَن‬
ِ ‫َس ب ِْن َما ِلكٍ َر‬ َ
َّ ‫ َلَ يُؤْ ِم ُن أ َ َحدُ ُك ْم َحتَّى يُ ِح‬: ‫سلَّ َم قَا َل‬
‫ب‬ َ ُ‫صلَّى هللا‬
َ ‫علَ ْي ِه َو‬ َ ِ ‫ع ِن النَّ ِبي‬ َ ‫سلَّ َم‬
َ ‫علَ ْي ِه َو‬
َ
]‫ب ِلنَ ْفسِه [رواه البخاري ومسلم‬ ُّ ‫ْل َ ِخ ْي ِه َما يُ ِح‬
Terjemah hadits :
Dari Abu Hamzah, Anas bin Malik radiallahuanhu, pembantu Rasulullah
Shallallahu’alaihi wasallam dari Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam, beliau
bersabda: Tidak beriman salah seorang diantara kamu hingga dia mencintai
saudaranya sebagaimana dia mencintai dirinya sendiri.
(Riwayat Bukhori dan Muslim)

Pelajaran yang terdapat dalam hadits / : ‫الفوائد من الحديث‬


1. Seorang mu’min dengan mu’min yang lainnya bagaikan satu jiwa, jika dia
mencintai saudaranya maka seakan-akan dia mencintai dirinya sendiri.
2. Menjauhkan perbuatan hasad (dengki) dan bahwa hal tersebut bertentangan
dengan kesempurnaan iman.
3. Iman dapat bertambah dan berkurang, bertambah dengan ketaatan dan
berkurang dengan kemaksiatan.
4. Anjuran untuk menyatukan hati.
Telah menceritakan kepada kami [Qutaibah bin Sa'id] dan ['Ali bin
Hujr] keduanya berkata; Telah menceritakan kepada kami [Isma'il]
yaitu Ibnu Ja'far dari [Al A'laa] dari [Bapaknya] dari [Abu Hurairah]
bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pernah bertanya kepada
para sahabat: "Tahukah kalian, siapakah orang yang bangkrut itu?"
Para sahabat menjawab; 'Menurut kami, orang yang bangkrut diantara
kami adalah orang yang tidak memiliki uang dan harta kekayaan.'
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: 'Sesungguhnya
umatku yang bangkrut adalah orang yang pada hari kiamat datang
dengan shalat, puasa, dan zakat, tetapi ia selalu mencaci-maki,
menuduh, dan makan harta orang lain serta membunuh dan
menyakiti orang lain. Setelah itu, pahalanya diambil untuk
diberikan kepada setiap orang dari mereka hingga pahalanya habis,
sementara tuntutan mereka banyak yang belum terpenuhi.
Selanjutnya, sebagian dosa dari setiap orang dari mereka diambil
untuk dibebankan kepada orang tersebut, hingga akhirnya ia
dilemparkan ke neraka.‘ Hadits Muslim Nomor 4678
Hadits 35: Jangan Saling Mendengki | Hadits Arba\'in An Nawawi

Dari Abu Hurairah radhiallahuanhu dia berkata : Rasulullah shollallohu ‘alaihi wa sallam
bersabda : Janganlah kalian saling dengki, saling menipu, saling marah dan saling
memutuskan hubungan. Dan janganlah kalian menjual sesuatu yang telah dijual kepada
orang lain. Jadilah kalian hamba-hamba Allah yang bersaudara. Seorang muslim adalah
saudara bagi muslim yang lainnya, (dia) tidak menzaliminya dan mengabaikannya, tidak
mendustakannya dan tidak menghinanya. Taqwa itu disini (seraya menunjuk dadanya
sebanyak tiga kali). Cukuplah seorang muslim dikatakan buruk jika dia menghina
saudaranya yang muslim. Setiap muslim atas muslim yang lain; haram darahnya, hartanya,
dan kehormatannya. (Riwayat Muslim)
Pelajaran yang terdapat dalam hadits / : ‫الفوائد من الحديث‬
1. Larangan untuk saling dengki.
2. Larangan untuk berbuat keji dan menipu dalam urusan jual beli.
3. Diharamkan untuk memutuskan hubungan terhadap muslim. Sebaliknya harus dijaga
persaudaraan dan hak-haknya karena Allah Ta’ala.
4. Islam bukan hanya aqidah dan ibadah saja, tetapi juga didalamnya terdapat urusan
akhlak dan muamalah.
5. Hati merupakan sumber rasa takut kepada Allah Ta’ala.
6. Taqwa merupakan barometer keutamaan dan timbangan seseorang.
7. Islam memerangi semua akhlak tercela karena hal tersebut berpengaruh negatif dalam
masyarakat Islam.

Anda mungkin juga menyukai