Anda di halaman 1dari 7

1.

Dengue Shock Syndrome (DSS)


2. Definisi
1. Syok pada penyakit DBD yang dikenal dengan Dengue Shock
Syndrome (DSS) merupakan syok hipovolemikyang dapat mengakibatkan
gangguan sirkulasi dan membuat penderita tidak sadar kerena hilangnya
cairan plasma (Harisnal, 2012).Dengue Shock Syndrome (DSS) yaitu
terjadinya kegagalan sirkulasi darah karena plasma darah merembes keluar
dari pembuluh darah yang mengakibatkan darah semakin mengental yang
ditandai dengan denyut nadi yang lemah dan cepat, disertai hipotensi
dengan tanda kulit yang teraba dingin dan lembab serta penderita tampak
gelisah hingga terjadinya syok/renjatan berat (denyut nadi menjadi tidak
teraba, dan tekanan darah tidak terukur)(WHO, 2009) (Kemenkes RI,
2013).
2. DSS terjadi padapenderita DBD derajat III dan IV.Kelainan klinik
yang menunjukkanancaman terjadinya syok adalah hipotermi, nyeri perut,
muntah dan penderita gelisah. Pada DBD derajat III terdapat tanda-tanda
terjadinya syok (DSS), yaitu nadi cepat dan lemah, tekanan darah
menurun, gelisah, sianosis sekitar mulut, kulit teraba dingin dan lembab,
terutama pada ujung hidung, jari tangan dan kaki, sedangkan pada DBD
derajat IV pasien sedang mengalami syok, terjadi penurunan kesadaran,
nadi tidak teraba dan tekanan darah tidak terukur (Setiawati, 2011).
3. Kebocoran plasma merupakan patogenesis utama
menimbulkansyok dan kematian.Kondisi penderita yang berlanjut menjadi
syok akan memburuk secara cepat setelah periode demam 2-7 hari.
Dengue Shock Syndrome (DSS) merupakan kondisi DBD yang
berkembang menjadi lebih parah dan biasanya terjadi pada hari ke 3
hingga ke 7 pada saat suhu tubuh mulai menurun. DSS umumnya dapat
menyebabkan kematian dalam waktu 8-24 jam, apabila tidak ditangani
dengan cepat dan sebaliknya pasien dapat segera sembuh jika dilakukan
terapi untuk mengembalikan cairan tubuh.Masa penyembuhan penderita
DSS dapat terjadi dalam waktu singkat.Walaupun penderita mengalami
syok yang berat, ketika mendapatkan penanganan yang tepat maka
penderita akan membaik dalam waktu 2-3 hari meskipun asites dan efusi
pleura masih ada. Prognosis yang baik ditunjukkan dengan jumlah urine
yang cukup dan kembalinya nafsu makan penderita (Soedarto, 2012).

3. Etiologi
1. Virus dengue, termasuk genus Flavivirus, keluarga flaviridae.
Terdapat 4 serotipe virus yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4.
Keempatnya ditemukan di Indonesia dengan DEN-3 serotipe terbanyak.
Infeksi salah satu serotipe akan menimbulkan antibody terhadap serotipe
yang bersangkutan, sedangkan antibody yang terbentuk terhadap serotype
lain sangat kurang, sehingga tidak dapat memberikan perlindungan yang
memadai terhadap serotipe lain tersebut. Seseorang yang tinggal di daerah
endemis dengue dapat terinfeksi oleh 3 atau 4 serotipe selama hidupnya.
Keempat serotipe virus dengue dapat ditemukan di berbagai daerah di
Indonesia (Nurarif & Kusuma 2015).
4. Virus dengue
1. Virus dengue yang menjadi penyebab penyakit ini termasuk ke
dalam Arbovirus (Arthropodborn virus) group B, tetapi dari empat
tipe yaitu virus dengue tipe 1,2,3 dan 4 keempat tipe virus dengue
tersebut terdapat di Indonesia dan dapat dibedakan satu dari yang
lainnya secara serologis virus dengue yang termasuk dalam genus
flavivirus ini berdiameter 40 nonometer dapat berkembang biak
dengan baik pada berbagai macam kultur jaringan baik yang
berasal dari sel – sel mamalia misalnya sel BHK (Babby Homster
Kidney) maupun sel – sel Arthropoda misalnya sel aedes
Albopictus. (Soedarto, 1990).
5. Vektor
1. Virus dengue serotipe 1, 2, 3, dan 4 yang ditularkan melalui vektor
yaitu nyamuk aedes aegypti, nyamuk aedes albopictus, aedes
polynesiensis dan beberapa spesies lain merupakan vektor yang
kurang berperan.infeksi dengan salah satu serotipe akan
menimbulkan antibodi seumur hidup terhadap serotipe
bersangkutan tetapi tidak ada perlindungan terhadap serotipe jenis
yang lainnya (Arief Mansjoer &Suprohaita; 2000; 420).
2. Nyamuk Aedes Aegypti maupun Aedes Albopictus merupakan
vektor penularan virus dengue dari penderita kepada orang lainnya
melalui gigitannya nyamuk Aedes Aegyeti merupakan vektor
penting di daerah perkotaan (Viban) sedangkan di daerah pedesaan
(rural) kedua nyamuk tersebut berperan dalam penularan. Nyamuk
Aedes berkembang biak pada genangan Air bersih yang terdapat
bejana – bejana yang terdapat di dalam rumah (Aedes Aegypti)
maupun yang terdapat di luar rumah di lubang – lubang pohon di
dalam potongan bambu, dilipatan daun dan genangan air bersih
alami lainnya ( Aedes Albopictus). Nyamuk betina lebih menyukai
menghisap darah korbannya pada siang hari terutama pada waktu
pagi hari dan senja hari. (Soedarto, 1990).
6. Host
1. Jika seseorang mendapat infeksi dengue untuk pertama kalinya
maka ia akan mendapatkan imunisasi yang spesifik tetapi tidak
sempurna, sehingga ia masih mungkin untuk terinfeksi virus
dengue yang sama tipenya maupun virus dengue tipe lainnya.
Dengue Haemoragic Fever (DHF) akan terjadi jika seseorang yang
pernah mendapatkan infeksi virus dengue tipe tertentu
mendapatkan infeksi ulangan untuk kedua kalinya atau lebih
dengan pula terjadi pada bayi yang mendapat infeksi virus dengue
untuk pertama kalinya jika ia telah mendapat imunitas terhadap
dengue dari ibunya melalui plasenta. (Soedarto, 1990).

7. Pathway
a.

8. Manifestasi Klinis
9. Demam dengue
1. Merupakan penyakit demam akut selama 2-7 hari, ditandai dengan
dua atau lebih manifestasi klinis sebagai berikut:
b. Nyeri kepala
c. Nyeri retro-orbital
d. Myalgia atau arthralgia
e. Ruam kulit
f. Manifestasi perdarahan seperti petekie atau uji bending positif
g. Leukopenia
h. Pemeriksaan serologi dengue positif atau ditemukan DD/DBD yang sudah di
konfirmasi pada lokasi dan waktu yang sama

10. Demam berdarah dengue

1. Berdasarkan kriteria WHO 2016 diagnosis DHF ditegakkan bila


semua hal dibawah ini dipenuhi :
11. Demam atau riwayat demam akut antara 2-7 hari, biasanya bersifat bifastik
12. Manifestasi perdarahan yang berupa :
a. Uji tourniquet positif
b. Petekie, ekimosis, atau purpura
c. Perdarahan mukosa (epistaksis, perdarahan gusi), saluran cerna, tempat bekas
suntikan
d. Hematemesis atau melena
13. Trombositopenia <100.00/ul
14. Kebocoran plasma yang ditandai dengan
a. Peningkatan nilai hematokrit > 20% dari nilai baku sesuai umur dan jenis kelamin
b. Penurunan nilai hematokrit > 20% setelah pemberian cairan yang adekuat
15. Tanda kebocoran plasma seperti : hipoproteinemi, asites, efusi pleura
16. Sindrom syok dengue
1. Seluruh kriteria DHF diatas disertai dengan tanda kegagalan
sirkulasi yaitu:
17. Penurunan kesadaran, gelisah
18. Nadi cepat, lemah
19. Hipotensi
20. Tekanan darah turun < 20 mmHg
21. Perfusi perifer menurun
22. Kulit dingin lembab
23. Masalah Keperawatan
24. Hipertermi b/d proses infeksi virus dengue (viremia)
25. Kekurangan volume cairan b/d perpindahan cairan dari intravaskuler ke ekstravaskuler
26. Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d intake in adekuat
27. Resiko syok hipovolemik b/d permeabilitas membran meningkat
28. Resiko cedera (perdarahan) b/d trombisitopenia
29. Resiko perfusi jaringan tidak efektif b/d perdarahan dan syok
30. Resiko pola nafas tidak efektif b/d efusi pleura
31. Tindakan Keperawatan Dengue Shock Syndrome
32. Hipertermi b/d proses infeksi virus dengue (viremia)
1. Tujuan : Suhu tubuh normal kembali setelah mendapatkan
tindakan perawatan.
2. Kriteria hasil : Suhu tubuh antara 36 – 37, membran mukosa basah,
nadi dalam batas normal (80-100 x/mnt), Nyeri otot hilang.
3. Intervensi :
33. Berikan kompres (air biasa / kran).
34. Berikan / anjurkan pasien untuk banyak minum 1500-2000 cc/hari ( sesuai toleransi )
35. Anjurkan keluarga agar mengenakan pakaian yang tipis dan mudah menyerap keringat
pada klien.
36. Observasi intake dan output, tanda vital ( suhu, nadi, tekanan darah ) tiap 3 jam sekali
atau lebih sering.
37. Kolaborasi : pemberian cairan intravena dan pemberian obat antipiretik sesuai program.
38. Kekurangan volume cairan b/d perpindahan cairan dari intravaskuler ke
ekstravaskuler
1. Tujuan : Tidak terjadi devisit voume cairan / Tidak terjadi syok
hipovolemik.
2. Kriteria : Input dan output seimbang, Vital sign dalam batas
normal (TD 100/70 mmHg, N: 80-120x/mnt), Tidak ada tanda presyok,
Akral hangat, Capilarry refill < 3 detik, Pulsasi kuat.
3. Intervensi :
39. Observasi vital sign tiap 3 jam/lebih sering
40. Observasi capillary Refill
41. Observasi intake dan output. Catat jumlah, warna, konsentrasi, BJ urine.
42. Anjurkan untuk minum 1500-2000 ml /hari (sesuai toleransi)
43. Kolaborasi : Pemberian cairan intravena, plasma atau darah.
44. Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d intake in adekuat
1. Tujuan : Tidak terjadi gangguan kebutuhan nutrisi
2. Kriteria : Tidak ada tanda-tanda malnutrisi, tidak terjadi penurunan
berat badan, Nafsu makan meningkat, porsi makanan yang disajikan
mampu dihabiskan klien, mual dan muntah berkurang.
3. Intervensi :
45. Kaji riwayat nutrisi, termasuk makanan yang disukai
46. Observasi dan catat masukan makanan pasien
47. Timbang BB tiap hari (bila memungkinkan )
48. Berikan / Anjurkan pada klien untuk makanan sedikit namun sering dan atau makan
diantara waktu makan
49. Berikan dan Bantu oral hygiene.
50. Hindari makanan yang merangsang (pedas / asam) dan mengandung gas.
51. Jelaskan pada klien dan keluarga tentang penting nutrisi/ makanan bagi proses
penyembuhan.
52. Sajikan makanan dalam keadaan hangat.
53. Anjurkan pada klien untuk menarik nafas dalam jika mual.
54. Kolaborasi dalam pemberian diet lunak dan rendah serat.
55. Observasi porsi makan klien, berat badan dan keluhan klien.
56. Resiko syok hipovolemik b/d permeabilitas membran meningkat
1. Tujuan : Tidak terjadi syok hipovolemik
2. Kriteria : Tanda Vital dalam batas normal
3. Intervensi :
57. Monitor keadaan umum pasien
58. Observasi vital sign setiap 3 jam atau lebih
59. Jelaskan pada pasien dan keluarga tanda perdarahan, dan segera laporkan jika terjadi
perdarahan
60. Kolaborasi : Pemberian cairan intravena
61. Kolaborasi : pemeriksaan : HB, PCV, trombo
62. Resiko cedera (perdarahan) b/d trombisitopenia
1. Tujuan : Tidak terjadi perdarahan selama dalam masa perawatan.
2. Kriteria : TD 100/60 mmHg, N: 80-100x/menit reguler, pulsasi
kuat, tidak ada perdarahan spontan (gusi, hidung, hematemesis dan
melena), trombosit dalam batas normal (150.000/uL).
3. Intervensi :
63. Anjurkan pada klien untuk banyak istirahat tirah baring ( bedrest )
64. Berikan penjelasan kepada klien dan keluarga tentang bahaya yang dapat timbul akibat
dari adanya perdarahan, dan anjurkan untuk segera melaporkan jika ada tanda perdarahan
seperti di gusi, hidung(epistaksis), berak darah (melena), atau muntah darah
(hematemesis).
65. Antisipasi adanya perdarahan : gunakan sikat gigi yang lunak, pelihara kebersihan mulut,
berikan tekanan 5-10 menit setiap selesai ambil darah dan Observasi tanda-tanda
perdarahan serta tanda vital (tekanan darah, nadi, suhu dan pernafasan).
66. Kolaborasi dalam pemeriksaan laboratorium secara berkala (darah lengkap).
67. Monitor tanda-tanda penurunan trombosit yang disertai tanda klinis.
68. Monitor trombosit setiap hari
69. Kolaborasi dalam pemberian transfusi (trombosit concentrate).
1. Ahmad Nor Vikri. 2019. ASUHAN KEPERAWATAN PADA
ANAK DENGAN DENGUE HAEMORHAGIC FEVER ( DHF ) DI
RUMAH SAKIT.
2. Samarinda.
http://repository.poltekkes-kaltim.ac.id/283/1/Untitled.pdf.
3. Ali. 2016. Dasar-Dasar Dokumentasi Keperawatan. Jakarta:
EGC.
4. Asri, Khanitta Nuntaboot, and Pipit Festi Wiliyanarti. 2017.
“Community Social Capital on Fi Ghting Dengue Fever in Suburban
Surabaya , Indonesia : A Qualitative Study.” International Journal of
Nursing Sciences 4(4): 374–77.
5. Candra, Aryu. 2017. “Dengue Hemorrhagic Fever :
Epidemiology , Pathogenesis , and Its Transmission Risk Factors.” 2(2):
110–19.
6. Dinas Kesehatan Kalimantan Timur. 2019. Profil Kesehatan
Provinsi Kalimantan Timur. Kalimantan Timur.

Anda mungkin juga menyukai