Anda di halaman 1dari 40

DASAR-DASAR MERANCANG KONTRAK

1. PEMAHAMAN AKAN LATAR BELAKANG


TRANSAKSI
2. MENGENALI & MEMAHAMI PARA PIHAK
3. MENGENALI & MEMAHAMI OBJEK TRANSAKSI
4. MENYUSUN GARIS BESAR TRANSAKSI
5. MERUMUSKAN POKOK-POKOK KONTRAK
DASAR HUKUM
PEMBUATAN PERJANJIAN JIKA KEEMPAT UNSUR ITU
ATAU KONTRAK TUNDUK DIPENUHI, PASAL 1338
PADA PASAL 1320 KUHPdt MENETAPKAN
KUHPdt BAHWA :
 KESEPAKATAN DARI 1. PERJANJIAN BERLAKU
PARA PIHAK SBG UU BAGI PARA
 KECAKAPAN DARI PEMBUAT
MASING-MASING PIHAK 2. PENGAKHIRAN
PERJANJIAN HANYA
 SUATU HAL TERTENTU DAPAT DILAKUKAN
 SEBAB YANG SAH PERJANJIAN
3. PERJANJIAN HARUS
DITAATI OLEH PARA
PEMBUAT
ISI KONTRAK
 TEMPAT & TANGGAL PENANDATANGANAN KONTRAK
 KOMPARISI : Identifikasi dari para pihak yg mengikatkan diri
dlm suatu kontrak & keabsahan identitas penandatangan
 KAPASITAS PROFESIONAL PARA PIHAK:status dan peranan
 JUDUL KONTRAK DAN OBJEK TRANSAKSI
 HAK DAN KEWAJIBAN PARA PIHAK
 PERNYATAAN DAN JAMINAN
 MASA LAKU KONTRAK
 KEADAAN KAHAR (force majeur)
 CIDERA JANJI
 PERSELISIHAN DAN PENYELESAIAN SENGKETA
SEMBILAN ATURAN PENTING
1. Gunakan kata-kata yang mempunyai arti jelas dan tegas
2. Gunakan suatu perkataan atau istilah hanya dengan satu arti
secara konsisten dalam keseluruhan kontrak
3. Usahakan agar ketentuan-ketentuan dari kontrak
dirumuskan sebagai kalimat-kalimat yang lengkap (memiliki
unsur subjek-predikat-objek)
4. Ketentuan-ketentuan dalam kontrak yang bersifat mengikat
haruslah dirumuskan dalam kalimat-kalimat yang jelas tata
bahasanya
5. Buatlah ketentuan yang logis dan efisien
6. Gunakan ungkapan-ungkapan yang
ekonomis (singkat)
7. Jangan sepelekan tanda baca
8. Aneka ketentuan kontrak harus
menempati susunan yang teratur
9. Jangan sekali kali tergesa gesa
NEGOSIASI KONTRAK
Negosiasi adalah proses untuk menyerahkan dan
mempertimbangkan penawaran-penawaran
sampai suatu penawaran diterima.
Sasaran negosiasi kontrak : mencapai kesepakatan.
Negosiasi kontrak bisa mempunyai 2 macam sifat :
 Sifat positif
 Sifat negatif
 Suatu negosiasi kontrak mempunyai sifat
“positif” jika para pelaku negosiasi hendak
mencapai suatu kontrak yg bersifat kerja
sama. Jadi, sifat positif itu diperoleh dari
maksud orang untuk memulai sesuatu
yang baru dan menghasilkan sesuatu yang
bermanfaat
 Suatu negosiasi mempunyai sifat “negatif”
jika para pelaku negosiasi hendak
mencapai suatu perdamaian. Suatu
negosiasi untuk mencapai suatu
perdamaian bersifat negatif karena
melalui negosiasi itu orang hendak
mengakhiri sesuatu yang negatif yaitu
perselisihan atau sengketa.
PERSIAPAN DAN PROSES
 Memahami maksud dan atau sikap dasar diri kita
sendiri untuk melakukan negosiasi kontrak: apa
yang hendak anda capai dengan kontrak yang
hendak anda negosiasikan itu?
 Penyiapan materi kontrak: merumuskan tema
pokok, menyiapkan pranaskah kontrak dan
menyusun agenda negosiasi.
TEMPAT DAN WAKTU
Pertemuan dilakukan di suatu TEMPAT
tertentu. Tempat dimana negosiasi
kontrak itu dilangsungkan bisa
mempunyai 2 makna:
1. Makna yang real:”dimana tempat itu”
2. Makna yang metaforis : “tempat siapa itu”
WAKTU untuk melakukan negosiasi juga tidak
boleh diabaikan
KODE ETIK DAN PERILAKU
Pelaku negosiasi kontrak “positif” sebaiknya
bertolak dari sikap yang dikenal dengan
win-win attitude artinya adalah suatu
sikap yang dilandasi oleh itikad bahwa
negosiasi kontrak itu sedapat mungkin
pada akhirnya akan menghasilkan suatu
kontrak yang menguntungkan secara
timbal balik
 Sebaliknya, sikap right or wrong my client
seperti yang sering dipraktekkan oleh para
pengacara yang berperkara di pengadilan
sering tidak dapat dihindarkan pada
pelaku-pelaku negosiasi kontrak yang
bersifat “negatif”
TEKNIK NEGOSIASI LANGSUNG
 Gaya duduk
 Ekspresi wajah
 Cara berbicara
PERJANJIAN BAKU

PRESENTASI KULIAH HUKUM BISNIS


Pada dasarnya perjanjian dibuat:
 Berdasarkan kesepakatan bebas
 Antara dua pihak yang cakap
 Untuk melaksanakan suatu prestasi
tertentu
 Prestasi yang diperkenankan oleh hukum,
kepatutan, kesusilaan, ketertiban umum
dan kebiasaan yang berlaku dalam
masyarakat luas
Namun, adakalanya
 “kedudukan” dari kedua belah pihak dalam
suatu negosiasi tidak seimbang
 Pada akhirnya melahirkan suatu perjanjian
yang “tidak menguntungkan” bagi salah
satu pihak
Dalam praktek dunia usaha,
“keuntungan” kedudukan tersebut sering
diterjemahkan dengan

Pembuatan :
Perjanjian baku
Dan/atau
Klausula baku
Dalam setiap dokumen atau perjanjian yang
dibuat oleh salah satu pihak yang “lebih
dominan” dari pihak lainnya
Dikatakan bersifat “baku” karena, baik
perjanjian maupun klausula tersebut

Tidak dapat
Dan
Tidak mungkin
Dinegosiasikan atau ditawar tawar oleh pihak
lainnya.
Take it or Leave it
PENGERTIAN
PERJANJIAN BAKU
 MARIAM DARUS BADRULZAMAN Perjanjian
yang isinya dibakukan dan dituangkan dalam
bentuk formulir
 LENHOFF Perjanjian yang
bentuknya tertulis berupa formulir yang isinya
telah distandarisasi secara sepihak oleh produsen
serta bersifat massal tanpa mempertimbangkan
perbadaan kondisi yang dimiliki konsumen
PENGGUNAAN PERJANJIAN BAKU
DALAM PRAKTEK HUKUM DI IND
 Menuntut kecepatan, efisiensi, kepraktisan
di segala bidang terutama di dunia usaha.
 Tanpa mengabaikan kepastian hukum,
maka dunia usaha/bisnis di indonesia
banyak menggunakan perjanjian baku.
KETENTUAN PENCANTUMAN
KLAUSULA BAKU
UU Perlindungan Konsumen, merumuskan
klausula baku sebagai:
“setiap aturan atau ketentuan dan syarat
syarat yang telah ditetapkan terlebih
dahulu secara sepihak oleh pelaku usaha
yang dituangkan dalam suatu dokumen
dan/atau perjanjian yang mengikat dan
wajib dipenuhi oleh konsumen”
Dalam UUPK mengenai ketentuan baku diatur
dalam bab V, yaitu pasal 18, yang secara
prinsip mengatur
Dua macam larangan yang diberlakukan bagi
pelaku usaha yang mencantumkan
klausula baku dalam perjanjian yang
dibuat olehnya
 Pasal 18(1) mengatur larangan
pencantuman klausula baku;
 Pasal 18(2) mengatur “bentuk” atau format,
serta penulisan perjanjian baku yang
dilarang
Pasal 18(1) menyatakan bahwa para pelaku usaha
dalam menawarkan barang dan/atau jasa yang
ditujukan untuk diperdagangkan
Dilarang membuat atau mencantumkan klausula
baku pada setiap dokumen dan/atau perjanjian
dimana klausula baku tersebut akan
mengakibatkan:
a. Pengalihan tanggung jawab pelaku usaha;
b. Menyatakan bahwa pelaku usaha berhak
menolak menyerahkan kembali barang yang
dibeli konsumen;
c. Menyatakan bahwa pelaku usaha berhak
menolak menyerahkan kembali uang yang
dibayarkan atas barang dan/atau jasa yang dibeli
oleh konsumen; dll
Pasal 18(2) dijelaskan bahwa

Pelaku usaha dilarang : mencantumkan


klausula baku yang letak atau
bentuknya sulit terlihat atau tidak
dapat dibaca secara jelas, atau yang
pengungkapannya sulit dimengerti.
Sebagai konsekuensi atas pelanggaran pasal
18(1),(2) Pasal 18(3) UUPK menyatakan

BATAL DEMI HUKUM

Pada setiap klausula baku yang telah


ditetapkan oleh pelaku usaha pada setiap
dokumen atau perjanjian yang dibuatnya.
Hal ini merupakan penegasan kembali
akan sifat
KEBEBASAN BERKONTRAK
Yang diatur dalam pasal 1320 KUHPerdata
Dengan kata lain
Mewajibkan pelaku usaha untuk
menyesuaikan klausula baku yang
bertentangan dengan UUPK
Pada prinsipnya UUPK
Tidak melarang pelaku usaha untuk membuat
perjanjian baku yang memuat klausula
baku atas setiap dokumen dan/atau
perjanjian transaksi usaha perdagangan
sepanjang tidak mencantumkan ketentuan
yang dilarang dalam pasal 18(1) serta
tidak berbentuk sebagaimana dilarang
dalam pasal 18(2) UUPK tersebut
OBSERVASI KASAR TENTANG
PENGGUNAAN PERJANJIAN BAKU
Bidang perdagangan
 Perdagangan umum
 Eksport-import
 Perbankan dan keuangan
 Peransuransian
Bidang pelayanan jasa
 Transportasi
 Akomodasi (hotel,restauran,hiburan)
 Perbengkelan
 komunikasi
TANGGUNG JAWAB HUKUM
PELAKU USAHA
 Ada tidaknya suatu kerugian yang diderita
oleh suatu pihak (dalam hal hubungan
konsumen – pelaku usaha)
 Dari penggunaan, pemanfaatan, serta
pemakaian oleh konsumen
 Atas barang dan/atau jasa yang dihasilkan
oleh pelaku usaha tertentu
Perbuatan yang merugikan tersebut
dapat lahir karena:
 Tidak ditepatinya suatu perjanjian atau
kesepakatan yang telah dibuat
(wanprestasi); atau
 Semata mata lahir karena suatu perbuatan
tersebut (perbuatan melawan hukum)
Pada tindakan yang pertama, sudah terdapat
hubungan hukum antara para pihak

Tindakan yang merugikan ini memberikan


hak kepada pihak yang dirugikan untuk
meminta pembatalan atas perjanjian yang
telah dibuat beserta biaya, bunga, dan
kerugian yang telah dideritanya
Untuk perbuatan melawan hukum
melahirkan perikatan antara pihak yang
melakukan

Perbuatan melawan hukum dan pihak


terhadap siapa perbuatan melawan
tersebut dilakukan.
Jadi
Perikatan lahir pada saat perbuatan yang
melawan hukum itu dilakukan
Jika dikaitkan dengan
“Perjanjian Baku”
Dapat diketahui bahwa antara pelaku usaha
yang memperdagangkan barang dan/atau
jasanya dengan konsumen
Terdapat suatu
hubungan hukum perjanjian
Yang demi hukum, terjadi pada saat
transaksi“jual beli”
Barangdan/jasa tersebut dilaksanakan
Hal ini berarti, setiap pelanggaran yang
dilakukan oleh pelaku usaha

 Yang menebitkan kerugian


 Kepada konsumen
Merupakan pelanggaran atas prestasi pelaku
usaha yang telah diperjanjikan
sebelumnya kepada konsumen
Dalam hal ini, konsumen berhak:
 Meminta ganti rugi
 Yang diderita konsumen
PRODUCT LIABILITY
Mengenai Pembuktian
Pasal 1865 KUHPerdata menyatakan bahwa setiap
pihak yang mendalilkan adanya sesuatu hak
(dalam hal ini, konsumen sebagai pihak yang
dirugikan), maka pihak konsumen harus dapat
membuktikan bahwa:
1. Konsumen secara aktual telah mengalami
kerugian
2. Konsumen harus membuktikan bahwa kerugian
tsb akibat dari penggunaan barang dan/atau jasa
ttt secara tidak layak
m

3. Bahwa ketidaklayakan dari penggunaan barang


dan/atau jasa tersebut merupakan tanggung
jawab dari pelaku usaha tertentu;
4. Konsumen tidak “berkontribusi”, baik secara
langsung maupun tidak langsung atas kerugian
yang dideritanya tersebut
beban pembuktian mengenai kesalahan terletak
pada pihak konsumen tentu saja tidak
mempermudah usaha konsumen dalam
mengajukan gugatan hukum kepada pelaku
usaha dalam proses peradilan
Konsep Product Liability
 Kewajiban pembuktian tersebut “dibalikkan”
menjadi beban dan tanggung jawab dari pelaku
usaha sepenuhnya.
 Selama pelaku usaha tidak dapat membutikan
bahwa kesalahan tersebut bukan merupakan
kesalahan yang terletak pada pihaknya
 Maka, demi hukum pelaku usaha bertanggung
jawab dan wajib mengganti kerugian yang
diderita tersebut
PENYELESAIAN SENGKETA/
PERSELISIHAN
 PENGADILAN NEGERI DAERAH HUKUM
KEDUDUKAN KONSUMEN
 BADAN PENYELESAIAN SENGKETA
KONSUMEN (BPSK)
adalah lembaga khusus yang dibentuk oleh
pemerintah di tiap tiap Daerah tk II untuk
menyelesaikan sengketa konsumen di luar
pengadilan
BADAN PERLINDUNGAN KONSUMEN
NASIONAL (BPKN)
Tugas
 Memberikan saran dan rekomendasi kepada pemerintah
dalam rangka penyusunan kebijaksanaan di bidang
perlindungan konsumen;
 Melakukan penelitian dan pengkajian terhadap peraturan
perundang undangan yang berlaku di bidang perlndungan
konsumen
 Melakukan penelitian thd barang dan/atau jasa yang
menyangkut keselamatan konsumen
 Menyebarkan informasi melalui media mengenai
perlindungan konsumen dan memasyarakatkan sikap
keberpihakan kepada konsumen
.
 Menerima pengaduan tentang
perlindungan konsumen dari masyarakat,
lembaga perlindungan konsumen swadaya
masyarakat, atau pelaku usaha;
 Melakukan survey yang menyangkut
kebutuhan konsumen

Anda mungkin juga menyukai