Anda di halaman 1dari 1

Dalam proses pembelajaran, masih banyak guru menggunakan pardigma lama, yaitu paradigma ‘guru

menjelaskan dan murid mendengarkan’. Metode pembelajaran semacam ini telah menjadikan pelajaran
membosankan. Ia kemudian tidak memberikan sentuhan emosional karena siswa merasa tidak terlibat
aktif di dalam proses pembelajarannya. Sementara paradigma baru, yaitu paradigma ‘siswa aktif
mengkonstruksi makna dan guru membantu’. Paradigma di atas merupakan dua paradigma dalam
proses belajar-mengajar yang sangat berbeda satu sama lain. Paradigma baru dianggap sulit diterapkan
dan membingungkan guru serta siswa. Untuk itu diperlukan metode yang dipergunakan harus bisa
mengkostruk “ingatan historis”. Alhasil, siswa menjadikan pelajaran hanya sebagai fakta-fakta hafalan
tanpa adanya ketertarikan dan minat untuk memaknainya, juga mampu menggali lebih jauh lagi.

Proses pembelajaran kemudian tak hanya berhenti pada penghafalan saja, siswa bisa aktif dalam
komunikasi dua arah dengan guru untuk mengutarakan pendapatnya mengenai obyek sejarah yang
tengah dipelajari karena sedari awal ia telah merasa menjadi bagian dari proses pembelajaran yang
penuh dengan makna. Agar “ingatan emosional” muncul dan bertahan lama, maka paradigma
pembelajaran harus diubah. Mengubah paradigma yang dianut oleh seorang guru dari paradigma lama
ke paradigma baru, bukan sesuatu hal yang mudah. Hal ini disebabkan karena kebanyakan guru sudah
terbiasa dengan paradigma lama, dan mereka sendiripun pada waktu masih menjadi siswa sudah
terbiasa dengan paradigma tersebut. Sungguh-sungguh diperlukan kemauan dan tekad yang kuat untuk
bisa mengubah paradigma tersebut secara nyata.

Anda mungkin juga menyukai