Anda di halaman 1dari 10

Keluarga Alvaro adalah keluarga kecil yang tinggal di sebuah apartemen di pusat

Kota Krimson. Alvaro memiliki seorang istri bernama Lavina dan dua orang anak yaitu
Delvin dan Ivona. Mereka hidup harmonis rukun dan damai. Alvaro bekerja di sebuah kantor
dan Lavina bertanggung jawab mengurus semua pekerjaan rumah sedangkan Delvin dan
Ivona masih dalam masa pendidikan yang tiap harinya disibukkan dengan banyak tugas.
Masing-masing anggota keluarga Alvaro memiliki kesibukan tersendiri, kadang-kadang
mereka saling acuh tak acuh satu sama lainnya.
Suatu pagi Alvaro bangun dari tidurnya, dia membuka mata melihat ke arah jendela,
setelah itu dia sangat kaget setelah tahu bahwa dia bangun kesiangan. Alvaro lantas bergegas,
dia mulai mengganti pakaiannya dengan seragam kantor dengan buru-buru. Selagi dia
merapikan baju, dia berjalan keluar dari kamarnya lalu ia berpapasan dengan istrinya yang
sedang mencari sesuatu di dalam kulkas dan kemudian bertanya “Hei, jam berapa sekarang”
dan istrinya menjawab “Aku gak tahu karena mati lampu”. Karena percakapan sekaligus
adanya suara bising barang-barang yang saling berbenturan menyebabkan Delvin dan Ivona
pun ikut bangun. Setelah tahu sedang mati lampu, Ivona mencari dimana keberadaan
Handphone miliknya, sampai tak lama kemudian dia menemukannya dibawah bantal dan
setelah dicek ternyata Handphone tersebut mati. Bukan hanya Ivona, Delvin pun berusaha
mencari alat penerangan. Dia mencoba mencari sesuatu yang bisa dipakai agar ruangan tidak
terlalu Gelap. Beberapa saat berlalu, dia pun sampai di kamarnya, Delvin berhasil
menemukan sebuah senter. Tapi sayangnya ketika dia menghidupkan senter itu ternyata
center itu juga mati.
Sebelum berangkat kerja Alvaro menanyakan tentang sarapan kepada Lavina. Lavina
menjawab bahwa dia tidak bisa memasak dikarenakan listrik padam. Alvaro lalu memilih
untuk pergi bersama kedua anaknya. Sesampainya di depan elevator, mereka melihat banyak
sekali kerumunan penghuni apartemen lain yang sedang menunggu elevator nyala namun
setelah ditunggu tetap tidak bisa digunakan. Akhirnya mereka pun terpaksa harus turun
melalui tangga. Detik demi detik pun berputar, Alvaro mempercepat langkahnya melihat
waktu yang sudah semakin mepet. Di perjalanan menuju tempat tujuan, dia terkendala macet
karena lampu lalu lintas yang tidak bisa beroperasi.
Sesampainya di tempat kerja Alvaro kembali mendapat kendala, pintu masuk
otomatis yang akan dilewatinya masih tertutup rapat. Beberapa rekan dan atasannya pun
masih berkumpul disana. Tidak mau menunggu lebih lama, dua orang pekerja mengambil
inisiatif untuk menghancurkan pintu tersebut. Setelah itu mereka semua masuk meski harus
menginjak serpihan kaca dan beraktivitas di ruangan yang gelap. Jaringan di tempat kerja
tidak bisa digunakan dan komputer di kantor mati serta AC yang tidak bisa digunakan
menyebabkan suhu ruangan menjadi pengap.
Di tempat lain, Lavina pergi berbelanja untuk membeli kebutuhan sehari-hari. Di sana
orang-orang mengantri begitu panjang. Komputer tempat kasir untuk membayar tidak bisa
digunakan, seseorang ingin membayar dengan kartu kredit tapi tidak ada mesin yang hidup,
pembayaran harus dilakukan secara tunai. Malampun tiba, seluruh keluarga Alvaro kembali
pulang ke rumah. Seberkas cahaya lilin menyala, mereka berkumpul dan menyantap
hidangan makan malam bersama-sama. Delvin dan Ivona tetap mengerjakan pekerjaan di
rumah sebisa mungkin. Empat belas hari pun berlalu, pemandangan rumah mereka
mengerikan, nampak di wastafel dapur cucian piring kotor menumpuk sebab air keran tidak
keluar, bahan bakar minyak pun sekarang sulit ditemukan.
Alvaro kemudian pergi ke kantor seperti rutinitas sebelumnya, tak disangka bosnya
menginstruksikannya untuk kembali dan meliburkan semua karyawan sampai ditemukan titik
terang. Di perjalanan pulang, dia kembali bertemu bosnya yang sudah membawa barang
bawaan penuh. Lalu alvaro berkata “Kau mau kemana?” si Bos menjawab “Saya dan
keluarga ingin ke gunung untuk mencari sumber air”. Setelah itu, Alvaro melanjutkan
perjalanannya untuk pulang. Saat dia sampai ditempat parkir ternyata sepeda yang baru saja
dibelinya sedang berusaha dicuri oleh seseorang. Pencuri itu pun gagal dan lari menjauh
darinya.
Sementara itu, sehabis kuliah Delvin berniat mampir ke rumahnya temannya. Dia tak
sengaja melihat teman dan keluarga temannya membawa barang bawaan yang cukup banyak
dalam koper. Sebab sangat penasaran, dia terus mengamati dari kejauhan sembari
bersembunyi dibelakang mobil orang yang terparkir. Di tempat lain Lavina pergi ke suatu
tempat dengan membawa sebuah galon kecil. Dia beserta masyarakat sekitar menemui
Perusahaan Air dan hendak meminta air untuk dipergunakan dalam kehidupan sehari-hari.
Setelah menunggu cukup lama, pengelola perusahaan itu datang lalu mengatakan suatu hal
yang tidak diharapkan. Diumumkan olehnya bahwa semua pompa air mati sehingga air tidak
bisa diberikan. Dia pun menyarankan untuk mengambil ke tempat lain secara manual. Hal itu
membuat orang-orang hanya bisa marah dan kecewa karena telah menunggu terlalu lama
tanpa adanya hasil.
Sebelum Alvaro sampai di apartemennya, dia ingin mengambil sejumlah uang dari
bank, namun sebelum itu dia ingin memastikan terlebih dahulu sepedanya agar tidak dicuri
lagi. Dia memasang rantai untuk mengikat sepedanya pada sebuah tiang. Keadaan bank saat
itu cukup ramai, banyak sekali orang yang ingin menarik uang. Mirisnya, petugas Bank di
sana mengumkan kalau batas pengambilan uang hanya bisa dilakukan dengan jumlah
terbatas. Sontak orang-orang saling menyerobot satu sama lain dan rebutan agar tetap bisa
kebagian mencairkan uang. Seperti pepatah mengatakan “Sudah jatuh tertimpa tangga pula”
ungkapan itu pun harus dialami Alvaro. Nasib malang terus-menerus menghampirinya.
Alvaro yang saat itu membawa dokumen pekerjaannya harus mengalami insiden yang
lumayan menyedihkan. Lembaran-lembaran pekerjannya di kantor berterbangan dan tercecer
karena massa yang sangat panik. Orang-orang saling mendorong satu sama lain tanpa peduli
disekitarnya. Lebih apesnya lagi, tubuh Alvaro terinjak-injak karena berusaha mengumpulkan
kembali dokumennya dari kerumunan sehingga pada akhirnya kecelakaan pun tidak bisa
dihindarkan. Dia mendapat luka dihidungnya, darah keluar dari hidungnya. Dia menghela
napas lalu memisahkan diri ke tempat yang aman.
Beberapa hari telah berlalu keadaan pun semakin mengkhawatirkan. Pusat
perbelanjaan ditutup. Sekolah diliburkan dan seluruh pekerjaan kantoran pun diberhentikan.
Selain itu jalan pun begitu kotor dan tak terawat dengan baik. Tepat sebulan setelahnya,
seluruh penghuni apartemen berkumpul untuk mendiskusikan masalah itu, termasuk juga
keluarga Alvaro. Dirasa sudah tidak nyaman, para penghuni apartemen mulai komplain ke
pengelolanya. Tapi pengelola pertemuan itu berusaha meyakinkan bahwa mereka telah
melakukan yang terbaik untuk mereka. Dipertengahan pembicaraan, mereka tiba-tiba
menyaksikan satu keluarga membawa koper-koper nya pergi dari sana dan tak lama
setelahnya rapat pun berakhir. Alvaro dan Lavina naik ke atas gedung menuju apartemennya.
Lavina sedikit berbincang dengan suaminya itu dia penasaran kenapa tetangganya tidak bisa
hadir menghadiri rapat. Mereka berdua pun mampir sebentar untuk melihat tetangganya.
Tiba-tiba Alvaro melihat ada begitu banyak tamu di rumah tetangganya dan lebih syoknya
lagi mereka menyaksikan sendiri bahwa tetangganya sudah meninggal dunia karena keadaan
yang sudah semakin rumit.
Alvaro mempertimbangkan untuk mengajak istri dan anaknya untuk pindah ke
wilayah Tard yaitu tempat istrinya dilahirkan. Anaknya menentang keputusan Alvaro. Dia
merasa bahwa tempat itu tidak nyaman dan layak untuk ditinggali. Akan tetapi mereka
melihat persediaan makanan dan air minum yang sudah semakin menipis, dengan berat hati
menuruti keinginan ayahnya. Tidak lama setelah mempersiapkan barang bawaan masing-
masing, mereka pun langsung berangkat menuju ke wilayah teresebut. Disebabkan tidak
adanya taksi ataupun transportasi umum yang bisa beroperasi, mau tidak mau Alvaro, istri
dan kedua anaknya itu pergi menggunakan sepeda.
Ketika dalam perjalanan, mereka menjumpai banyak orang yang meninggalkan kota.
Ada pula penjual air yang selalu menawarkan barangnya di setiap tempat. Semakin jauh
semakin mahal pula harga air yang ditawarkan. Akan tetapi Alvaro dan keluarganya tidak
ingin membeli air dengan harga yang selangit. Mereka cerdik dan lebih memilih mencari di
supermarket dengan anggapan akan lebih murah. Setibanya disana faktanya harga sebotol air
itu tetap saja mahal. Lavina pun langsung bernegosiasi agar mendapatkan diskon harga yang
pas agar bisa membeli banyak air untuk dijadikan bekal. Setelah berhasil menawar air dengan
harga yang terjangkau, Alvaro dan keluarganya makan siang sekaligus beristirahat disebuah
taman untuk memulihkan tenaganya sebelum melanjutkan kembali perjalanan. Delvin yang
kala itu tidak ikut makan, dia berkeliling taman seorang diri. Saat dia sedang melihat kolam
air di taman, dia melihat seseorang menangkap ikan dan menjemurnya pada seikat tali yang
digeromboli lalat. Berselang beberapa detik, Ivona datang kesana untuk mencari sebuah toilet
dan melihat tindakan lelaki yang menangkap ikan tadi. Dia merasa jijik begitu pula Delvin.
Tidak lama setelahnya merekapun pergi ke toilet bersamaan, muka Delvin langsung
dipalingkan meski baru saja masuk selangkah ke dalam toilet, malah saking baunya dan
kotornya toilet itu, Ivona langsung lari sambil menunjukkan ekspresi mau muntah. Karena
gak bisa menggunakan toilet itu, Ivona pun dengan sangat terpaksa harus buang air
sembarangan di dekat taman.
Alvaro dan keluarga mencari sebuah penginapan untuk bermalam. Mereka pun
menyewa sebuah kamar meski harganya mahal dan tanpa ada fasilitas air. Di kegelapan
malam mereka pun terlelap dalam tidurnya. Keesokan harinya, Delvin dan Ivona pergi
mencari sesuatu ke sebuah toko, di dalam toko Delvin menemukan sebuah peta. Dia pun
mengecek jarak dari tempatnya berada sekarang ke wilayah Tard. Setelah dia membacanya
dengan baik ternyata butuh waktu beberapa bulan untuk sampai ke sana. Sementara itu,
Alvaro dan istrinya yang sedang mencari info sekaligus kebutuhan hidup malah mendapat
musibah. Sepeda yang ditinggal Alvaro sebentar tiba-tiba menghilang, menyisakan
keranjangnya saja. Tak ada yang bisa diperbuat oleh mereka. Dengan pasrah, Alvaro dan
Lavina mengikhlaskannya saja. Sedikit beruntung mereka menemukan sebuah kedai nasi.
Kedai itu melakukan jasa pertukaran minuman atau makanan. Banyak sekali orang-orang
yang tertarik untuk menukarkan barang kesayangannya seperti jam tangan Rolex atau barang
bermerk terkenal lainnya yang akan ditukarkan demi sebuah sekantong beras. Tapi sayang
pemiliknya malah marah dan kesal jika terus ditawari dengan barang-barang yang tak bisa
dikonsumsi. Setelah semua orang pergi, Alvaro dan istrinya bisa mendekati si Ibu pemilik
kedai. Alvaro mengatakan dia ingin membeli sepeda tua Ibu itu. Ibu pemilik kedai itu
bertanya “Apa yang kalian punya?” lalu Lavina mengosongkan sebotol air putih dan 2 botol
minuman soda dari tasnya. Pertukaran pun resmi dilakukan. Walaupun sudah tua dan agak
rusak, Alvaro dan Lavina tetap membelinya.
Bermodalkan sebuah peta yang didapati Delvin kala itu, Alvaro memimpin seluruh
keluarganya untuk mencari jalan. Perjalanan pun sedikit membingungkan akan tetapi selalu
ada jejak orang yang dijumpai oleh mereka. Haripun menjelang sore, Alvaro dan keluarga
memutuskan untuk beristirahat kembali di sebuah semak. Disana mereka mengobrol dengan
sepasang suami-istri kemudian Alvaro menanyakan pada mereka “Kemana kalian akan
pergi?” dan mereka menjawab bahwa keduanya akan pergi ke wilayah Coksu. Dari kabar
yang mereka peroleh, di wilayah Coksu diyakini tidak terjadi mati lampu. Mereka pun
mendapatkan ketenangan, sedikit terhibur dan berharap bahwa tempat yang mereka tuju pun
tidak terjadi pemadaman. Karena banyaknya cairan tubuh yang terkuras membuat Delvin
menjadi merasa dahaga. Ia meminum air yang dibekalnya di depan mereka. Tak lama istri
dari si lelaki melihat dan meminta sebotol air, dia pun rela jika harus membelinya. Dengan
tegas Alvaro membalas permohonannya itu dan berkata “Maaf kami hanya bisa melakukan
pertukaran dengan makanan saja dan kami hanya punya sebotol air.”
Menit demi menit pun berlalu malam pun datang. Mereka berempat tidur bersama di
atas sebuah kasur tipis yang sudah dipersiapkan sebelumnya. Angin malam yang dingin
membuat Alvaro tidak kuat kedinginan, ia menarik selimut sehingga Delvin lah yang
kedinginan dan tak sengaja bangun. Delvin dan Alvaro mendapati seseorang yang telah
menggeledah tas mereka. Mereka pun kaget, si pencuri itu pun langsung berlari kencang
menuju jalan tol sedangkan Delvin malah kebingungan. Dia blank dan tak tau harus berbuat
apa. Alvaro pun langsung menyuruh Delvin mengambil balik airnya lagi dari si pencuri.
Dalam kegelapan malam, Delvin mencoba mengejar si pencuri sekuat tenaga. Pada akhirnya
dia dapat menemukan tempat persembunyiannya dan diduga ternyata air yang dicurinya itu
yang diberikan pada bayi mereka. Karena hal itu, Delvin menjadi iba dan tak tega untuk
merebutnya kembali sehingga dia memutuskan untuk membiarkan pencuri itu lepas.
Keesokan paginya Alvaro dan keluarga kembali melanjutkan perjalanan. Mereka pun
mulai mengayuh sepedanya masing-masing. Beberapa saat kemudian mereka melihat empat
orang nenek menunggu di depan lorong jalan utama yang gelap gulita. Nenek tua itu berkata
“Saya akan mengantarmu keluar dari lorong jika berkenan memberikan seliter beras atau
sebotol air.” Setelah melihat lorong yang kelihatannya lurus dan nampak mudah untuk
dilewati, Alvaro tidak menanggapi tawaran nenek itu dan mengajak keluarganya untuk
langsung masuk ke dalam. Tidak semudah yang dibayangkan Alvaro dan keluarganya justru
tersesat dan kembali lagi untuk meminta pertolongan dari nenek itu. Setelah melewati lorong,
mereka pun beristirahat sejenak di tepi sungai untuk melemaskan kaki.
Hujan turun sangat deras disertai badai yang kencang sehingga mengharuskan mereka
menunda perjalanannya. Mereka pun menunggu hujan itu reda di bawah jalan flyover. Tubuh
Ivona secara reflek gemetar karena kedinginan, begitu juga dengan yang lainnya. Baju
mereka basah kuyup sehingga hal itu membuat suhu badan mereka semakin mendingin.
Semakin lama badai itu pun semakin menggila dan mampu memporak-porandakan sepeda
mereka. Datang di momen yang tidak pas, Alvaro merasa sakit perut. Dia tidak bisa
menahannya lagi. Tak peduli walau badai kencang masih berlangsung, dia tetap pergi ke
semak-semak untuk BAB. Setelah hujan reda hampir seluruh barang-barang mereka hancur
termasuk kacamata Lavina yang retak dan terjadinya beberapa kerusakan pada sepeda
mereka. Kemudian merekapun pergi, Ivona dan Delvin mencari bahan-bahan makanan di
toko. Sedangkan Alvaro dan istrinya bertugas menyalakan api untuk memasak dan
menghangatkan tubuh. Di toko Ivona dan Delvin tidak bisa menemukan makanan meski
sudah dicari kemana-mana. Agar tidak pulang dengan tangan kosong Delvin dan Ivona
membawa makanan kucing dan suplemen baterai aki. Setelah kembali dari toko, Delvin
mengambil cover handphonenya untuk ditambalkan pada ban sepedanya. Sadar tidak ada
manfaat, Delvin membuang handphonenya yang mati secara sembarangan.
Sebulan pun berlalu, mereka masih harus berjuang menuju wilayah Tard. Hujan yang
deras tidak bisa menghentikan semangat mereka. Di jalan mereka melihat ada sekelompok
komunitas pesepeda yang sedang bersandar santai sembari menikmati makanan dan
minuman. Delvin lalu bertanya pada mereka “Bagaimana bisa kalian mendapatkan air
minum?” Seseorang dari mereka menjawab bahwa air dapat diperoleh di bawah batu
merembes yang keluar. Dia menegaskan sekali lagi bahwa air itupun bersih dan sehat
sehingga layak untuk diminum. Terbukti dari beberapa lumut yang tumbuh disekitarnya.
Sedangkan seseorang perempuan di komunitas pesepeda itu memberitahukan pada Lavina
dan Ivona tentang bagaimana cara mereka bisa mendapat makan. Perempuan itu
menunjukkan ke arah tanaman yang seperti sawi lalu mengatakan bahwa dengan keadaan
darurat, tanaman ini bisa dikonsumsi meski rasanya kurang enak akan tetapi memiliki gizi
dan tentunya bisa mengenyangkan perut yang keroncongan. Setelah memetik beberapa
tumbuhan yang dimaksud mereka melihat seseorang memegang kamera, Ivona menjadi
penasaran dan bertanya padanya “Kamu bawa kamera? Apa itu berfungsi dengan baik?” Lalu
si pria itu pun menyahut “Ya, tentu. Ini adalah kamera digital jadi tidak membutuhkan energi
listrik.” Lalu setelahnya, Ivona pun memintanya untuk mengambil foto mereka. Si pria
mengatakan dia tidak tahu bagaimana pasti kapan foto tersebut bisa dicetak.
Merekapun pergi dengan komunitas pesepeda dan berpisah sebelum sampai di
wilayah Coksu. Tak lama kemudian Alvaro beserta keluarganya pun mencapai wilayah
Coksu. Wilayah Coksu yang sering dibicarakan oleh orang-orang dan layak untuk ditempati
ternyata tidak berbeda jauh dengan kondisi wilayah Krimson. Sampah bergeletakan di jalanan
dan toko-toko pun tutup. Begitu juga listrik yang masih padam. Mengetahui hal ini membuat
Ivona begitu tertekan. Dia sangat kesal, pakaiannya kotor, rambutnya acak-acakan, badannya
pun gatal dan disertai bau sebab sudah lama dia belum mandi. Dia pun putus asa
menyalahkan ayahnya sendiri. Hal demikian dirasakan oleh Lavina dan Delvin yang ikut-
ikutan menyesali keputusan ayahnya. Berjalan dari sana, mereka melihat ada acara amal yang
membagikan makanan secara gratis. Banyak orang-orang terlihat begitu senang menyantap
hidangan yang bermacam-macam seperti kepiting, ikan dan lain-lain. Dengan sigap Alvaro
dan yang lainnya ikut mengantri untuk meminta bagian. Malangnya pas giliran mereka
seluruh makanan telah habis tak tersisa. Alvaro pun memohon dengan sangat kepada
penyelenggara acara itu agar diberikan sedikit makanan saja untuk anak-anaknya. Dia
bersujud sembari menangis tanpa daya. Tapi apa daya tidak ada hal yang bisa dilakukan si
penyelenggara. Dia pun pergi meninggalkan Alvaro. Alvaro begitu bersedih dan menangis
karena kelemahannya itu. Dia berpikir bahwa dia tidak becus memberi makanan untuk anak-
anaknya.
Beberapa tempat pun terlewati, Alvaro dan yang lainnya sangat kelaparan. Stok
makanan mereka telah ludes dan tak punya apa-apa, merekapun duduk di pesawahan yang
kering. Saking laparnya Alvaro, ulat yang tepat ada di depan matanya pun hampir disantap
tetapi sebelum itu terjadi dia mendengar suara babi dan ternyata benar ada seekor babi di
sawah. Tanpa pikir panjang Alvaro langsung memburu hewan tersebut dibantu Lavina dan
Delvin. Setelah melalui banyak perjuangan pada akhirnya Alvaro berhasil menangkap babi
itu. Lalu Alvaro mempersiapkan pisau ditangannya. Dia mencoba untuk menyembelih babi
itu sendiri. Tapi baru saja ia mencoba memenggal kepala si babi, keberaniannya malah
menciut dan mengoper pisaunya ke Lavina. Sedangkan Lavina sadar betul dia tidak akan
mampu melakukan hal itu. Jangankan memotong seekor babi, memotong daging ikan pun dia
tidak bisa melakukannya. Sehingga Lavina pun memberikan pisau tajam itu pada Delvin
yang tepat berada disampingnya. Mulanya Delvin begitu ragu akan tetapi dia tahu
bagaimanapun babi itu harus segera diurus supaya mereka bisa makan. Tiba-tiba datanglah
seorang pria tua berteriak “Woi, apa yang kalian lakukan?” Sepertinya pria tua itupun
langsung mengambil pisau khususnya di dalam saku celana lalu menyembelihnya secepat
kilat. Alvaro dan keluarganya pun diajak mampir ke rumahnya. Di sana tersedia air dalam
sumur. Mereka begitu bahagia dan meminta izin untuk meminumnya. Setelahnya, pria tua itu
menawarkan makanan sebagai imbalan. Karena sudah membantunya menangkap babi yang
kabur dari kandangnya dan kemudian memanfaatkan keadaan mereka untuk membantu
dirinya bekerja sehari-hari. Di mulai menguliti, mencincang, mengasinkan dan mengasapi
babi tangkapan mereka. Pada akhirnya Alvaro dan sekeluarga tinggal seminggu di rumah pria
tua itu. Keseharian mereka memang melelahkan. Mereka harus mencari kayu bakar, mencuci
pakaian, menimba air, mengurus peternakan babi dan sebagainya. Meski demikian itu lebih
baik daripada harus kelaparan ditengah jalan. Seminggu pun telah berlalu, mereka pun
berpamitan kepada pria tua itu. Pria tua yang saat itu hidup seorang diri berpikir bahwa dia
akan merasa kesepian jika mereka pergi. Dia pun menawarkan agar mereka tetap tinggal
disana. Akan tetapi Alvaro menolak secara halus karena mereka sendiri punya tujuan.
Berbekal babi asap di sepeda masing-masing, Alvaro dan keluarganya kembali melanjutkan
perjalanannya.

Tak lama kemudian ketika dalam perjalanan rekam alat tersesat jalannya akan
dilewati buntu dan sungai pusat pun menanti setelah dilihat dengan baik-baik ternyata yang
dibawa Kenji keliru sehingga lokasinya pun tidak sesuai tinggi sungguh marah dan frustasi
sementara Kenji putus asa yuzuki mencoba berfikir kritis dengan alat dan bahan seadanya
Bimo memanfaatkan batang kayu yang ada di sana untuk dijadikan rakit melihat tindakan
ayahnya itu Yui pun membantunya sesuai kemampuan dia mengumpulkan satu persatu botol
plastik yang berserakan untuk digunakan sebagai pelampung langkah pertama yuzuki dan
Kenji menyeberangkan Mitsui dan Yui terlebih dahulu setelah itu keinginan ayahnya kembali
untuk mengambil sepeda saat di pertengahan Sungai nasib buruk pun menimpa mereka tiba-
tiba turun hujan yang sangat lebat aliran airnya tadinya tenang menjadi mengalir kencang
dengan sekuat tenaga mereka membawa sepedanya ke seberang secepat mungkin sayanya
semakin dekat mereka sampai di daratan air sungai Malah semakin membuat tinggi sudah
tidak kuat lagi dan memutuskan untuk menyelamatkan diri sendiri Sementara you juga
menyusul Kenji tapi sungguh sangat disayangkan usahanya tidak berhasil kepala yoshiyuki
tertimpa sparepart seluruh tubuhnya tenggelam dan terbawa arus sungai Kenji Mitsui dan
Gigi pun mencari keberadaan yoshiki mereka mengitari panjangnya sungai yang tak terlihat
ujungnya Hai Tak lama kemudian Kenji mendapati Segenggam rambut yang memperlihatkan
lalu dia memperlihatkannya pada Juli dan Mitsui dalam melihat rambut itu sontak keduanya
menangis karena merasa kehilangan haripun berganti dan memasuki hari ke-94 kepergian
yoshiyuki membuat sistemnya Mitsui begitu depresi dia seringkali terlihat melamun dan
Tertinggal dibelakang Gideon Kenji dan melihat kondisi ibunya itu ya seperti itu Ken gila
lebih memperhatikan ibunya lagi berekspresi kan wajah yang sedih mereka bertiga pun terus
berjalan menyusuri rel Kreta sambil berjalan Kenji membagikan bekal yang ada di tas mitsuai
tiba-tiba ada seekor anjing liar di belakang yay entah Iseng atau Kasihani memberikan
dagingnya itu pada anjing liar yang menghampirinya karena melihat tindakan adiknya yang
ceroboh ini melarang ada memperingatinya dikejauhan Tak lama kemudian masalah lain
muncul segerombolan air anjing liar datang merampas semua dengan disimpannya di tasnya
mitsuai Anjing itu menggigit dan membanting atas yang digendong mitsuai Mitsui terjungkir
dan terjatuh jauhku bawah jurang Kenji dan you langsung turun ke jurang untuk
membantunya dan apa yang terjadi mechs with tidak bisa berdiri kaki dia patah sehingga
Kenji dan juih memapah ibunya itu anjing liar itu masih kelaparan dan terus menekan Kenji
berusaha melindungi ibu dan adiknya itu dengan melemparkan barang-barang yang tersisa di
tas mereka Anjing itu tidak gentar sama sekali sehingga terus mendekati mereka Mitsui dan
kedua anak-anaknya itu pun saling berpegangan satu sama lain Mereka sudah pasrah dengan
apa yang akan terjadi tiba-tiba nasi baik datang tepat pada waktunya dari jauh datang sebuah
kereta anjing-anjing itu pun pergi dan Mitsu Kenji dan Yi pun masuk kedalam kereta ketika
sudah di dalam kereta mereka ditanya oleh seseorang orang yang menolongnya Jadi kalian
bersepeda dari Tokyo Lalu gimana Ayah kalian ujarnya mendengar pertanyaan itu membuat
Widan Genji menangis kemudian diikuti juga oleh Swag dilain tempat Tugu yoshiki
terdampar di tepi pantai dirinya dikerumuni oleh para gagak dan ternyata dia masih hidup
Yosi Gem yoshiyuki kemudian berjalan dengan tubuh yang lemas tak tentu arah lalu saat
sudah tidak kuat dia bersandar pada sebuah mobil dia mengangkat tangannya untuk meminta
tolong waktu dia mencoba bergerak dia tidak bisa mengeluarkan suara sedikitpun Dan diapun
teringat membawa smoke CY dasar penanda dia pun menyalakan alat itu dan keluarlah asap
yang banyak dengan pilih yang kuota sengaja Mitsui melihat kearah luar jendela dan betah
peterband terkejutnya dia setelah melihat yoshiyuki masih bernapas dia benar-benar senang
dan segera menjemput yoshiyuki untuk masuk ke kereta di hari ke-108 yoshiyuki dan
keluarganya sampai di kampung halaman Mitsui Mitsui melihat ia sedang memancing di
pantai dan memanggilnya betah unsur atau 26 hari kemudian dicuek dan yang lainnya pun
mulai terbiasa tinggal di kagoshima yuzuki bekerja sebagai nelayan cwe bertani sedangkan
Yi sedang belajar menenun pada suatu sore menjelang malam tiba-tiba Yusuke dan
masyarakat dilingkungannya dikejutkan dengan suara bel yang menyala tiba-tiba dan jam
yang hidup kembali semua orang pun keluar dari rumahnya dan menyaksikan satu persatu
lampu mereka menyala beberapa hari pun berlalu Setelah semuanya kembali normal
yoshiyuki memutuskan untuk kembali ke Tokyo seluruh jalanan dibersihkan dari sampah-
sampah dan segera segala hal yang lain dan Tokyo pun mulai melakukan pembenahan secara
total ketika mencuri mengantarkan bekal yoshiyuki Dia mendapat sebuah kiriman isinya
adalah foto mereka saat bertemu komunitas sepeda Mereka pun tersenyum dan teringat
kejadian itu akhir cerita yoshiyuki dan keluarnya berkeluarga nyaknya bisa melakukan
rutinitas seperti biasa dan hidup bahagia Hai pesan yang bisa diambil dari film ini membuat
kita sadar bahwa secanggih apapun Teknologi akan tidak berarti tanpa adanya listrik jadi kita
harus bisa hidup tanpa listrik dan belajar hari yang tradisional karena itu akan berarti suatu
saat Oke Shop sampai disini dulu video kali ini Terima kasih sudah mampir di dunia film
sampai jumpa di video-video berikutnya.

Anda mungkin juga menyukai