Anda di halaman 1dari 4

Nama :Fuja Alya

Nim:1915201003

Prodi:S1 Pendidikan Profesi Kebidanan

Mata Kuliah: patofisiologi

Kesimpulan Jurnal

A. Diabetes Melitus Gestasional

 Gangguan toleransi karbohidrat yang mengakibatkan kadar gula darah


meningkat,

 dan pertama kali diketahui pada saat hamil 1–14% dari semua kehamilan
(data di Indonesia:1,9-3,6%)

 Frekuensi DM pada kehamilan maupun DMG yang tidak terdiagnosis 


10-25%
angka kesakitan dan kematian, baik ibu maupun bayi
Factor resiko nya yaitu
1. Usia saat hamil yang lebih tua
2. Kegemukan (Obese/overweight)
3. Kenaikan berat badan yang berlebih pada saat hamil
4. Riwayat DM di keluarga
5. Riwayat DMG pada kehamilan sebelumnya
6. Riwayat stillbirth (kematian bayi dalam kandungan)
7. Glukosuria (kadar gula berlebih dalam urin) saat hamil
8. Riwayat melahirkan bayi dengan kelainan kongenital
9. Riwayat melahirkan bayi besar (>4000 gram)
Diagnosis Diabetes Melitus Gestasional ditegakkan berdasarkan kriteria satu
dari nilai kadar glukosa
darah dibawah ini pada saat dilakukan Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO).
Komplikasi dan Risiko terkait DMG
Pada ibu
• Preeklamsia/ Eklamsia
• Komplikasi proses persalinan
• Risiko DM tipe 2 di kemudian hari
Pada anak
• Makrosomia (ukuran bayi besar)
• Distosia bahu
• Stillbirth
• Kelainan kongenital
• Lahir prematur
• Pertumbuhan janin terhambat
• Hipoglikemia (GD rendah saat lahir)
• Hiperbilirubinemia (kuning setelah lahir)
• Hipokalsemia
• Penerapan pola hidup sehat dari sejak sebelum

a.hamil
1.Pengaturan diet, perbanyak konsumsi serat (sayur & buah-buahan)
2.Selalu aktif, olahraga
b.Penurunan berat badan bila overweight/obese
• Persiapan kehamilan yang baik
c.Usia kehamilan
1.Pemeriksaan GD sebelum hamil
2Menjaga peningkatan berat badan selama hamil

B.Pud (Perdarahan Uterus Disfungsional)

Perdarahan uterus disfungsional (PUD) atau Dysfunctional Uterine Bleeding


adalahperdarahan abnormal yang dapat terjadi di dalam siklus maupun di luar
siklus menstruasi,karena gangguan fungsi mekanisme pengaturan hormone
(hipotalamus-hipofisis-ovarium-endometrium), tanpa kelainan organ. Perdarahan
ini juga didefinisikan sebagai menstruasiyang banyak dan / atau tidak teratur
tanpa adanya patologi pelvik yang diketahui, kehamilan atau gangguan
perdarahan umum.
Diagnosis dibuat setelah diagnosis lainnya disingkirkan (diagnosis
eksklusi).Pemeriksaan abdomen dan pelvis serta kuretase uterus yang adekuat,
histeroskopi atau setidaknya biopsi endometrium sangat penting untuk
menyingkirkan penyakit organik pada uterus. Perdarahan uterus disfungsional
paling sering terjadi pada awal dan akhir masamenstruasi, tetapi dapat terjadi pada
usia manapun.
Tujuan pengobatan adalah untuk mengendalikan perdarahan akut, episode
perdarahandimasa datang, dan mencegah dampak anovulasi yang serius pada
jangka panjang yaitu kanker endometrium. Pengobatan utama adalah terapi medis
meskipun intervensi bedah dibutuhkan pada sebagian kasus. Jika perdarahan
berat, dan / atau berulang, atau pengobatan medis gagal, maka diperlukan evaluasi
ulang. PUD pada remaja disebabkan oleh immaturitas hipothalamus dan pituitary,
dan siklus menstruasi mungkin anovulatorik. Pada gadis remaja, penyakit organik
jarang terjadi dan PUD biasanya membaik secara spontan. Itulah sebabnya
mengapa ditatalaksana secara
konservatif dan kuretase sering ditunda.

Perdarahan uterus disfungsional merupakan salah satu alasan tersering


bagi wanita untukmencari pengobatan medis. Pemeriksaan pasien secara rinci
diperlukan untuk menegakkandiagnosis dengan menyingkirkan penyakit organik.
Saat ini, diagnosis PUD tidak adekuat.Tersedia berbagai modalitas pengobatan
untuk PUD. Pengobatan utama yakni terapi medisdapat menghasilkan pemulihan
simptomatik tetapi keluaran jangka panjangnya tidak menggembirakan. Oleh
karena itu, ahli ginekologi harus selalu memberitahu pasienmengenai seluruh
aspek penatalaksanaan PUD.
C. Keterlambatan Diagnosis Diabetes Mellitus Pada Kehamilan

Prevalensi wanita dengan diagnosis Diabetes Mellitus (DM) meningkat


sepanjang tahunnya termasuk dalam kehamilan. Kami laporkan kasus seorang
wanita 36 tahun dengan persalinan anak pertama yang dikonsultasikan dengan
peningkatan gula darah sesudah persalinan. Dari hasil anamnesa dan pemeriksaan
fisik tidak didapatkan riwayat DM pada pasien dan keluarga yang dapat menjadi
penyebab keterlambatan diagnosis DM pada kehamilan. Anamnesis, observasi
dan hasil pemeriksaan laboratorium mengindikasikan potensi DM yang dimulai
sebelum kehamilan namun tidak dikonfirmasi melalui skrining pemeriksaan gula
darah pada kehamilan. Bayi yang dilahirkan mempunyai berat badan normal
namun sempat mengalami hipoglikemia. Pasien diberikan terapi injeksi insulin
basal dimulai pada dosis 6 iu dan dinaikkan bertahap menjadi 8 iu dan 10 iu,
sesuai dengan hasil evaluasi hingga tujuan terapi tercapai. Kasus ini menunjukkan
pentingnya penggalian riwayat dengan teliti dan skrining DM dalam kehamilan
pada mereka yang berisiko untuk mencegah komplikasi pada janin maupun ibu.

Laporan kasus ini menyajikan kasus DM pada kehamilan darah post


pandrial 209mg/dL. Insulin basal dinaikkan yang terlambat didiagnosis karena
tidak adanya riwayat dosisnya menjadi 8iu dan hasil gula darah evaluasi yang
mendukung diagnosis. Penyulit yang timbul adalah menjadi 127 dan 225mg/dL.
Kemudian dinaikkan 10iu dan hipoglikemi pada bayi yang dilahirkan, dan
kelainan menjadi 125 dan 178 mg/dL. jantung pada ibu. Skrining pada ibu hamil
perlu dilakukan Secara teoritis terapi yang diberikan pada wanita dengan dengan
pemeriksaan tes toleransi glukosa pada usia pre-eksisting DM sama dengan terapi
pada penderita DM kehamilan 20 minggu, untuk mencegah komplikasi pada tipe
2. Dimulai dengan diet, aktivitas, dan obat. ibu dan janin

Anda mungkin juga menyukai