Anda di halaman 1dari 75

LEMBAGA PENDIDIKAN ISLAM

DI INDONESIA
Dessy Maulana
Ufairoh Faiqoh

1
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum wr.wb...
Puji syukur kehadirat Allah SWT karena telah memberikan kesempatan pada
penulis untuk menyelesaikan buku ini. Atas rahmat dan hidayah-Nya lah penulis
dapat menyelesaikan buku yang berjudul Lembaga Pendidikan Islam di Indonesia
tepat waktu.
Buku Pendidikan Islam di Indonesia ini disusun guna memenuhi tugas yang
diberikan oleh Ibu Rini Rahman, M.Ag pada mata kuliah Sejarah Pendidikan Islam di
Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Padang. Selain itu, penulis juga berharap
agar buku ini dapat menambah wawasan bagi pembaca tentang Pendidikan Islam di
Indonesia ini.
Penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada Ibu Rini Rahman,
M.Ag selaku dosen mata kuliah Sejarah Pendidikan Islam. Tugas yang telah
diberikan ini dapat menambah pengetahuan dan wawasan terkait bidang yang
ditekuni penulis. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang
telah membantu proses penyusunan buku ini.
Penulis menyadari bahwa buku ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena
itu, kritik dan saran yang membangun akan penulis terima demi kesempurnaan buku
ini dan untuk pembuatan buku selanjutnya.

[tempat, tanggal pembuatan buku]

Penulis

DAFTAR ISI

2
KATA PENGANTAR...........................................................................................................................

BAB I .......................................................................................................................
A. KONSEP PENDIDIKAN DAN LEMBAGA PENDIDIKAN…………......….
BAB II........................................................................................................................
B. SEJARAH MUNCULNYA PENDIDIKAN ISLAM DI INDONESIA……...
BAB III.......................................................................................................................
C. MACAM-MACAM LEMBAGA PENDIDIKAN ISLAM DI
INDONESIA…….....................................................................................................
BAB IV.....................................................................................................................
D. FUNGSI PENDIDIKAN ISLAM DI INDONESIA…………...................…
BAB V.......................................................................................................................
E. TUJUAN PENDIDIKAN ISLAM DI INDONESIA……….........………….
BAB VI....................................................................................................................
F. MANFAAT DAN PERAN LEMBAGA PENDIDIKAN ISLAM UNTUK
ANAK DI INDONESIA…..........................................................………………..
PENUTUP.............................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................

BAB I
A. KONSEP PENDIDIKAN DAN LEMBAGA PENDIDIKAN

3
Pendidikan merupakan kebutuhan pokok setiap Individu. Oleh karena itu
pentingnya pendidikan, pemerintah mewajibkan pendidikan setidaknya selama 9
tahun dan disarankan lebih dari itu. Sekilas kita dapat membedakan bagaimana cara
bersikap dan cara berpikir antara mereka yang berpendidikan dan yang tidak tuntas
dari segi pendidikannya.
Pendidikan adalah hal yang penting untuk kemajuan suatu bangsa ,untuk menjadi
bangsa yang maju tentu merupakan cita-cita setiap negara di dunia.pendidikan
merupakan proses melahirkan generasi penerus yang berkualitas.Indonesia adalah
salah satu negara berkembang yang masih mempunyai masalah dalam dunia
pendidikan.
Pendidikan adalah mengikuti kegiatan proses pembelajaran untuk memperoleh
pengetahuan dan keterampilan. Peserta didik sekaligus mengikuti kebiasaan dari
sekumpulan manusia dari satu generasi ke generasi yang lain dengan melalui proses
pengajaran oleh Guru, pelatihan dan juga penelitian. Adapun definisi lain dari
pendidikan adalah usaha yang disengaja dan dilakukan secara sistematis agar suasana
belajar kondusif sehingga peserta didik bisa mengembangkan bakat dan kemampuan
dirinya dengan lebih maksimal lagi.
Lembaga menurut kamus besar bahasa Indonesia adalah bakal dari sesuatu, asal
mula yang akan menjadi sesuatu, bakal, bentuk, wujud, rupa, acuan, ikatan, badan
atau organisasi yang mempunyai tujuan jelas terutama dalam bidang keilmuan.
Menurut ensiklopedi Indonesia, lembaga pendidikan yaitu suatu wadah pendidikan
yang dikelola demi mencapai hasil pendidikan yang diinginkan.
Menurut Pius Partanto, M. Dahlan Al Barry ”lembaga adalah badanatau yayasan
yang bergerak dalam bidang penyelenggaraan pendidikan,kemasyarakatan dan
sebagainya”.
Menurut Muhaimin ”lembaga pendidikan Islam adalah suatu bentukorganisasi
yang mempunyai pola-pola tertentu dalam memerankanfungsinya, serta mempunyai
struktur tersendiri yang dapat mengikatindividu yang berada dalam naungannya,
sehingga lembaga ini mempunyaikekuatan hukum sendiri”.

4
Selain itu pengertian Pendidikan Menurut Para Ahli, maka kita dapat merujuk
pada pendapat beberapa ahli berikut ini:
a) Menurut Prof. Dr. Umar Tirtarahardja Dan Drs. La Sula
Pengertian lembaga pendidikan adalah tempat berlangsungnya pendidikan,
khususnya pada tiga lingkungan utama pendidikan yaitu keluarga, sekolah dan
masyarakat.
b) Menurut Enung K. Rukiyati Dan Fenti Himawati
Pengertian lembaga pendidikan adalah wadah atau tempat berlangsungnya proses
pendidikan yang bersamaan dengan proses pembudayaan.
c) Menurut Drs. H. Abu Ahmadi Dan Dra. Nur Uhbiyati
Pengertian lembaga pendidikan adalah badan usaha yang bergerak dan
bertanggung jawab atas terselenggaranya pendidikan terhadap peserta didik.
d) Menurut Hasbullah
Pengertian lembaga pendidikan ialah tempat berlangsungnya proses pendidikan
yang meliputi pendidikan keluarga, sekolah dan masyarakat.
Merujuk dari pendapat di atas lembaga pendidikan Islam adalah tempat
berlangsungnya proses pendidikan Islam bersama dengan prosespembudayaan serta
dapat mengikat individu yang berda dalamnaungannya, sehingga lembaga ini
mempunyai kekuatan hukum.
Pendidikan Islam yang berlangsung melalui proses operasionalmenuju
tujuannya, memerlukan sistem yang konsisten dan dapatmendukung nilai-nilai moral
spiritual yang melandasinya. Nilai-nilaitersebut diaktualisasikan berdasarkan otentasi
kebutuhan perkembanganfitrah siswa yang dipadu dengan pengaruh lingkungan
kultural yang ada.
Lembaga pendidikan adalah lembaga atau tempat berlangsungnya proses
pendidikan yang dilakukan dengan tujuan untuk mengubah tingkah laku individu ke
arah yang lebih baik melalui interaksi dengan lingkungansekitar.Badan atau lembaga
pendidikan adalah organisasi atau kelompok manusia yang karena satu dan lain hal
memikul tanggung jawab pendidikan kepada peserta didik sesuai dengan misi badan
tersebut.
5
Badan pendidikan sesungguhnya termasuk pula dalam alat-alat pendidikan, jadi
badan/ lembaga pendidikan yaitu organisasi atau kelompok manusia yang karena
sesuatu dan lain hal memikul tanggung jawab atas terlaksananya pendidikan agar
proses pendidikan dapat berjalan dengan wajar.
Secara terminology lembaga pendidikan Islam adalah suatu wadah, atau tempat
berlangsungnya proses pendidikan Islam, lembaga pendidikan itu mengandung
konkirit berupa sarana dan prasarana dan juga pengertian yang abstrak, dengan
adanya norma- norma dan peraturan- peraturan tertentu, serta penanggung jawab
pendidikan itu sendiri.
Lembaga pendidikanIslam adalah tempat atau organisasi yang
menyelenggarakan pendidikan Islam, yang mempunyai struktur yang jelas dan
bertanggung jawab atas terlaksananya pendidikan Islam. Oleh karena itu, lembaga
pendidikan Islam tersebut harus dapat menciptakan suasana yang memungkinkan
terlaksananya pendidikan dengan baik, menurut tugas yang diberikan kepadanya,
seperti sekolah (madrasah) atau pesantren yang melaksanakan proses pendidikan
Islam.
Pendidikan islam termasuk masalah sosial, sehingga dalam kelembagaannya
tidak lepas dari lembaga-lembaga sosial yang ada. Lembaga juga disebut institusi
atau pranata. Maksud lembaga sosial adalah suatu bentuk organisasi yang tersusun
relative tetap atas pola-pola tingkah laku, peranan-peranan dan relasi yang terarah
dalam mengikat individu yang mempunyai otoritas formal dan sanksi hukum, guna
tercapainya kebutuhan-kebutuhan sosial dasar.
Islam merupakan usaha dan kegiatan yang dilaksanakan dalamrangka
menyampaikan seruan agama dengan berdakwah, menyampaikan ajaran,memberi
contoh, melatih keterampilan berbuat, memberi motivasi, dan
menciptakanlingkungan sosial yang mendukung pelaksanaan ide pembentukan
pribadi muslim.
Lembaga Pendidikan Islam yang dalam hal ini dapat diwakili oleh pesantren,
madrasah dan sekolah Islam. Ketiga institusi pendidikan di atas memiliki nama yang

6
berbeda, akan tetapi memiliki pemahaman yang sama baik secara fungsional dan
substansional. Secara fungsional ketiga lembaga pendidikan tersebut sebagai wadah
untuk menggembleng mental, moral dan spiritual generasi muda
dan anak-anak untuk dipersiapkan menjadi manusia yang bergunabagi agama, nusa
dan bangsa.Sedangkan secara substansial dapat dikatakan bahwa ketiga institusi
tersebut merupakan panggilan jiwaspiritual seorang kyai, ustadz, guru yang tidak
semata-mata didasari oleh motif materiil, tetapi sebagai pengabdian kepada Allah.
Hal ini dengan tujuan pendidikan Islam yang diungkapkan oleh
Al-Ghozali yaitu mendekatkan diri kepada Allah, bukan semata-mata untuk pangkat
maupun bermegah-megahan (Ihsan: 2008).
Dalam perkembangannya, pendidikan Islam di Indonesia antara lain ditandaioleh
munculnya berbagai lembaga pendidikan secara bertahap, mulai dari yang amat
sederhana, sampai dengan tahap-tahap yang sudah terhitung modern dan lengkap.
Lembaga pendidikan Islam telah memainkan perannya sesuai dengantuntutan
masyarakat dan zamannya. Perkembangan lembaga-lembagapendidikan tersebut
telah menarik perhatian para ahli baik dari dalam maupun luar negeri untuk
melakukan studi ilmiah secara konferensif.
Kini sudah banyak sekali hasil karya penelitian para ahli yang menginformasikan
tentang pertumbuhan dan perkembangan lembaga-lembaga pendidikan Islam
tersebut. Tujuannya selain untuk memperkaya khazanah ilmu pengetahuan yang
bernuansa keislaman, juga sebagai bahan rujukan dan perbandingan bagi para
pengelola pendidikan Islam pada masa-masa berikutnya. Hal ini sejalan dengan
prinsip yang umumnya dianut masyarakat Islam Indonesia, yaitu
mempertahankan tradisi masa lampau yang masih baik dan mengambil tradisi baru
yang baik lagi. Dengan cara demikian, upaya pengembangan lembaga pendidikan
Islam tersebut tidak akan terserabut dari akar kulturnya secara radikal.
Pada awal perkembangan Islam di Indonesia, masjid merupakan satu-
satunyapusat berbagai kegiatan. Baik kegiatan keagamaan, sosial kemasyarakatan,
maupun kegiatan pendidikan. Bahkan kegiatan pendidikan yang berlangsung di

7
masjid masih bersifat sederhana kala itu sangat dirasakan oleh masyarakat muslim.
Maka tidak mengherankan apabila masyarakat dimasa itu menaruhharapan besar
kepada masjid sebagai tempat yang bisa membangun masyarakat muslim yang lebih
baik. Awal mulanya masjid mampu menampung kegiatan pendidikan yang diperlukan
masyarakat. Namun karena terbatasnya tempat dan ruang, mulai dirasakan tidak
dapat menampung masyarakat yang ingin belajar.
Maka dilakukanlah berbagai pengembangan secara bertahap hingga berdirinya
lembaga pendidikan Islam yang secara khusus berfungsi sebagai sarana menampung
kegiatan pembelajaran sesuai dengan tuntutan masyarakat saat itu. Dari sinilah mulai
muncul beberapa istilah lembaga pendidikan di Indonesia.
Adapun diantara lembaga pendidikan Islam yang dibangun dan berkembang di
Indonesia antara lain adalah pesantren, surau,meunasah, dan madrasah. Pesantren
merupakan salah satu jenis pendidikan Islam Indonesia yang bersifat tradisional dan
juga modern untuk mendalami ilmu agama
Islam, dan mengimpilimentasikannya dalam kehidupan sehari-hari dengan penekanan
pada moral dalam hidup bermasyarakat, sedangkan surau adalah sebuah tempat
ibadah yang pertama kali berdiri di sumatra barat tepatnya di minangkabau yang
mana saat ini dijadikan sebagai sarana pendidikan agama.
Keluarga, masjid, pondok pesantren dan madrasah merupakan lembaga-lembaga
pendidikan islam yang mutlak diperlukan di suatu negara secara umum atau disebuah
kota secara khususnya, karena lembaga-lembaga itu ibarat mesin pencetak uang yang
akan menghasilkan sesuatu yang sangat berharga, yang mana lembaga-lembaga
pendidikan itu sendiri akan mencetak sumber daya manusia yang berkualitas dan
mantap dalam aqidah keislaman.
Lembaga pendidikan merupakan salah satu sistem yang memungkinkan
berlangsungnya pendidikan secara berkesinambungan dalam rangka mencapai tujuan
pendidikan. Adanya kelembagaan dalam masyarakat, dalam rangka proses
pemberdayaan umat, merupakan tugas dan tanggung jawabnya yang kultural dan
edukatif terhadap anak didik dan masyarakatnya yang semakin berat. Tanggung

8
jawab lembaga pendidikan tersebut dalam segala jenisnya menurut pandangan Islam
adalah erat kaitannya dengan usaha menyukseskan misi sebagai seorang muslim.
Lembaga pendidikan Islam merupakan hasil pemikiran yang dicetuskan oleh
kebutuhan–kebutuhan masyarakat yang didasari, digerakkan dan dikembangkan oleh
jiwa Islam (al-Quran dan Al-Sunnah). Lembaga pendidikan Islam secara keseluruhan,
bukanlah sesuatu yang datang dari luar, melainkan dalam pertumbuhan dan
perkembangannya mempunyai hubungan erat dengan Islam secara umum. Islam telah
mengenal lembaga pendidikan sejak detik-detik awal turunnya wahyu kepada Nabi
Muhammad saw. Rumah al-Arqam bin Abi al-Arqam merupakan lembaga pendidikan
yang pertama.
Dasar terpenting dari pendidikan Islam adalah Alquran, hadis, dan ijtihad.
Menetapkan Alquran dan hadis sebagai dasar pendidikan Islam bukan hanya karena
kebenaran dari perspektif keimanan semata, melainkan juga kebenaran keduanya
telahdapat dibuktikan oleh akal berdasarkan sejarah dan pengalaman manusia.
Pendidikan merupakan media dalam menyalurkan potensi yang di miliki
setiap individu. Pendidikan juga merupakan aset bagi Negara dalam mencerdaskan
kehidupan bangsa Indonesia. Dengan perkembangan pendidikan yang semakin maju,
diiringi kemajuan ilmu dan tekhnologi yang semakin melaju pesat. Masyarakat
Indonesia juga harus memiliki kemauan yang tinggi mengikuti arus modernisasi pada
zaman ini. Akan tetapi, kemajuan zaman harus diimbangi oleh kekuatan dalam
beribadah kepada yang Kuasa yaitu Allah Swt. Karena mayoritas penduduk Indonesia
beragama Islam, bahkan umat Islam di Indonesia merupakan yang terbesar di Dunia.
Tanggung jawab kependidikan merupakan suatu tugas wajib yang harus
dilaksanakan, karena tugas ini satu dari beberapa instrumen masyarakat dan bangsa
dalam upaya pengembangan manusia sebagai khalifah di bumi. Tanggung jawab ini
dapat dilaksanakan secara individu dan kolektif. Secara individu dilaksanakan oleh
orang tua dan kolektif kerjasama seluruh anggota keluarga, masyarakat dan
pemerintah.
Menurut al-Qabisy, pemerintah bertanggung jawab terhadap pendidikan anak

9
baik berupa bimbingan, pengajaran secara menyeluruh. Konsep tanggung jawab
pendidikan yang dikemukakan al-Qabiys ini berimplikasi secara tidak langsung
dalam melahirkan jenis-jenis lembaga pendidikan sesuai dengan penanggung
jawabnya. Jika penangung jawabnya orang tua maka jenis lembaga pendidikan
dimunculkan adalah lembaga pendidikan keluarga. Jika penanggung jawabnya
pemerintah maka jenis lembaga pendidikan yang dilahirkan ini ada beberapa macam,
seperti sekolah lembaga pemasyarakatan dan sebagainya. Jika penanggung jawabnya
adalah masyarakat, lembaga pendidikan yang dimunculkan seperti panti asuhan, panti
jompo, dan sebagainya.
Lembaga pendidikan Islam di Indonesia terutama dalam bentuk pesantren telah
cukup tua, seiring dengan keberadaan para penyebar Islam. Lembaga tersebut
mengalami berbagai perkembangan dengan berdirinya Madrasah, Sekolah umum,
Perguruan Tinggi, dan kursus serta pelayanan umat. Masing-masing lembaga tersebut
semakin berkembang. Secara kuantitatif jumlah lembaga senantiasabertambah dari
tahun ke tahun dan tersebar di seluruh Indonesia. Sayangnya, secara kualitatif masih
menghadapi berbagai problem baik yang bersifat internal maupun eksternal.
Disamping itu perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan budaya
masyarakat menimbulkan tuntutan yang semakin tinggi terhadap standar pendidikan,
apalagi ketika disadari bahwa pendidikan merupakab faktor penentu bagi kemajuan
peradaban dan kebudayaan bangsa, membuat kelemahan yang ada pada pendidikan
Islam semakin terasa sekali dan tentunya segera diselesaikan dan diatasi bersama-
sama.
Ayat yang pertama kali diturunkan Tuhan kepada Nabi Muhammad SAW melalui
malaikat Jibril di Gua Hira adalah lima ayat surat al-‘Alaq (96) ayat 1-5, yang
artinya: Bacalah dengan menyebut nama Tuhanmu yang telah menciptakan. Ia telah
menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah dan Tuhanmu yang Maha
Pemurah. Yang telah mengajarkan manusia dengan pena. Mengajarkan manusia
tentang segala sesuatu yang belum diketahui. Para ulama ahli tafsir umumnya
berpendapat bahwa lima ayat surat al-Alaq yang pertama kali diturunkan itu adalah

10
bertemakan pendidikan. Alasannya adalah karena unsur-unsur atau komponen-
komponen utama tentang pendidikan, seperti ideologi pendidikan yang humanisme
teo-centris, metodologi pendidikan dengan cara membaca dan menulis, teknologi dan
media pendidikan yang dalam hal ini qalam, peserta didik yang dalam hal ini
manusia (al-insan), dan kurikulum pendidikan yang dalam hal ini segala sesuatu yang
belum diketahui manusia, serta unsur gurunya yang dalam hal ini Tuhan, terdapat di
dalam lima ayat tersebut.
Dengan spirit ayat tersebut, ummat Islam dari sejak Nabi Muhammad SAW
telahmemulai kegiatan pendidikan di samping dakwah Islamiyah. Sejalan dengan
pelaksanaan pendidikan tersebut, ummat Islam telah mengembangkan berbagai aspek
dan komponen pendidikan. Dari segi kelembagaan, sejarah mencatat adanya
lembagapendidikan seperti Darul Arqam di Mekkah, Masjid, Suffah. Pada masa
Khulafaur Rasyidin dan seterusnya muncul pula lembaga pendidikan Zawiyah,
Ribath, al-Badiah, Baitul Hikmah, al-Qushr (Istana), Madrasah, Manazil al-Ulama
(Rumah Guru), alBimaristan, dan sebagainya. Melalui lembaga-lembaga pendidikan
tersebut dapat dihasilkan para lulusan yang selanjutnya berkembang menjadi guru,
qadhi, pegawaipemerintah, da’i, khatib, tokoh agama, ulama, penulis, pengelola
lembaga pendidikan, dan lain sebagainya. Hasil pengalaman mereka dalam berbagai
tugas, telah tumbuh pula karya-karya ilmiah, berupa buku-buku atau kitab-kitab yang
berbicara dalam berbagai bidang ilmu agama, seperti Tafsir, Hadis, Fiqh, Kalam,
Akhlak, Sejarah dan Kebudayaan Islam, dan lain sebagainya.
Hasil karya-karya mereka hingga saat ini, masih dapat dijumpai di berbagai
Perpustkaan di dunia Islam dan negara lainnya. Aktifitas pendidikan Islam dengan
berbagai lembaga dan para guru serta aspeklainnya, juga terjadi di Indonesia.
Lahirnya lembaga pendidikan yang dinilai sebagai yang bersifat indiginius-Islam
seperti Pondok Pesantren dan Madrasah di Pula Jawa, Surau, dan Madradah ddi
Sumatera Barat; Dayah, Meunasah, dan Rangkang, di Aceh. Berbagai lembaga
pendidikan yang lahir pada awal abad ke-17 M., ini masih terus tumbuh dan
berkembang hingga saat ini.

11
Perhatian terhadap Ilmu Pendidikan Islam baru muncul secara signifikan dan
intensif pada akhir abad ke-20 atau pada awal abad ke-21. Yaitu ketika pendidikan
Islam ditantang agar mampu menghasilkan lulusan yang bukan yang unggul dalam
bidang moralitas dan religiusitas kegamaan, akhlak dan budi mulia, melainkan juga
unggul dalam wawasan dan keterampilan yang dibutuhkan dunia modern dan era
globalisasi. Yaitu era yang ditandai oleh adanya persaingan yang ketat, kemampuan
memberikan pelayanan yang memuaskan, mampu membangun kolaborasi dengan
berbagai lembaga pendidikan dan lainnya, penguasaan terhadap ilmu pengetahuan
dan teknologi, serta
memiliki budaya yang unggul yang sesuai dengan nilai-nilai Islam dan budaya
Indonesia yang toleran, inklusif, pluralis, gotong royong dan sebagainya.
Pendidikan Islam mulai menyadari, bahwa tanpa kesediaan meningkatkan mutu
pendidikan dan menghasilkan lulusan yang unggul, maka pendidikan Islam akan
ditinggalkan masyarakat, atau kalah bersaing dengan pendidikan lainnya. Sejarah
mencatat, bahwa lembaga pendidikan Islam yang dahulu unggul dan dibanggakan,
namun di masa sekarang, lembaga pendidikan Islam tersebut sudah tidak dingat lagi
atau ditinggalkan oleh masyarakat.
Sebagai sebuah negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia20, Indonesia
tidak akan pernah terlepas dari unsur ke-Islam-an di setiap sendi kehidupannya, tidak
terkecuali dalam pendidikan. Hal ini dapat kita lihatdalam Undang-Undang Republik
Indonesia nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional. Pada pasal 3
tentang fungsi dan tujuan pendidikan nasional, menyebutkan “Pendidikan nasional
berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban
bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan
untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung
jawab”.
Pendidikan sebagai upaya pembentukan karakter adalah bagian integral

12
dariorientasi pendidikan Islam. Tujuannya adalah membentuk kepribadian seseorang
agar berperilaku jujur, baik dan bertanggungjawab, menghormati dan menghargai
orang lain, adil, tidak diskriminatif, egaliter, pekerja keras dan karakter- karakter
unggul lainnya. Menurut Megawangi dalam (Majid & Andayani, 2011; Malik, R, &
S,2013). Pendidikan karakter merupakan sebuah usaha untuk mendidik anak-anak
agar dapat mengambil keputusan dengan bijak dan mempraktikanya dalam kehidupan
seharihari sehingga mereka dapat memberikan kontribusi yang positif kepada
lingkunganya.
Berbicara tentang pendidikan Islam di Indonesia, sangat erat kaitannya dengan
kedatangan Islam itu sendiri ke Indonesia. Dalam konteks ini, Mahmud Yunus
mengatakan bahwa sejarah pendidikan Islam sama tuanya dengan masuknya Islam ke
Indonesia. Hal ini disebabkan karena pemeluk agama tersebut sudah barang tentu
ingin mempelajari dan mengetahui, lebih mendalami tentang ajaran-ajaran Islam.
Ingin pandai salat, berdoa, dan membaca Al-Qur’an yang menyebabkan timbulnya
proses belajar, meskipun dalam pengertian yang sangat sederhana. Dari sinilah mulai
timbul pendidikan Islam, di mana pada mulanya mereka belajar di rumah-rumah,
langgar/surau, masjid dan kemudian berkembang menjadi pondok pesantren. Setelah
itu, baru timbul sistem madrasah yang teratur sebagaimana yang kita kenal sekarang
ini.
Sejak awal perkembangan Islam, pendidikan mendapat prioritas utama
masyarakat muslim Indonesia. Di samping karena besarnya arti pendidikan,
kepentingan Islamisasi mendorong umat Islam melaksanakan pengajaran Islam
kendatipun dalam sistem yang masih sangat sederhana, di mana pengajaran diberikan
dengan sistem halaqah yang dilakukan di tempat-tempat ibadah semacam masjid,
mushala, bahkan juga di rumah-rumah ulama. Kebutuhan terhadap pendidikan
mendorong masyarakat Islam di Indonesia mengadopsi dan mentransfer lembaga
keagamaan dan sosial yang sudah ada (indigenous religious adan social institution)
ke dalam lembaga pendidikan Islam di Indonesia. Di Jawa umat Islam mentransfer
lembaga keagamaan Hindu-Budha menjadi pesantren, umat Islam di Minangkabau

13
mengambil alih surau sebagai peninggalan adat masyarakat setempat menjadi
lembaga pendidikan Islam, dan demikian pula masyarakat Aceh dengan mentransfer
lembaga masyarakat meunasah sebagai lembaga pendidikan Islam.
Melihat kondisi riil pendidikan Islam saat ini, jauh dari apa yang disebut
pendidikan bermutu. Ini dipandang dari perannya yang dianggap kurang mampu
menciptakan sumber daya yang seimbang antara intlektual, emosional dan spiritual.
Manusia paripurna atau insan kamil yang mampu menjawab tantangan zaman, yang
selama ini menjadi tujuan pendidikan Islam, saat ini belum tercapai secara totalitas.
Ini semua disebabkan, pendidikan Islam yang ada sampai saat ini masih terus
dihadapkan pada persoalan dikotomik dalam sistem pendidikannya. Hal ini semakin
jelas terlihat ketika memasuki era globalisasi, era dimana dunia seolah tanpa batas.
Di era ini, Umat Islam di dunia pada umumnya, di Indonesia pada khususnya
berada dalam posisi yang sangat tidak menguntungkan dan cenderung mengalah
dengan tekanan globalisasi itu. Ketidakberdayaan ini agaknya timbul karena
sturuktur dasar sistem pemberdayaan sumber daya manusia Indonesia melalui
pendekatan pendidikan baik formal, nonformal, dan informal sangat dikotomik,
Pendidikan adalah keindahan proses belajar mengajar dengan pendekatan
manusianya (man centered), dan bukan sekadar memindahkan otak dari kepala-
kepala atau mengalihakn mesin ke tangan, dan sebaliknya. Pendidikan lebih dari itu,
pendidikan menjadikan manusia mampu menaklukkan masa depan dan menaklukkan
dirinya sendiri dengan daya pikir, daya dzikir, dan daya ciptanya.
Dalam studi kependidikan, sebutan “Pendidikan Islam” pada umumnya dipahami
sebagai suatu ciri khas, yaitu jenis pendidikan yang berlatar belakang keagamaan.
Dapat juga digambarkan bahwa pendidikan yang mampu membentuk “manusia yang
unggul secara intelektual, kaya dalam amal, dan anggun dalam moral”. Hal ini berarti
menurut cita-citanya pendidikan Islam memproyeksi diri untuk memproduk “insan
kamil”, yaitu manusia yang sempurna dalam segala hal, sekalipun diyakini baru
(hanya) Nabi Muhammad SAW yang telah mencapai kualitasnya. Pendidikan Islam
dijalankan atas roda cita-cita yang demikian dan sebagai alternatif pembimbingan

14
manusia agar tidak berkembang atas pribadi yang terpecah, split of personality, dan
bukan pula pribadi timpang.
Pendidikan Islam menekankan pada pencarian ilmu pengetahuan, penguasaan
dan pengembangannya, pengakuan akan potensi dan kemampuan seorang untuk
berkembang dalam suatu kepribadian dan pengalaman ilmu tersebut sebagai
tanggung jawab terhadap Tuhan dan masyarakat.
Oleh karena itu pendidikan islam sangat pentik untuk setiap peserta didiknya agar
kelak mereka paham tentang agama mereka yaitu agama Islam dan memiliki bekal
untuk kehidupannya nanti.
lembaga-lembaga pendidikan Islam dalam
Upaya mempertahankan peran dan eksistensinya harus mampumelakukan
pembenahan dan pembaharuan dengan cara: programlembaga-lembaga pendidikan
Islam lebih diorentasikan kepada
penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi serta pengembangan ketrampilan dengan
meningkatkan kemampuan untuk menggunakan menggunakan berbagai teknologi
elektrik. Lembaga-lembaga pendidikan Islam harus mampu mengembangkan atau
melakukan depresivikasi program-program bidang studi yang sesuai dengan
kebutuhan tenaga di bidang-bidang tertentu atau sesuai dengan
kurikulum dan silabi relevan dengan kompetensi mencakup spiritual, illahiyah,
knowledge, skill, ability dan kultural-sosial yang diarahkan pada kebutuhan pasar.
(Sanaky:2003)

BAB II
B. SEJARAH MUNCULNYA PENDIDIKAN ISLAM DI INDONESIA
Pada awalnya, sejarah terdapat dalam pikiran para sejarawan, orang yang
menghafal sejarah yang selalu di sampaikan dengan metode lisan. Kemudian
15
penulisan sejarah tersebut di pelajari dalam sebuah studi khusus yang disebut dengan
historiografi. Sebuah sejarah (peristiwa sejarah) berbeda dengan historiografi.
Pembicaraan tentang sejarah pendidikan islam sangat menarik untuk dikaji, karena
kita akan mengetahui secara kongkrit perkembangan pendidikan islam pada masa
lampau, serta kita bisa menjadikan refrensi untuk menata dan memperbaiki kembali
kesalahan-kesalah yang telah dilalui oleh pendidikan islam itu sendiri.
Pendidikan Islam pada dasarnya merupakan upaya pembinaan dan
pengembangan potensi manusia agar tujuan kehadirannya di dunia ini sebagai hamba
Allah dan sekaligus Khalifah Allah tercapai sebaik mungkin. Potensi yang dimaksud
meliputi potensi jasmaniah dan rohaniah seperti akal, perasaan, kehendak dan aspek
rohaniah lainnya. Dalam wujudnya, pendidikan Islam dapat menjadi upaya umat
secara bersama, atau upaya lembaga kemasyarakatan yang memberikan jasa
pendidikan bahkan dapat pula menjadi usaha manusia itu sendiri untuk mendidik
dirinya sendiri. Ruang lingkup pendidikan Islam meliputi keseluruhan ajaran Islam
yang terpadu dalam keimanan (akidah) serta ibadah dan muamalah yang implikasinya
mempengaruhi proses berpikir, merasa, berbuat dan terbentuknya kepribadian yang
pada gilirannya terwujud dalam Akhlāk al-Karīmah sebagai wujud manusia muslim.1
Keberadaan pendidikan Islam di Indonesia tidak lepas dari proses masuknya
kerajaan-kerajaan Islam di nusantara. Masuknya Islam ke Indonesia agak unik bila
dibandingkan dengan masuknya Islam ke daerah-daerah lain. Keunikannya terlihat
kepada proses masuknya Islam ke Indonesia yang relatif berbeda dengan daerah lain.
Islam masuk ke Indonesia secara damai dibawa oleh para pedagang dan muballigh.
Sedangkan Islam masuk daerah lain pada umumnya banyak lewat penaklukan, seperti
masuknya Islam ke Irak, Iran (Persia), Mesir, Afrika Utara sampai ke Andalusia.
Masuknya Islam ke Indonesia tidak bersamaan, ada daerah-daerah yang sejak dini
telah dimasuki oleh Islam, di samping ada daerah yan terbelakang dimasuki Islam.
Berkenaan dengan ini telah disepakati bersama oleh sejarawan Islam bahwa Islam
pertama kali masuk ke Indonesia adalah di Sumatera (sekitar abad ke-7 dan 8 M).
Sedangkan Islam masuk ke Jawa waktunya diduga kuat berdasarkan batu nisan kubur

16
Fatimah binti Maimun di Laren (Gresik) sekitar tahun 475 H (1082 M). Kedatangan
Islam ke belahan Indonesia bagian Timur ke Maluku juga tidak dapat dipisahkan dari
kegiatan perdagangan, yang diperkirakan Islam masuk ke daerah ini pada abad ke 14
Masehi. Di Kalimantan khususnya di daerah Banjarmasin proses Islamisasi di daerah
ini terjadi kira-kira tahun 1550 M. Adapun di Sulawesi terutama di bagian selatan
telah di datangi pedagang muslim pada abad ke-15 M.
Terbentuknya masyarakat muslim di suatu tempat adalah melaului proses yang
panjang. Dimulai dari terbentuknya pribadi-pribadi muslim sebagai hasil dari upaya
para da’i. Masyarakat muslim tersebut selanjutnya menumbuhkan kerajaan Islam ,
tercatatlah sejumlah kerajaan-kerajaan Islam di nusantara seperti Perlak, Pasai, Aceh
Darussalam, Banten, Demak, Mataram; dan lain sebagainya. Tercatat pula kerajaan
Gowa, Tallo, Bone di Sulawesi, Ternate, Tidore di Maluku. Terbentuknya komunitas
muslim pada beberapa daerah di nusantara ini, mendorong untuk membentuk
kerajaan-kerajaan Islam maka proses pendidikan Islam juga berlangsung di kerajaan-
kerajaan tersebut. Hal ini penting untuk diketahui sejarah pendidikan Islam pada
masa kerajaan-kerajaan Islam di nusantara dengan berfokus pada proses pertumbuhan
dan perkembangan kerajaan-kerajaan, lalu kemudian mengkaji peranan pendidikan
Islam di kerajaan-kerajaan Islam nusantara.
Belantara pemikiran kesejarahan yang ada menunjukkan perkembangan yang
cukup signifikan dari waktu ke waktu, dengan metodelogis yang dimiliki manusia
mampu berkiprah untuk menyikapi tabir peristiwa masa lalu untuk dipentaskan pada
masa kini. Disinilah manusia mulai merancang sebuah konsep untuk menyelaraskan
sebuah kejadian yang telah terjadi masa lampau untuk dimodifikasi ulang dengan
nuansa baru yang lebih produktif dan konstruktif untuk kehidupan manusia.
Memasuki Abad Globalisasi banyak yang salah kaprah terhadap pemahaman dan
tujuan tentang sejarah itu sendiri. Masyarakat muslim cendrung menerima
keyakinannya tidak lewat historis yang ada tetapi lewat pertimbangan rasionalitas dan
hal-hal yang bersifat praktis. Pragmatisme telah mendiskriditkan peran sejarah
sebagai pengatur perilaku Hidup manusia dalam berkiprah di dunia pendidikan.

17
Selain itu, Masyarakat memiliki persepsi bahwa Pendidikan Islam hanya sebuah
lembaga yang bersifat statis dan tidak mengarah pada perubahan yang konstruktif,
sehingga masyarakat tidak memiliki minat untuk memperdalam sejarah yang ada di
Indonesia tentang pendidikan islam. Namun sebenarnya Sejarah Pendidikan Islam
merupakan kerangka ideal yang mengandung multi demensi dalam mengatur dan
menggagas kembali terhadap konsep pendidikan islam dan system pendidikan islam
yang dianggap statis. Oleh karenanya Perlunya membangun ghiroh kembali terhadap
masyarakat agar tidak selalu mendiskriditkan ilmu sejarah pendidikan islam yang
ada. Maka langkah yang harus diambil oleh para sejarawan adalah mengantarkan
pendidikan Islam untuk beradaptasi dengan lingkungannya, adalah mereka harus ikut
andil dalam segala daya dan upaya demi tegaknya sebuah perubahan.
Istilah sejarah memiliki beberapa variasi redaksi, yaitu sejarah dengan ungkapan
“history is the history of thought” (sejarah adalah sejarah pemikiran) atau “history is
a kind of research or inquiry” (sejarah adalah sejenis penelitian atau penyelidikan),
namun ketika sejarah diartikan dalam satu sisi saja maka akan terdapat beberapa
pemahaman yang tidak relefan dan tidak sesuai dengan sasaran yang ada dalam ilmu
sejarah itu sendiri, sehingga perlunya mengkaji dan memahami secara sistematis
tentang teori sejarah yang sebenarnya. Sebagai parameter awal Islam lahir dalam
konteks masyarakat arab yang pada saat itu, Masyarakat Arab mengalami anomali di
berbagai sektor kehidupan, sehingga Islam lahir di tengah jumudnya tradisi dan
matinya nilai-nilai budaya. Islam membawa aspek-aspek Krusial dalam kehidupan
masyarakat, Termasuk yang memiliki andil besar dalam proses transformasi sosial,
Pada saat itu adalah sistem Pendidikan. Sebab sebelum Islam datang masyarakat arab
tidak memiliki sistem Pendidikan formal. Karena itulah Islam tidak hanya membawa
misi-misi humanis tapi pada sisi Akademispun Islam juga berperan penting. Dalam
perjalanan sejarahnya Islam mengalami perkembangan yang sangat pesat sehingga
implikasi logis untuk sektor Pendidikan juga mengalami perubahan yang sama.
Meskipun pada awal mulanya sistem Pendidikan Islam masih belum terselenggara
secara formal, Pendidikan Islam di selenggarakan dengan cara-cara informal yang

18
orientasi utamanya pada dakwah dan penyebaran ajaran Islam itu sendiri. Interaksi
edukatif di masa-masa ini bertahap seperti Pendidikan yang dilaksanakan di rumah
salah satu sahabat yang di kenal Dar Al-Arqom. Tetapi masyarakat Islam ketika
sudah terbentuk, desain tempat sudah di pindah kemasjid-masjid. Dan Pendidikan
formal baru muncul pada masa belakangan yakni dengan kebangkitan Madrasah.
Gambaran singkat diatas sangat jelas untuk dijadikan refrensi menuju tatanan
Pendidikan Islam yang berkualitas dengan tidak meninggalkan konsep-konsep yang
sudah mapan sebelumnya namun perlu adanya inovasi dan modivikasi baru menuju
pada tatanan global yang di dalamnnya banyak menyimpan makna yang belum
tersingkap, oleh sebab itu Solusi baru dalam Pendidikan Islam merupakan keharuasan
yang harus segera di wujudkan mengingat perkembangan masyarakat sudah mulai
terkontaminasi dengan persoalan-persoalan yang merabah di dalam Masyarakat
Indonesia.
Pendidikan Islam sebelum Masa Penjajahan
Sejak awal berkembangnya Islam, pendidikan menjadi prioritas utama
masyarakatmuslim Indonesia. Islamisasi menjadi alasan utama melaksanakan
pengajaran Islamwalaupun dengan cara yang sangat sederhana. Kebutuhan
masyarakat Islam denganpendidikan mendorong masyarakat Islam Indonesia
mengadopsi dan mentransfer lembagakeagamaan dan sosial yang sudah ada ke dalam
lembaga pendidikan Islam di Indonesia. DiJawa, umat Islam mentransfer lembaga
keagamaan Hindu-Budha menjadi pesantren. UmatIslam Minangkabau mengambil
alih surau yang merupakan peninggalan adat masyarakatsetempat menjadi lembaga
pendidikan Islam dan di Acehmeunasahditransfer menjadilembaga pendidikan Islam.
Adanya Islamisasi dan pendidikan Islam yang sangat pesat di Nusantara pada
saat ituberhasil membentuk masyarakat Islam yang mendorong lahirnya kerajaan
Islam diNusantara. Beberapa kerajaan Islam pada masa sebelum zaman penjajahan
adalah: Pertama,Kerajaan Perlak, Kerajaan Pasai, Kerajaan Aceh, dan Kerajaan Siak
di Sumatera. Kedua,Kerajaan Demak, Kerajaan Pajang, dan Kerajaan Mataram
di Jawa. Ketiga, Kerajaan kembarGowa-Tallo di Sulawesi Selatan. Tetapi penulis

19
hanya akan menceritakanknya satu– satu.
1. Perlak di Sumatra
Kerajaan Perlak adalah kerajaan Islam pertama di Nusantara yang berdiri pada
tahunke-3 H/abad ke-9 M. Kerajaan Perlak sebagai kerajaan Islam pertama giat
melaksanakanpengajian dan pendidikan Islam. Belum didapatkan data bagai mana
pendidikan Islamdilangsungkan, tetapi diduga besar pendidikan dilangsungkan di
masjid istana bagi keluargapembesar, di masjid-masjid, dirumah-rumah, serta surau-
surau bagi masyarakat umum.Materi pembelajaran pendidikan Islam dibagi menjadi
dua tingkatan: pertama yaitu tingkatdasar yang terdiri atas pelajaran membaca,
menulis, bahasa Arab, pengajian alquran, danibadah praktis. Kedua yaitu tingkat
yang lebih tinggi dengan materi-materi ilmu fikih,tasawuf, ilmu kalam, dan
lain sebagainya.
 Rajanya yang keenam bernama Sultan Mahdum Alaudin Muhammad Amin,
terkenalsebagai Sultan yang arif bijaksana lagi alim. Beliau adalah seorang ulama
yang mendirikanperguruan tinggi Islam. Lembaga majelis taklim tinggi yang diha-
diri khusus oleh para muridyang sudah alim. Lembaga tersebut juga mengajarkan dan
membacakan kitab-kitab agamayang berbobot pengetahuan tinggi, misalnya kitabal-
Umm karangan Imam Syafi’i.
1) Kerajaan Perlak
Pada tahun 173 H., sebuah kapal layar dengan pimpinan “Makhada Khalifah”
dari Teluk Kambay Gujarat berlabuh di Bandar Perlak dengan membawa kira-kira
100 orang anggota dakwah yang terdiri atas orang Arab, Persia dan Hindia. Mereka
menyamar sebagai awak kapal dagang dan khlaifah menyamar sebagai kaptennya.
Makhada Khalifah adalah seorang yang bijak dalam dakwahnya sehingga dalam
waktu kurang dari stengah abad, Meurah (raja) dan seluruh rakyat Kemeurahan
Perlak yang beragama Hindu-Budha dengan sukarela masuk agama Islam. Selama
proses pengislaman yang realtif singkat para anggota dakwah telah banyak yang
menikah dengan wanita Perlak. Di antaranya adalah seorang anggota dari Arab Suku
Quraisy menikah dengan putri Istana Kemeurahan Perlak yang melahirkan putra

20
Indo-Arab pertama dengan nama Sayid Abdul Aziz. Pada tanggl 1 Muharram 225
H./840 M., kerajaan Islam Perlak diproklamasikan dengan raja pertamanya adalah
putra Indo-Arab tersebut dengan gelar Sultan Alaiddin Maulana Aziz Syah. Pada
waktu yang sama, nama ibukota kerajaan diubah dari Tiandor Perlak menjadi Bandar
Khalifah, sebagai kenagan indah kepada khalifah yang sangat berjasa dengan
membudayakan Islam kepada bangsa-bangsa Asia Tenggara yang dimulainya dari
Perlak. Dengan demikian, kerajaan Islam yang pertama berdiri pada awal abad ke-3
H./9 M., berlokasi di Perlak.5 Sultan ini bersama istrinya, Putri Meurah Mahdum
Khudawi, kemudian dimakamkan di Paya Meuligo, Perlak, Aceh Timur. Pada masa
pemerintahan sultan ketiga, Sultan Alaiddin Syed Maulana Abbas Shah, aliran Sunni
mulai masuk ke Perlak. Setelah wafatnya sultan pada tahun 363 H (913 M), terjadi
perang saudara antara kaum Syiah dan Sunni sehingga selama dua tahun berikutnya
tak ada sultan. Kaum Syiah memenangkan perang dan pada tahun 302 H (915 M),
Sultan Alaiddin Syed Maulana Ali Mughat Shah dari aliran Syiah naik tahta. Pada
akhir pemerintahannya terjadi lagi pergolakan antara kaum Syiah dan Sunni yang kali
ini dimenangkan oleh kaum Sunni sehingga sultan-sultan berikutnya diambil dari
golongan Sunni. Pada tahun 362 H (956 M), setelah meninggalnya sultan ketujuh,
Sultan Makhdum Alaiddin Abdul Malik Shah Johan Berdaulat, terjadi lagi
pergolakan selama kurang lebih empat tahun antara Syiah dan Sunni yang diakhiri
dengan perdamaian dan pembagian kerajaan menjadi dua bagian: a. Perlak Pesisir
(Syiah) dipimpin oleh Sultan Alaiddin Syed Maulana Shah (986 – 988) b. Perlak
Pedalaman (Sunni) dipimpin oleh Sultan Makhdum Alaiddin Malik Ibrahim Shah
Johan Berdaulat (986 – 1023) Sultan Alaiddin Syed Maulana Shah meninggal
sewaktu Kerajaan Sriwijaya menyerang Perlak dan seluruh Perlak kembali bersatu di
bawah pimpinan Sultan Makhdum Alaiddin Malik Ibrahim Shah Johan Berdaulat
yang melanjutkan perjuangan melawan Sriwijaya hingga tahun 1006. Sultan ke-17
Perlak, Sultan Makhdum Alaiddin Malik Muhammad Amin Shah II Johan Berdaulat
(memerintah 1230–1267) menjalankan politik persahabatan dengan menikahkan dua
orang putrinya dengan penguasa negeri tetangga Perlak:

21
a. Putri Ratna Kamala, dikawinkan dengan Raja Kerajaan Malaka, Sultan
Muhammad Shah (Parameswara).
b. Putri Ganggang, dikawinkan dengan Raja Kerajaan Samudera Pasai, al Malik
al-Saleh. Sultan terakhir Perlak adalah sultan ke-18, Sultan Makhdum Alaiddin Malik
Abdul Aziz Johan Berdaulat (memerintah 1267–1292). Setelah ia meninggal, Perlak
disatukan dengan Kerajaan Samudera Pasai di bawah pemerintahan sultan Samudera
Pasai, Sultan Muhammad Malik al Zahir, putra al Malik al-Saleh.6 Dari perjalanan
panjang Kerajaan Perlak di atas, mengalami pasang surut dan beberapa pertikaian
antar penguasa, tapi hal itu tidak menyebabkan kerajaan tersebut mengalami
hambatan dalam proses pertumbuhannya, bahkan menjadikan kerajaan Perlak tersus
bekembang sampai dipersatukan dengan Kerajaan Samudra Pasai. b. Kerajaan
Samudra pasai Kesultanan Samudera Pasai, juga dikenal dengan Samudera, Pasai,
atau Samudera Darussalam, adalah kerajaan Islam yang terletak di pesisir pantai utara
Sumatera, kurang lebih di sekitar Kota Lhokseumawe, Aceh Utara sekarang.
Kerajaan ini didirikan oleh Marah Silu, yang bergelar Malik al-Saleh, pada sekitar
tahun 1267. Raja pertama bernama Sultan Malik as-Saleh yang wafat pada tahun 696
H atau 1297 M, kemudian dilanjutkan pemerintahannya oleh Sultan Malik al-Thahir.
Kesultanan Samudera-Pasai juga tercantum dalam kitab Rihlah ilal-Masyriq
(Pengembaraan ke Timur) karya Abu Abdullah ibn Batuthah (1304–1368), musafir
Maroko yang singgah di Samudera pada tahun 1345. Ibnu Batuthah bercerita bahwa
Sultan Malik al-Zahir di negeri Samatrah menyambutnya dengan penuh keramahan.
Menurut Ibnu Batuthah, penduduk Samatrah (Samudera) menganut mazhab Syafi`i.7
Kerajaan Samudra Pasai berlangsung sampai tahun 1524 M., pada tahun 1521,
kerajaan ini ditaklukkan oleh Portugis yang menduduki selama tiga tahun. Kemudian,
pada tahun 1524 M., dianeksasi oleh raja Aceh , Ali Mughayat Syah. Selanjutnya,
kerajaan Samudra Pasai berada di bawah pengaruh kesultanan Aceh yang berpusat di
Bandar Aceh Darussalam. Dari perjalanan sejarah Kerajaan Samudra Pasai
memberikan andil yang besar bagi perkembangan Islam di Nusantara, bahkan
sebagaian referensi menyatakan bahwa Kerajaan Samudrah Pasai merupakan

22
kerajaan Islam pertama di Nusantara karena kerajaan ini merupakan hasil proses
Islamisasi di daerah-daerah pantai yang pernah di singgahi oleh para pedagang-
pedagang muslim sejak abad ke -7 M. c.Kerajaan Aceh Darussalam Kerajaan Aceh
Darussalam berdiri pada abad ke-15 (1496 M). Pendirinya adalah Ali Mughayat
Syah. Di awal-awal masa pemerintahannya wilayah Kesultanan Aceh berkembang
hingga mencakup Daya, Pedir, Pasai, Deli dan Aru. Pada tahun 1528, Ali Mughayat
Syah digantikan oleh putera sulungnya yang bernama Salahuddin, yang kemudian
berkuasa hingga tahun 1537. Kemudian Salahuddin digantikan oleh Sultan Alauddin
Riayat Syah al-Kahar yang berkuasa hingga tahun 1568. Kesultanan Aceh mengalami
masa keemasan pada masa kepemimpinan Sultan Iskandar Muda (1607 - 1636). Pada
masa kepemimpinannya, Aceh telah berhasil memukul mundur kekuatan Portugis
dari selat Malaka. Kejadian ini dilukiskan dalam La Grand Encyclopedie bahwa pada
tahun 1582, bangsa Aceh sudah meluaskan pengaruhnya atas pulau-pulau Sunda
(Sumatera, Jawa dan Kalimantan) serta atas sebagian tanah Semenanjung Melayu.
Selain itu Aceh juga melakukan hubungan diplomatik dengan semua bangsa yang
melayari Lautan Hindia. Pada tahun 1586, kesultanan Aceh melakukan penyerangan
terhadap Portugis di Melaka dengan armada yang terdiri dari 500 buah kapal perang
dan 60.000 tentara laut. Serangan ini dalam upaya memperluas dominasi Aceh atas
Selat Malaka dan semenanjung Melayu. Walaupun Aceh telah berhasil mengepung
Melaka dari segala penjuru, namun penyerangan ini gagal dikarenakan adanya
persekongkolan antara Portugis dengan kesultanan Pahang. Kemunduran Kesultanan
Aceh bermula sejak kemangkatan Sultan Iskandar Tsani pada tahun 1641.
Kemunduran Aceh disebabkan oleh beberapa faktor, di antaranya ialah makin
menguatnya kekuasaan Belanda di pulau Sumatera dan Selat Malaka, ditandai
dengan jatuhnya wilayah Minangkabau, Siak, Tapanuli dan Mandailing, Deli serta
Bengkulu ke dalam pangkuan penjajahan Belanda. Faktor penting lainnya ialah
adanya perebutan kekuasaan di antara pewaris tahta kesultanan.9 Dari perjalanan
sejarah Kerajaan Aceh Darussalam dapat dilihat bahwa perkembangan kerajaan
tersebut cukup signifikan, terlihat dari kemajuan-kemajuan. yang dialami utamanya

23
ketika dipimpin oleh Sultan Iskandar Muda karena sudah mampu memukul mundur
pasukan penjajah bahkan kekuasaannya sudah melebar ke wilayah nusantara
termasuk pulau Jawa dan Kalimantan.
2. Kerajaan Demak di Jawa
Kerajaan Demak berdiri kurang lebih setengah abad, antara tahun 1500-1550.
Rajapertamanya adalah Raden Fatah. Awalnya Raden Fatah adalah santri perguruan
Islam diAmpel Denta. Setelah mendapatkan ijazah beliau mendirikan pesantren di
Glangan Arum. Disanalah terbentuk Bayangkara Islah yang akan mendukung
pendidikan dan pengajaranIslam. Para ahli sejarah sependapat bahwa penyebar Islam
di Jawa adalah para Wali Songo. Mereka tidak hanya berkuasa pada lapangan
keagamaan, tapi juga dalam pemerintahan dan politik. Bahakan seringkali seorang
raja seakan-akan baru sah sebagai raja kalau ia sudah diakui dan diberkahi oleh Wali
Songo. Islam telah tersebar di pulau Jawa, paling tidak sejak Malik Ibrahim dan
Maulana Ishak yang bergelar Syaikh Awal al-Islam diutus sebagai juru dakwah oleh
Raja Samudra Pasai, Sultan Zainal Abidin Bahiyah Syah (1349-1409) ke Gresik.
Dalam percaturan politik, Islam mulai memosisikan diri ketika melemahnya
kekuasaan Majapahit yang memberi peluang kepada penguasa Islam di pesisir untuk
membangun pusat-pusat kekuasaan yang independen. di bawah pimpinan Sunan
Ampel, Wali Songo bersepakat untuk mengangkat Raden Patah sebagai raja pertama
Kerajaan Islam Demak, kerajaan Islam pertama di Jawa.10 Kerajaan ini berdiri pada
tahun 1500-1550 M. Raden Patah adalah bangsawan Kerajaan Majapahit yang
menjadi adipati kerajaan besar Hindu di Bintaro Demak. Atas bantuan daerah-daerah
lainnya yang sudah lebih dahulu menganut Islam, Raden Patah sedabagai Adipati
Islam di Demak, secara terang-terangan memutuskan ikatan dengan Majapahit yang
pada masa itu sedang berada pada di ujung kemunduran. Ia mendirikan kerajaan
Islam dengan Demak sebagai ibu kota.11 Setelah Raden Patah wafat, ia digantikan
oleh anaknya yang bernama Pati Unus atau Pengeran Sabrang Lor. Ketika
menggantikan kedudukan ayahnya baru berusia 17 tahun pada tahun 1507 M. Setelah
menduduki jabatan sebagai raja, ia merencanakan suatu serangan terhadap Malaka.

24
Semangat perangnya semakin memuncak ketika Malaka ditaklukkan oleh Portugis
tahun 1511 M. Serangan yang dilakukakn mengalami kegagalan, karena kerasnya
ombak dan kuatnya pasukan Portugis. Ia kembali ke Demak tahun 1513 M. Pati Unus
digantikan oleh Sultan Trenggono yang dilantik Sunan Gunung Jati dengan gelar
Sultan Ahmad Abdul Arifin. Ia memerintah pada tahun 1524-1546 M. Pada masanya
agama Islam berkembang sampai ke Kalimantan Selatan. Dalam penyerangan ke
Blambangan, Sultan Trenggono meninggal (1546 M). Kedudukannya digantikan oleh
adiknya, Prawoto. Pada masanya terjadi kerusuhan sehingga ia terbunuh.
Kedudukannya kemudian digantikan oleh Joko Tongkir yang berhasil membunuh
Aria Penangsang. Pada masa ini, Kerajaan Islam Demak pindah ke Pajang.12
Kerajaan Demak telah memberikan kontribusi yang besar terhadap perkembangan
Islam di Jawa, kerena kegigihan para raja yang pernah memimpin kerajaan tersebut
sehingga Kerajaan Demak bisa dikenal dimana-mana dan menjadi kerajaan Islam
pertama di Jawa
a. Kerajaan Pajang
Kerajaan Pajang merupakan kelanjutan dari Kerajan Demak. Raja pertamanya
adalah Joko Tingkir yang berasal dari Pengging. Ia adalah menantu Sultan Trenggono
yang diberi kekuasaan di Pajang. Setelah ia mengambil alih kekuasaan dari tangan
Aria Penangsang pada tahun 1546 M, seluruh kebesaran kerajaan dipindahkan ke
Pajang. Ia mendapat gelar Sultan Adiwijaya. Pada masa pemerintahannya, ia
berusaha memperluas wilayah kekuasaannya ke pedalaman di arah timur hingga ke
Madium. Setelah itu ia menaklukkan Blora pada tahun 1554 M dan Kediri tahun
1557 M. Pada tahun 1581 M, ia mendapat pengakuan dari para raja di Jawa sebagai
raja Islam. Sultan Adiwijaya meninggla pada tahun 1587 M, kedudukannya
digantikan oleh Aria Panggiri, anak Sunan Prawoto. Sementara itu, anak Sultan
Adiwijaya, yaitu pangeran Benawa diberi kekuasaan di Jipang. Akan tetapi, ia
mengadakan pemberontakan kepada Aria Panggiri dengan mendapat bantuan dari
Senopati Mataram. Usahanya itu berhasil dan ia memberikan tanda terima kasih
kepada Senopati berupa hak atas warisan ayahnya. Akan tetapi ia menolak tawaran

25
itu. Ia hanya meminta pusaka kerajaan Pajang untuk dipindahkan ke Mataram.
Dengan demikian, Kerajaan Pajang dibawah perlindungan Mataram dan kemudian
menjadi daerah kekuasaan Mataram. Kerajaan Pajang tidak beralangsung lama dalam
sejarah kerajaan Islam di Jawa, tetapi kerajaan ini telah menorehkan sejarah tentang
eksistensinya sebagai salah satu kerajaan Islam yang pernah berpengaruh di Jawa. b.
Kerajaan Mataram Setelah Permohonan Senopati Mataram atas penguasa Pajang
berupa Pusaka kerajaan dikabulkan, keinginannya untuk menjadi raja sebenarnya
telah terpenuhi.
Dalam tradisi Jawa, penyerahan seperti itu berarti penyerahan kekuasaan.
Senopati berkuasa sampai tahun 1601 M. Sepeningglnya, ia digantikan oleh putranya
bernama Seda Ing Krapyak yang memerintah sampai tahun 1613 M. Seda Ing
Krapyak digantikan oleh putranya Sultan Agung (1613-1646 M). Sultan Agung telah
mempersatukan Jawa Timur dengan Mataram serta daerah-daerah yang lain, sejak
tahun 1630 M. mencurahkan perhatiannya untuk membangun negara, seperti
menggalakkan pertanian, perdagangan dengan luar negeri dan sebagainya, bahkan
pada zaman Sultan Agung juga kebudayan, kesenian dan kesustraan sangat maju.14
Pada masa kerajaan Sultan Agung inilah Kerajaan Mataram mencapai puncak
kejayaannya. Namun, karena terjadinya beberapa pemberontakan sepeninggal Sultan
Agung, maka Kerajaan Mataram mengalami keruntuhan. c. Kerajaan Cirebon dan
Banten Kesultanan Cirebon merupakan kerajaan Islam pertama di daerah Jawa Barat.
Kerajaan ini didirikan oleh Sunan Gunung Jati. Ia diperkirakan lahir pada tahun 1448
M. dan wafat 1568 M. dalam usia 120 tahun. Pertumbuhan dan perkembangan yang
pesat pada Kesultanan Cirebon dimulailah oleh Syarif Hidayatullah atau Sunan
Gunung Jati. Sunan Gunung Jati kemudian diyakini sebagai pendiri dinasti raja-raja
Kesultanan Cirebon dan Kesultanan Banten serta penyebar agama Islam di Jawa
Barat seperti Majalengka, Kuningan, Kawali (Galuh), Sunda Kelapa, dan Banten.
Setelah Sunan Gunung Jati wafat, terjadilah kekosongan jabatan pimpinan tertinggi
kerajaan Islam Cirebon. Pada mulanya calon kuat pengganti Sunan Gunung Jati ialah
Pangeran Dipati Carbon, Putra Pangeran Pasarean, cucu Sunan Gunung Jati. Namun,

26
Pangeran Dipati Carbon meninggal lebih dahulu pada tahun 1565 M. Kekosongan
pemegang kekuasaan itu kemudian diisi dengan mengukuhkan pejabat keraton yang
selama Sunan Gunung Jati melaksanakan tugas dakwah, pemerintahan dijabat oleh
Fatahillah atau Fadillah Khan. Fatahillah kemudian naik takhta, dan memerintah
Cirebon secara resmi menjadi raja sejak tahun 1568. Fatahillah menduduki tahta
kerajaan Cirebon hanya berlangsung dua tahun karena ia meninggal dunia pada tahun
1570, dua tahun setelah Sunan Gunung Jati wafat dan dimakamkan berdampingan
dengan makam Sunan Gunung Jati di Gedung Jinem Astana Gunung Sembung.
Demikian pula dengan Kerajaan Banten, setelah Sunan Gunung jati menaklukkan
Banten pada tahun 1525 M, ia kembali ke Cirebon. Kekuasaan diserahkan kepada
putranya, yaitu Sultan Hasanuddin. Sultan Hasanuddin kemudian menikah dengan
puteri Demak dan diresmikan menjadi Panembahan Banten tahun 1552 M. ia
meneruskan usaha-usaha ayahnya dalam meluaskan daerah-daerah Islam, yaitu ke
Lampung dan Sumatera Selatan. Pada tahun 1527 M, ia berhasil menaklukkan Sunda
Kelapa. Pada tahun 1568 M, ketika kekuasaan Demak beralih ke Pajang, Sultan
Hasanuddin memerdekakan Banten, oleh kerena itu ia dianggap sebagi raja Islam
pertama di Banten. Ketika ia meninggal pada tahun 1570 M, kedudukannya
digantikan oleh putranya yaitu Pangeran Yusuf. Ia menaklukkan Pakuan pada tahun
1579 M, sehingga banyak bangsawan Sunda yang masuk Islam.16 Keberadaan
beberapa kerajaan Jawa sangat penting karena membentuk sebuah pencetakan ulang
bagi penyerapan (resepsi) dan ekspresi terhadap Islam.17 Sehingga kerajaan-kerajaan
Islam di Jawa diakui oleh sejarah sebagai kerajaan Islam yang telah memberikan
kontribusi besar terhadap keberadaan Islam di nusantara. 3. Kerajaan Islam di
Kalimantan, Sulawesi dan Maluku
 Proses pendidikan Islam di Kerajaan Demak beriringan dengan kegiatan dakwah
Islamyang dilakukan oleh para wali, yaitu Maulana Malik Ibrahim, Sunan Ampel,
Sunan Bonang,Sunan Drajat, Sunan Giri, Sunan Kudus, Sunan Kalijaga, Sunan
Muria, dan Sunan GunungJati.
 Dalam melakukan tugas pendidikan Islam kepada masyarakat, para wali

27
menggunakanmasjid sebagai sarana pengembangan pendidikan Islam. Masjid Agung
Demak adalah Masjidtertua di pulau Jawa yang menjadi pusat dan lambang kerajaan.
Selain sebagai tempat ibadah,masjid Agung Demak juga digunakan sebagai pusat
bertukar pendidikan Islam. Selain dimasjid Agung, pendidikan agama juga diadakan
di masjid-masjid umum. Masjid-masjid inidipimpin oleh seorang badal yang
ditugaskan oleh kerajaan. Badal kemudian digelari KyaiAgeng yang bertugas
menjadi seorang guru. Pendidikan agama yang dilaksanakan di masjid-masjid
diperuntukkan bagi masyarakat umum, sementara keluarga kerajaan belajar
agamasecara langsung dari wali-wali yang digelari sunan, baik di istana maupun di
rumah parawali.
3. Kerajaan Islam Gowa – Tallo di Sulawesi Selatan
Kerajaan pertama di Sulawesi Selatan adalah kerajaan kembar Gowa-Tallo pada
tahun1605 M. Rajanya ikut masuk Islam bernama I Mallingkang Daeng Manyonri
bergelar SultanAbdullah Awwalul Islam.Disusul kemudian oleh I Mangnga’rangngi
Daeng Manrabia jugamengucapkan syahadat dan bergelar Sultan Alauddin. Dalam
waktu dua tahun, seluruhrakyatnya telah memeluk Islam. Mubalig yang berjasa atas
penyebaran Islam di sana adalahAbdul Qadir Khatib Tunggal bergelar Datok Riban-
dang yang berasal dari Minangkabau. Kedatangan Islam di Sulawesi Selatan agak
terlambat jika dibandingkan dengan daerah-daerah lainnya di Indonesia seperti
Sumatra, jawa, Kalimantan dan Maluku. Hal ini disebabkan Kerajaan Gowa barulah
dikenal sebagai kerajaan yang berpengaruh dan menjadi kerajaan dagang pada akhir
abad XVI atau awal abad XVII. Dalam kurun waktu tersebut para pedagang muslim
dari berbagai daerah nusantara dan para pedagang asing dari Eropa mulai ramai
mendatangi daerah ini.20 Sekalipun para pedagang muslim sudah berada di Sulawesi
Selatan sejak akhir abad XV, tidak diperoleh keterangan yang pasti tentang
terejadinya konversi ke dalam Islam oleh seorang raja setempat pada masa itu,
sebagaimana terjadi pada agama Katolik. Agaknya inilah salah satu faktor pendorong
para pedagang Melayu mengundang tiga orang Muballig dari Koto Tangah
Minangkabau agar datang di Makassar mengislamkan elite Kerajaan Gowa dan

28
Tallo.22 Lontara Wajo menyebutkan bahwa ketiga datuk itu datang pada permulaan
abad XVII dari Koto Tangah, Minangkabau. Mereka dikenal dengan nama datuk
tellue (Bugis) atau datuk tallua (Makassar), yaitu: 1) Abdul Makmur, Khatib Tunggal,
yang lebih populur dengan nama Datuk ri Bandang. 2) Sulaiman, Khatib Sulung,
yang lebih populer dengan nama datuk ri Patimang. 3) Abdul Jawad, Khatib Bungsu,
yang lebih dikenal dengan nama Datuk ri Tiro.23 Adapun raja yang pertama
menerima Islam sebagai agamanya adalah Raja Tallo yang bernama I Mallingkang
Daeng Mannyonri Karaeng Tumenanga ri Bontobiraeng, tanggal resmi penerimaan
Islam itu, ialah malam Jumat 22 September 1605 M, atau 9 Jumadil Awal 1014 H.
Sebagai raja yang mula-mula memeluk agama Islam, diberilah baginda nama Islam,
yaitu Sultan Abdullah Awwalul Islam. Tak beberapa lama kemudian, raja Gowa ke-14
yang bernama I Mangngerangi Daeng Manrabbia Sultan Alauddin, juga memeluk
Islam. Dua tahun kemudian seluruh rakyat Gowa dan Tallo selesai di-Islamkan
dengan diadakannya sembahyang Jumat pertama di Tallo pada tanggal 9 Nopember
1607, bertepatan dengan tanggal 19 Rajab 1016 H.24 Setelah itu Islam
dikembangkan oleh raja-raja selanjutnya, antara lain raja Gowa yang ke-16 yaitu I
Mallombassi Daeng Mattawang Karaeng Bonto Mangape Sultan Hasanuddin yang
terkenal dengan “Ayam jantang dari timur” yang disegani oleh para penjajah dari
bangsa barat.
 Seperti halnya kerajaan Islam pada umumnya, masjid menjadi pusat pengem-
banganagama Islam di Sulawesi Selatan. Pada masa pemerintahan raja Gowa ke-15
(1637-1653),Sultan Malikussaid (I Mannuntungi Daeng Mattola Karaeng Lakiung),
tiap-tiap negerimemiliki masjid dan di tiap-tiap kampung memilikilanggara’.
. Selain sebagai tempat ibadah,masjid dan langgar juga digunakan sebagai tempat
pengajian agama bagi anak-anak muda ditempat itu. Guru yang mengajarkan Al-
quran dan ilmu-ilmu Islam lainnya disebutanrong-guruntaatauGurunta.
Selain itu, penulisan dan penyalinan buku-buku agama Islam dari bahasa Melayu
kebahasa Makassar giat dilaksanakan. Berbagai lontara yang asalnya dari bahasa
Melayudiduga berasal dari zaman permulaan perkembangan Islam di Sulawesi

29
Selatan (abad ke-17dan 18) yang sampai saat ini masih populer di kalangan orang
tua-tua Bugis-Makassar.
a. Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia Orde Lama
Berbicara sejarah, tidak bisa dipisahkan dari pembahasan tentang ”waktu”. Dalam
bahasa Arab sejarah memiliki arti ”Tarikh”, artinya ketentuan masa. Selain itu kata
tarikh juga dipakai dalam arti lebih spesifik yaitu perhitungan tahun, sedangkan
sejarah dalam bahasa inggris disebut ”history” yang berarti the development of
everything in time (perkembangan sesuatu dalam suatu masa). Lebih jelasnya lagi
dan tidak perlu diperdebatkan bahwa sejarah adalah peristiwa-peristiwa masa lampau.
Sedangkan pendidikan islam di indonesia, sangatlah erat hubungannya dengan
kedatangan islam itu sendiri ke indonesia. Dalam hal ini Mahmud Yunus mengatakan,
bahwa sejarah pendidikan islam sama lamanya dengan masuknya islam ke indonesia.
Hal ini disebabkan karena pemeluk agama baru tersebut sudah barang tentu ingin
mempelajari dan mengetahui lebih mendalam tentang ajaran-ajaran islam, ingin
pandai melakukan sholat, berdoa dan membaca Al-Qur’an secara fasih sehingga
dalam hal inilah yang menyebabkan timbulnya proses belajar, meskipun dalam
pengertian amat sederhana. Dari sinilah mulai timbul pendidikan islam.4 Pendidikan
islam adalah usaha orang dewasa muslim yang bertakwa secara dasar mengarahkan
dan membimbing pertumbuhan serta perkembangan fitrah manusia melalui ajaran
islam kearah titik maksimal pertumbuhan dan perkembangannya. Sejalan dengan
misi agama islam yang memberikan rahmat bagi sekalian makhluk di alam ini,
pendidikan islam mencoba mengidentifikasikan sasarannya pada tiga pengembangan
fungsi manusia, yaitu: 1. Menyadarkan manusia sebagai makhluk individu, yaitu
manusia yang hidup ditengah makhluk-makhluk lain, manusia harus bisa
memerankan fungsi dan tanggung jawabnya, manusia akan mampu berperan sebagai
makhluk Allah yang paling utama diantara makhluk-makhluk lainnya dan
menfungsikan dirinya sebagai kholifah dimuka bumi. 2. Menyadari fungsi manusia
sebagai makhluk sosial. 3. Menyadarkan, manusia sebagai hamba Allah SWT.
Dalam rangka memudahkan seseorang dalam menelaah dan mengkaji sejarah

30
islam, termasuk sejarah kebudayaan islam, maka perlu dikembangkan beberapa
pandangan para ahli tentang periodisasi (pembabakan) sejarah pendidikan islam yang
ada di indonesia. Diatas, sudah dikemukakan bahwa pendidikan islam sama tuanya
dengan masuknya islam di Indonesia, dan tentunya tidak akan lepas dari sejarah
islam pada umumnya. Karena itulah periodisasi sejarah pendidikan islam berada
dalam periodeperiode sejarah islam itu sendiri. Sehingga pendidikan islam tersebut
pada dasarnya dilaksanakan dalam upaya menyahuti kehendak islam pada masa itu
dan pada masa yang akan datang yang dianggap sebagai need of life. Usaha yang
dimiliki apabila kita teliti secara mendalam merupakan upaya untuk melaksanakan isi
kandungan Al-Qur’an terutama yang tetuang dalam surat Al-Alaq ayat 1-5. 8 Hurun
Nasution, secara garis besar membagi sejarah islam ke dalam tiga periode, yaitu
periode klasik, pertengahan dan modern. Periode pembahasan tentang lintasan atau
periode sejarah pendidikan islam sebagai berikut: 1) Periode pembinaan pendidikan
islam, yang berlangsung pada masa Nabi Muhammad SAW. lebih kurang 23 tahun
semenjak beliau menerima wahyu pertama sampai wafat. 2) Periode pertumbuhan
pendidikan islam, yang berlangsung sejak wafatnya Nabi Muhammad SAW sampai
dengan akhir kekuasaan bani Umaiyah. 3) Periode kejayaan islam, yang berlangsung
sejak permulaan Daulah Bani Abbasiyah sampai jatuhnya kota bagdad yang diwarnai
dengan berkembangnya secara pesat ilmu pengetahuan dan kebudayaan islam. 4)
Tahap kemunduran pendidikan, yang berlangsung sejak jatuhnya kota baghdad
sampai dengan jatuhnya Mesir oleh Napoleon Bonaparte disekitar abad ke- 13 M
yang ditandai oleh lemahnya kebudayaan islam. 5) Tahap pembaruan pendidikan
islam, yang berlangsung sejak pendudukan Mesir dan Napoleon di akhir abad ke- 18
M sampai sekarang ini yang ditandai masuknya unsur-unsur pendidikan modern.
Sementara itu kegiatan pendidikan islam di indonesia yang lahir dan tumbuh serta
berkembang bersamaan dengan masuknya dan berkembangnya islam di indonesia.
Oleh karena itu dalam rangka melacak sejarah pendidikan islam di indonesia dengan
periodisasinya terdapat beberapa fase yang diantaranya: 1) Periode masuknya islam
ke Indonesia 2) Periode pengembangan melalui proses adaptasi 3) Periode

31
pengembangan krajaan-krajaan islam 4) Periode penjajahan Belanda 5) Periode
penjajahan Japan 6) Periode kemerdekaan I (orde lama) 7) Periode kemerdekaan II
(orde baru).
b. Sejarah Pendidikan Islam Orde Baru
Pada masa Orde Baru, pendidikan agama telah mengalami kemajuan sesuai
dengankeputusan sidang MPRS tahun 1966. Dengan demikian, sejak tahun 1966
pendidikan agamamenjadi mata pelajaran wajib mulai dari Sekolah Dasar (SD)
sampai Perguruan TinggiUmum Negeri di seluruh Indonesia.
Adapun kebijakan pendidikan Islam pada masa OrdeBaru adalah :
1. Masuknya sistem pendidikan Islam ke dalam sistem pendidikan nasional. Hal
tersebutditandai dengan lahirnya Surat Keputusan Bersama Tiga Menteri (SKB 3
Menteri),yaitu Menteri Pendidikan Nasional, Menteri Agama, dan Menteri Dalam
Negeritentang Peningkatan Mutu Pendidikan Madrasah. Untuk merealisasikan
SKB 3Menteri tersebut, pada tahun 1976, Departemen Agama menetapkan
kurikulumstandar yang dijadikan acuan oleh madrasah. Surat keputusan tersebut
jugamenetapkan bahwa ijazah madrasah memiliki nilai yang sama dengan nilai
ijazahsekolah umum yang setingkat. Lulusan madrasah dapat melanjutkan ke
sekolahumum setingkat lebih atas dan siswa madrasah dapat pindah ke sekolah
umum yangsetingkat. Keberadaan SKB 3 Menteri ini menyebabkan terjadinya
perubahankurikulum madrasah. Kurikulum madrasah yang awalnya 60% agama
dan 40% umumberubah menjadi 30% agama dan 70% umum. Walaupun SKB 3
Menteri inimemberikan dampak positif bagi madrasah, tetapi dalam praktiknya
masih adahambatan dan kelemahan yang perlu diatasi, di antaranya: perbandingan
pelajaranumum dan agama dengan persentase 70:30 masih menimbulkan reaksi
masyarakatsebagai usaha pendangkalan agama di madrasah, tamatan madrasah
serba tanggung,pengetahuan agama dan bahasa Arabnya kurang mendalam, input
yang kurang baikbagi perguruan tinggi Islam, pengetahun umumnya pun rendah,
menyebabkan merekakalah bersaing dalam memasuki perguruan tinggi umum.
Selain itu, juga timbul keraguan masyarakat tentang kualitas madrasah saat itu jika

32
dibandingkan dengansebelum SKB 3 Menteri dikeluarkan.
 2.Pembaruan madrasah dan pesantren, baik pada aspek fisik maupun non-
fisik.Pembaruan aspek fisik dilakukan dengan melengkapi dan meningkatkan
intrastruktur,sarana prasarana, dan fasilitas seperti buku, perpustakaan, dan
peralatan laboratorium.Aspek nonfisik meliputi pembaruan bidang kelembagaan,
manajemen pengelolaan,kurikulum, mutu sumber daya manusia, proses
pembelajaran, jaringan teknologi daninformasi, dan sebagainya.
3.Pemberdayaan pendidikan Islam nonformal, di antaranya majlis taklim.
Padamasaini, muncul ribuan majlis taklim yang selanjutnya tergabung dalam
Badan KontakMajlis Taklim (BKMT) mulai dari tingkat pusat sampai kabupaten,
kota, dankecamatan.
 4.Peningkatan atmosfer dan suasana praktik keagamaan. Pemerintah Orde Baru
telahmendukung lahirnya berbagai pranata ekonomi, sosial, budaya, dan kesenian
Islam.Lahirnya Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesi (ICMI), Bank Muamalat
Indonesia(BMI), Harian Umum Republika, Bayt Alquran, dan lain-lain. Semua ini
merupakanbuah dari keberhasilan pembaruan pendidikan Islam.
I. Dualisme Pendidikan
Diakui bahwa kebijakan pemerintah Orde Baru mengenai pendidikan islam dalam
konteks madrasah di indonesia bersifat positif dan konstruktif, khususnya dalam
duadekade terakhir 1980-an sampai dengan 1990-an. Pada masa pemerintah Orde
Baru, lembaga pendidikan madrasah di kembangkan dalam rangka pemerataan
kesempatan dan peningkatan mutu pendidikan. Pada awal-awal masa pemerintahan
orde baru, kebijakan tentang madrasah bersifat continu dan meningkatkan serta
mengembangkan kebijakan yang telah terealisassikan pada Orde Lama. Pada tahap
ini madrasah belum di pandang sebagai bagian dari sistem pendidikan nasional, tetapi
masih bersifat lembaga pendidikan otonom dibawah pengawasan menteri agama, ini
semua disebabkan oleh belum terdominasi oleh muatan-muatan agama, sehingga
madrasah belum mengugunakan standart kurikulum, dengan demikian pada masa
Orde Baru muncul isu tentang adanya dualisme pendidikan.12 Disisi lain dualisme

33
ini bersumber pada dualisme kebijakan pemerintah yang ada pada saat itu, sehingga
pada masa Orde Baru mengalami ketegangan yang cukup kuat antara madrasah dan
pendidikan umum. Dalam konteks ini tempaknya madrasah tidak hanya
disosialisasikan dari sistem pendidikan nasional akan tetapi terdapat indikasi kuat
untuk di hapus. Menurut Dr. Muchtar Naim dalam Marwan mengemukakan dualisme
pendidikan merupakan sistem pendidikan warisan zaman kolonial yang membedakan
antara pendidikan ”Umum” dan pendidikan ”Agama” di pihak lain. Persoalan ini
akan menyebabkan kehancuran dan kesenjangan pendidikan di Indonesia dengan
akiat yang ditimbulkannya. Diantara akibat dan dampak negatif dari sistem dualisme
ini adalah
(1) arti agama sudah dipersempit yaitu agama hanya dipandang sebagai ilmu yang
memperdalam teologi an sich.
(2) pendidikan agama dianggap telah terkotak-kotak dalam kubu tersendiri dan
menjadi eksklusif (3) pendidikan agama melahirkan IQ yang rendah dan tidak
bermutu.
II. Restrukturisasi Kurikulum Madrasah dan Mengatasi Kelangkaan
Ulama’
Setelah SKB tiga menteri dikeluarkan tentang pengaturan pembakuan kurikulum
sekolah umum dan madrasah yang isinya antara lain adalah mengizinkan kepada
lulusan madrasah untuk melanjutkan ke sekolah-sekolah umum yang lebih tinggi.
Sehingga dalam keputusan ini mengalami perbaikan dan penyempurnaan kurikulum
yang bertujuan untuk membentuk manusia atau siswa yang memiliki ketakwaan yang
tinggi terhadap Allah SWT serta keharmonisan sesama manusia dan lingkungannya
sebuah sekolah. Tetapi lebih lanjut lagi dalam pendifinisiannya mulai berubah
berkaitan dengan kurikulum yang merupakan bagian dari suatu proses dalam
Pendidikan. Kurikulum yang mempunyai arti sempit sebagai seperangkat rencana
dan pengaturan tentang isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai
pedoman kegiatan belajar-mengajar, merupakan sebuah kerangka yang sangat
mendukung dalam persoalan Pendidikan Islam, sehingga dengan adanya desain

34
kurikulum yang baik akan mencetak peserta didik yang berkualitas.15 Disisi lain,
kurikulum merupakan elemen penting dalam proses belajar-mengajar. Karena
berhasil dan tidaknya suatu tujuan pendidikan tergantung kurikulum yang
dipersiapkan dan metode yang digunakannya. Selain itu kurilkulum mempunyai
posisi yang sangat sentral dan memiliki kedudukan yang sangat strategis dalam setiap
upaya pendidikan, sehingga tidak relevannya desain kurikulum yang dikembangkan
dalam dunia pendidikan akan menyebabkan teraliniasi dari lingkungan alias tidak
peka terhadap perkembangan yang terjadi disekitarnya. Dengan demikian, maka
persoalan kelangkaan ulama’ dapat diatasi dan adanya restrukturisasi kurikulum
madrasah betul-betul menjadi solusi kongkrit untuk mengembalikan eksistensi ulama
yang ada di Negara Indonesia. Serta out put dari pendidikan islam akan melahirkan
generasi penerus bangsa yang memiliki kualitas dan kapabilitas yang mempuni di
bidang agama.

BAB III
C. MACAM-MACAM LEMBAGA PENDIDIKAN ISLAM DI INDONESIA
Pendidikan Islam mempunyai sejarah yang panjang. Dalam pengertian seluas-
luasnya, pendidikan Islam berkembang seiring dengan kemunculan Islam itu sendiri.
Dalam konteks masyarakat Arab, di mana Islam lahir dan pertama kali berkembang,
kedatangan Islam lengkap dengan usaha-usaha pendidikan – untuk tidak menyebut
35
sistem – merupakan transformasi besar. Sebab, masyarakat Arab pra-Islam pada
dasarnya tidak mempunyai sistem pendidikan formal.
1. Lembaga Pendidikan Formal
Dalam undang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas disebutkan bahwa
lembaga pendidikan formal adalah jalur pendidikan yang terstruktur dan berjenjang
yang terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi.
Lembaga pendidikan jalur normal terdiri dari lembaga pendidikan prasekolah,
lembaga pendidikan dasar (SD/SMP), lembaga pendidikan menengah (SMA/SMK),
dan lembaga pendidikan tinggi.
Dalam sistem pendidikan nasional juga dinyatakan bahwa setiap warga negara
diwajibkan mengikuti pendidikan formal minimal sampai selesai tingkat SMP.
Lembaga pendidikan formal berorientasi pada pengembangan manusia Indonesia
seutuhnya.
Pada masa awal perkembangan Islam, tentu saja pendidikan formalyang
sistematis belum terselenggara. Pendidikan yang berlangsung dapatdikatakan
umumnya bersifat informal; dan inipun lebih berkaitan denganupaya-upaya dakwah
Islamiyah – penyebaran, dan penamaan dasar-dasarkepercayaan dan ibadah Islam.
Dalam kaitan itulah bisa dipahami kenapaproses pendidikan Islam pertama kali
berlangsung di rumah sahabat tertentu yang paling terkenal adalah Dār al-Arqam.
Tetapi ketika masyarakat Islamsudah terbentuk, maka pendidikan diselenggarakan
di masjid. Prosespendidikan pada kedua tempat ini dilakukan dalam halaqah,
lingkaranbelajar.
Fachruddin juga mengatakan bahwa pada masa berikutnya trendmasjid
sebagai lembaga pendidikan formal mulai bergeser dengan hadirnyamadrasah.
Dengan hadirnya madrasah maka dengan sendirinya pula praktikpendidikan formal
berada di madrasah. Madrasah pada masa itu mengkajiilmu lintas disiplin keilmuan
atau adanya integrasi keilmuan (baik ilmudiniyah maupun ilmu gharbiyah).
Dengan demikian madrasah menjadi kayaakan pengkajian keilmuan.
Madrasah lahir sebagai lembaga pendidikan yang berkembang secaraalami dari

36
cikal bakalnya, yaitu masjid. Masjid yang pada masa itu menjadipusat kajian
keagamaan, terutama masjid akademi (masjid khan). Tahapanperubahan sebelum
menjadi madrasah adalah dari masjid, kemudian masjidakademi, hingga akhirnya
menjadi madrasah. Untuk menamatkanpembelajaran dasar keislaman di masjid
dibutuhkan waktu sekitar 4 tahun.Pembiayaan pendidikan di masjid berasal dari
wakaf tahrir (si pemberi wakaftidak melakukan pengawasan terhadap
pelaksanaan kegiatan di masjid). Keberadaan madrasah merupakan salah satu
bentuk inovasi dalam trendpendidikan Islam. Dikatakan sebagai inovasi karena pada
masa sebelumnyabelum ada madrasah.
Adapun ciri-ciri pendidikan formal adalah :
a. Pendidikan berlangsung dalam ruang kelas yang sengaja dibuat oleh lembaga
pendidikan formal.
b. Guru adalah orang yang ditetapkan secara resmi oleh lembaga.
c. Memiliki administrasi dan manajemen yang jelas.
d. Adanya batasan usia sesuai dengan jenjang pendidikan.
e. Memiliki kurikulum formal.
f. Adanya perencanaan, metode, media, serta evaluasi pembelajaran.
g. Adanya batasan lama studi.
h. Kepada peserta yang lulus diberikan ijazah.
i. Dapat meneruskan pada jenjang yang lebih tinggi.
Sedangkan lembaga-lembaga penyelenggara pendidikan formal antara lain:
a. Taman Kanak-kanak (TK)
b. Raudatul Athfal (RA)
c. Sekolah Dasar (SD)
d. Madrasah Ibtidaiyah (MI)
e. Sekolah Menengah Pertama (SMP)
f. Madrasah Tsanawiyah (MTs)
g. Sekolah Menengah Atas (SMA)
h. Madrasah Aliyah (MA)
i. Sekolah Menengah Kejuruan (SMK)

37
j. Perguruan Tinggi, meliputi; Akademi, Politeknik, Sekolah Tinggi, Institut, dan
Universitas.
Madrasah dari kata darasa yang berarti tempat duduk untuk belajar, dan dapat
berubah menjadi mudarrisun isim fail dari kata darrasa (mazid tasdid) yang berarti
pengajar.Berdasarkan pengertian tersebut di atas maka ada sajaberanggapan bahwa
sejak awal pelaksanaan dakwah islamdi mulai, sejak itu pula sudah ada madrasah-
madrasah yangmerupakan tempat menerima dan memberikan pelajarandalam bentuk
khalaqah baik itu di laksanakan di Kuttab-kuttab maupun di Masjid-masjid dan
bahkan ditempat lain. 71 |al-Khwarizmi, Volume II, Edisi I, Maret 2014, Hal. 69–84.
Madrasah adalah perkembangan modern daripendidikan pesantren. Menurut sejarah,
jauh sebelumBelanda menjajah Indonesia, lembaga pendidikan Islamyang ada adalah
pesantren yang memusatkan kegiatannyauntuk mendidik siswanya mendalami ilmu
agama. Proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia padatahun 1945 ternyata
melahirkan kebutuhan akan banyaktenaga terdidik dan terampil untuk menangani
administrasipemerintahan dan juga untuk membangun negara danbangsa. Untuk itu,
pemerintah lalu memperluas pendidikanmodel barat yang dikenal dengan sekolah
umum itu. Untukmengimbangi kemajuan zaman itu, di kalangan ummat Islamsantri
timbul keinginan untuk mempermodern lembagapendidikan mereka dengan
mendirikan madrasah.Lembaga pendidikan Islam mempunyai misi
yaitumempersiapkan generasi muda ummat Islam untuk ikutberperan bagi
pembangunan ummat dan bangsa di masadepan. Pentingnya misi lembaga
pendidikan Islam inidisebabkan hampir seratus persen siswa atau mahasiswayang
belajar di lembaga pendidikan Islam adalah anak-anakdari keluarga santri.
Hal ini berbeda dengan keadaan disekolah atau perguruan tinggi umum yang
siswa ataumahasiswanya merupakan campuran antara anak keluargasantri dan
keluarga abangan. Apabila kualitas pendidikanbagus, insya Allah, mereka akan
menjadi orang yangberkualitas dan memainkan peran penting. Sebaliknya,apabila
kualitas pendidikan yang mereka peroleh dimadrasah tidak bagus, maka
kemungkinan mereka untukberperan dalam percaturan bangsa menjadi kecil. Mereka

38
akan menjadi bagian masyarakat, bukan bagianpenyelesaian problem masyarakat.
Keberadaan lembaga pendidikan Islam sebagai lembaga formaldinyatakan
dalam pasal 17 bahwa pendidikan dasar berbentuk Sekolah Dasar (SD) dan Madrasah
Ibtidaiyah (MI) atau bentuk lain yang sederajat serta Sekolah Menengah Pertama
(SMP) dan Madrasah Tsanawiyah (MTs) atau bentuk lain yang sederajat. Mengenai
pendidikan menengah dinyatakan dalam pasal 18 bahwa Pendidikan Menengah
berbentuk Sekolah Menengah Atas (SMA), Madrasah Aliyah (MA), Sekolah
Menengah Kejuruan (SMK), dan Madrasah Aliyah Kejuruan (MAK) atau bentuk lain
yang sederajat. Sedangkan dalam pasal 20 dinyatakan bahwa pendidikan tinggi dapat
berbentuk Akademi, Politeknik, Sekolah Tinggi, Institut, atau Universitas.
2. Lembaga Pendidikan Informal
Dalam undang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas disebutkan
bahwapendidikan Informal adalah jalur pendidikan keluarga dan lingkungan.
Lembagapendidikan informal adalah pendidikan yang ruang lingkupnya lebih terarah
padakeluarga dan masyarakat. Pendidikan keluarga adalah pendidikan pertama dan
utama. Dikatakan pertama, karena bayi atauanak itu pertama kali berkenalan dengan
lingkungan dan mendapatkan pembinaandari sebuah anggota keluarga. Pendidikan
pertama ini dapat dipandang sebagai peletak pondasi pengembangan-pengembangan
berikutnya. Adanya istilah pendidikan utamajuga dikarenakan adanya pengembangan
tersebut.
Namun pendidikan informal, khususnya pendidikan keluarga memang belum
ditangani seperti pada pendidikan formal, sehingga masuk akal jika sebagian besar
keluarga belum memahami dengan baik tentang cara mendidik anak-anak dengan
benar.Lembaga pendidikan informal dan alamiah, walaupun sejalan
dengankebutuhan-kebutuhan lingkungannya, tidak menerima bantuan langsung
darinegara, juga tidak memperoleh pengakuan hukum apapun dalam
strukturkemasyarakatan. Lembaga-lembaga pendidikan informal didukung
olehsukarelawan yang mengabdikan diri pada usaha-usaha kelompok.
Keberadaanpara sukarelawan tersebut tidak diatur oleh negara; tetapi

39
pribadi atausekelompok orang yang terlibat di dalam lembaga itu bertanggung
jawabkepada masyarakat dengan cara yang sama seperti halnya warga
negaralainnya. Keberadaan lembaga pendidikan informal tergantung
padakepribadian para ilmuwan dan kemampuannya untuk menarik murid
danpendukung.
Salah satu lembaga pendidikan informal pada masa itu
adalahperpustakaan. Perpustakaan-perpustakaan umum dibuka untuk umum,
berdiridi masjid-masjid, masjid-akademi, dan madrasah-madrasah. Khalifah,
wazir,dan penguasa lokal sering sekali membangun perpustakaan umum
untukmempromosikan kegiatan tulis-baca dan memajukan tingkat
pendidikandalam wilayah kekuasaan mereka. Lembaga-lembaga seperti itu tidak
hanyaberkembang di Bagdad dan Kairo, tetapi juga di ibukota-ibukota propinsi
dansepanjang wilayah Afrika Utara, khususnya di pusat-pusat utama
kebudayaanIslam di Andalusia.
a). Kuttab
Kuttabmerupakan sejenis tempat belajar yang mula-mula lahir di dunia Islam.
Pada awalnya, kuttab berfungsi sebagai tempat memberikanpelajaran menulis dan
membaca bagi anak-anak. Kuttab sebenarnya telah adadi negeri Arab sebelum
datangnya agama Islam, tetapi belum begitu dikenal.Di antara penduduk Mekah
yang mula-mula belajar menulis huruf Arab dikuttab ini adalah Sufyan bin Umayyah
bin Abdul Syams dan Abu Qais binAbdul Manaf bin Zuhrah bin Kilab. Keduanya
belajar dari Bisyr bin AbdulMalik yang mempelajarinya dari Hirah. Kuttabdalam
bentuk awalnya beruparuangan di rumah seorang guru.
Selain dari kuttab-kuttab yang diadakan dalam masjid terdapat pulakuttab
umum dalam bentuk madrasah yang mempunyai gedung sendiri dandapat
menampung ribuan murid. Kuttab jenis ini bersifat formal. Kuttab inimulai
berkembang karena adanya pengajaran khusus bagi anak-anak keluargaraja,
pembesar, dan pegawai istana yang diasuh oleh seorang mu’addib(pendidik).
b)Masjid

40
Masjid juga berperan dalam pendidikan Islam. Masjid pada masaRasulullah
saw. dijadikan tempat untuk memberi pelajaran. Di antara siswayang menjadi siswa
di Masjid Nabi adalah Ali bin Abi Talib dan Abdullahbin Abbas. Di dalam masjid
dipelajari kaidah-kaidah hukum agama.27Struktur pengajian di Masjid Nabi lebih
merupakan bentuk nonformal.Walau bagaimanapun struktur pengajian yang lebih
sistemik dan formal dapatdiadakan apabila sebuah surau didirikan bersambungan
dengan masjidtersebut lalu diberi nama al-Suffah. Oleh karena struktur pengajian di
sinilebih sistemik dan formal. Di masjid juga diberikan pengajaran tentangkesehatan
dan oba-obatan (medicine).
c)Majelis Taklim
Majelis taklim merupakan lembaga pendidikan tertua dalam Islam,sebab
sudah dilaksanakan sejak zaman Rasulullah saw. Meskipun tidakdisebut dengan
majelis taklim, pengajian Nabi Muhammad saw. yangberlangsung secara sembunyi-
sembunyi di rumah Arqam bin Abil Arqam dizaman Rasul saw. atau periode Mekah
dapat dianggap sebagai majelis taklimdalam konteks sekarang. Pada periode
Madinah, ketika Islam telah menjadikekuatan nyata dalam masyarakat,
penyelenggaraan pengajian itu lebih pesat
Ciri-ciri pendidikan informal adalah :
a. Pendidikan berlangsung terus-menerus tanpa mengenal tempat dan waktu.
b. Yang berperan sebagai guru adalah orangtua.
c. Tidak adanya manajemen yang baku.
Lembaga Pendidikan Non Formal :
Lembaga non formal ini didapat atau diperoleh dari lingkungan masyarakat.
Apa yang terjadi di masyarakat merupakan pendidikan dan pembelajaran bagi setiap
individu. Layanan pendidikan di lingkungan masyarakat ini dibutuhkan warganya
sebagai tambahan, pengganti atau pelengkap dari pendidikan yang diperoleh di
sekolah atau d rumah.
Materi yang didapat bersifat praktis dan sesuai dengan yang dibutuhkan
masyarakat saat itu. Pembelajaran ini diperoleh secara langsung atau praktik.
Program yang dibuatpun sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Berbeda dengan
41
pendidikan formal dan in formal, dimana pendidikan di masyarakat tidak mengenal
jenjang usia dan waktu yang tidak ditentukan.
Pengertian pendidikan Islam non formal ialah pendidikan Islam yang setiap
kegiatan terorganisasi dan sistematis, di luar sistem persekolahan yang mapan,
dilakukan secara mandiri atau merupakan bagian penting dari kegiatan yang lebih
luas, yang sengaja dilakukan untuk melayani anak-anak tertentu di dalam mencapai
tujuan belajarnya. Penyelenggaraan pendidikan non formal ini tidak terikat oleh jam
pelajaran sekolah, dan tidak ada penjejangan sehingga dapat dilaksanakan kapan saja
dan dinama saja; dan tergantung kepada kesempatan yang dimiliki oleh para anggota
masyarakat dan para penyelenggara pendidikan agama Islam pada masyarakat itu
sendiri. Pandangan senada berdasarkan Undang-undang Pendidikan Nasional bahwa
pendidikan non formal yang diselenggarakan bagi warga masyarakat yang
memerlukan layanan pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti, penambah, dan/
atau pelengkap pendidikan formal dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang
hayat.
Abu Ahmadi dan Nur Uhbiyati mengatakan bahwa pendidikan Islam non
formal atau pendidikan luar sekolah adalah semua bentuk pendidikan yang
diselenggarakan dengan sengaja, tertib, dan berencana, di luar kegiatan persekolahan.
Dari pengertian ini dapat dipahami bahwa apa yang diungkapkan oleh Abu Ahmadi
dan Nur Uhbiyati sama dengan pengertian yang sebelumnya bahwa sama-sama
pendidikan di luar sekolah, teratur, mandiri, dan terencana.
Pendidikan Islam non-formal merupakan pendidikan Islam yang diterima dan
diterapkan di lingkungan masyarakat, pendidikan Islam non-formal adalah
pendidikan di masyarakat yang berpedoman pada Al-Qur’an dan Sunah-sunah
Rasulullah SAW., dimana tujuan dari pendidikan Islam non-formal ini untuk
mrnciptakan masyarakat yang sempurna akhlak dan budi pekertinya, masyarakat
yang taat kepada perintah Allah SWT., dan RasulNya. Adapun lembaga-lembaga
pendidikan Islam Non-Formal itu, seperti: Pondok pesantren, Majelis taklim, TPA
dan lembaga-lemabaga lainnya yang bernuansa Islami.

42
Pendidikan non formal menurut Philip H. Choombs ialah pendidikan luar
sekolah yang dilembagakan dan istilah ini yang digunakan dalam UU Sistem
Pendidikan Nasional Republik Indonesia No. 2 tahun 1989 tentang Sistem
Pendidikan Nasional pasal 10 ayat 1.Pendidikan nonformal meliputi pendidikan
kecakapan hidup, pendidikan anak usia dini, pendidikan kepemudaan, pendidikan
ketrampilan dan pelatihan kerja, pendidikan kesertaan serta pendidikan lain yang
ditujukan untuk mengembangkan kemampuan peserta didik.Pendidikan nonformal
diselenggarakan bagi warga masyarakat yang memerlukan layanan pendidikan yang
berfungsi sebagai pengganti, penambah dan atau pelengkap pendidikan formal dalam
rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat.
1. Pesantren
Pondok pesantren merupakan lembaga pendidikan Islam tertua di
Indonesia sampai sekarang tetap memberikan kontribusi penting di bidang sosial
keagamaan. Pondok pesantren sebagai lembaga pendidikan yang memiliki akar
kuat (indigenous) pada masyarakat muslim Indonesia, dalam perjalanannya
mampu menjaga dan mempertahankan keberlangsungan dirinya (survival
system) serta memiliki model pendidikan multi aspek. Berdasarkan
bangunan fisik atau sarana pendidikan yang dimiliki, pesantren mempunyai
lima tipe berdasarkan ketersediaan sarana dan prasarana yang dimiliki pesantren
itu sendiri. Sedangkan berdasarkan kurikulum, pesantren terbagi tiga, yaitu pesantren
tradisional (salafiyah), pesantren modern (khalaf atau asriyah) dan pesantren
komprehensif (kombinasi). Pesantren memiliki lima unsur atau elemen, yaitu
masjid, kyai, pondok, santri, dan pengajian kitab kuning (tafaqquh fi al-din).
Sejak tahun 1970-an, banyak bentuk pesantrenyang mulai bermunculan dan
dapat di klasifikasikan sebagai berikut:
a. Pesantren yang menyelenggarakan pendidikan formal denganmenerapkan
kurikulum nasional, baik yang hanya memiliki sekolahkeagamaan (MI, MTs, MA dan
PT Agama Islam) maupun juga yangmemiliki sekolah umum (SD, SMP, SMA dan PT
Umum), sepertipesantren Tebuireng Jombang dan Pesantren Syafi’iyyah Jakarta.

43
b. Pesantren yang menyelenggarakan pendidikan keagamaan dalambentuk madrasah
dan mengajarkan ilmu-ilmu umum meski tidakmenerapkan kurikulum nasional,
seperti Pesantren Gontor Ponorogodan Pesantren Darul Rahman Jakarta.
c. Pesantren yang hanya mengajarkan ilmu-ilmu agama dalam bentukMadrasah
Diniyah, seperti Pesantren Lirboyo Kediri dan PesantrenTegalrejo Magelang.
d. Pesantren yang hanya sekedar menjadi tempat pengajian (Suparta,2005: 5).
Selain bentuk pesantren di atas, juga terdapat bentuk-bentuk lain yanglebih
beragam, antara lain sebagai berikut:
a. Pondok pesantren dimana para santri belajar dan bertempat tinggal diasrama
lingkungan pondok pesantren dengan pengajaran yangberlangsung secara tradisional.
b.Pondok pesantren yang melaksanakan pengajaran secara klasikalditambah oleh
kyai yang bersifat aplikatif dan diberikan pada waktu-waktu tertentu, sementara para
santri tinggal di asrama lingkunganpondok pesantren.
c. Pondok pesantren yang hanya merupakan asrama, sedangkan parasantrinya belajar
di luar (madrasah atau sekolah umum) dan kyaihanya pengawas dan pembina mental
para santri.
d. Pondok pesantren yang menyelenggarakan sistem pondok pesantrendan sekaligus
sistem sekolah atau madrasah (Suparta, 2009: 89).
2. Keluarga
Dalam Islam, keluarga dikenal dengan istilah usrah, nasl, ali, dan nasb. Garis
keluarga dapat diperoleh melalui keturunan, perkawinan, persusuan dan pemerdekaan
(Muhaimin, 1993: 289). Dalam pandangan antropologis, keluargaadalah suatu
kesatuan sosial terkecil manusia sebagai mahluk sosial yang memiliki tempat tinggal
dan ditandai oleh kerja sama, saling asah, asih dan asuh, mendidik, melindungi, dan
merawat. Inti keluarga adalah ayah, ibu, dan anak (Wahyu, 1986:57).
Pendidikan dalam keluarga merupakan pendidikan pertama dan utama,
dimana pendidik yang paling bertanggung jawab terhadap perkembangan seorang
anak adalah orang tua. Kaidah ini ditetapkan secara kodrati, karena mereka
ditakdirkan menjadi orang tua anak yang dilahirkan. Oleh sebab itu di mana dan
dalam keadaan bagaimanapun mereka harus menempati posisinya itu, yakni orang
44
yang paling bertanggung jawab dalam mendidik anak.
Setiap orang tua menginginkan anaknya menjadi orang yang berkembang
secara sempurna. Semua orang tua menginginkan anak yang dilahirkannya itu kelak
menjadi orang yang sehat, kuat, terampil, cerdas, pandai, dan beriman. Intinya,
pendidikan dalam rumah tangga bertujuan agar anak mampu mengembangkan secara
maksimal seluruh potensi manusiawinya yaitu jasmani, akal dan rohani. Dari tiga
potensi perkembangan tersebut, menurut Ahmad Tafsir (1994: 157). kunci pendidikan
dalam keluarga adalah pendidikan kalbu (rohani) atau pendidikan agama. Ini
disebabkan karena pendidikan agama sangat berperanbesar dalam membentuk
pandangan hidup seseorang. Pendidikan agama ini diarahkan pada dua arah, yaitu;
pertama, penanaman nilai dalam arti pandangan hidup, yang kelak mewarnai
perkembangan jasmani dan akal seorang anak. Kedua, penanaman sikap yang kelak
menjadi basis dalam menghargai sesama dan ilmu pengetahuan di sekolah.
Jalur, Jenjang dan Jenis Pendididikan
Berdasarkan Undang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas, pada
pasal 13 ayat 1 diterangkan bahwa jalur pendididikan terdiri atas pendidikan formal,
nonformal, dan informal yang dapat saling melengkapi dan memperkaya. Sedangkan
berdasarkan pasal 14 diterangkan pula bahwa jenjang pendidikan formal terdiri atas
pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi. Berikut beberapa
keterangan tentang hal tersebut :
1. Pada pasal 17 tentang PendidikanDasar
Ayat 1 menjelaskan bahwa“pendidikan dasar merupakan jenjangpendidikan yang
melandasi jenjangpendidikan menengah”.Ayat 2 menjelaskan “pendidikan
dasarberbentuk Sekolah Dasar (SD) danMadrasah Ibtidaiyah (MI) atau bentuk
lainyang sederajat serta Sekolah MenengahPertama (SMP) dan Madrasah
Tsanawiah(MTs), atau bentuk lain yang sederajat”.
2. Pada pasal 18 tentang Pendidikan Menengah
Ayat 1 menjelaskan bahwa “pendidikan menengah merupakan lanjutan
pendidikan dasar”. Ayat 2 menjelaskan bahwa “pendidikan menengah terdiri atas

45
pendidikan menengah umum dan pendidikan menengah kejuruan”. Ayat 3
menjelaskan bahwa ”pendidikan menengah berbentuk Sekolah Menengah Atas
(SMA), Madrasah Aliyah (MA), Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), dan Madrasah
Aliyah Kejuruan (MAK), atau bentuk lain yang sederajat”. Ayat 4 menjelaskan
bahwa “Ketentuan mengenai pendidikan menengah sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintahan”.
3. Pasal 19 tentang Pendidikan Tinggi
Ayat 1 dari pasal ini menjelaskanbahwa ” Pendidikan tinggi merupakan
jenjang pendidikan setelah pendidikan menengah yang mencakup program
pendidikan diploma, sarjana, magister, spesialis, dan doktor yang diselenggarakan
oleh perguruan tinggi”. Ayat 2 menjelaskan bahwa ”Pendidikan tinggi
diselenggarakan dengan sistem terbuka”.
4. Pasal 20 tentang Pendidikan Tinggi.
Ayat 1 menjelaskan bahwa ”Perguruan tinggi dapat berbentuk akademi,
politeknik, sekolah tinggi, institut, atau universitas”. Ayat 2 menjelaskan “perguruan
tinggi berkewajiban menyelenggarakan pendidikan, penelitian, dan pengabdian
kepada masyarakat”.
Ayat 3 menjelasakan “perguruan tinggi dapat menyelenggarakan program akademik,
profesi dan vokasi”.
5. Pasal 25 tentang Pendidikan Tinggi.
Ayat 1 menjelaskan bahwa “perguruantinggi menetapkan persyaratan
kelulusanuntuk mendapatkan gelar akademik.”. Ayat 2 menjelaskan “lulusan
perguruan tinggi yang karya ilmiahnya digunakan untuk memperoleh gelar akademik
jika terbukti merupakan jiplakan akan dicabut gelarnya”.
6. Pasal 26 tentang Pendidikan Non formal.
Ayat 1 menjelaskan “pendidikan nonformal diselenggarakan bagi warga
masyarakat yang memerlukan layanan pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti,
penambah dan pelengkap pendidikan formal dalam rangka mendukung pendidikan
sepanjang hayat”.
Ayat 2 menjelaskan “pendidikannonformal berfungsi mengembangkan potensi
46
peserta didik dengan penekanan pada penguasaan pengetahuan dan keterampilan
fungsional serta pengembangan sikap dan kepribadian profesional”.
Ayat 3 menjelaskan “pendidikan nonformal meliputi pendidikan kecakapan
hidup, pendidikan anak usia dini, pendidikan kepemudaan, pendidikan pemberdayaan
perempuan, pendidikan kesksaraan, pendidikan ketarampilan dan pelatihan
kerjapendidikan kesetaraan, serta pendidikan lain yang ditunjukkan untuk
mengembangkan kemampuan peserta didik”.
Ayat 4 menjelaskan “satuanpendidikan nonformal terdiri atas lembaga kursus,
lembaga peltihan, kelompok belajar, pusat kegiatan belajar masyarakat, dam majlis
taklim, serta satuan pendidikan yang sejenis”.
Ayat 5 menjelaskan ”kursus danpelatihan diselenggarakan bagi masyarakat
yang memperkuat bekal pengetahuan, keterampilan, kecakapan hidup, dan sikap
untuk mengembangkan diri, mengembangkan profesi, bekerja, usaha mendiri, dan
melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi”.
Ayat 6 menjelaskan “hasil pendidikannonformal dapat dihargai setara dengan
pendidikan formal setelah melalui proses penilaian penyetaraan oleh lembaga yang
ditunjuk oleh pemerintah atau pemerintah daerah yang mengacu pada standar
nasional pendidikan”.
7. Pasal 27 tentang Pendidikan Informal
Ayat 1 menjelaskan “Kegiatan pendidikan informal yang dilakukan
olehkeluarga danlingkungan berbentuk kegiatan belajar secara mandiri”. Ayat 2
menjelaskan “Hasil pendidikan sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 diakui sama
dengan pendidikan formal dan nonformal setelah peserta didik lulus ujian sesuai
dengan standar nasionalpendidikan”.
Ayat 3 menjelaskan “Ketentuanmengenai pengakuan hasil pendidikan
informal sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diatur lebih lanjut dengan peraturan
pemerintah”.
8. Pasal 8 tentang Pendidikan Anak Usia Dini
Ayat 1 menjelaskan “pendidikan anak usia dini diselenggerakan sebelum
jenjang pendidikan dasar”. Ayat 2 menjelaskan “pendidikan anak usia dini dapat
47
diselenggarakan melalui jalur pendidikan formal, nonformal, dan informal”.
Ayat 3 menjelaskan “pedidikananak usia dini pada jalur pendidikan formal
berbentuk Taman Kanak- kanak”.
Ayat 4 menjelaskan “pendidikananka usia dini pada jalur pendidikan
nonformal berbentuk Kelompok Bermain (KB), Taman Penitipan Anak (TPA), atau
bentuk lain yang sederajat”.
Ayat 5 menjelaskan “pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan
informal berbentuk pendidikan keluarga atau pendidikan yang diselenggarakan oleh
lingkungan”.
9. Pasal 29 tentang Pendidikan Kedinasan.
Ayat 3 menjelaskan “pendidikankedinasan diselenggarakan melaui
jalurpendidikan formal dan nonformal”.

BAB IV
FUNGSI PENDIDIKAN ISLAM DI INDONESIA

A. FUNGSI PENDIDIKAN
Fungsi pendidikan merupakan serangkaian tugas atau misi yang diemban dan
harus dilakukan oleh pendidik. Tugas atau misi pendidik itu dapat tertuju pada diri
manusia yang dididik mauapun kepada masyarakat bangsa ditempat ia hidup.
Maksud dari pengertian sebuah fungsi pendidikan yaitu Dapat dirasakan nya atau
dimanfaatkannya hasil sebuah pendidikan. Fungsi utama sebuah pendidikan adalah
mengembangkan kemampuan dan membentuk watak, kepribadian serta peradapan
yang bermartabat dalam hidup dan kehidupan atau dengan kata lain pendidikan
berfungsi memanusiakan manusia agar menjadi manusia yang benar sesuai dengan
48
norma yang dijadikan landasan nya.
a. MIKRO
Fungsi pendidikan dalam arti mikro (sempit) ialah membantu (secara sadar)
perkembangan jasmani dan rohani peserta didik
b. MAKRO
Mengembangkan kemampuan dan membentuk watak, kepribadian serta
peradapan yang bermartabat dalam hidup dan kehidupan atau dengan kata lain
pendidikan berfungsi memanusiakan manusia agar menjadi manusia yang benar
sesuai dengan norma yang dijadikan landasan nya
Fungsi pendidikan secara makro (luas) ialah sebagai alat:
1. Pengembangan pribadi
2. Pengembangan warga negara
3. Pengembangan kebudayaan
4. Pengembangan bangsa
c. UU NO 20 Tahun 2003
Pendidikan berfungsi untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk
watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan
kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar
menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
berahlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga
negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
d. LINGKUNGAN PENDIDIKAN
Lingkungan Keluarga
Pendidikan di lingkungan keluarga berfungsi untuk memberikan dasar dan
menumbuh kembangkan anak sebagai mahluk individu, sosial dan religious
1. Pengalaman Pertama Masa Kanak-Kanak
2. Menjamin kehidupan emosional anak
3. Menanamkan dasar pendidikan mora
4. Memberikan dasar pendidikan sosial
5. Peletakkan Dasar-dasar Keagamaan

49
Lingkungan Sekolah
1. Sekolah memberikan keterampilan dasar.
2. Sekolah membuka kesempatan memperbaiki nasib.
3. Sekolah memecahkan masalah-masalah sosial.
4. Sekolah merupakan alat mentransformasikan kebudayaan
Lingkungan Masyarakat
Mengembangkan potensi peserta didik dengan penekanan pada penguasaan
pengetahuan dan keterampilan fungsional serta pengembangan sikap dan kepribadian
professional;

Dari beberapa peryataan fungsi diatas adapun beberapa fungsi pendidikan diataranya:
1. Bagi dirinya sendiri, pendidikan berfungsi menyiapkan dirinya agar menjadi
manusia secara utuh, sehingga ia dapat menunaikan tugas hidupnya secara
baik dan dapat hidup wajar sebagai manusia.
2. Bagi masyarakat, pendidikan berfungis untuk melestarikan tata social dan tata
nilai yang ada dalam masyarakat (preserveratif) dan sebagai agen
pembaharuan social (direktif) sehingga dapat mengantisipasi masa depan.
3. Menyiapakan tenaga kerja
4. Menyiapkan manusia sebagai warga Negara yang baik.
5. Menyiapkan manusia sebagai manusia

B. Fungsi lembaga – Lembaga Pendidikan Islam di Indonesia


a. Pesantren

Pesantren memiliki peran penting dan strategis dalam upaya perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup. Hal ini dapat dilihat dari beberapa hal yang melatar
belakanginya sebagai lembaga syiar agama Islam yang memegang kendali paling
penting dalam tatanan masyarakat dan hubungan dalam kehidupan manusia.Pesantren
merupakan lembaga pendidikan tradisional Islam untuk memahami, menghayati dan
mengamalkan ajaran agama Islam dengan menekankan pentingnya moral agama

50
Islam sebagai pedoman hidup bermasyarakat sehari-hari. Pesantren merupakan salah
satu lembaga yang memiliki hubungan fungsional simbiotik dengan ajaran Islam
yaitu dari satu sisi keberadaan pesantren diwarnai corak dan dinamika ajaran Islam
yang dianut oleh para pendiri dan kiai pesantren yang mengasuhnya, melalui
pesantrenlah agama Islam menjadi membumi dan mewarnai seluruh aspek kehidupan
masyarakat, sosial, keagamaan, hukum, politik, pendidikan, lingkungan, dan
sebagainya. Pondok pesantren merupakan lembaga tempat penyebaran agama
sekaligus sebagai lembaga pendidikan Islam yang relatif tua yang mampu bertahan
dan berkembang hingga saat ini. Sebagai lembaga Islam, pondok pesantren telah
berusaha meningkatkan kecerdasan rakyat dan moral bangsa.
Apabila diperhatikan dengan seksama, dapat dikatakan bahwa pondok pesantren
memiliki tujuan ganda. Pondok pesantren mempertahankan nilainilai keislaman
dengan titik berat pada aspek pendidikan. Pihak lain, pondok pesantren memiliki
peran dan fungsi terhadap peningkatan pendidikan masyarakat sebagai upaya
meningkatkan kualitas sumber daya manusia guna membentuk masyarakat yang
berperilaku dan paham akan nilai-nilai Islam. Pondok pesantren yang merupakan
“Bapak” dari pendidikan Islam di Indonesia didirikan karena adanya tuntutan dan
kebutuhan zaman, hal ini bisa dilihat dari perjalanan historisnya bahwa sesungguhnya
pesantren dilahirkan atas kesadaran dakwah Islamiyah, yakni menyebarkan dan
mengembangkan ajaran Islam sekaligus mencetak kader-kader ulama dan da‟i.
Pesantren sebagai lembaga pendidikan Islam mengalami perkembangan bentuk
sesuai dengan perubahan zaman serta adanya dampak kemajuan ilmu pengetahuan
dan tekhnologi. Akan tetapi pondok pesantren tetap merupakan lembaga pendidikan
agama Islam yang tumbuh dan berkembang dari masyarakat untuk masyarakat.
Pesantren adalah lembaga yang dapat dikatakan merupakan wujud proses
perkembangan sistem pendidikan Islam yang juga memerlukan inovasi dalam
pendidikan, bukan hanya pendidikan bagi santri di dalammnya akan tetapi juga
pendidikan masyarakat di sekitarnya yang berbentuk kegiatan-kegiatan yang banyak
mengkaji keagamaan. Kebanyakan pesantren termasuk tradisional, yang khusus

51
mengajarkan agama terutama mengarah pada santri yang berdiam dalam pondok.
Namun di sisi lain masih terdapat proses reformasi yang luas, yang menuju pada ilmu
pendidikan kemasyarakatan yang lebih kuat. Suatu lembaga pendidikan Islam,
pesantren dari sudut historis cultural dapat dikatakan sebagai “training centre” yang
otomatis menjadi “cultural central” Islam yang disahkan atau dilembagakan oleh
masyarakat. Pesantren lebih mengedapankan pendidikan agama karena pendidikan
agama merupakan bagian pendidikan yang sangat penting yang berkenaan dengan
aspek-aspek sikap dan nilai. Agama mengatur hubungan manusia dengan Allah,
manusia dengan manusia, manusia dengan alam dan manusia dengan dirinya sendiri
yang dapat menjamin keselarasan, keseimbangan, keserasian dalam hidup manusia
baik sebagai pribadi maupun sebagai anggota masyarakat dalam mencapai
kebahagian lahir batin. Tugas kemasyarakatan pondok pesantren sebenarnya tidak
mengurangi arti tugas keagamaannya, karena dapat berupa penjabaran nilainilai
hidup keagamaan bagi kemaslahatan masyarakat luas.Tugas seperti ini pondok
pesantren akan dijadikan milik bersama, didukung dan dipelihara oleh kalangan yang
lebih luas serta akan berkesempatan melihat pelaksanaan.
nilai hidup keagamaan dalam kehidupan sehari-hari, dan bukan hanya kegiatan
dalam tempat peribadatan ataupun kehidupan ritual saja. Pendidikan dipandang
sebagai salah satu aspek yang memiliki peranan pokok dalam membentuk generasi
masa mendatang dengan pendidikan diharapkan dapat menghasilkan manusia yang
berkualitas dan bertanggungjawab serta mampu mengantisipasi masa depan.
Pendidikan dalam maknanya yang luas senantiasa menstimulir dan menyertai
perubahanperubahan dan perkembangan manusia.upaya pendidikan senantiasa
menghantar dan membimbing perubahan dan perkembangan hidup serta kehidupan
umat manusia. Demikian pesantren mempunyai fungsi pengembangan, penyebaran
dan pemeliharaan kemurnian dan kelestarian ajaran-ajaran Islam dan bertujuan
mencetak manusia pengabdi Allah yang ahli agama dan berwawasan luas sehingga
mampu menghadapi segala masalah yang berkembang di masyarakat. Sejarah sudah
mencatat bahwa pondok pesantren adalah lembaga pendidikan keagamaan dan

52
kemasyarakatan yang sudah sejak lama dikenal sebagai wahana pengembangan
masyarakat. Pesantren yang dikenal dengan fungsi dakwahnya sekaligus memiliki
fungsi sosial diharapkan peka dan menanggapi persoalan-persoalan kemasyarakatan,
seperti: memudarkan tradisi-tradisi kejawen, memberantas kebodohan serta
menciptakan kehidupan yang Islami. Selain itu pesantren juga memiliki fungsi lain
yaitu :
1. Fungsi pesantren sebagai perubahan sosial
Pesantren sebagai institusi pendidikan memiliki basis sosial yang
memiliki peran serta fungsi tersendiri terhadap lingkungan luar pondok
pesantren, karena letak keberadaannya yang secara otomatis membaur dengan
masyarakat. Adanya akulturasi budaya yang komplek menuntut adanya peran
dan fungsi pondok pesantren yang sejalan dengan situasi dan kondisi
masyarakat yang berkembang untuk memberikan kontribusi berupa
pembinaan spiritual agar tercipta sebuah pemahaman yang sesuai dengan Al-
Quran dan As-Sunnah.
Pesantren dapat berfungsi menjadi penggerak bagi upaya peningkatan
kemajuan dan kesejahteraan masyarakat. Sebagai lembaga, pesantren
dimaksudkan untuk mempertahankan nilai-nilai keislaman dengan titik berat
pada pendidikan. Perspektif historis menempatkan pesantren pada posisi yang
cukup istimewa dalam khazanah perkembangan sosial budaya masyarakat.
Selaras dengan pandangan pembangunan sebagai proses perubahan sosial,
pembangunan itu tiada lain merupakan pencerminan kehendak untuk terus
menerus meningkatkan kesejahteraan dalam aspek agama. Karena bidang
pendidikan itu sendiri telah menjadi pilar utama penyangga keberhasilan
pelaksanaan perubahan sosial.
Terkait dengan pembangunan dibidang pendidikan, pesantren dalam
praksisnya sudah memainkan peran penting dalam setiap proses pelaksanaan
kegiatan tersebut. Para kyai atau para ulama yang selama ini menjadi figuran
masyarakat Indonesia, dan bukan sekedar sosok yang dikenal sebagai guru,

53
senantiasa peduli dengan lingkungan sosial masyarakat di sekitarnya. Mereka
memiliki komitmen tersendiri untuk turut melakukan gerakan perubahan
sosial melaui pendektan keagamaan. Esensinya, dakwah yang dilakukan kyai
sebagai medium. perubahan sosial keagamaan itu diorientasikan kepada
pemberdayaan salah satunya aspek kognitif masyarakat. Pendidirian lembaga
pendidikan pesantren yang menjadi ciri khas gerakan perubahan sosial
keagamaan para ulama menandakan peran penting mereka dalam
pembangunan sosial secara umum melalui media pendidikan.
Munculnyatokoh-tokoh informal berbasis pesantren yang sangat berperan
besar dalam menggerakkan dinamika kehidupan sosial masyarakat desa.
Misalnya, tidak bisa dilepaskan dari jasa dan peran besar kyai atau ulama.
2. Pendidikan masyarakat
Pendidikan adalah usaha manusia untuk menumbuhkan dan
mengembangkan potensi-potensi pembawaan baik jasmani maupun rohani
sesuai dengan nilai-nilai yang ada di dalam masyarakat. Pesantren adalah
lembaga pendidikan yang mempunyai kekhasan tersendiri dan berbeda
dengan lembaga pendidikan lainnya. Pendidikan di Pesantren meliputi
pendidikan Islam, dakwah, pengembangan kemasyarakatan dan pendidikan
lainnya yang sejenis.Konsekuensi keikutsertaan pondok pesantren dalam laju
kehidupan kemasyarakatan yang bergerak dinamis.Pondok pesantren, selain
berkembang aspek pokoknyamelainkan pendidikan dan dakwahjuga
berkembang hampir semua aspek kemasyarakatan. Pondok Pesantren dengan
segala potensinya berusaha memberikan yang terbaik bagi masyarakat sebagai
bentuk kepedulian sosial salah satunya melalui pendidikan bagi masyarakat
atau sistem Dakwah yang menjadi kewajiban sebagai institusi syiar Agama
Islam.
3. Budaya dan pemahaman Agama
Kajian tentang Islam di Indonesia ada sesuatu yang harus disadari
bahwa Islam di Indonesia tidak pernah tunggal, Islam Indonesia memang

54
sangat tampak berbeda dengan Islam di berbagai belahan dunia, Islam
Indonesia yang masih kental dengan kepercayaankepercayaan pra Islam
(Animisme, Hinduisme, Budhisme), hal ini karena praktek keagamaan orang-
orang Indonesia lebih banyak terpengaruh oleh agama Hindu dan Budha yang
telah lama hidup di kepulauan Nusantara. Konteks Islam Jawa dibagi menjadi
dua yaitu islam Jawa yang bersifat Sinkretik dan Islam Puritan, yang pertama
kurang taat pada syariah dan bersikap sinkretik dengan menyatukan unsur-
unsur pra Hindu, Hindu dan Islam. bagia kedua lebih taat dalam menjalankan
ajaran agama Islam dan bersikap puritan.
Hubungan dialektika agama dan budaya local dapat dilihat paling
tidak beberapa varian, yaitu,
(1) pribumisasi
(2) negosiasi dan
(3) konflik
Pertama pribumisasi, dalam hal ini diartikan sebagai penyesuaian
Islam dengan tradisi local dimanaia disebarkan.19antara agama Islam dan
budaya mempunyai independensi masing-masing, tetapi keduanya memiliki
wilayah tumpang tindih. Hal demikian karena dalam pribumisasi Islam
tergambar bagaimana Islam sebagai ajaran normative yang berasal dari Tuhan
diakomodasikan ke dalam kebudayaan yang berasal dari manusia tanpa
kehilangan identitas masing-masing. Kedua, negosiasi ketika agama Islam
dengan segenap perangkat doktrin yang dipunyai, berdialektika dengan
berbagai budaya yang ada dalam sebuah masyarakat, maka disana ada
kebutuhan untuk saling sama-sama mengubah tradisi yang dimiliki. Ketiga,
konflik.Pola terakhir dalam dialektika hubungan agama dan budaya lokal
adalah mengambil bentuk konflik.Pola ini mengandaikan adanya sikap yang
saling bertahan antara agama dan budaya dalam pergumulan antara keduanya.

b. Madrasah

55
Madrasah merupakan perkembangan lebih lanjut dari pesantren. Karena itu
menjadi penting untuk mengamati proses historis sebagai mata rantai yang
menghubungkan perkembangan pesantren di masa lalu dengan munculnya
madrasah di kemudian hari. Madrasah secara berangsur-angsur diterima sebagai
salah satu institusi pendidikan Islam yang juga berperan dalam perkembangan
peningkatan mutu pendidikan di Indonesia. Sistem pendidikan pesantren di Jawa
merupakan kesinambungan dari kegiatan pendidikan dan tarekat di pusat
penyebaran Islam dan Tarekat di Jawa. Praktek suluk yang merupakan kekiatan
tarekat telah memperkenalkan amalan-amalan tarekat yang berkembang dalam
lingkungan pesantren. Perlu dijelaskan bahwa dalam tradisi pesantren, istilah
tasawuf dipakai dalam kaitannya dengan aspek intelektual dari “jalan menuju
surga”, sedangkan aspek etis dan praktis disebut dengan istilah tarekat Sebagai
lembaga pendidikan berbasis agama dan memiliki akar budaya yang kokoh di
masyarakat, madrasah memiliki basis sosial dan daya tahan yang luar biasa. Atas
dasar itu apabila madrasah mendapatkan sentuhan menejemen dan
kepemimpinan yang baik niscaya akan dengan mudah menjadi madrasah yang
diminati masyarakat. Sistem pengajaran di madrasah merupakan perpaduan
antara sistem pada pondok pesantren atau pendidikan langgar dengan pendidikan
yang berlaku pada sekolah-sekolah modern, merupakan sistyem pendidikan dan
pengajaran yang di gunakan di madrasah proses perpadua tersabut berlanggsung
secara berangsur-angsur, mulai dan mengikuti sistem klasikal. sistem pengajian
kitab yang selama ini digunakan diganti dengan bidang- bidang pelajaran
tertentu, walaupun masih menggunakan kitab-kitab yang lama. sementara itu
kenaikan tinggkat pun ditentukan oleh penguasa terhadap sejumlah  bidang
pelajaran. Dikarenakan pengaruh ide-ide pembahasan yang berkembang di dunia
islam dan kebangkitan nasionalisme bangsa Indonesia. sedikit demi sedikit
pelajaran umum mulai masuk kedalam kurikulum madrasah. Buku-buku
pelajaran agama mulai disusun khusus sesuai dengan tingkatan madrasah.
sebagaimana halnya dengan buku-buku pengatahuan umum yang berlaku

56
disekolah-sekolah umum. Bahkan kemudian lahirkah madrasa-madrasa yang
mengikuti  penjenjangan dan bentuk-bentuk sekolah modern seperti MI yang
setara dengan SD, MTS yang setara dengan SMP, MA yang setara dengan SMA.
Fungsi Madrasah dalam Mentranmisikan Ilmu Pengetahuan antara lain :
a. Agama
Ada semacam degree agreement bahwa madrasah dipandang sebagai lembaga
yang khusus mentransmisikan ilmu-ilmu agama dengan memberikan penekanan
khususpada bidang fiqih, tafsir, dan hadits dan tidak memasukan ilmu-ilmu umum
dalam kurikulumnya. Menurut Azyumardi Azra, hal ini disebabkan karena 3 alasan :
1) Ini berkaitan dengan pandangan tentang ketinggian ilmu-ilmu keagamaan
(al-'uluum ad-diniyyah) yang danggap mempunyai supremasi lebih dan
merupakan jalan 'tol' menuju Tuhan.
2) Secara institusi madrasah memang dikuasai oleh mereka yang ahli dalam
bidang agama.
3) Berkenaan dengan kenyataan bahwa hampir seluruh madrasah didirikan
dan dipertahankan dengan dana wakaf dari penguasa
politik Muslim atau dermawan karena didorong adanya motivasi
kesalehan.
Madrasah dapat diterima di kalangan masyarakat banyak karena kurikulum
yang terfokus pada bidang keagamaan, seperti pelajaran fiqih misalnya dianggap
dapat memenuhi kebutuhan masyarakat dan dapat diberikan pada anggota masyarakat
dalam segala tingkatan umur.
Di samping itu pula kerena pengajar madrasah adalah para ulama yang
notebene merupakan panutan masyarakat serta pembela kepentingan mereka dan
memiliki keududukan khusus dalam pemerintahan. Karena, dapat kita simpulkan
bahwa madrasah memiliki fungsi
dan peran yang besar dalam mentransmisikan ilmu pengetahuan Islam.
Adapun jenis pentranmisiannya adalah sebagai berikut :
1) Ilmu Pengetahuan yang Ditransminsikan Madrasah
Para ahli telah banyak melakukan penelitian tentang hal ini, bahwa ilmu-ilmu
57
yang ditransmisikan oleh madrasah adalah; Al-Qur'an dan tafsirnya, hadits dan ilmu
haditsnya, fiqih dan ushul fiqihnya, ilmu kalam dan bahasa Arab yang meliputi
nahwu, sharaf, balaghah sebagai penunjangnya.
2) Cara Madrasah Mentransmisikan Ilmu Pengetahuan Islam
Di antara madrasah yang cukup populer di masanya adalah madarasah
Nizhamiyah. Bagaimana cara madrasah ini mentransmisikan ilmu pengetahuan Islam,
yaitu dengan menyelenggarakan ujian. Namun pernanan guru masih sangat
mendominasi oleh karena besarnya pengaruh guru secara individual. Misalnya, ijazah
yang seharusnya dikeluarkan atas nama madrasah, tapi dikeluarkan atas nama guru.
Namun demikian dalam hal ini tidak berarti bahwa madrasah tidak mempunyai
fungsi strategi terhadap tansmisi ilmu.

c. Madrasah Aliyah Negeri Insan Cendekia (MAN-IC)


Seperti halnya sekolah pada umumnya, terancam disfungsional dalam
menyiapkan penduduk yang berkualitas, jika tidak memperbaharui diri sesuai dengan
tantangan strategis yang berkembang. MANIC, yang didirikan dengan semangat
Islam-Modernis, merupakan madrasah percontohan, terutama dalam pembelajaran
agama dan sains/teknologi. Sekarang lembaga ini tidak hanya ditantang oleh
tantangan lama, yaitu menemukan karakter Ke-Islaman dan KeIndonesiaan dan
tantangan modernisasi, melainkan juga tantangan baru, yaitu demokratisasi (termasuk
otonomi daerah) dan globalisasi. Melalui metode Rapid Assessment terhadap sistem
penyelenggaraan (governance), manajemen, tenaga pendidik, kurikulum, peserta
didik serta cara pembelajaran pada dua dari tiga MAN-IC, nampaklah
ketidakseimbangan sekaligus ketidaksiapan lembaga ini dalam merespon tantangan-
tantangan tersebut. Pembaharuan pada hal-hal tersebut di atas yang diajukan dalam
tulisan ini diharapkan akan meningkatkan kemampuan responsif MAN-IC dalam
menyiapkan generasi mendatang.
Sebagian madrasah masih tetap terpaku dan menjadi pelayan masyarakat

58
tradisional dan yang lain lebih mendekati atau terkooptasi oleh negara, tetapi
keduanya kurang tanggap terhadap tuntutan perubahan modernisasi yang datang.
Oleh karena itu, munculnya penekanan pembelajaran sains dan teknologi
(baca:modernisasi) di MAN-IC di tahun 90an sebagai madrasah model untuk
menyambut tantangan modernisasi sekaligus mempertahankan nilai tradisi pondok
pesantren (Islamic boarding school), merupakan fenomena penting. MAN-IC sebagai
madrasah yang mengembangkan sekaligus menyeimbangkan imtak (iman-takwa) dan
iptek ini tidak dapat dilepaskan dari pemikiran Islam-Modernis (oleh ICMI di masa
Prof Habibi) dijadikan oleh Departemen Agama sebagai model pengembangan bagi
madrasah-madrasah yang lain. Kebijakan ini merupakan fenomena kebijakan
pengembangan kualitas SDM yang penting. Hal ini karena model ini diharapkan
dapat menjadi contoh bagi seluruh madrasah dalam “memodernisasi” siswanya yang
secara keseluruhan hampir seperlima dari seluruh siswa di lembaga pendidikan
menengah ke bawah dan dalam dekade terakhir, jumlah lembaga dan siswanya
tumbuh lebih cepat daripada sekolah serta umumnya melayani masyarakat menengah
bawah.
Fungsi Madrasah Aliyah Negeri Insan Cendekia (MAN-IC) untuk itu pertama, di
samping partisipasi komunitas terbukti meningkatkan hasil pembelajaran siswa,
partisipasi komunitas juga meningkatkan pembelajaran demokrasi dalam
penyelenggaraan (governance dan manajemen) pendidikan. Kedua, komunitas MAN-
IC lebih siap untuk partisipasi (finansial dan politik) dibandingkan komunitas
madrasah biasa. Komunitas walimurid MAN-IC umumnya berasal dari kelas
menengah, lebih kuat modal sosial ekonomi dan politiknya untuk ketiga hal
(finansial, hasil pembelajaran siswa dan sosialisasi demokrasi) tersebut, berbeda
dengan MAN “biasa” yang pada umumnya berbasis sosial kelas bawah. Ketiga, guna
mengurangi secara bertahap beban negara, perlu juga dipikirkan ulang tentang
pembiayaan subsidi. Subsidi-silang sangat dimungkinan, namun kriteria penerima
bantuan perlu mempertimbangkan prinsip merit dan emansipasi kelompok sosial-
ekonomi terpencil/tertinggal. Kebijakan afirmatif ini dimaksudkan agar MAN-IC

59
berperan ‘reproduksi kelas menengah” secara elitis, melainkan menyiapkan
munculnya kelas menengah berakar Bhinneka, karena juga memberi kesempatan
mobilitas vertikal bagi mereka yang terbelakang, miskin tetapi berpotensi tinggi.

BAB V
TUJUAN PENDIDIKAN ISLAM DI INDONESIA
A. TUJUAN PENDIDIKAN
Kata pendidik bagi awam atau pembaca umumnya langsung mengaitkan
dengan masalah sekolah dalam arti pertemuan guru dan murid. Sehingga orang tua
merasa berkewajiban untuk mendidik anaknya baik secara langsung maupun tidak
langsung lewat persekolahan. Masalah dasar dan tujuan pendidikan adalah suatu
masalah yang sangat fondamentil dalam pelaksanaan pendidikan. Sebab dari dasar
pendidikan itu akan menentukan corak dan isi pendidikan. Dan dari tujuan
pendidikan akan menentukan ke arah mana anak didik itu dibawa.
Masalah pendidikan adalah merupakan masalah yang sangat penting dalam
kehidupan. Bukan saja sangat penting, bahkan masalah pendidikan itu sama sekali
tidak dapat dipisahkan dari kehidupan. Baik dalam kehidupan keluarga, maupun
dalam kehidupan bangsa dan negara. Maju mundurnya suatu bangsa sebagian besar
ditentukan oleh maju mundurnya pendidikan di negara itu.
Mengingat sangat pentingnya pendidikan itu bagi kehidupan bangsa dan negara,

60
maka hampir seluruh negara di dunia ini menangani secara langsung masalah-
masalah yang berhubungan dengan pendidikan. Dalam hal ini masing-masing negara
itu menentukan sendiri dasar dan tujuan pendidikan di negaranya. Masing-masing
bangsa mempunyai pandangan hidup sendiri-sendiri, yang berbeda satu dengan yang
lain.
Demikian pula masing-masing orang mempunyai bermacam-macam tujuan
pendidikan, yaitu melihat kepada cita-cita, kebutuhan dan keinginannya. Ada yang
mengharapkan supaya anaknya kelak menjadi orang besar yang berjasa kepada nusa
dan bangsa. Ada yang menginginkan supaya anaknya menjadi dokter, insinyur atau
seorang ahli seni. Semuanya itu tergantung kepada keinginan tiap-tiap orang untuk
mengarahkan anaknya agar tercapai hajatnya itu. Berhasil atau tidaknya keinginan
tiap-tiap orang ada sangkut pautnya dengan bakat dan pembawaan dari tiap-tiap anak
itu sendiri, yang harus diperhatikan oleh orang tuanya.
Peningkatan mutu pendidikan dirasakan sebagai suatu kebutuhan bangsa yang
ingin maju. Dengan keyakinan bahwa pendidikan yang bermutu dapat menunjang
pembangunan disegala bidang. Oleh sebab itu, perlu adanya pemahaman tentang latar
belakang dan tujuan pendidikan secara mendalam. Apabila kita telah memamahami
latar belakang dan tujuan pendidikan, penulis yakin bahwa kita bisa memajukan
pendidikan secara nasional. Tujuan pendidikan itupun akan menentukan kearah mana
anak didik akan dibawa. Untuk itu maka kita harus benar benar memahami apa latar
belakang dan tujuan pendidikan yang nantinya bisa dicapai.
Tujuan merupakan sebuah faktor yang sangat penting dalam setiap kegiatan,
termasuk kegiatan pendidikan. Cita – cita atau tujuan yang ingin di capai harus jelas
sehingga semua pelaksanaan dan sasaran pendidikan memahami atau mengetahui
suatu proses kegiatan seperti pendidikan, bila tidak memiliki sebuah tujuan yang jelas
maka proses nya akan kabur.
a. UU NO 2 Tahun 1985
Mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia yang seutuhnya
yaitu yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti

61
luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani,
kpribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatn dan
bangsa.

b. UU NO 20 Tahun 2003
Berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertaqwa kepada Tuhan YME, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreaatif,
mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

c. MENURUT PARA AHLI


Langeveld
Tujuan Umum
Tercapainya kedewasaan jasmani dan rohani anak didik. Maksud kedewasaan
jasmani adalah jika pertumbuhan jasmani sudah mencapai batas pertumbuhan
maksimal, maka pertumbuhan jasmani tidak akan berlangsung lagi. Kedewasaan
rohani yang dimaksud yaitu peserta didik sudah mampu menolong dirinya sendiri
mampu berdiri sendiri, dan mampu bertanggung jawab atas semua perbuatan nya.
Tujuan Khusus
Tujuan khusus yaitu tujuan tertentu yang hendak dicapai berdasar usia, jenis
kelamin, sifat, bakat, intelegensi, lingkungan sosial budaya, tahap – tahap
perkembangan, tuntunan syarat pekerjaan.

Tujuan Sementara
Proses untuk mencapai tujuan umum yang tidak dapat dicapai
sekaligus.karena perlu ditempuh setingkat demi setingkat. Tingkatan demi tingkatan
inilah yang disebut tujuan sementara.

Domain Kognitif
Yang meliputi kemampuan – kemampuan yang diharapkan dapat tercapai setelah
dilakukan nya proses belajar mengajar.

Domain Afektif
Yaitu berupa kemampuan untuk menerima, menjawab, membentuk dan

62
mengarakterisasi.

Domain Psikomotor
Terdiri dari kemampuan persepsi, kesiapan dan respon terpimpin.

Tujuan Masjid sebagai tempat pendidikan Islam

Masjid sebagai lembaga pendidikan yang diselenggarakan oleh umat islam juga
berfungsi memberikan layanan pendidikan kepada masyarakat terutama berkaitan
dengan kegiatan pendidikan keagamaan. Oleh karena itu model penyelenggaraan
pendidikan dimasjid ini termasuk dalam kategori pendidikan kagamaan, yang dalam
UU Sisdiknas 2003 disebutkan bahwa pendidikan keagamaan berfungsi
mempersiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memahami dan
mengamalkan nilai-nilai ajaran agamanya dan atau menjadi ahli ilmu agama. (UU
Sisdiknas, Ps. 26 dan 30).

Bedasarkan uraian-uraian tersebut, pendidikan agama (Islam) di Indonesia yang


diselenggarakan dimasjid telah diisyaratkan dan diakui eksistensinya secara yuridis-
formal. Dengan kata lain, masjid sebagai salah satu lembaga pendidikan keagamaan
di luar sekolah-formal, telah mendapat pengakuan atau legitimasi secara yuridis-
formal untuk menyelenggarakan dan mengembangkan pendidikan agama Islam.

1) Tujuan Masjid dalam Perspektif Pendidikan

Tujuan Masjid dalam Perspektif Pendidikan di Indonesia adalah merupakan


wadah atau lembaga pendidikan Islam yang akomodatif terhadap aspirasi umat Islam
dan berorientasi kepada pelaksanaan misi Islam melalui tiga dimensi pengembangan
kehidupan manusia, yaitu :

a. Dimensi kehidupan ukhrawi yang mendorong manusia untuk mengembangkan


dirinya dalam pola hubungan yang serasi dan seimbang dengan Tuhannya.

b. Dimensi duniawi yang mendorong manusia sebagai hamba Tuhan untuk


mengembangkan dirinya dengan ilmu pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai
Islam.

c. Dimensi kausalitas hubungan dunia dan akhirat yang mendorong manusia


63
untuk berusaha menjadikan dirinya sebagai hamba yang utuh dan paripurna
dalam ilmu dan amal, serta sekaligus menjadi pendukung dan pelaksana nilai-
nilai Islam (M. Arifin, 1991: 31).

Menjadikan masjid sebagai lembaga alternative pengembangan pendidikan


Islam, karena masjid secara tegas dapat berimplikasi sebagai tempat pendidikan
sebagaimana kata Abdurahman an Nahlawi (1983: 3) yaitu:

a. Mendidik anak untuk tetap beribadah kepada Allah SWT.

b. Menanamkan rasa cinta kepada ilmu pengetahuan, dan menanamkan


solidaritas social, serta menyadarkan hak-hak dan kewajiban-kewajibannya sebagai
insane pribadi, social, dan warga Negara.

c. Memberikan rasa ketentraman, kekuatan dan kemakmuran potensi-potensi


ruhani manusia melalui pendidikan kesabaran, keberanian, kesadaran, perenungan,
optimism, dan mengadakan penelitian.

H. M Yunan Nasution (1988: 253) menulis bahwa, masjid sebagai lembaga


pendidikan Islam (dakwah) paling tidak ada tiga sasaran implikasi yang perlu
dijadikan prioritas dalam mengembangkan kualitas manusia, yaitu:

1. Meningkatkan dasar-dasar pengetahuan mahasiswa tentang pokok-pokok


ajaran Islam, sehingga mereka menyadari dan menghayati kelengkapan Islam sebagai
way of life.

2. melatih atau mentradisikan mahasiswa untuk melakukan kegiatan ritual murni


berdasarkan al-Qur’an dan sunnah Nabi, sehingga mereka selalu komunikatif dengan
Tuhan, yang akhirnya terbentuk suatu kemandirian, obtimis, berdedikasi dan
sebagainya.

3. mendidik mahasiwa untuk peka dan merasa terpanggil terhadap persoalan


kehidupan sosial, melaksanakan amal ma’ruf dan nahi munkar, serta menyatu dengan
kehidupan umat manusia.

Proses eduktif dalam masjid dapat lebih efektif bila didalamnya disediakan
fasilitas-fasilitas yang mendukung terjadinya proses belajar mengajar. Fasilitas yang
64
diperlukan adalah sebagai berikut:

1. Perpustakaan, yang menyediakan berbagai buku bacaan dengan berbagai


disiplin keilmuan.

2. Ruang diskusi, yang digunakan untuk berdiskusi sebelum atau sesudah salat
jamaah. Program inilah yang dikenal dengan istilah i’tikaf ilmiah.

3. Ruang kuliah, baik digunakan untuk training (tadrib) remaja masjid, atau juga
untuk madrasah diniah.

4. Materi khutbah hendaknya bukan hanya seputar persoalan iman dan ibadah
saja, tetapi mencakup semua persoalan ciptaan Tuhan dimuka bumi ini dan
proses kehidupan manusia dunia dan akhirat.

2) Tujuan Pendidikan Pondok Pesantren

Tujuan pendidikan pesantren menurut Mastuhu adalah menciptakan kepribadian


muslim yaitu kepribadian yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan, berakhlak mulia
bermanfaat bagi masyarakat atau berhikmat kepada masyarakat dengan jalan menjadi
kawula atau menjadi abdi masyarakat mampu berdiri sendiri, bebas dan teguh dalam
kepribadian, menyebarkan agama atau menegakkan Islam dan kejayaan umat Islam
di tengah-tengah masyarakat dan mencintai ilmu dalam rangka mengembangkan
kepribadian Indonesia. Idealnya pengembangan kepribadian yang ingin di tuju ialah
kepribadian mukhsin, bukan sekedar muslim.

3) Tujuan Pendidikan TPA

Kurikulum dan Pola Penyelenggaraan Pendidikan (KP3) Taman Pendidikan Al-


Qur’an bertujuan :

Menyiapkan para santri agar tumbuh dan berkembang menjadi pribadi yang
Qur’ani, mencintai Al-Qur’an sebagai pedoman dan pandangan hidup. Sebagai
lingkungan pergaulan yang sehat dan Islami, hal ini penting bagi perkembangan jiwa
anak, utamanya dalam proses sosialisasi.

Secara lebih khusus mulai membekali para santri dengan kemampuan berpikir

65
kreatif, mengembangkan dan mengasah potensi kepemimpinan yang ada pada
dirinya. Sedang untuk mencapai tujuan di atas ditentukan target operasional yaitu:

 Santri mampu membaca Al-Qur’an dengan baik dan benar sesuai dengan
kaidah-kaidah ilmu tajwid.
 Santri mampu terbiasa melaksanakan shalat 5 waktu serta terbiasa hidup
dengan adab-adab Islam sesuai dengan tingkat perkembangan jiwanya
 Santri hafal doa sehari-hari, mengerti cara menulis huruf-huruf Al-Qur’an.
 Santri mengenal dan memahami dasar-dasar berfikir kreatif dan teknik
ketrampilan kepemimpinan sesuai dangan tingkatnya.

Sedangkan menurut M.Arifin bahwa tujuan didirikannnya pendidikan pesantren


pada dasarnya terbagi pada dua yaitu:

a. Tujuan Khusus, yaitu mempersiapkan para santri untuk menjadi orang


‘alim dalam ilmu agama yang diajarkan oleh Kyai yang bersangkutan serta
mengamalkannya dalam masyarakat.
b. Tujuan Umum, yakni membimbing anak didik agar menjadi manusia yang
berkepribadian Islam yang sanggup dengan ilmu agamanya menjadi mubaligh
Islam dalam masyarakat sekitar dan melalui ilmu dan amalnya.

66
BAB VI
MANFAAT DAN PERAN LEMBAGA PENDIDIKAN ISLAM UNTUK ANAK
DI INDONESIA
Peran lembaga pendidikan Islam lembaga pendidikan Islam semenjak masa
pra kemerdekaan, kemerdekaan hingga masa reformasi. Dapat dilihat dari peran dan
kontribusi lembaga pendidikan Islam dalam berbagai aspek :
1. Aspek pendidikan (pedagogis). Sebagai lembaga yang bergerak dalam dunia
pendidikan, lembaga pendidikan Islam berperan penting dalam peningkatan SDM
yang berkualitas dan melahirkan kader-kader pemimpin bangsa yang memiliki
wawasan keislaman dan nasionalisme yang tinggi. Semisal Nurcholis Madjid (alm),
Abdurrahman Wahid, Amin Rais, Hidayat Nurwahid, Hamzah Haz, Jusuf Kalla, Alwi
Shihab, Nurmahmudi Ismail, Yusril Ihza Mahendra, Muhaimin Iskandar, Efendi
Choeri, Anas Urbaningrum dll adalah fenomena politisi yang lahir dari lembaga
pendidikan Islam di Indonesia.
2. Aspek Moral-Spiritual. Pendidikan Islam bertujuan membina peserta didik menjadi
hamba yang suka beribadah kepada Allah. (Ihsan: 2003). Lembaga pendidikan Islam
berupaya memberikan penguatan dan dasar pemahaman keagaamaan secara baik.
Mengajarkan nilai-nilai kejujuran, kerendahan hati, kesederhanaan dan nilai-nilai
keluruhan kemanusiaan. Nilai keluhuran itulah yang mengantarkan peserta didik
67
mendapat penilaian yang baik di sisi masyarakat dan di mata Tuhan-Nya.
3. Aspek sosio-kultural. Tidak dapat dipungkiri lembaga pendidikankarekter
masyarakat. Merespons persoalan-persoalan masyarakat seperti memelihara tali
persaudaraan, menciptakan kehidupan yang sehat dan sebagainya. Hal ini
sebagaimana yang diungkapkan oleh KH. Abdurrahman Wahid (2002) ketika melihat
pesantren (notabane lembaga pendidikan Islam) sebagai “lembaga kultural” yang
menggunakan simbol-simbol budaya jawa; sebagai “agen pembaharuan” yang
memeperkenalkan gagasan pembangunan pedesaan (rural development); sebagai
pusat kegiatan belajar masyarakat (centre of community learning).
Peran Lembaga Pendidikan Islam Perkembangan lembaga pendidikan Islam di tidak
bisa dikatakan berhenti ditempat (stagnan). Peran lembaga pendidikan Islam di
lembaga pendidikan Islam semenjak masa pra kemerdekaan, kemerdekaan hingga
masa reformasi. Dapat dilihat dari peran dan kontribusi lembaga pendidikan Islam
dalam berbagai aspek :
1. Aspek pendidikan (pedagogis). Sebagai lembaga yang bergerak dalam dunia
pendidikan, lembaga pendidikan Islam berperan penting dalam peningkatan SDM
yang berkualitas dan melahirkan kader-kader pemimpin bangsa yang memiliki
wawasan keislaman dan nasionalisme yang tinggi. Semisal Nurcholis Madjid (alm),
Abdurrahman Wahid, Amin Rais, Hidayat Nurwahid, Hamzah Haz, Jusuf Kalla, Alwi
Shihab, Nurmahmudi Ismail, Yusril Ihza Mahendra, Muhaimin Iskandar, Efendi
Choeri, Anas Urbaningrum dll adalah fenomena politisi yang lahir dari lembaga
pendidikan Islam di Indonesia.
2 Aspek Moral-Spiritual. Pendidikan Islam bertujuan membina peserta didik menjadi
hamba yang suka beribadah kepada Allah. (Ihsan: 2003). Lembaga pendidikan Islam
berupaya memberikan penguatan dan dasar pemahaman keagaamaan secara baik.
Mengajarkan nilai-nilai kejujuran, kerendahan hati, kesederhanaan dan nilai-nilai
keluruhan kemanusiaan. Nilai keluhuran itulah yang mengantarkan peserta didik
mendapat penilaian yang baik di sisi masyarakat dan di mata Tuhan-Nya.
3. Aspeksosio-kultural.

68
Tidak dapat dipungkiri lembaga pendidikan karekter masyarakat. Merespons
persoalan-persoalan masyarakat seperti memelihara tali persaudaraan, menciptakan
kehidupan yang sehat dan sebagainya. Hal ini sebagaimana yang diungkapkan oleh
KH. Abdurrahman Wahid (2002) ketika melihat pesantren (notabane lembaga
pendidikan Islam) sebagai “lembaga kultural” yang menggunakan simbol-simbol
budaya jawa; sebagai “agen pembaharuan” yang memeperkenalkan gagasan
pembangunan pedesaan (rural development); sebagai pusat kegiatan belajar
masyarakat (centre of community learning).
Sudah banyak diketahui bahwa peran pesantren secara konvensional adalah
melakukan proses transfer ilmu agama Islam, mencetak kader-kader ulama’, dan
mempertahankan tardisi. Dalam perkembangan modern, pesantren, madrasah dan
sekolah Islam menghadapi tantangan baru, di mana ketiga lembaga Islam tersebut
tidak bisa mengelak dari proses modernisasi itu. Dampak dari modernisasi setidaknya
mempengaruhi pesantren, madrasah dan sekolah Islam tersebut dari berbagai
aspeknya.
Di antaranya adalah sistem kelembagaan , orientasi hubungan kiyai-santri,
kepemimpinan dan peran pesantren , madrasah dan sekolah Islam. Orientasi peran
pesantren, madrasah dan sekolah Islam sangat dipengaruhi oleh faktor internal
pesantren, terutama pandangandunia kiyainya, dan faktor luar, perkembangan dan
tuntutan zaman (sebut saja pengaruh globalisasi). Mencermati perkembangan
globalisasi yang kian marak ini, bisa dipastikan banyak orang yang ”meyakini”
bahwa peran pesantren, madrasah dan sekolah Islam dalam menyebarkan Islam di
bumi Nusantara ini. Hanya saja, tidak banyak dari mereka yang mengetahui kapan
pesantren pertama kali lahir. Para sejarawan pun tidak sepakat mengenai awal
berdirinya pesantren. Baik keberadaan pesantren, madrasah dan sekolah Islam tidak
bisa dilepaskan dari penyebaran Islam di Indonesia.
Proses globalisasi yang terus menemukan momentumnya sejak dua dasawarsa
menjelang millenium baru telah memunculkan wacana baru dalam berbagai
lapangan kehidupan literatur akademik, media massa, forum-forum seminar, diskusi,

69
dan pembahasan dalam berbagai lembaga. Penggunaan istilah ”globalisasi ” semakin
meluas termasuk di Indonesia, penggunaan istilah lain seperti ”kesejagatan” tidak
cukup reperesentatif untuk menampung semua makna dan nuansa yang tercakup
dalam istilah ”globalisasi” ”Globalisasi” adalah kata yang digunakan untuk mengacu
kepada ”bersatunya” berbagai negara dalam globe menjadi satu entitas. Secara
denotatif ”globalisasi ” berarti perubahan-perubahan struktural dalam seluruh
kehidupan negara bangsa yang mempengaruhi fundamen-fundamen dasar
pengaturan hubungan antar manusia , organisasi-organisasi sosial , dan pandangan –
pandangan dunia (Azyumardi Azra, 2007 : 6).
Beberapa pesantren yang awalnya hanya mengajarkan kitab-kitab kuning dan
bertujuan mencetak kader ulama’, kemudia berubah dengan menawarkan sekolah
formal, seperti madrasah atau sekolah , adalah bukti pesantren mengalami perubahan
orientasi. Perubahan ini terutama sekali dipengaruhi oleh faktor kiyai , yang dalam
pesantren tradisional adalah pemilik sekaligus pemimpin absolut dari pesantren
tersebut. Persinggungan kiyai-kiyai tradisional dengan budaya luar, baik melalui
ibadah haji maupun kegiatan lainnya, turut menyumbangkan gagasan pembaruan
yang dilakukan kiyai. Para Kiyai yang sudah ”modern” itu beranggapan bahwa santri
tidak cukup dibekali dengan pengetahuan agama semata, melainkan harus memiliki
tambahan pengetahuan yang bermanfaat bagi kehidupannya ketika terjuan dan
kembali kemasyarakatBeberapa pesantren yang membuka sekolah dan madrasah
formal, selain karena gagasan pembaruan kiyai, juga disebabkan karena tuntutan
zaman. Oleh karenanya pesantren-pesantren yang membuka sekolah dan madrasah
sedikit banyak dipengaruhi olehkebutuhan masyarakat tentang tenaga profesional
yang memiliki akhlak mulia. Pada awal kemerdekaan, negara banyak membutuhkan
pegawai negeri sipil. Untuk memenuhi kebutuhan itu , pesantren tidak tinggal diam.
Pendirian sekolah dan madrasah adalah bentuk respon pesantren atas kelangkaan
pegawai negeri sipil. Pesantren berharap , stock PNS dari lulusan pesantren memiliki
kelebihan di bidang akhlaknya dibanding lulusan dari sekolah biasa (Amin Haedari,
2007: 34).

70
Dalam perkembangan modern seperti saat ini, tuntutan peran pesantren
semakin kompleks. Problem-problem sosial ekonomi yang terjadi di masyarakat,
seperti masalah disintegrasi, kemiskinan, kemunduran akhlak sudah semakin terbuka
dan merajalela di masyarakat. Pesantren diharapkan tidak saja mampu menyelesaikan
masalah-masalah yang terkait dengan faham keagamaan , tetapi juga diharapkan
dapat terlibat menyelesaikan masalah-masalah sosial tersebut.
Dengan demikian , esensi peran strategis pesantren, madasah dan sekolah
Islam ada dua pokok, yaitu mencetak kader ulama’ yang mendalami ilmu agama dan
pada saat yang sama mengetahui, terampil, dan peduli terhadap persoalan
keummatan. Pesantren adalah tempat untuk mencetak kaderLulusan Pesantren
diharapkan baik agamanya dan pandai menghadapi persoalan umat.
Anggapan masyarakat atau beberapa pakar atau praktisi pendidikan sering
menyatakan bahwa lembaga pendidikan Islam telah kalah jauh dibandingkan dengan
lembaga pendidikan umum. Yang dimaksud dengan pendidikan Islam di sini adalah
lembaga pendidikan yang berbasis pada agama (Islam) yaitu pesantren, madrasah,
dansekolah Islam. Anggapan itu mungkin lebih tepat hadir pada masa lampau, namun
di saat sekarang ini lembaga pendidikan Islam semakin diminati oleh masyarakat
seiring dengan meningkatnya pola manajemen dan perbaikan kualitas pendidikannya.
Sehingga tidak sedikit lembaga pendidikan Islam mencetak lulusan-lulusan yang
ungguldan berkualitas di tengah masyarakat. Banyak bukti yang telah kita lihat
bahwa lembaga pendidikan Islam semakin ‘berbicara’ dalam upaya mendorong
kemajuan pendidikan nasional. Berbagai kreatifitas dalam mendidik siswa justru
lebih awal dilakukan oleh lembaga pendidikan Islam. Hadirnya konsep sekolah
“unggulan” atau sekolah “terpadu”, dengan seleksi yang ketat di setiap awal tahun
ajaran, sangat strategis dalam menaikkan daya tawar lembaga pendidikan tersebut.
Contoh lembaga pendidikan Islam seperti itu di Sumatera dan Jawa seperti Diniyyah
School, Pondok Gontor, Sekolah Adabiah, Sekolah Islam Terpadu “Adzkia”,
Perguruan Arrisalah, dll.
Di era reformasi ini (pasca orde baru) kita lihat banyak bermunculan tokoh-

71
tokoh nasional yang lahir dari ‘rahim’ lembaga pendidikan Islam. Sebut saja Hidayat
Nurwahid, Yusril Ihza Mahendra, Bambang Soedibyo, Muhaimin Iskandar, Amien
Rais, Hamzah Haz, Anis Matta, dll. Adalah fakta yang terlihat, bahwa para tokoh itu
(baca : alumni lembaga pendidikan Islam) telah berprestasi di kancah kepemimpinan
nasional. Lembaga pendidikan Islam memiliki peranan yang sangat besar dalam
pendidikan nasional. Hal ini disebabkan oleh pendidikan nasional tidak dapat
dipisahkan dengan nilai-nilai agama. Nilai-nilai ilahiyah telah dijadikan sebagai basis
dalam pelaksanaan setiap proses pembelajaran di dalam lembaga pendidikan Islam.
Lembaga pendidikan Islam mendorong siswa dalam aspek keagamaan yang kuat di
samping itu ada pembelajaran dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi yang
tidak kalah mendalam apabila dibandingkan dengan lembaga pendidikan umum yang
sederajat. Undang-undang Tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas)
menyebutkan dalam poin 2 Pasal 1 : “Pendidikan nasional adalah pendidikan yang
berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945 yang berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia dan
tanggap terhadap tuntutan perubahan zaman”. Pada pasal 3 dinyatakan bahwa :
“Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak
serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan
bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia
yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,
berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta
bertanggung jawab”.
Hal tersebut di atas mengisyaratkan bahwa pendidikan nasional tidak dapat
dipisahkan dari pemahaman tentang pengertian dan fungsi dari pendidikan nasional
itu sendiri. Itu juga berarti bahwa nilai-nilai agama harus menjadi akar atau pokok
pendidikan yang merupakan skala prioritas utama dalam mencetak lulusan terdidik.

72
PENUTUP
A. Kesimpulan
Lembaga pendidikan merupakan salah satu sistem yang memungkinkan
berlangsungnya pendidikan secara berkesinambungan dalam rangka mencapai tujuan
pendidikan. Tanggung jawab lembaga pendidikan dalam segala jenisnya menurut
pandangan Islam adalah kaitannya dengan usaha mensukseskan misi dalam tiga
macam tunttan hidup seorang muslim, yaitu: Pembebasan manusia dari ancaman api
neraka, pembinaan umat manusia menjadi hamba Allah yang memiliki keselarasan
dan keseimbangan hidup bahagia di dunia dan di akhirat, membentuk diri pribadi
manusia yang memancarkan sinar keimanan.
Lembaga Islam dunia adalah wadah atau tempat berlangsungnya proses
pendidikan lslam yang berlangsung dengan proses pembudayaan, proses tersebut
mulai dari lingkungan keluarga, Pondok pesantren dan madrasah adalah sekolah atau
perguruan islam. apabila dibandingkan dengan sistem pedidikan islam di pondok
pesantren dan madrasah yang menitik beratkan kepada pelajaran agama islam, maka
sekolah dan perguruan islam cenderung menggunakan sistem pendidikan sekolah
umum yang memberikan pelajaran umum dalam porsi lebih besar di samping agama
islam.

73
DAFTAR PUSTAKA
Bafadhol, I. (2017). Lembaga Pendidikan Islam di Indonesia. Edukasi Islami: Jurnal
Pendidikan Islam, 6(11), 14.
Efendi, A. (2008). Peran Strategis Lembaga Pendidikan Berbasis Islam di Indonesia.
El Tarbawi, 1(1), 1-12.
Haningsih, S. (2008). Peran strategis pesantren, madrasah dan sekolah islam di
Indonesia. El Tarbawi, 1(1), 27-39.
http://www.academia.edu/35598009/
PENDIDIKAN_ISLAM_DI_INDONESIA_DALAM_LINTASAN_SEJARAH_Pers
pektif_Kerajaan_Islam
https://www.seputarpengetahuan.co.id/2015/03/macam-macam-lembaga-pendidikan-
dan-fungsinya.html
http://anshar-mtk.blogspot.com/2014/05/lembaga-lembaga-pendidikan-islam.html
Kadir Abdul,dkk. 2009. Dasar – dasar Pendidikan. Surabaya : IAIN Sunan Ampel
Press
http:// suara terbaru.com/fungsi –pendidikan-di-indonesia
Diki Dwi. Kebijakan di Indonesia . www.mudjiarahardjo.com2009. Hlm 2
http://www.slideshare.net/ChionkPemimpin/tujuan-pendidikan
Abied, 2009, fungsi dan peranan lembaga pendidikan, dalam ( http://peranan
_lembaga _pendidikan.com).
https://media.neliti.com/media/publications/122664-ID-keluarga-sebagai-lembaga-

74
pertama-pendidi.pdf
Ambary, Hasan Muarif. Menemukan Peradaban Jejak Arkeologis dan Historis Islam Indonesia.

Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1998. Arsyad, Azhar, et al., eds. Ke-DDI-an, Sejarah dan Pandangan

atas Isu-Isu Kontemporer, Yogyakarta: LKiS, 2003. Azra, Azyumardi. Jaringan Ulama Timur

Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad XVII dan XVIII. Cet. IV, Bandung: Mizan, 1998.

75

Anda mungkin juga menyukai