Anda di halaman 1dari 13

Keperawatan Jiwa

LAPORAN PENDAHULUAN DENGAN DEPRESI POSPARTUM


DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS KASSI-KASSI

OLEH

ASTI ASTUTI, S.Kep


14420192116

CI INSTITUSI CI LAHAN

(.............................) (..............................)

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR
2020
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Program pembangunan ksehatan di Indonesia masih diprioritaskan pada
upaya peningkatan derajat kesehatan ibu dan anak. Program tersebut merujuk
pada tujuan dari Sustainanable Development Goals (SDG’s) yaitu menjamin
kehidupan yang sehat serta mendorong kesejahteraan bagi semua orang di
segala usia ada 17 tujuan dengan 169 target SDGs. tujuan ke 3 merupakan
sektor kesehatan terdapat 4 goals 19 target dan 31 indikator. Goals ke 3 fokus
mengurangi angka kematian ibu (AKI) hingga dibawah 70 per 100.000
kelahiran hidup (KH) dan mengakhiri angka kematian bayi (AKB) 25 per
1.000 KH (Kemenkes RI, 2014).
Berdasarkan data kemenkes RI tahun 2013 Salah satu upaya untuk
menurunkan angka kematian bayi yaitu melalui program air susu ibu (ASI)
eksklusif. Pemerintah telah menetapkan peraturan pemerintah No 33 tahun
2012 tentang pemberian ASI eksklusif peraturan pemerintah tersebut
menyatakan bahwa setiap bayi harus mendapatkan ASI eksklusif yaitu ASI
yang diberikan kepada bayi sejak dilahirkan selama 6 (enam) bulan tanpa
menambahkan dan atau mengganti dengan makanan atau minuman lain
kecuali obat, vitamin dan mineral (Pilaria & Sopiatun, 2017).
Menurut laporan world Health Organization (WHO) tahun (2011)
menemukan bahwa pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan pertama sangat
rendah terutama di Afrika Tengah dan utara, Asia dan Amerikan Latin. Hal
ini disebabkan karena 46% ketidaklancaran ASI terjadi akibat perawatan
payudara yang kurang 25% akibat frekuensi menyusui yang kurang dari
8x/hari, 14% akibat BBLR dan 5% akibat penyakit akut maupun kronis. Oleh
karena itu WHO mengajukan agar bayi diberikan ASI eksklusif selama 6
bulan pertama sebab terbukti bahwa menyusui eksklusif selama 6 bulan
menurunkan angka kematian dan kesakitan bayi. Hal ini karena selain
sebagai nutrisi yang ideal dengan komposisi yang tepat serta disesuaikan
dengan kebutuhan bayi ASI juga mengandung nutrisi khusus yang diperlukan
otak bayi agar tumbuh optimal. Data WHO (2016), cakupan ASI eksklusif
diseluruh dunia hanya sekitar 36% selama dunia hanya sekitar 36% selama
periode 2007-2014 (Wiyani & Istiqumah, 2019).
Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas, 2013) pemberian ASI
eksklusif pada bayi usia 0-1 bulan 48,7% pada usia 2-3 bulan menurun
menjadi 42,2% dan semakin menurun seiring dengan meningkatnya usia bayi
yaitu 36,6% pada bayi berusia 4-5 bulan dan 30,2% pada bayi usia 6 bulan.
Pada tahun 2009 pencapaian cekupan ASI eksklusif sebesar 34,3% dan
menurun pada 2010 menjadi 33,6% BPS (Susenas, 2010). Sedangkan Hasil
Riset kesehatan Dasar tahun 2013 jauh lebih rendah lagi yaitu 30,2% Angka
tersebut masih jauh dari target cakupan ASI nasional yaitu sebesar 80%
(Suharti Buhari, 2018).
Cakupan ASI eksklusif di Sulawesi Selatan pada tahun 2015 sebesar
71,5% sedangkan untuk wilayah kota Makassar cakupan pemberian ASI
eksklusif pada tahun 2012 sebesar 63,68% kemudian meningkat pada tahun
2013 sebesar 67,79% akan tetapi mengalami penurunan sebesar 63,6% di
tahun 2014. Sementara cakupan pemberian ASI eksklusif di wilayah
puskesmas mangasa pada tahun 2015 sebesar 70,05% kemudian meningkat di
tahun 2016 sebesar 80% dan menurun pada tahun 2017 sebesar 76.30%.
Jumlah tersebut belum memenuhi target pemberian ASI eksklusif selama
enam bulan yang ditetapkan secara nasional oleh pemerintah yaitu 80%
bahkan harus mencapai 100% (Noer, 2019).
Air Susu Ibu (ASI) merupakan nutrisi alamiah terbaik bagi bayi karena
mengadung kebutuhan energi dan zat yang dibutuhkan selama enam bulan
pertama kehidupan bayi. Salah satu kandung dalam ASI yang dibutuhkan
oleh bayi adalah kolostrum dimana kolostrum mengandung banyak zat anti
infeksi dan dapat meningkatkan kekebalan tubuh sehingga bayi terlindungi
dari berbagai penyakit menyebabkan kematian bayi seperti diare, ISPA dan
radang paru-paru. ASI akan melindungi bayi terhadap infeksi dan ASI dapat
merangsang pertumbuhan bayi. Antibodi yang terkandung dalam air susu
adalah imunoglobin A (Ig A). bersama dengan berbagai sistem komplemen
yang terdiri dari makrofag, limfosit, laktoferin, laktoperisidase, lisozim,
laktoglobulin dan interleukin sitokin.
Rendahnya cakupan ASI eksklusif di seluruh Indonesia tidak terlepas
dari beberapa faktor yang dapat mempengaruhi pengeluaran dan produksi
kolostrum atau ASI diantaranya dukungan psikologis perawatan payudara
kondisi psikis ibu, frekuensi bayi menyusui, status gizi. jenis alat kontrasepsi
dan jenis persalinan menurut penelitian Dian nur hadianti salah satu penyebab
Penurunan produksi ASI juga dialami oleh ibu yang melahirkan dengan
operasi section caesaria (SC). sehingga ibu mengalami kesulitan pada saat
menyusui bayinya. Hal ini disebabkan karena penggunaan obat-obatan yang
digunakan pada saat operasi maupun setelah operasi. Produksi ASI dan ejeksi
ASI yang sedikit pada hari-hari pertama setelah melahirkan menjadi kendala
dalam pemberian ASI secara dini yang disebabkan oleh kurangnya
rangsangan hormon prolaktin dan oksitosin (Hadianti & Resmana, 2017).
Proses diproduksi ASI dimulai saat rangsangan oleh isapan mulut bayi
pada putting isapan tersebut merangsang kelenjar Pituitary Anterior untuk
memproduksi sejumlah prolaktin yaitu hormon yang membuat keluarnya air
susu. Proses pengeluaran air susu dapat merangsang kelenjar Pituitary
Posterior untuk menghasilkan hormon oksitosin yang dapat merangsang
serabut otot halus di dalam dinding saluran susu agar membiarkan susu dapat
mengalir lancar selama periode menyusui, produksi ASI sangat ditentukan
oleh prinsip supplyand demand artinya semakin sering payudara diisap dan
dikosongkan maka akan semakin sering dan semakin banyak ASI yang akan
diproduksi. Namun hal ini, tidak berlaku pada 1-3 hari setelah kelahiran bayi
pada saat tersebut produksi ASI lebih ditentukan oleh kerja hormon prolaktin
sehingga bayi perlu tetap sering menyusu untuk mendapatkan kolostrum
secara maksimal pada saat kolostrum berubah menjadi ASI transisi (sekitar
hari ke-2 atau ke -3) maka mulailah prinsip supply and demand tersebut dan
di masa-masa awal ini terkadang antara supply dan demand belum selesai
(Sutanto, 2012).
B. Tujuan
a) Tujuan Umum
Agar mahasiswa/i dapat meningkatkan wawasan dan ilmu
pengetahuan serta untuk  pegangan dalam memberikan bimbingan dan
asuhan keperawatan pada klien dengan depresi postpartum serta untuk
memenuhi tugas mata kuliah keperawatan gawat darurat.

b) Tujuan Khusus
1. Agar mahasiswa/i mampu memahami dan menjelaskan dan tentang
depresi postpartum  
2. Agar mahasiswa memahami konsep dari depresi postpartum
3. Agar mahasiswa mampu membuat asuhan keperawatan pada
penderita depresi postpartum
4. Agar mahasiswa mampu mengaplikasikannya di dalam kehidupan
depresi postpartum.
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Konsep Dasar Keperawatan Jiwa


1. Definisi Depresi Pospartum
Depresi postpartum merupakan gangguan mood yang terjadi
setelah melahirkan. Gangguan ini merefleksikan disregulasi psikologikal
yang merupakan tanda dari gejala-gejala depresi mayor(Kusuma, 2017)
Depresi postpartum biasanya dialami oleh ibu setelah 4 minggu
melahirkan. Tanda-tanda yang menyertainya adalah perasaan sedih,
menurunnya suasana hati, kehilangna minat dalam kegiatan sehari-hari,
peningkatan atau penurunan berat badan secara signifikan, merasa tidak
berguna atau bersalah, kelelahan, penurunan konsentrasi bahkan ide bunuh
diri. Pada kasus yang berat depresi dapat menjadi psikotik, dengan
halusinasi, waham dan pikiran untuk membunuh bayi. Diketahui sekitar
20-40% wanita melaporkan adanya suatu gangguan emosional atau
disfungsi kognitif pada masa pasca persalinan (Nasri, Wibowo, & Ghozali,
2017).
Dampak negative dari depresi postpartum tidak hanya dialami oleh
ibu, namun dapat berdampak pada anak dan keluarganya juga. Ibu yang
mengalami depresi tersebut, minat dan ketertarikan terhadap bayinya dapat
berkurang, ibu menjadi kurang merespon dengan positif seperti pada saat
bayinya menangis, tatapan matanya, ataupun gerakan tubuh. Akhirnya ibu
yang mengalami depresi postpartum tidak mampu merawat bayinya secara
optimal termasuk menjadi malas memberikan ASI secara langsung.
(Wahyuni, 2014).
2. Etiologi
Penyebab depresi postpartum belum diketahui secara pasti, namun
banyak penelitian dan pustaka yang menyebutkan penyebab gangguan
tersebut dapat berasal dari faktor biologis maupun psikososial. Penurunan
hormone progesterone yang signifikan dapat mempengaruhi suasana hati
dari ibu. Perubahan itu terlihat dengan adanya gejala depresi seperti lemas
dan lesu (Brockington, 2009).
Berbagai faktor fisiologis dan psikososial diteliti dapat menjadi
penyebab dari depresi postpartum. Beberapa hal yang diduga menjadi
etiologi depresi postpartum antara lain (Brummelte & Galea, 2016) :
a. Neurologi postpartum
Depresi postpartum secara mekanisme biologi berhubungan dengan
adanya gangguan depresi mayor. Secara umum, depresi berintegrasi
dengan penyakit pada sirkuit neuron dengan ditandai adanya
pengurangan volume otak.
b. Gangguan autoimun
Selama persalinan, seorang ibu terpapar berbagai antigen fetal. Suatu
penelitian menduga bahwa akibat adanya paparan tersebut berefek
pada kondisi psikologis ibu.
c. Gangguan tidur dan ritme sikardian
Ketika seorang ibu melahirkan maka ia akan mengalami masa adaptasi
untuk merannya yang baru. Dengan adanya peran baru tersebut,
seorang ibu menjadi kekurangan waktu tidurnya karena harus menjaga
bayinya.
3. Patofisiologi
Dengan depresi postpartum bervariasi tingkat keseriusan dalam
gejala-gejalanya diantara kaum wanita. Ini umumnya terjadi antara dua
minggu setelah melahirkan hingga satu tahun kemudian, dengan depresi
yang paling hebat dimulai antara minggu ke enam dan bulan ke empat.
Gejala umum meliputi putus asa, hilang harapan, lelah, kurang tenaga, dan
kehilangan daya tarik terhadap suatu hal. Wanita yang mengalami depresi
postpartum mungkin mengalami perasaan yang berlebihan terhadap
kekurangannya, rasa percaya diri, rendah, khawatir dan takut ledakan
kemarahan dari suaminya.
4. PATHWAY PENYIMPANAN KDM

Ketidakseimbangan hormone
menetap

Estrogen Estrogen

Dopamin Norepineprin Serotonin

CRH
Kemampuan mengatur Anergia, anhedonia,
ekspresi emosi anhedonia libido menurun

Kortisol

Gangguan neurogenestis
hipoarpus

DEPRESI
Simptom depresi dan
gangguan Kognitif

5. Manifestasi klinis / tanda & gejala


Meskipun cukup sering ditemukan, namun etiologi depresi
postpartum masih belum diketahui. Pasca melaahirkanm ibu yang
mengalami depresi postpartum akan mengalami :
a. Gangguan tidur
b. Mood swings
c. Gangguan nafsu makan
d. Takut sesuatu terjadi pada bayinya
e. Merasa sedih
f. Mudah menangis
g. Ragu-ragu
h. Sulit berkonsentrasi
i. Tidak mau beraktivitas
j. Dan bahkan bisa muncul pikiran bunuh diri.
Gejala-gejala ini bisa mengancam bunuh hanya pada ibu, tapi juga
kesehatan keluarga. Karenanya, mereka yang rentang mengalami depresi
postpartum perlu segera didefinikasi dan ditangani. Tatalaksana yang
disarankan untuk penanganan depresi postpartum adalah antidepresi
golongan selective serotonin reuptake inhibitor (SSRI) dan cognitive
behavioural therapy (CBT). Terapi nonfarmatologis lebih disarankan
sebagai terapi ini pertama, kecuali jika gejala sangat berat.
6. Komplikasi
Komplikasi terberat akibat depresi postpartum adalah bunuh diri
atau pembunuhan bayi. Selain itu, depresi postpartum juga dapat
menyebabkan gangguan pada interaksi ibu-anak dan kemampuan ibu
dalam merawat anaknya yang bisa berakibat pada gangguan tumbuh
kembang anak. Bila tidak segera mendapatkan penanganan, hal ini dalam
jangka panjang akan menimbulkan konsekuensi negative terhadap
perkembangan social, emosional, kognitif, dan fisik anak,
7. Pemeriksaan penunjang
8. Penatalaksanaan / terapi pengobatan
Wanita yang mengalami depresi tidak diobati selama kehamilan
memiliki resiko tujuh kali lipat mengalami depresi postpartum dari wanita
yang tidak memiliki gejala depresi antenatal ; oleh karena itu, pengobatan
depresi antenatal penting untuk pencegahan depresi pasca persalinan.
Dalam satu penelitian observasional kecil yang melibatkan 78 wanita yang
menerima diagnosis depresi pada trimester pertama kehamilan, depresi
pasca persalinan tidak terjadi pada semua wanita yang mengalami depresi
diobati dengan baik psikoterapi atau farmakoterapi, dibandingkan dengan
92% wanita dengan depresi yang tidak diobati. Intervensi suportif dan
psikologis lebih efektif ketika dilakukan setelah melahirkan dibandingkan
saat mereka diinisiasi selama kehamilan nutrisi yang sehat, olahraga
teratur dan tidur yang cukup juga dianjurkan, meskipun bukti untuk
mengurangi risiko depresi pasca persalinan atas faktor-faktor dasar ini
masih terbatas, (Stewart & Vigod, 2016).
9. Prognosis
Prognosis pasien depresi postpartum dipengaruhi oleh penanganan
yang adekuat untuk meminimalisir risiko komplikasi maternal dan
komplikasi terhadap tumbuh kembang anak.
B. Konsep Keperawatan
Rencana tindakan keperawatan

1). Tujuan Umum

2). Tujuan Khusus : Klien tidak mampu

a). Membina hubungan saling percaya

b). Mengenal masalah depresi postpartum

c). Berpartisipasi dalam aktivitas

d). Menggunakan keluarga sebagai sistem pendukung

3). Tindakan Keperawatan

a) Bina hubungan saling percaya

1). Ucapkan salam

2). Perkenalkan diri : sebutkan nama dan panggilan yang disukai

3). Jelaskan tujuan pertemuan

4) Dengarkan klien dengan penuh perhatian

5). Bantu klien penuhi kebutuhan dasarnya.

b) klien tidak mengenal masalah depresi postpartum

1). Beri kesempatan bagi klien mengungkapkan perasaan sedih


2). Tetapkan adanya perbedaan antara cara pandang klien terhadap

kondisinya dengan cara pendang perawat terhadap kondisi

3). Tetapkan adanya perbedaan antara cara pandang klien

4). Bantu klien mengidentifikasi tingkah laku yang mendukung

percaya diri.

5). Diskusikan dengan klien cara yang biasa dilakukan

6). Dukung klien untuk menggunakan koping efektif yang

digunakan.

7). Beri alternative penyelesaian masalah atau solusi

8). Bantu klien mengidentifikasi keuntungan dan kerugian dari tiap

alternative.

9). Indentifikasi kemungkinan klien untuk tidak depresi postpartum

(depresi postpartum adalah faktor risiko terbesar dalam ide

ketidaberdayaan) ; tanyakan tentang rencana , metode dan cara

depresi postpartum.

c) klien berpartisipasi dalam aktivitas

1). Identifikasi aspek positif dari dunia klien (kluarga anda

menelfon RS setiap hari untuk menanyakan keadaanmu?

2). Dorong klien untuk berpikir yang menyenangkan dan melawan

rasa depresi postpartum

3). Dukung klien untuk mengungkapkan pengalaman yang

mendukung pikiran dan perasaan yang positif.

DAFTAR PUSTAKA
Buhari, S. (2018). perbandingan pijat oketani dan pijat oksitosin terhadap
produksi air susu ibu pada ibu postpartum hari pertama sampai hari ketiga di
Rumah sakit II Tk pelamonia makassar. Kesehatan Delima Pelamonia, 9.

Hadianti, D. N., & Resmana, R. (2017). Pijat oksitosin dan frekuensi menyusui
berhubungan dengan waktu pengeluaran kolostrum pada ibu post sectio
caesarea di RS kota bandung. Jurnal Ners Dan Kebidanan Indonesia, 4(3),
148. https://doi.org/10.21927/jnki.2016.4(3).148-156

Noer, N. (2019). Faktor prediktor pemberian ASI eksklusif pada ibu menyusui
wilayah kerja puskesmas mangasa kota makassar article history : Public
Health Faculty Received 23 May 2018 Universitas Muslim Indonesia
Received in revised form 12 December 2018 Address : Email : . 2(1), 12–17.

Pilaria, E. (2018). Pengaruh pijat oksitosin terhadap produksi ASI pada ibu
postpartum di wilayah kerja puskesmas pejeruk kota mataram Tahun 2017.
Jurnal Kedokteran Yasri 26 (1), 26(1), 27–33.

Sutanto, A. vita. (2018). Asuhan kebidanan nifas dan menyusui teori dalam
praktik kebidanan profesional. yogyakarta: pustaka baru press.

Wiyani, R., & Istiqumah. (2019). (The Effect Of Papaya Leaf Powder (Carica
Papaya) Provision To Smooth Breastfeeding In Posrtpartum Babies ).
Pengaruh pemberian serbuk daun pepaya (carica papaya) terhadap
kelancaran ASI ibu nifas, 7(1), 45–53.

Anda mungkin juga menyukai