Contoh PPK RS Bali
Contoh PPK RS Bali
2
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)
TATA LAKSANA KASUS
RUMAH SAKIT INDERA PROVINSI BALI
2014-2016
4
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)
TATA LAKSANA KASUS
RUMAH SAKIT INDERA PROVINSI BALI
2014-2016
6
2. dr. A A Sg kumala Ningrat.
3. dr. I Ketut Aryawan.
4. dr. A. A. Ifan Distya Jaya.
5. dr. Ida Ayu Gede Oktarini.
6. dr. Ni Made Ayu Wulandari.
7
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)
TATA LAKSANA KASUS
RUMAH SAKIT INDERA PROVINSI BALI
2014-2016
9
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)
TATA LAKSANA KASUS
RUMAH SAKIT INDERA PROVINSI BALI
2014-2016
12
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)
TATA LAKSANA KASUS
RUMAH SAKIT INDERA PROVINSI BALI
2014-2016
RUMAH SAKIT INDERA
PROVINSI BALI
SYOK ANAFILAKTIK (ICD 10: T78.2)
1. Pengertian (definisi) Syok yang terjadi akibat reaksi hipersensitivitas
I,segera atau sampai 30 menit setelah terjadi kontak
dengan allergen
2. Anamnesis 1. Riwayat alergi obat,makanan,dan lainnya.
2. Riwayat pemakaian obat-obatan terutama injeksi.
3. Terdapat gejala umum: lesu,lemah,rasa tak enak di
dada dan perut,rasa gatal di hidung dan palatum,
Pernafasan:hidung:hidung
gatal,bersin,tersumbat,laring :rasa tercekik,suara
serak,bronkus :batuk, sesak, kardio :pingsan
,gastrointestinal
:mual,muntah,diare,mata;gatal,SSP: gelisah,kejang
4. Pemeriksaan Fisik 1. Tingkat kesadaran
2. Vital sign:TD:hipotensi,N:Takikardi,RR:Nafas
cepat
3. Laring:stridor,edema,spasme,Lidah :Edema,
4. Bronkus:Mengi,spasme,
5. kardio:takikardi,hipotensi,aritmia,
6. Gastrointestinal :peristaltik meninggi,
7. Kulit: Urtikaria,angioedema
dibibir,muka,ekstremitas
8. Mata:lakrimasi, SS
5. Kriteria Diagnosis 1.Anamnesis
2.Pemeriksaan fisik
3.Pemeriksaan penunjang
6. Diagnosis Kerja Syok Anafilaktik
7. Diagnosis Banding 1. Reaksi Vasovagal
2. Infark Miokard
3.Reaksi Hipoglikemik
4.Asma Bronkiale
5. Rhinitis Alergika
8. PemeriksaanPenunjang 1.AGD (Analisis Gas Darah)
2.Tes Gula Darah
3.Tes Fungsi Ginjal
4.EKG
5. Rontgen thorax
9. Terapi 1. Menghentikan allergen yang dicurigai segera
2. Menempatkan penderita pada posisi syok
(kedua tungkai diangkat ke atas
3. Mempertahankan jalan nafas dan pemberian
oksigen 100%
4. Memperbaiki volume darah,pasang
infuse,gunakan cairan kristaloid (Nacl
0.9%,RL),Koloid (HES,Albumin)
5. Memberikan epinefrin 0.25 mg SC setiap 15
13
menit sesuai beratnya gejala,penderita
mengalami presyok atau syok dapat diberikan
dosis 0.3-0.5 mg pada dewasa (pengencer
1:1000),dapat diulang setiap 15 menit hingga
tekanan darah sistolik mencapai 90-100 mmHg
6. Terapi sekunder
- antihistamin :difenhidramin 1-2 mg/kgbb
- aminofilin loading dose 7-9 mg/kgbb
diberikan dalam 20-30 menit
7. Edukasi 1. Catat obat penderita yang menyebabkan alergi
2.Menghindari obat yang menyebabkan syok
anafilaktik
8. Prognosis Ad Vitam : dubio ad bonam/malam
Ad Sanationam : dubio ad bonam/malam
Ad fungsionam : dubio ad bonam/malam
9. Tingkat Evidens IV
10. Tingkat Rekomendasi A/B/C
11. Penelaah Kritis 1. dr. Putu Santy Erawati
2. dr. A A Sg kumala Ningrat.
3. dr. I Ketut Aryawan.
4. dr. A. A. Ifan Distya Jaya.
5. dr. Ida Ayu Gede Oktarini.
6. dr. Ni Made Ayu Wulandari.
14
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)
TATA LAKSANA KASUS
RUMAH SAKIT INDERA PROVINSI BALI
2014-2016
Hepatitis akut
Abses hati
15
Kiri Atas:
Perforasi lambung
Pankreasitis akut
Perforasi kolon
Infark Miokard
Pielonefritis akut
Peri Umbilikal:
Obstruksi
Apendiksitis
Pankreasitis akut
Hernia strangulasi
Divertikulitis
Kanan Bawah:
Apendiksitis
Adneksitis
Endometriosis
Divertikulitis
Perforasi caecum
Batu ureter
Hernia
Abses psoas
Kiri Bawah:
Divertikulitis
Adneksitis / Endometriosis
Batu ureter
Hernia
Abses psoas
7. PemeriksaanPenunjang 1. Pemeriksaan darah seperti Leukosit , Hb
2. Pemeriksaan urin
16
3. Pemeriksaan feses
4. Radiologi
8. Terapi 1. Berikan anti nyeri per oral dan anti nyeri
intermuskular / anti nyeri supositori .
2. Untuk colic internal dan nyata peristaltic
meningkat bisa diberi injeksi buscopan.
3. Bila nyeri hilang berikan resep obat oral anti
nyeri dan spasmalitik
4. Evaluasi 15-30 menit bila tidak ada perubahan
penderita di rujuk ke RS Sanglah tanpa
ambulance dengan ambulance bila ada
tindakan live saving.
9. Edukasi 1. Istirahat yang cukup
2. Pertahankan lingkungan yang tenang
3. Cukup makan dan minum
4. Menjaga personal higien yang baik
10. Prognosis Ad Vitam : dubio ad bonam/malam
Ad Sanationam : dubio ad bonam/malam
Ad fungsionam : dubio ad bonam/malam
11. Tingkat Evidens IV
17
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)
TATA LAKSANA KASUS
RUMAH SAKIT INDERA PROVINSI BALI
2014-2016
RUMAH SAKIT INDERA
PROVINSI BALI
CORPUS ALIENUM MATA (ICD 10: H15.1)
1. Pengertian (definisi) Adalah masuknya benda asing kedalam bola mata.
6. Diagnosis Banding -
18
6. Tetes mata penyegar ( cendo eyefresh/cendo
lyteers ) 6 x 1 tetes pada mata yang sakit.
7. Analgetik oral ( asam mefenamat 500 mg) 3x1
tablet.
8. C
9. Kontrol poliklinik 3 hari setelah tindakan.
19
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)
TATA LAKSANA KASUS
RUMAH SAKIT INDERA PROVINSI BALI
2014-2016
RUMAH SAKIT INDERA
PROVINSI BALI
HEMATOME PALPEBRA (ICD 10:S00.1)
1. Pengertian (definisi) Adalah merupakan pembengkakan atau penimbunan
darah dibawah kulit kelopak akibat pecahnya
pembuluh darah palpebra yang disebabkan oleh
adanya trauma tumpul pada mata.
2. Anamnesis
Proses terjadinya trauma
Benda apa yang mengenai mata tersebut
Bagaimana arah datangnya benda yang
mengenai mata itu (Apakah dari depan,
samping atas, samping bawah, atau dari arah
lain)
Bagaimana kecepatannya waktu mengenai
mata
Berapa besar benda yang mengenai mata
Bahan benda tersebut (Apakah terbuat dari
kayu, besi atau bahan lainnya)
Riwayat terjadinya penurunan penglihatan
setelah terjadinya trauma.
3. Pemeriksaan Fisik 1. Pemeriksaan visus.
2. Pemeriksaan fisik mata, meliputi:
Keadaan kelopak mata
Kornea
Bilik mata depan
Pupil
Lensa dan fundus
Gerakkan bola mata
Tekanan bola mata
20
4. Kriteria Diagnosis 1.Anamnesis
2.Pemeriksaan fisik
3.Pemeriksaan penunjang
21
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)
TATA LAKSANA KASUS
RUMAH SAKIT INDERA PROVINSI BALI
2014-2016
RUMAH SAKIT INDERA
PROVINSI BALI
SUBCONJUNCTIVAL BLEEDING (SCB) (ICD 10: H11.3)
1. Pengertian (definisi) Adalah suatu kelainan pada konjungtiva yang terjadi
akibat akibat pecahnya pembuluh darah yang terdapat
pada atau di bawah kongjungtiva, seperti arteri
konjungtiva dan arteri episklera oleh karena trauma
tumpul pada mata.
2. Anamnesis
Proses terjadinya trauma
Benda apa yang mengenai mata tersebut
Bagaimana arah datangnya benda yang
mengenai mata itu (Apakah dari depan,
samping atas, samping bawah, atau dari arah
lain)
Bagaimana kecepatannya waktu mengenai
mata
Berapa besar benda yang mengenai mata
Bahan benda tersebut (Apakah terbuat dari
kayu, besi atau bahan lainnya)
Riwayat terjadinya penurunan penglihatan
setelah terjadinya trauma.
3. Pemeriksaan Fisik 1. Pemeriksaan visus.
2. Pemeriksaan fisik mata dengan sentolop atau slit
lamp di dapatka pada konjungtiva terdapat adanya
kemerahan yang tidak hilang dengan penekanan.
3. Pemeriksaan TIO.
6. Diagnosis Banding -
23
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)
TATA LAKSANA KASUS
RUMAH SAKIT INDERA PROVINSI BALI
2014-2016
RUMAH SAKIT INDERA
PROVINSI BALI
EROSI KORNEA NON TRAUMATIK (ICD 10: H16.0)
1. Pengertian (definisi) Erosi kornea merupakan keadaan terkelupasnya epitel
kornea yang dapat diakibatkan oleh gesekkan keras
pada epitel kornea tanpa adanya riwayat trauma.
2. Anamnesis
Nyeri pada mata.
Mata berair, dengan blefarospasme, lakrimasi,
fotofobia,
Penglihatan akan tergantung oleh media kornea
yang keruh
3. Pemeriksaan Fisik 1. Pemeriksaan visus.
2. Pemeriksaan fisik mata dengan sentolop atau slit
lamp.
6. Diagnosis Banding -
25
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)
TATA LAKSANA KASUS
RUMAH SAKIT INDERA PROVINSI BALI
2014-2016
RUMAH SAKIT INDERA
PROVINSI BALI
EROSI KORNEA TRAUMATIK (ICD 10: HS05.0)
1. Pengertian (definisi) Erosi kornea merupakan keadaan terkelupasnya epitel
kornea yang dapat diakibatkan oleh gesekkan keras
pada epitel kornea dengan adanya riwayat trauma.
2. Anamnesis
Nyeri pada mata.
Riwayat trauma pada mata.
Mata berair, dengan blefarospasme, lakrimasi,
fotofobia,
Penglihatan akan tergantung oleh media kornea
yang keruh
3. Pemeriksaan Fisik 1. Pemeriksaan visus.
2. Pemeriksaan fisik mata dengan sentolop atau slit
lamp.
6. Diagnosis Banding -
26
2. dr. A A Sg kumala Ningrat.
3. dr. I Ketut Aryawan.
4. dr. A. A. Ifan Distya Jaya.
5. dr. Ida Ayu Gede Oktarini.
6. dr. Ni Made Ayu Wulandari.
27
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)
TATA LAKSANA KASUS
RUMAH SAKIT INDERA PROVINSI BALI
2014-2016
RUMAH SAKIT INDERA
PROVINSI BALI
CIDERA KEPALA (ICD 10: S09.0)
1. Pengertian (definisi) Trauma kepala adalah suatu trauma yang mengenai
daerah kulit kepala, tulang tengkorak atau otak yang
terjadi akibat injury baik secara langsung maupun tidak
langsung pada kepala
2. Anamnesis
Mekanisme kejadian?
Riwayat tidak sadar setelah kejadian?
Riwayat mual/muntah?
Riwayat pengaruh alcohol?
Riwayat penyakit terdahulu.
3. Pemeriksaan Fisik 1. Nilai tanda-tanda vital ( Tekanan Darah, Nadi,
Respirasi, Suhu axilla).
2. Nilai kesadaran pasien.
3. Inspeksi visual dan palpasi kepala: tanda-tanda
trauma, jejas, hematoma, vulnus pada kepala atau
region maksilofasial.
4. Inspeksi tanda-tanda fraktur basis kranii:
- Racoon’s eyes: periorbital ecchymosis.
- Battle’s sign: postauricular ecchymosis.
- CSF rhinorrhea/otorrhea.
- Hemotympanum atau laserasi kanalis
auditus eksternus.
5. Tanda-tanda lateralisasi (pupil anisokor,
hemiparesa).
4. Kriteria Diagnosis 1. Cidera kepala ringan (CKR dengan GCS 13-15)
2. Cidera kepala sedang (CKS dengan GCS 9-12)
3. Cidera kepala berat (CKB dengan GCS ≤ 8)
5. Diagnosis Kerja Cidera kepala.
28
C-Spine control dengan memasang collar brace
untuk mencegah gerakan hiperekstensi dan
rotasi
Bila pasien tidak sadar, selalu anggap bahwa
terdapat cidera tulang leher.
B (Breathing):
Perhatikan suara nafas, apakah terdapat suara
nafas tambahan atau tidak, gerak dada baik
(dinilai apakah perlu nafas buatan?)
Masker oksigen/nasal
C (Circulation):
Perhatikan Perfusi, Nadi, Tensi
Bila terdapat tanda-tanda Shock -> RL dan cari
sumber perdarahan. (Ingat luka di kepala
hampir tidak pernah menyebabkan shock).
Tensi < 90 nadi < 90 -> kemungkinn spinal
shock! Batasi cairan
Hentikan perdarahan dari luka terbuka
D (Disability):
Nilai kesadaran dengan menilai GCS.
Nilai pupil (diameter, simetris, RC)
E (Exposure):
Periksa bagian tubuh lain secara cepat (nyeri/jejas di
dada, perut, tungkai, panggul, leher)
SECONDARY SURVEY
Anamnesa:
Kejadian?
Sadar sesudah kejadian?
Mabuk?
Penyakit lain: epilepsi, DM, kelainan mata,
darah, riwayat jatuh?
Pemeriksaan:
GCS
Pupil
Motorik (parese/plegi)
Sensorik / rangsang nyeri
Periksa teliti: wajah, kepala, leher, tulang
punggung
2. Observasi di RS selama 1-2 jam.
3. Bila dalam observasi di dapat tanda-tanda sebagai
berikut:
1. Orientasi baik
29
2. Tidak ada gangguan fokal neurologis
3. Tidak ada muntah/sakit kepala.
4. Tidak ada tanda-tanda fraktur basis crania
(otore, rinore, ekimosis periorbita)
5. Ada yg mengawasi di rmh
6. Tmpt tgl dlm kota
Pasien dipulangkan dengan KIE.
4. Bila dalam observasi di dapat tanda-tanda sebagai
berikut:
1. Gangguan kesadaran (GCS<15)
2. Gagguan fokal neurologis (+) [hemiparese,
anisokor, kejang]
3. Nyeri kepala/muntah-muntah yg menetap
4. Terdapat tanda-tanda fraktur tulang
kepala/basis crania.
5. Luka tusuk/luka tembak (corpus alienum)
6. Tidak ada yg mengawasi d rmh
7. Tinggal d luar kota
8. Ada mabuk/epilepsi
Pasien dirujuk ke RS yang mempuyai fasilitas
untuk menangani kasus cidera kepala.
5. Bila terdapat indikasi sebagai berikut:
Indikasi x-foto kepala:
1. Jejas > 5 cm (hematom/vulnus)
2. Luka tusuk/clurit/tembak (Corpus alienum)
3. Fraktur terbuka
4. Deformitas kepala
5. Nyeri kepala menetap
6. Gangguan fokal nurologis
7. Gangguan kesadaran
Indikasi ct-scan kepala:
1. Luka tusuk/tembak (corpus alienum)
2. Nyeri kepala menetap/muntah menetap
3. Kejang-kejang
4. Penurunan GCS > 1 poin
5. Lateralisasi (anisokor+hemiparese)
6. GCS < 15 & slm terapi konservatif tidak
membaik
7. Bradikardi yang menyertai salah satu gejala
di atas
Pasien dirujuk ke RS yang mempuyai fasilitas
untuk menangani kasus cidera kepala
30
12. Tingkat Evidens IV
13. Tingkat Rekomendasi C
14. Penelaah Kritis 1. dr. Putu Santy Erawati
2. dr. A A Sg kumala Ningrat.
3. dr. I Ketut Aryawan.
4. dr. A. A. Ifan Distya Jaya.
5. dr. Ida Ayu Gede Oktarini.
6. dr. Ni Made Ayu Wulandari.
31
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)
TATA LAKSANA KASUS
RUMAH SAKIT INDERA PROVINSI BALI
2014-2016
RUMAH SAKIT INDERA
PROVINSI BALI
TRAUMA TUMPUL ABDOMEN (ICD 10:S39.9)
1. Pengertian (definisi) Trauma tumpul abdomen adalah pukulan / benturan
langsung pada rongga abdomen yang mengakibatkan
cidera tekanan/tindasan pada isi rongga abdomen,
terutama organ padat (hati, pancreas, ginjal, limpa)
atau berongga (lambung, usus halus, usus besar,
pembuluh – pembuluh darah abdominal) dan
mengakibatkan ruptur abdomen.
2. Anamnesis Pada anamnesis dapat ditemukan adanya riwayat
seperti:
Trauma pada abdomen akibat benturan benda
tumpul
Jatuh dari ketinggian
Tindakan kekerasan atau penganiayaan
Cedera akibat hiburan atau wisata 6.
Selain itu, AMPLE merupakan elemen penting yang
harus ditanyakan dalam anamnesis pasien:
A llergies
M edications
P ast medical history
L ast meal or other intake
E vents leading to presentation6
3. Pemeriksaan Fisik Inspeksi
Perhatikan abdomen pasien untuk melihat
adanya tanda-tanda luka luar, seperti abrasi
dan atau ekimosis.
Perhatikan pola luka yang ada untuk menduga
adanya trauma intra abdominal.( lap belt
abrasions, steering wheel–shaped
contusions).
Observasi pernapasan pasien, karena
pernapasan abdominal mengindikasikan
adanya trauma pada sistem spinal.
Perhatikan juga adanya tanda-tanda distensi
dan perubahan warna pada daerah abdomen.
Cullen sign (periumbilical ecchymosis)
mengindikasikan perdarahan retroperitoneal,
namun biasanya tanda ini tidak langsung
positif. Jika ditemukan memar dan bengkak
pada daerah panggul kita harus curiga kearah
trauma retroperitoneal.
Inspeksi daerah genitalia dan perineum untuk
melihat adanya luka, perdarahan, dan
32
hematom pada jaringan ikat longgar6.
Auskultasi
Bising usus bisa normal, menurun, atau hilang.
Abdominal bruit menandakan adanya penyakit
sistem vaskuler yang mendasari atau adanya
traumatic arteriovenous fistula.
Bradikardia mengindikasikan adanya cairan
bebas intraperitoneal pada pasien dengan
trauma abdomen6.
Palpasi
Palpasi seluruh permukaan abdomen dengan
hati-hati sambil melihat respon dari pasien.
Perhatikan adanya massa abnormal,
tenderness , dan deformitas.
Konsistensi yang padat dan pucat dapat
menunjukkan adanya perdarahan
intraabdominal.
Krepitasi atau ketidakstabilan dari rongga
thoraks bagian bawah mengindikasikan
kemungkinan adanya cedera lien atau hepar
yang berhubungan dengan cedera costa
bawah.
Instabilitas pelvis mengindikasikan adanya luka
pada traktus urinarius bagian bawah, seperti
juga pada pelvic dan hematom
retroperitoneal. fraktur terbuka pelvis juga
mengindikasikan potensi cedera pada traktus
urinarius bagian bawah cedera serta
hematom panggul dan retroperitoneal. Fraktur
pelvis terbuka juga berhubungan dengan
angka mortalitas yang melebihi 50 %.
Lakukan pemeriksaan rektal dan pelvis vagina
untuk mengidentifikasi kemungkinan
perdarahan atau cedera.
Lakukan pemeriksaan sensorik dari dada dan
abdomen untuk mengevaluasi kemungkinan
terjadinya cedera saraf tulang belakang.
Cedera saraf tulang belakang dapat dinilai
dengan akurat dari abdomen melalui
berkurangnya atau hilangnya persepsi nyeri.
Distensi abdomen dapat merupakan akibat dari
dilatasi sekunder gaster yang berhubungan
dengan ventilasi atau menelan udara
Tanda-tanda peritonitis segera setelah cedera
memberi kesan adanya kebocoran isi usus.
Peritonitis karena perdarahan intraabdominal
dapat berkembang setelah beberapa jam6.
Perkusi
Perkusi regio thoraks bagian bawah bisa
normal, redup, atau timpani.
Pekak hati bisa positif maupun negatip.
Nyeri ketok dinding abdomen.
33
Tes undulasi atau shifting dullness bisa positip
maupun negatip6.
6. Diagnosis Banding -
35
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)
TATA LAKSANA KASUS
RUMAH SAKIT INDERA PROVINSI BALI
2014-2016
RUMAH SAKIT INDERA
PROVINSI BALI
GLAUKOMA AKUT (ICD 10:H40.2 )
1. Pengertian (definisi) Suatu peningkatan tekanan bola mata yang mendadak
akibat tertutupnya sudut bilik mata depan oleh cairan
humor aquos / vitreus.
37
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)
TATA LAKSANA KASUS
RUMAH SAKIT INDERA PROVINSI BALI
2014-2016
RUMAH SAKIT INDERA
PROVINSI BALI
HYPHEMA TRAUMATICA (ICD 10:S05.1)
1. Pengertian (definisi) Perdarahan pada bilik mata depan (COA) yang berasal
dari iris atau badan siliar akibat trauma tumpul mata
yang dapat menyebabkan penurunan penglihatan /
kebutaan.
1. Tirah baring
9. Edukasi 2. Tidak menyentuh, menggosok, menekan mata
karena bisa terjadi infeksi
3. Jangan oleskan obat / salep mata
4. Hindari penggunaan obat Aspirin, Ibuprofen,
NSAID karena dapat mengencerkan darah.
5. Kompres dingin untuk mengurangi sakit /
pembengkakan.
10. Prognosis Dubius Ad Bonam
39
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)
TATA LAKSANA KASUS
RUMAH SAKIT INDERA PROVINSI BALI
2014-2016
RUMAH SAKIT INDERA
PROVINSI BALI
TRAUMA KIMIA PADA KORNEA (ICD 10:S05.8)
1. Pengertian (definisi) Trauma yang diakibatkan oleh zat kimia yang bersifat
asam / basa yang berbahaya, dapat berbentuk cair,
gas, atau padat.
41
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)
TATA LAKSANA KASUS
RUMAH SAKIT INDERA PROVINSI BALI
2014-2016
RUMAH SAKIT INDERA
PROVINSI BALI
APPENDISITIS AKUT (ICD 10:K35.8)
1. Pengertian (definisi) suatu radang yang timbul secara mendadak pada
apendiks dan merupakan salah satu kasus akut
abdomen yang paling sering ditemui
2. Anamnesis 1. Nyeri epigastrium atau regio umbilicus disertai
mual dan anorexia.
2. Demam biasanya ringan, dengan suhu sekitar 37,5
- 38,5C.
3. Nyeri berpindah ke kanan bawah dan
menunjukkan tanda rangsangan peritoneum lokal
di titik Mc Burney, nyeri tekan, nyeri lepas dan
adanya defans muskuler.
4. Nyeri rangsangan peritoneum tak langsung nyeri
kanan bawah pada tekanan kiri (Rovsing’s Sign)
nyeri kanan bawah bila tekanan di sebelah kiri
dilepaskan (Blumberg’s Sign).
3. Pemeriksaan Fisik 1. Inspeksi
- Tidak ditemukan gambaran spesifik
- .Kembung sering terlihat pada komplikasi
perforasi.
- Penonjolan perut kanan bawah bisa dilihat
pada massa atau abses periapendikuler.
- Tampak perut kanan bawah tertinggal pada
pernafasan
2. Palpasi
- nyeri yang terbatas pada regio iliaka kanan,
bisa disertai nyeri tekan lepas.
- Defans muscular menunjukkan adanya
rangsangan peritoneum parietale.
3. Perkusi
- Pekak hati menghilang jika terjadi perforasi
usus.
4. Auskultasi
- Biasanya normal.
- Peristaltik dapat hilang karena ileus
paralitik pada peritonitis generalisata akibat
apendisitis perforata
5. Rectal Toucher
- Tonus musculus sfingter ani baik.
- Ampula kolaps.
- Nyeri tekan pada daerah jam 9 dan 12.
- Terdapat massa yang menekan rectum
(jika ada abses).
6. Uji Psoas
Dilakukan dengan rangsangan otot psoas lewat
42
hiperekstensi sendi panggul kanan atau fleksi aktif
sendi panggul kanan, kemudian paha kanan
ditahan. Bila apendiks yang meradang menepel di
m. poas mayor, tindakan tersebut akan
menimbulkan nyeri.
7. Uji Obturator
Digunakan untuk melihat apakah apendiks yang
meradang kontak dengan m. obturator internus
yang merupakan dinding panggul kecil. Gerakan
fleksi dan endorotasi sendi panggul pada posisi
terlentang akan menimbulkan nyeri pada
apendisitis pelvika. Pemeriksaan uji psoas dan uji
obturator merupakan pemeriksaan yang lebih
ditujukan untuk mengetahui letak apendiks
8. Indeks Alvarado
Characteristic Score
M = Migration of pain to the RLQ 1
A = Anorexia 1
N = Nausea and vomiting 1
T = Tenderness in RLQ 2
R = Rebound pain 1
E = Elevated temperature 1
L = Leukocytosis 2
S = Shift of WBC to the left 1
Total 10
Interpretasi:
1. Skor >8 : Kemungkinan besar menderita
apendisitis. Pasien ini dapat langsung diambil
tindakan pembedahan tanpa pemeriksaan lebih
lanjut. Kemudian perlu dilakukan konfirmasi
dengan pemeriksaan patologi anatomi.
2. Skor 2-8 : Tingkat kemungkinan sedang untuk
terjadinya apendisitis. Pasien ini sebaiknya
dikerjakan pemeriksaan penunjang seperti foto
polos abdomen ataupun CT scan.
3.Skor <2 : Kecil kemungkinan pasien ini
menderita apendisitis. Pasien ini tidak perlu
untuk di evaluasi lebih lanjut dan pasien dapat
dipulangkan dengan catatan tetap dilakukan
follow up pada pasien ini.
44
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)
TATA LAKSANA KASUS
RUMAH SAKIT INDERA PROVINSI BALI
2014-2016
RUMAH SAKIT INDERA
PROVINSI BALI
SINDROM STEVENS - JOHNSON (ICD 10: L51.1 )
1. Pengertian Sindrome Stevens-Johnson merupakan sindrome yang
(definisi) mengenai kulit, selaput lendir di orifisium mulut dan anogenital,
dan mata dengan keadaan umum bervariasi dari ringan
sampai berat yang disebabkan karena reaksi hipersensitifitas
baik karena obat mapun infeksi
2. Anamnesis Adanya riwayat menggunakan obat secara sistemik atau
kontak obat pada kulit yang terbuka pada jangka waktu
penggunaan obat yang tidak terlalu lama.
3. Pemeriksaan Fisik 1. Keadaan umum biasanya bervariasi, dari baik hingga
buruk
2. Adanya kelainan kulit antara lain : eritema, vesikel, papul,
erosi, ekskoriasi, krusta kehitaman, kadang purpura dan
kelainan selaput lendir terutama orifisium mulut dan
anogenital serta kelainan mata.
4. Kriteria Diagnosis Diagnosis berdasarkan keadaan klinis dan histopatologis
umtuk menegakkan diagnosa dan faktor penyebabnya
5. Diagnosis Kerja Sindroma Stevens-Johnson
6. Diagnosis Banding Nekrolisis Epidermal Toksik
7. Pemeriksaan 1. Darah rutin : Bila leukositosis penyebabnya kemungkinan
Penunjang infeksi, bila eosinofilia kemungkinan karena alergi
2. Pemeriksaan imunogik : IgG dan IgM dapat meninggi
3. Biopsi kulit : untuk pemeriksaan histopatologis dengan
gambaran eritema multiforme yang bervariasi
4. Pemeriksaan elektolit, glukosa, dan bikarbonate untuk
menentukan tingkat keparahan dan level dehidrasi
8. Terapi Non Medikamentosa :
1. Pasien diminta menghentikan obat yang dicurigai
2. Berikan kartu alergi bila pasien sembuh dari gejala
yang diderita
3. Berikan daftar jenis obat yang harus dihindari pasien
Medikamentosa :
1. Hentikan obat
2. Bila keadaan umum baik dan lesi tidak menyeluruh
cukup diobati dengan prednison 30-40 mg perhari
3. Atasi keadaan umum, terutama pada yang berat untuk
life saving pada penekanan airway, breathing dan
sirkulasi. Penderita harus dirawat inapkan untuk life
saving, pencegahan infeksi, dan pengaturan
keseimbangan cairan/elektrolit dan nutrisi
4. Penatalaksanaan multidisiplin terutama bila dicurigai
terdapat kelainan sistemik dan komplikasi dan bila
terdapat gambaran seperti luka bakar yang menyeluruh
perlu untuk dirujuk ke rumah sakit yang mempunyai
burn center
45
9. Edukasi 1. Memberitahukan pada pasien tentang obat-obatan
yang dapat membuat alergi pada diri pasien.
2. Kontrol kembali bila keluhan semakin memberat atau
kontrol luka bila sudah dipulangkan dalam keadaan
baik.
3. Jaga higienitas lingkungan dan perorangan.
10. Prognosis Ad Vitam : dubio ad malam
Ad Sanationam : dubio ad malam
Ad fungsionam : dubio ad malam
11. Tingkat Evidens IV
12. Tingkat C
Rekomendasi
13. Penelaah Kritis 1. dr. Putu Santy Erawati
2. dr. A A Sg kumala Ningrat.
3. dr. I Ketut Aryawan.
4. dr. A. A. Ifan Distya Jaya.
5. dr. Ida Ayu Gede Oktarini.
6. dr. Ni Made Ayu Wulandari.
50
KEJANG DEMAM (ICD 10:R56.0 )
1. Pengertian (definisi) Kejang demam adalah suatu bangkitan kejang yang
terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rectal > 38 oC)
yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium.
2. Anamnesis 1. Lamanya kejang?
2. Bentuk kejang?
3. Suhu sebelum kejang?
4. Riwayat kejang sebelumnya?
5. Riwayat keluarga yang mengalami kejang demam?
3. Pemeriksaan Fisik 1. Kesadaran.
2. Suhu tubuh.
3. Tanda rangsang meningkat.
4. Tanda peningkatan tekanan intracranial, seperti:
kesadaran menurun, muntah proyektil, fontanel
anterior menonjol, papil edema.
5. Tanda infeksi di luar SSP misalnya otitis media akut,
tonsillitis, bronchitis, furunkulosis, dll.
4. Kriteria Diagnosis 1. Kejang didahului oleh febris (suhu rectal > 38oC).
2. Kejang demam terjadi pada 2-4% anak berumur 6
bulan-5 tahun.
3. Anak yang pernah mengalami kejang tanpa demam,
kemudian kejang demam kembali tidak termasuk
dalam kejang demam.
4. Kejang disertai demam pada bayi berumur < 1 bulan
tidak termasuk kejang demam.
5. Diagnosis Kerja Kejang demam.
6. Diagnosis Banding 1. Epilepsy.
2. Status konvulsi.
3. Meningitis.
3. Gangguan elektrolit (Hipernatremi, Hipokalsemi,
Hipoglikemi)
51
dasarnya.
d. Penanganan supportif lainnya, meliputi:
Bebaskan jalan nafas.
Pemberian oksigen.
Menjaga keseimbangan air dan elektrolit.
Pertahankan keseimbangan tekanan darah.
2. Pencagahan kejang.
a. Pencegahan berkala (intermiten).
Untuk kejang demam sederhana dengan diazepam
0,3 mg/KgBB/dosis PO dan antipiretika pada saat
anak menderita penyakit yang disertai dengan
demam.
b. Pencegahan kontinu.
Utuk kejang dema, komplikata dengan asam valproat
15-40 mg/KgBB/hari PO dibagi dalam 2-3 dosis.
9. Edukasi Informasikan kepada keluarga mengenai pencegahan kejang
dan penanganan demam pada anak di rumah.
10. Prognosis Ad Vitam : dubio ad bonam/malam
Ad Sanationam : dubio ad bonam/malam
Ad fungsionam : dubio ad bonam/malam
11. Tingkat Evidens IV
12. Tingkat C
Rekomendasi
13. Penelaah Kritis 1. dr. Putu Santy Erawati
2. dr. A A Sg kumala Ningrat.
3. dr. I Ketut Aryawan.
4. dr. A. A. Ifan Distya Jaya.
5. dr. Ida Ayu Gede Oktarini.
6. dr. Ni Made Ayu Wulandari.
53
14. Indikator Medis 1. Keadaan umum membaik
2. Perdarahan berhenti
15. Kepustakaan 1. Pedoman diagnosis dan terapi ilmu penyakit telinga hidung
dan tenggorok. Lab/UPF THT, fakultas kedokteran
universitas udayana, RSUP denpasar, 1992.
2. Epistaksis, Dalam Penyakit Telinga Hidung dan
Tenggorokan. Edisi Bahasa Indonesia. Jakarta : Penerbit
Buku Kedokteran.
3. Syamsuhidajat R, Wim de Jong. Epistaksis. Dalam Buku
ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran. EGC, 2004.
Gelisah
Sesak
stridor inspirasi
Gelisah
Sesak
stridor inspirasi
Retraksi supraklavikuler, interkostal, epigastrial,
supra steroal biru (sianosis)
Bila benda asing berhenti pada salah satu cabang
bronkus:
- Gerak nafas satu sisi berkurang
- Suara nafas satu sisi berkurang
- Pada fase tenang, mungkin gejala tersebut di
atas tidak ada.
55
5. Diagnosis Kerja Benda Asing Pada Jalan Nafas
2.Laringitis akut.
3.Trakeitis
4.Bronkitis
5.Pneumoni
7. Pemeriksaan 1. X-foto toraks, hanya dikerjakan pada kasus-kasus tertentu,
Penunjang karena bila masih baru dan bendanya non radio opaqe,
sering tidak tampak kelainan.
56
Ad fungsionam : dubio ad bonam/malam
14. Indikator Medis 1. Benda Asing dari saluran nafas dapat dikeluarkan
15. Kepustakaan 1. Tamin S. Benda asing saluran napas dan cerna. Satelit
simposium penanganan mutakhir kasus telinga hidung
tenggorok.
57
pada pasien dengan riwayat kemasukkan serangga.
3. Pemeriksaan Fisik Ditemukan adanya benda asing pada telinga.
4. Kriteria Diagnosis 1. Riwayat kemasukkan benda asing pada anamnesis.
2. Dari pemeriksaan fisik didapat adanya benda asing pada
telinga.
5. Diagnosis Kerja Benda asing pada liang telinga.
6. Diagnosis Banding -
7. Pemeriksaan -
Penunjang
8. Terapi 1. Benda mati: benda diambil dengan kaitan pada benda yang
berbentuk bulat dan dengan pinset bayonet bila bentuk benda
gepeng.
2. Benda hidup: serangga dibunuh dengan cairan karbol gliserin
10% dan dikeluarkan dengan pinset bayonet atau kaitan.
9. Edukasi 1. Informasikan pada keluarga pasien untuk memperhatikan
mainan yang dibawa oleh anak-anaknya (misalnya manic-
manik, ataupun biji-bijian).
2. Selalu memeriksa cotton bud yang digunakan untuk
membersihkan telinga apakah mudah terlepas atau tidak.
10. Prognosis Ad Vitam : dubio ad bonam.
Ad Sanationam : dubio ad bonam.
Ad fungsionam : dubio ad bonam.
11. Tingkat Evidens IV
12. Tingkat C
Rekomendasi
13. Penelaah Kritis 1. dr. Putu Santy Erawati
2. dr. A A Sg kumala Ningrat.
3. dr. I Ketut Aryawan.
4. dr. A. A. Ifan Distya Jaya.
5. dr. Ida Ayu Gede Oktarini.
6. dr. Ni Made Ayu Wulandari.
14. Indikator Medis 1. Benda asing terangkat.
2. Keluhan membaik.
15. Kepustakaan Pedoman diagnosis dan terapi ilmu penyakit telinga hidung dan
tenggorok. Lab/UPF THT, fakultas kedokteran universitas
udayana, RSUP denpasar, 1992
61
62