Anda di halaman 1dari 20

Makalah Hukum Tata Negara

Kewenangan Pemerintahan Daerah dalam Hubungannya


dengan Desentralisasi, Dekonsentrasi, dan Medebewind

Dosen :
Dr. Candra Perbawati, S.H.,M.H.

DISUSUN OLEH :
Kelompok 4

1. Ade Aprilia Putri (2012011232)


2. Dita Putri Permata Sari (2012011030)
3. Eka Sarah Annisa (2012011216)
4. Jeri Wijaya (2012011072)
5. Nabila Cyntia Ariani (2012011144)
6. Nurulla Beliyana Umamit (2012011236)
7. Rahmatullah (2012011005)
8. Rahmadhani (2012011144)

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG 2021
Jl. Prof. Dr. Ir. Sumantri Brojonegoro, .No: 1, Gedong Meneng,
Kec. Rajabasa, Kota Bandar Lampung, Lampung 35141
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan anugrah dari-Nya
kami dapat menyelesaikan makalah Hukum Tata Negara mengenai “Kewenangan
Pemerintahan Daerah dalam Hubungannya dengan Desentralisasi, Dekonsentrasi,
dan Medebewind” ini. Sholawat dan salam semoga senantiasa tercurahkan kepada
junjungan besar kita, Nabi Muhammad SAW yang telah menunjukkan kepada kita
semua jalan yang lurus berupa ajaran agama islam yang sempurna dan menjadi
anugrah terbesar bagi seluruh alam semesta.
Kami sangat bersyukur karena dapat menyelesaikan makalah yang menjadi tugas
Hukum Tata Negara dengan judul “Kewenangan Pemerintahan Daerah dalam
Hubungannya dengan Desentralisasi, Dekonsentrasi, dan Medebewind”
Disamping itu, kami mengucapkan banyak terimakasih kepada semua pihak yang
telah membantu kami selama pembuatan makalah ini berlangsung sehingga dapat
terealisasikanlah makalah ini.
Demikian yang dapat kami sampaikan, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi
para pembaca. Kami mengharapkan kritik dan saran terhadap makalah ini agar
kedepannya dapat kami perbaiki. Karena kami sadar, makalah yang kami buat ini
masih banyak terdapat kekurangannya.

Bandar lampung, Mei 2021

Kelompok 4

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................i
DAFTAR ISI...........................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ......................................................................................1
B. Rumusan Masalah ..................................................................................2
C. Tujuan masalah .....................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Desentralisasi ......................................................................3
B. Pengertian Dekontrasi ............................................................................4
C. Pengertian Medebewind ........................................................................5
D. Kewenangan Pemerintah Daerah ...........................................................5
E. Peraturan Daerah ...................................................................................7

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan .........................................................................................13
B. Kritik ....................................................................................................14
C. Saran .....................................................................................................15

DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................17

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
memberikan ruang adanya otonomi oleh masing-masing daerah untuk
mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri. Hal ini didukung
dengan adanya pemerintahan daerah yang menjalankan pemerintahan
daerah sebagaimana tertuang dalam Pasal 18 ayat (5) BAB VI UUD 1945
setelah amandemen mengenai pemerintahan daerah bahwa “Pemerintahan
Daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya, kecuali urusan pemerintahan
yang oleh Undang-Undang ditentukan sebagai urusan pemerintahan
pusat”. Dalam ketentuan itu dapat disimpulkan bahwa pemerintahan
daerah diberikan otonomi yang seluas-luasnya, namun ada beberapa
urusan yang masih ditangani oleh pemerintah pusat.
Ketentuan otonomi daerah lebih khususnya diatur dalam Pasal 1
ayat (2) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan
Daerah (selanjutnya disingkat UU Pemerintahan Daerah) dikatakan bahwa
“Pemerintahan daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh
pemerintah daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah menurut asas
otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya
dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun
1945”. Dalam Pasal ini dijelaskan bahwa pemerintahan daerah merupakan
kegiatan penyelenggaraan pemerintahan yang dilakukan oleh pemerintah
daerah yaitu 2 gubernur, bupati, walikota dan perangkat daerah bersama
DPRD berdasarkan prinsip otonomi daerah. Menurut Pasal 1 ayat (6) UU
Pemerintahan Daerah, “asas otonomi adalah prinsip dasar
penyelenggaraan pemerintahan daerah berdasarkan otonomi daerah”,
dimana prinsip penyelenggaraannya menggunakan asas desentralisasi,
dekonsentrasi, dan medebewind.
Penyelenggaraan asas desentralisasi secara utuh dan bulat
dilaksanakan didaerah kabupaten dan daerah kota. Asas dekonsentrasi

1
tercermin dari pelimpahan wewenang dari pemerintah pusat kepada
gubernur sebagai wakil pemerintah pusat di daerah. Sementara itu, Tugas
pembantuan (medebewind) adalah penugasan dari pemerintah pusat
kepada daerah otonom untuk melaksanakan sebagian urusan pemerintahan
yang menjadi kewenangan pemerintah pusat atau dari pemerintah daerah
provinsi kepada daerah kabupaten/kota untuk melaksanakan sebagian
urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah provinsi (Pasal 1
ayat (11) UU Pemerintahan Daerah). Medebewind dalam bahasa belanda
lebih dikenal dengan “selfbestuur”, yang berarti pembantu penyelenggara
dari pemerintah pusat atau daerah yang tingkatnya lebih atas dari alat-alat
perlengkapan daerah yang lebih bawah.

B. Rumusan masalah

1. Apa yang dimaksud dengan desentralisasi, dekonsentrasi dan


medebewind?
2. Apa yang dimaksud dengan kewenangan Pemerintahan Daerah?
3. Bagaimana hubungan kewenangan Pemerintahan Daerah dengan
desentralisasi, dekonsentrasi, dan medebewind?
4. Apa yang dimaksud dengan Peraturan Daerah?

C. Tujuan Masalah

1. Untuk mengetahui arti desentralisasi, dekonsentrasi dan medebewind.


2. Untuk mengetahui apa itu kewenangan Pemerintahan Daerah.
3. Untuk memahami hubungan antara kewenangan pemerintahan Daerah
dengan desentralisasi, dekonsentrasi, dan medebewind.
4. Untuk mengetahui arti dari Peraturan Daerah.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Desentralisasi
Kata desentralisasi berasal dari bahasa latin yaitu “de” yang artinya
lepas dan “centrum” artinya pusat. Berarti desentralisasi adalah
melepaskan diri dari pusat. Desentralisasi adalah tata pemerintahan yang
lebih banyak memberikan kekuasaan kepada pemerintah daerah atau
desentralisasi adalah penyerahan sebagian wewenang pimpinan kepada
bewahan (atau pusat kepala cabang dsb). Terdapat beberapa pernyataan
mengenai pengertian desentralisasi, yaitu :
Sarundajang mengatakan ada empat bentuk desentralisasi yaitu;
Pertama, desentralisasi menyeluruh (comprehensive local government
system) adalah sistem pemerintahan daerah yang menyeluruh dalam hal
pelayanan pemerintah di daerah dilaksanakan oleh aparat-aparat yang
mempunyai tugas bermacam-macam. Kedua, sistem kemitraan
(partnership system) adalah beberapa jenis pelayanan dilaksanakan
langsung oleh aparat pusat dari beberapa jenis yang lain dilaksanakan oleh
aparat daerah. Ketiga, sistem ganda (dual system) adalah pusat
melaksankaan pelayanan teknis secara langsung demikian juga aparat di
daerah. Keempat, sistem administrasi terpadu (integrated administrative
system) adalah aparat pusat melakukan pelayanan teknis secara langsung
di bawah pengawasan seorang pejabat koordinator.
The Liang Gie mengatakan desentralisasi adalah pelimpahan
wewenang dari pemerintah pusat kepada satuan-satuan organisasi
pemerintahan untuk menyelenggarakan segenap kepentingan setempat dari
kelompok penduduk yang mendiami suatu wilayah.
Bayu Surianingrat mengatakan desentralisasi dibagi menjadi dua
yaitu Desentralisasi teritorial dan Desentralisasi fungsional.
Desentralisasi teritorial adalah penyerahan kekuasaan untuk mengatur dan
mengurus rumah tangganya sendiri (outonomie). Desentralisasi fungsional
adalah pelimpahan kekuasaan untuk mengatur dan mengurus fungsi
tertentu.
Menurut Bagir Manan desentralisasi terapat dua hal utama;
pertama, desentralisasi diartikan sebagai penyerahan urusan pemerintahan
kepada daerah, dengan perkataan lain hanya ada satu bentuk desentralisasi
yaitu Otonomi. Kedua, otonomi hanya ada kalu ada penyerahan
(o’verdragen) urusan pemerintahan kepada daerah. Berdasarkan Pasal 1
Ayat (8) UndangUndang No.23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah,

3
Desentralisasi adalah penyerahan urusan pemerintahan oleh Pemerintah
Pusat kepada kepala daerah otonom berdasarkan Asas Otonomi.
Jadi, Desentralisasi adalah proses penyerahan sejumlah urusan
pemerintahan dari pemerintah pusat atau dari pemerintah daerah tingkat
yang lebih tinggi kepada pemerintah daerah tingkat yang lebih rendah
sehingga menjadi urusan rumah tangganya sendiri. Pemrakarsa, wewenang
dan tanggung jawab atas urusan-urusan yang diserahkan sepenuhnya
menjadi tanggung jawab daerah itu sendiri, baik mengenai politik,
kebijakan perencanaan, perangkat dan pelaksanaannya maupun segi-segi
pembiayaannya.

B. Dekonsentrasi
Menurut Pasal 1 Ayat (9) UU No.23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah, dekonsentrasi adalah pelimpahan sebagian urusan
pemerintah pusat kepada Gubernur sebagai wakil pemerintah pusat,
kepada instansi vertical di wilayah tertentu, dan/atau kepada Gubernur dan
Bupati/Wakil Kota sebagai penanggung jawab urusan pemerintahan
umum.
Manurut Laica marzuki dekonsentrasi merupakan
ambtelijkedecentralisastie atau delegatie van bevoegdheid, yakni
pelimpahan kewenangan dari alat perlengkapan negara di pusat kepada
instansi bawahan, guna melaksanakan pekerjaan tertentu dalam
menyelenggarakan pemerintahan.
Kartasapoerta mengatakan dekonsentrasi adalah pelimpahan
wewenang dari pemerintah atau kepala wilayah atau juga kepala instansi
vertical tingkat atas kepada pejabat-pejabat (bawahannya) di daerah.
Kedudukan dekonsentrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan
daerah bermanfaat secara politis, eksistensi dekonsentrasi akan dapat
mengurangi keluhan-keluhan daerah, protes-protes daerah terhadap
kebijakan pemerintah pusat. Dekonsentrasi memungkinkan terjadinya
kontak secara langsung antara pemerintah dengan yang diperintah/rakyat
kehadiran perangkat dekonsentrasi di daerah dapat mengamankan
pelaksanaan kebijakan pemerintah pusat atau kebijakan nasional di bidang
politik, ekonomi, dan administrasi dapat menjadi alat yang efektif untuk
menjamin persatuan dan kesatuan nasional.
Secara konseptual dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang
administratip dari pemerintah pusat kepada penjabatnya yang berada pada
wilayah negara luar kantor pusatnya. Pelimpahan kewenangan hanya
wewenang administratif sedangkan kewenangan politis dipegang oleh
pemerintah pusat.

4
C. Medebewind
Menurut Agussalim Andi Gadjong medebewind adalah tugas
melaksanakan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Daerah
terikat melaksanakan peraturan perundangundangan, termasuk yang
diperintahkan atau diminta dalam rangka tugas pembantuan. Artinya
pemerintah daerah tidak punya hak untuk menolak. Latar belakang
diberikan tugas pembantuan kepada daerah dan desa, yaitu:
1. Peraturan perundang-undangan yang membuka peluang dilakukannya
pemberian tugas pembantuan dari pemerintah kepada daerah dan desa
dan dari pemerintah daerah kepada desa (Pasal 18A UUD 1945 sampai
pada UU pelaksanaannya: UU Nomor 23 Tahun 2014 dan UU Nomor
6 Tahun 2014).
2. Political will atau kemauan politik untuk memberikan pelayanan yang
lebih baik kepada seluruh lapisan masyarakat dengan prinsip lebih
murah, lebih cepat, lebih mudah dan lebih akurat.

D. Kewenangan Pemerintah Daerah


Indonesia adalah negara kesatuan dan negara hukum. Ketentuan
konstitusional ini memberikan pesan negara Republik Indonesia dibangun
dalam bentuk kerangka negara yang berbentuk kesatuan, bukan federasi.
Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut UUD 1945.
Presiden memegang kekuasaan pemerintahan menurut UUD.
Hubungan kewenangan antara pemerintahan pusat dan
pemerintahan daerah provinsi, kabupaten dan kota atau antara provinsi dan
kota, diatur dengan undang-undang dengan memperhatikan kekhususan
dan keberagaman daerah. Maksud kekhususan daerah adalah
keistimewaan yang terdapat di masing-masing daerah, sedangkan maksud
dari keberagaman daerah adalah keberagaman antar daerah yang satu
dengan yang lain. Hubungan antara pemerintah pusat dengan pemerintah
provinsi dan/atau dengan pemerintah kabupaten/kota adalah subordinat
dan dependent.
Pada negara kesatuan kewenangan dasarnya berada atau dimiliki
oleh pemerintah pusat yang kemudian diserahkan atau dilimpahkan kepada
daerah, Penyerahan atau pelimpahan kewenanyan di neyara kesatuan
biasanya di buat secara secara ekpalsit (ultaravise). Dengan kata lain,
daerah memiliki kewenangan atau kekuasaan terbatas atau limitatif,Asas
penyelenggaraan pemerintahan daerah menggunakan pula dekoneentra,
geventralisasi dan mede'hewind (tugas pembantuan).
Menurut Undang Undang No, 23 tahun 2014 kewenangan penuh
Pemerintah Pusat meliputi lima bidang yaitu :
1. politik luar negri
2. Pertahanan keamanan

5
3. Justisi
4. Moneter dan Fiskal
5. Agama
Prinsip otonomi daerah menggunakan prinsip otonomi seluas
luasnya dalam arti daerah diberikan kewenargan mengurus dan
mengatur semua urusan pemerintahan di luar yang menjadi urusan
Pemerintah yang ditetapkan dalam Undang Undang No. 23 Tahun
2014, Pemerintah daerah berikan kewenanyan membuat kebyakan
daerah untuk memberi pelayanan, peningkatan peranserta, prakarsa,
dan pemberdayaan masarakat yg bertujuan meningkatkan kesehjatraan
rakyat.
Pembagian kekuasaan atau kewenangan negara kesatuan dapat
diuraikan menjadi tiga hal: pertama, kekuasaan atau kewenangan pada
dasarnya menilik pemerintah pusat, daerah diberi hak dan kewajiban
dilimpahkan atau diserahkan. Jadi, terjadi proses penyerahan atau
pelimpahan kewenangan. Kedua, Pemerintah Pusat dan Pemerintah
Daerah tetap memiliki garis komando dan hubungan hierarkis,
pemerintah daerah sebaga subordinasi pemerintah pusat, namun
hubungan yang dilakukan tidak untuk mengintervensi dan mendikte
pemerintah daerah dalam berbagai hal. Ketiga, kewenangan atau
kekuasaan yang dialihkan atau diserahkan kepada daerah dalam
kondisi tertentu, di mana daerah tidak mampu menjalankan dengan
baik, maka kewenangan yang dilimpahkan dan diserahkan tersebut
dapat ditarik kembali ke pemerintah pusat sebagai pemilik kekuasaan
atau kewenangan.
Daerah otonom adalah kesatuan masyarakat hukum yaag
mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan
mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat
menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam
sistem Negara Kesatuan Republi Indonesia. Guna mewujudkan
pembagian kewenangan yang Concurrent secara proporsional antara
Pemerintah, Daerah Provinsi, Daerah Kabupaten/Kota disusunlah
kriteria yang meliputi: eksternalitas, akuntabilitas, dan efisiensi dengan
mempertimbangkan keserasian hubungan pengelolaan urusan
pemerintahan antar tingkat pemerintahan.
Urusan pemerintahan dibagi atas urusan pemerintahan yang
sepenuhnya menjadi kewenangan Pemerintah dan urusan pemerintahan
yang dibagi bersama antar-tingkatan dan/atau susunan pemerintahan.
Urusan yang menjadi kewenangan. daerah, meliputi urusan wajib dan
urusan pilihan.

6
E. Peraturan Daerah
Kedudukan Perda tidak dapat dilepaskan dari pelaksanaan otonomi
daerah (local autonomi). Perda sebagai alat produk hukum daerah,
merupakan sesuatu yang inherent dengan system otonomi daerah. Esensi
dari otonomi daerah adalah kemandirian (zelfstan'digheid) dan bukan
kebebasan sebuah satua pemerintahan yang merdeka (onafhan'kelijkheid),
Kemandirian mengandung arti bahwa daerah berhak membubuat
keputusan hukum berupa peraturan perundang-undangan yang kemudian
(antara lain) diberi nama Peraturan daerah.
Penyelenggaraan pemerintahan daerah melaksanakan tugas,
wewenang, kewajiban dan tanggungjawabnya serta perintah dari peraturan
perundang-undangan yang lebih tinggi dapat menetapkan kebijakan daerah
yang dirumuskan antara lain dalam Perda, Peraturan Kepala Daerah, dan
ketentuan daerah lainnya. Kebijakan daerah dimaksud tidak boleh
bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dan
kepentingan umum serta Peraturan Daerah lain.Menurut ketentuan hukum
Perda merupakan bagian integral dari teori peraturan perundang-undangan,
Pasal 1 ayat (7) dan ayat (8) UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-Undangan153 mengatakan Perda adalah Peraturan
Perundang-undangan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah dengan persetujuan bersama Kepala Daerah baik Provinsi dan
Kota/Kabupaten. Pengertian Perda dalam peraturan ini membagi
pembentukan Perda Provinsi dan Perda Kota/Kabupaten.
Perda merupakan peraturan untuk melaksanakan aturan hukum di
atasnya dan menampung kondisi khusus dari daerah yang
bersangkutan.Oleh sebab itu pembentukan Perda perlu mendapatkan
perhatian secara seksama dan secara substansi berpihak kepada aspirasi
dan kepentingan masyarakat lokal secara keseluruhan. Perda dijadikan
sebagai alat tranformasi sosial dan demokratisasi di daerah, sebagai
perwujudan masyarakat daerah yang mampu menjawab perubahan di era
otonomi dan globalisasi serta terciptanya good local governance (tata
kelola pemerintahan lokal yang baik) sebagai bagian dari pembangunan
berkelanjutan di daerah.
Selaras dengan hal tersebut, tujuan pemberian otonomi daerah 156
adalah: (1) Memberdayakan daerah termasuk meningkatkan kesejahteraan
rakyat yang merupakan bagian utama dari tujuan nasional dengan selalu
memperhatikan kepentingan dan aspirasi yang tumbuh dalam masyarakat,
(2) Menjamin keserasian hubungan antara-daerah dengan daerah lainnya,
artinya mampu membangun kerjasama antar daera untuk meningkatkan
kesejahteraan bersama dan mence ketimpangan antar-daerah: (3)
Menjamin hubungan yang s antar-daerah dengan Pemerintah, artinya harus
memelihara dan menjaga keutuhan wilayah negara tetap tegaknya Negara

7
Kesatuan Republik Indonesia dalam rangka mewujudkan tujuan negara.
Tujuan otonomi daerah tersebut dapat tercapai bilamana Pemerintah
Daerah menetapkan produk hukum daerah (Peraturan Daerah, Peraturan
Kepala Daerah, Peraturan Bersama Kepala Daerah, Keputusan Kepala
Daerah dan Intruksi Kepala Daerah).
Otong Rosadi, mengatakan pentingnya kedudukan dan fungsi
Perda adalah dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah
provinsi/kabupaten/kota dan tugas pembantuan, ada beberapa hal yang
mendapat catatan, yaitu: pertama, DPRD memiliki fungsi legislasi,
anggaran dan pengawasan. Kedua, Memperhatikan asas-asas dalam
pembentukan Perda dan materi muatan Perda. Ketiga, Hak masyarakat
untuk berpartisipasi memberikan masukan secara lisan atau tertulis dalam
rangka penyiapan atau pembahasan rancangan Perda. Keempat,
Melaksanakan pengawasan refresif dari Pemerintah terhadap Perda yang
bertentangan dengan kepentingan umum dan/atau peraturan perundang-
undangan yang lebih tinggi.

1. Prinsip Dasar Pembentukan Perda


Secara filosofis Perda dapat dilihat dari beberapa fungsi perda yaitu:
a. Sebagai instrumen kebijakan untuk melaksanakan otonomi daerah dan
tugas pembantuan sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang
Dasar 1945 dan Undang-Undang tentang Pemerintahan Daerah.
b. Merupakan peraturan pelaksanaan dari peraturan perundang-undangan
yang lebih tinggi. Dalam konteks ini, Perda tunduk pada ketentuan
hierarki peraturan perundang-undangan. Dengan demikian Perda tidak
boleh bertentangan dengan peraturan perundangan undangan yang
lebih tinggi.
c. Sebagai penampung kekhususan dan keragaman daerah serta penyalur
aspirasi masyarakat di daerah, namun dalam pengaturannya tetap
dalam koridor Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berlandaskan
Pancasila dan UUD 1945.
d. Sebagai alat pembangunan dalam meningkatkan kesejahteraan daerah.
Asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan menurut Bagir
Manan yang dikutip dari Van der Vlies mencatat sebelas asas, yang harus
diperhatikan:
1. Asas tujuan atau sasaran yang jelas
Setiap Undang-Undang harus mencerminkan secara jelas tujuan atau
sasaran yang hendak dicapai. Tujuan tersebut adalah kebijakan-
kebijakan umum dan khusus yang ada dalam bidang yang diatur, baik
sekarang maupun untuk masa mendatang. Termasuk di dalam

8
pengertian ini adalah akibat (seperti beban masyarakat atau negara)
yang akan ditimbulkan oleh undang-undang itu.
2. Asas organ yang tepat
Undang-Undang harus di buat oleh organ pembentuk yang berwenang.
Peraturan perundang-undangan tersebut dapat dibatalkan atau batal
demi hukum, bila di buat lembaga yang tidak berwenang.
3. Asas keperluan
Undang-Undang harus di buat berdasarkan keperluan. Undang-undang
bukan satusatunya instrumen dalam melaksanakan suatu kebijakan
atau memecahkan masalah, sehingga masih terbuka kemungkinan
digunakan instrumen lain yang lebih efisien dan efektif. Suatu undang-
undang diperlukan, misalnya, jika dengan instrumen lain
dipertimbangkan akan menimbulkan beban lebih besar atav membatasi
hak-hak warga yang bersifat mendasar.
4. Asas dapat dilaksanakan
Undang-Undang dibuat dengan memperhitungka! kemungkinan
pelaksanaannya. Suatu undang-undang jadi tidak mungkin
dilaksanakan jika menimbulkan reaksi keras (penolakan) dari sebagian
besar masyarakat atau menciptakan beban terlalu berat bagi
pemerintah.
5. Asas Konsensus
Undang-Undang adalah produk kesepakatan dari berbagai unsur
masyarakat. Dari konteks ini, diartikan bahwa Undang-Undang itu
harus responsif, yakni mengakomodasikan seluas mungkin masukan-
masukan dari semua komponen masyarakat.
6. Asas Keutuhan
Undang-undang harus mencerminkan satu kebulatan yang utuh yang
berisi segala aspek yang diperlukan pada saat pelaksanaannya.
Pendekatan sistematis dalam pembentukan undang-undang menjadi
titik berat dalam asas ini. Dengan demikian, tidak akan terjadi
kontradiksi antara ketentuan-ketentuan dalam undang-undang itu, atau
kontradiksi dengan undang-undang lain yang lebih tinggi atau yang
sejajar.
7. Asas Kejelasan Terminologi dan Sistematika
Kejelasan suatu undang-undang dilakukan dengan berbagai cara,
misalnya dengan membuat penjelasan, pemilihan kata yang tepat, dan
mempertahankan konsistensi peristilahan.
8. Asas dapat dikenali
Setiap Undang-Undang pada dasarnya harus dapat diketahui Secara
wajar oleh yang berkepentingan. Asas ini dilaksanakan dengan cara-
cara seperti pengundangan atau publikasi lainnya.
9. Asas persamaan di depan hukum,

9
Undang-Undang tidak boleh memuat ketentuan yang memungkinkan
perbedaan perlakuan secara sewenang wenang. Perbedaan perlakuan
hanya dibenarkan kalau dilakukan demi kepentingan orang atau
kelompok yang dibedakan (positive discrimination).
10. Asas kepastian hukum
Undang-Undang harus menjamin kepastian hukum Kepastian ini dapat
diperoleh dengan beberapa cara misalnya:
a. Peraturan itu harus dirumuskan dengan jelas dan tepat
b. Perubahannya harus mempertimbangkan dengan baik kepentingan
orang yang terkena dan pengaturan peralihan yang cukup dan
memadai.
11. Asas memperhatikan keadaan individu dalam pelaksanaan hukum
Pada saat pembuatannya harus diperhitungkan keadaankeadaan
khusus yang mungkin dihadapi dalam pelaksanaannya. Untuk
mengantisipasi keadaan khusus tersebut, dalam peraturan daerah dapat
ditentukan:
a. Pemberian kewenangan kepada aparat administrasi negara untuk
membuat keputusan dalam menghadapi keadaan: keadaan khusus
tadi
b. Pemberian kemungkinan kepada aparat administrasi negara
menyimpangi ketentuan yang ada dalam menghadapi keadaan-
keadaan khusus
c. Perlindungan hukum terhadap tindakan aparat administrasi negara
yang akan mempunyai akibat langsung terhadap kedudukan hukum
dari pihak-pihak yang berkepentingan.
Berdasarkan penjelasan dalam Batang Tubuh UUD 1945 wawasan
negara berdasar atas hukum (rechts'staat), dan wawasan pemerintahan
berdasarkan sistem konstitus (konsutusinasme), maka A. Hamid Attamimi'
mengatakan ada sen bilan butir materi muatan undang-undang, yakni hal
hal yang
1. Secara tegas diperintahkan oleh UUD dan TAP MPR
2. Mengatur lebih lanjut ketentuan UUD
3. Mengatur hak hak (asasi) manusia
4. Mengatur hak dan kewajiban warga negara
5. Mengatur pembagian kekuasaan negara
6. Mengatur organisasi pokok lembaga-lembaga tertinggi/ tinggi
negara
7. Mengatur pembagian wilayah/daerah negara
8. Mengatur siapa warganegara dan cara memperoleh atau kehilangan
kewarganegaraan

10
9. Dinyatakan oleh suatu Undang Undang untuk diatur dengan
Undang-Undang.
Menurut A. Hamid S. Attamimi, rincian butir-butir di atas menunjukan
“penapena penguji” (testpennen) untuk menguji apakah suatu materi
peraturan perundang-undangan negara termasuk materi muatan Undang-
Undang atau tidak, artinya, yang diatur sesuai dengan kesembilan butir di
atas bentuk yang lepat adalah Undang-Undang (dalam arti formal),
sementara jika Idak sesuai dapat di pilih bentuk lain, misalnya dengan
Kepuryaan Presiden Hierarki peraturan perundang-undangan tersebut
dirumuskan kembali dalam Pasal 7 UndangUndang No. 12 Tahun 2011
tentang Pembentukan Peraturan Perundang Undangan adalah:
(1) Jenis dan hierarki Peraturan Perundang-undangan terdiri atas:
a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
b. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat
c. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
d. Peraturan Pemerintah
e. Peraturan Presiden
f. Peraturan Daerah Provinsi
g. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.
(2) Kekuatan hukum Peraturan
Perundang-Undangan sesuai dengan hierarki sebagaimana dimaksud pada
ayat (1). Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan hierarki adalah
penjenjangan setiap jenis Peraturan Perundang-undangan yang didasarkan
pada asas bahwa Peraturan Perundang-undangan yang lebih rendah tidak
boleh bertentangan dengan Peraturan Perundang-undangan yang lebih
tinggi. Lihat Penjelasan Pasal 7 ayat (2) Undang-Undang No. 12 Tahun
2011. Teori hierarki norma mengakui adanya norma yang menjadi sumber
dari segala sumber hukum, yang tidak bersumber kepada norma yang lain.
Dalam sistem norma di Indonesia, Pancasila ditempatkan sebagai norma
yang paling tinggi yang tidak dapat dicari lagi sumbernya. Dari tata urutan
perundang-undangan tersebut, kedudukan Perda dapat ditinjau dari aspek
kewenangan membentuk Perda. Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang No.10
Tahun 2004 menyatakan:Peraturan Perundangundangan adalah peraturan
tertulis yang dibentuk oleh lembaga negara atau pejabat yang berwenang
dan mengikat secara umum.
(3) Materi Muatan Peraturan Daerah
Materi muatan Perda telah diatur dengan jelas dalam Undang-Undang
No.10 Tahun 2004, UndangUndang No. 12 Tahun 2011, dan Undang-
Undang No. 23 Tahun 2014. Pasal 138 Undang-Undang No. 23 Tahun
2014, menentukan materi Perda berpedoman pada ketentuan peraturan
perundangundangan dan asas hukum yang tumbuh dan berkembang dalam

11
masyarakat sepanjang tidak bertentangan dengan prinsip Negara Kesatuan
Republik Indonesia. Hak menguji formal adalah wewenang untuk menilai
apakah suatu produk hukum telah di buat melalui cara-cara (procedure)
sebagaimana telah ditentukan/diatur dalam Peraturan
PerundangUndangan. Hak menguji material adalah suatu wewenang untuk
menyelidiki dan kemudian menilai, apakah suatu produk hukum isinya
sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi derajatnya,
serta apakah suatu kekuasaan tertentu (verordenende macht) berhak
mengeluarka peraturan.
(4) Harmonisasi Perda dengan Peraturan Perundang undangan Lain
Undangan Harmonisasi Peraturan Undang-Undang adalah proses
Peraturan antarasatu mencakup harmonisasi yang diarahkan untuk menuju
keselerasan dan keserasian Undang-Undang dengan Peraturan Undang-
Undang lainnya sehingga tidak terjadi tumpang-tindih. inkonsistensi atau
konflik/perselisihan dalam pengaturan. Berkaitan dengan sistem asas
hierarki peraturan undangundang sebagaimana dijelaskan sebelumnya
maka proses tersebut semua Peraturan UndangUndang termasuk Perda
baik secara vertikal maupun horizontal.

12
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Setelah membahas pengertiannya kita memahami arti desentralisasi
adalah penyerahan wewenang dari Pemerintah Pusat kepada Pemerintah
Daerah atau Pemerintah tingkat tinggi kepada tingkat yang lebih rendah
untuk mengatur, melaksanakan, dan menjalankan urusan pemerintahannya
atau rumah tangganya sendiri. Dekonsentrasi diartikan sebagai
pelimpahan wewenang atau urusan pemerintah pusat kepada organisasi
atau pejabat di daerah, bentuk pelimpahannya adalah kewenangan
administratif sedangkan untuk kewenangan politik masih di pegang oleh
pemerintah pusat. Medebewind adalah bentuk pelaksanaan perundang-
undangan yang lebih tinggi sehingga kekuasaan di bawah wajib menaati
peraturan yang lebih tinggi, tidak dapat menolak. Diharapkan untuk
mampu menciptakan efesiensi dan efektifitas waktu dan biaya.
Kewenangan pemerintah daerah pada dasarnya berasal dari
pelimpahan wewenang pemerintah pusat karena adanya dorongan
keberagaman atau kekhusuan sebagai bentuk ciri khas daerah sehingga
dibutuhkan pelimpahan untuk mempermudah dan mempercepat tugas
negara mensejahterakan rakyat. Maka dengan keadaan ini lah di berikan
Otonomi daerah sebagai kewenangan pemerintah daerah untuk mengambil
langkah mandiri mengurus daerahnya tanpa intervensi langsung dari pusat
selama sesuai dengan ketentuan perundang-undangan, karena kebutuhan
setiap daerah berbeda-beda. Jika terjadi penyalahgunaan Otonomi baru lah
dapat di tarik kewenangan tersebut. Urusan Pemerintah Pusat mengenai
hubungan eksternal di daerah tetap menjadi kewenangan pemerintah pusat
untuk mengaturnya sesuai UU No. 23 Tahun 2014.
Produk hukum yang di hasilkan oleh pemerintah daerah adalah
Peraturan Daerah, sebagai hasil dari otonomi daerah , lewat Peraturan
Daerah maka menunjukkan kemandirian daerah. Maksud dari di buatnya
Peraturan Daerah adalah untuk memberdayakan masyarakat serta daerah ,
juga menjadi alat transformasi sosial dan bentuk demokratisasi lokal, serta

13
mendorong terciptanya prinsip good local governance. Kita mengenal
Perda dalam dua tingkatan yaitu Provinsi dan Kabupaten/Kota di ajukan
kepala daerah kepada DPRD yang mempunyayi fungsi legislasi, anggaran,
serta pengawasan. Peraturan daerah itu harus memenuhi asas-asas seperti
memiliki tujuan yang jelas, di buat oleh badan berwenang, adanya
keperluan, kemampuan untuk di laksanakan, persetujuan lapisan
masyarakat, perlu menjadi sebuah kesatuan agar tidak terjadi kontradiksi,
penggunaan bahasa yang jelas dan tepat, kemudahan informasi, kesamaan
dan kepastian hukum, memperhatikan kondisi-kondisi khusus. Tidak lupa
dengan hierarki perundang-undangan di mana jenjang Peraturan Daerah
ada di bagian bawah dapat menjadi tolak ukur bagi peraturan daerah di
bawahnya tetapi juga harus melakukan harmonisasi dengan peraturan di
atasnya seperti UUD 1945, Tap MPR, Undang-undang, Peraturan
Pemerintah. Jangan sampai terjadi kontradiksi dengan aturan yang lebih
tinggi akan menyebabkan Peraturan Daerah tersebut tidak valid karena
prinsip Lex Superior derograt Lex Inferior yang menjadika hukum yang
tinggi lebih kuat.
Maka diketahui hubungan Asas Desentralisasi, Dekonsentrasi,
Medebewind terhadap Pemerintah Daerah dan Peraturan Daerah. Asas
tersebut memberi kewenangan, kebebasan, kemandirian,dan melaksanakan
tugas perundang-undangan kepada pemerintah daerah sebagai langkah
kemandirian yang di tuangakan lewat pembentukan Peraturan Daerah yang
tentu sesuai dengan prosedur yang berlaku dalam perundang-undangan.

B. Kritik
Memahami situasi sekarang yaitu dalam masa pandemi di
butuhkan perhatian khusus terhadap asas-asas tersebut, terlepas dari
kemandirian wilayah dan pengawasan Dewan daerah, di perlukan pula
kontrol pemerintah pusat untuk memantau daerah yang terindikasi atas
penyalahgunaan otonomi daerah dikarenakan adanya kepentingan pribadi
oleh kekuasaan daerah tanpa memperhatikan kepentingan masyarakat.
Kita mengetahui berita terkini terkait pejabat pusat yang terlibat dalam

14
pidana korupsi , tak menutup kemungkinan adanya keterlibatan pihak-
pihak daerah karena mungkin saja ada mekanisme terstruktur.
Transparansi masih jarang terlihat apalagi dalam struktur anggaran
APBD yang masih samar-samar, hanya sedikit yang di ketahui
masyarakat, tak kala Peraturan Daerah yang masih atas dasar kepentingan
tertentu , bukan kepentingan orang banyak, mungkin terkesan mendukung
masyarakat kecil namun dalam pelaksanaanya masih mempersulit rakyat
kecil.
Birokrasi di daerah-daerah juga masih perlu di tingkatkan, karena
melihat kinerja departemen pemerintahan dalam negeri masih terkesan
lamban dan berbelit. Sistem online yang sudah lama berjalan, tidak beda
jauh dengan sistem konvensional yang berlangsung selama ini, Sistem
sogok menyogok dalam pemerintah daerah masih kental terutama di
daerah yang lemah dan jarang pengawasan , tujuan sogok tersebut
biasanya memperlancar peraturan bagi pihak yang di tekan serta
mempercepat birokrasi. Orang yang jauh-jauh datang dari desa ke kota
hanya mengurus sertifikat tak butuh waktu sehari harus menunggu sampai
berbulan-bulan bahkan hal ini terjadi di kota-kota yang merupakan ibukota
provinsi. Alasan utamanya antara sistem yang melambat atau sedang
dalam perbaikan serta pegawai yang tidak hadir.

C. Saran
Asas-asas tersebut masih perlu di kaji mengingat tidak selamanya
pemerintah pusat selalu memberi kewenangan kepada pemerintah daerah
mengingat pengawasan yang minim apalagi di daerah 3T, perlu adanya
kecakapan pemerintah daerah memberi tolak ukur kemandirian bagi
wilayah yang memiliki keberagman dan kekhususan, dan jangan lupa tetap
memperhatikan kebutuhan, dan kepentigan masyarakat melalui forum-
forum diskusi yang dapat memajukan sistem sosial, ekonomi rakyat serta
kemajuan demokratisasi rakyat ke ukuran berikutnya. Asas tersebut juga
harus bisa mendorong kreatifitas daerah untuk maju dalam pengembangan
keberagaman kultur, budaya dan kebutuhan. Jangan sampai sudah di beri

15
kesempatan mandiri, namun tidak terjad perubahan signifikan dengan saat
di bawah operasional pemerintah pusat.
Pemerintah Daerah juga perlu evaluasi organasiasi, badan , serta
birokrasi mengingat lambannya penanganan kebutuhan masyarakat, perlu
adanya forum aduan masyarakat sehingga saran dan masukan datang lebih
cepat dan pelaksanaan bisa langsung di eksekusi tanpa harus menunggu
birokrasi yang berbelit di jaman konvensional , di jaman yang serba online
haruslah di butuhkan kecepatan, efisiensi, efektif, dan kemudahan baik
bagi pemerintah juga par penduduk sehingga kersejahteraan masyarakat
bisa tercapai.
Peraturan Daerah perlu dikaji dan di evaluasi lagi mengingat cukup
banyak Perda yang masih menguntungkan sebagian pihak dan masih
merugikan kalangan kecil, hapuskan money politic serta sogok menyogok
melalu sistem pengawasan yang lebih ketat sehingga masyrakat tidak was-
was dengan otonomi daerah yang di berikan di salah gunakan kekuasaan
daerah. Perlu adanya penggunaan suara masyarakat untuk mencapai tujuan
bersama. Jangan sampai peraturan tersebut atas dasar parlemen tanpa
adanya persetujuan masyarakat. Tentu terjadi kemunduran. Maka disinilah
perlu adanya sinergi dan harmonisasi antara asas-asas otonomi terhadap
pemerintah daerah sehingga dalam pembuatan Peraturan Daerah di
harapkan tercapainya tujuan dan kepentingan semangat masyarakat, serta
menjunjung tinggi persamaan hukum bagi seluruh masyarakat daerah
terdampak peraturan tersebut.

16
Daftar pustaka

Ahmad Yani. 2002. Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat Daerah di


Indonesia. PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta. Hlm 7.
Diharna. 2008. Administrasi Pemerintah Daerah. Cirebon: Swagati Press. Hlm
30.
Haw Widjaja. 2002.Otonomi Daerah dan Daerah Otonom. Jakarta: Rajawali Pers.
Hlm 2.
Koemahatmadja. 1979. Pengantar Kearah Sistem Pemerintahan Daerah di
Indonesia. Bandung: Percetakan Ekonomi. Hlm 21.
Mailinda Eka Yuniza dan Andrianto Dwi Nugroho. 2013. Mekanisme
Pertanggungjawaban Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah. Yogyakarta: Jurnal UGM. Hlm 233.
Rudy, dkk. 2021. Hukum Tata Negara. Bandar Lampung: Cv Anugrah Utama
Raharja. 224 hlm.

17

Anda mungkin juga menyukai