Anda di halaman 1dari 7

KOMUNIKASI TERAPEUTIK

A. Pengertian
Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang direncanakan secara sadar, mempunyai
tujuan, serta kegaiatannya dipusatkan untuk kesembuhan pasien.
B. Proses Komunikasi
Proses komunikasi terdiri atas unsur komunikasi, prinsip komunikasi, dan tahap
komunikasi di mana unsur komunikasi terdiri atas hal – hal berikut ini :
1. Sumber komunikasi
Pengirim pesan atau komunikator yaitu yang menyampaikan pesan, dalam hal ini
adalah perawat. Di mana harus mempunyai syarat – syarat berikut ini :
a. Mengembangkan ide atau pikiran yang ingin disampaikan.
b. Mengode ide/pikiran dalam bentuk lambing verbal atau nonverbal.
c. Menyampaikan pesan melalui saluran komunikasi dan menggunakan metode
tertentu.
d. Menunggu umpan balik dari komunikan untuk mengetahui keberhasilan
komunikasi.
2. Pesan
Di mana pesan yang disampaikan harus tepat, dapat dimengerti, dan dapat diterima
komunikan. Pesan harus memenuhi syarat sebagai berikut :
a. Pesan harus direncanakan.
b. Pesan menggunakan bahasa yang dapat dimengerti kedua belah pihak.
c. Pesan itu harus menarik minat dan keutuhan pribadi penerima.
d. Pesan harus berisi hal – hal yang mudah dipahami.
e. Pesan yang disampaikan tidak samar-samar.
3. Saluran (chanel)
Merupakan sarana yang dilalui pesan saat disampaikan.
Saluran komunikasi berbentuk pancaindra manusia maupun alat teknologi yang dibuat
manusia. Saluran komunikasi yang berbentuk pancaindra dapat dibagi menjadi : visual
channel, auditory channel dan kinesthetic channel.
4. Penerima pesan/komunikan
Orang yang menerima pesan dari sender atau pendengar, yang harus mendengarkan,
mengobservasi dan memperhatikan.
5. Umpan balik
Memberikan kepada komunikator informasi tentang persepsi komunikan.
Karakteristik umpan balik yang efektif adalah :
a. Harus spesifik jangan terlalu luas pengertiannya.
b. Dikatakan secara deskriptif.
c. Suportif, tidak mengancam.
d. Diberikan pada waktu yang tepat (segera setelah perilaku atau pesan).
e. Jelas dan tidak bermakna ganda.
f. Langsung dan sopan.
Prinsip komunikasi adalah keterbukaan, empati, sifat mendukung, sifat positif dan
kesetaraan.
C. Sikap Dalam Berkomunikasi
Sikap dalam berkomuniaksi dapat ditampilkan melalui perilaku-perilaku berikut :
1. Gerakan tubuh, seperti sikap tubuh, ekspresi wajah dan sikap-sikap lain. Misalnya
terseyum, kontak mata, sedikit membungkuk pada saat bicara, tidak melipat tangan,
tidak menyilangkan kaki, tidak memasukkan tangan ke saku.
2. Jarak saat berintaraksi, ruang intim sampai 50 cm, ruang pribadi 50-120 cm, dan ruang
konsultasi sosial 275-365 cm. Komunikasi terapeutik pada umumnya terjadi di ruang
pribadi, tetapi antara pasien dengan perawat tidak dibatasi meja atau jeruji.
3. Sentuhan, dapat digunakan dalam komunikasi terapeutik, tetapi harus dilakukan
secara tenang sambil menganalisis kondisi pasien dan dan respon yang mungkin akan
diberikan oleh pasien. Sentuhan tidak tepat untuk beberapa situasi, misalnya terhadap
pasien yang penuh curiga dan tidak percaya kepada orang lain, pasien yang
merupakan korban penganiayaan, pasien yang budayanya melarang atau membatasi
sentuhan. Beberapa contoh sentuhan anatara lain bersalaman, menepuk
bahu/mengacungkan ibu jari/tepuk tangan untuk memberikan pujian, memegang
tangan pasien pada saat pasien sedih dan menangis.
4. Diam, dapat berguna untuk memfasilitasi pasien dalam mengekspresikan pikiran dan
perasaannya, misalnya pada pasien menarik diri, setelah perawat mengajukan
pertanyaan maka perawat diam untuk memberikan kesempatan kepada pasien
memikirkan tentang jawaban pertanyaan.
5. Volume dan nada suara, memengaruhi penyampaian pesan. Pada pasien lansi
digunakan volume suara tinggi dengan nada rendah, pada pasien perilaku kekerasan
digunakan volume dan nada suara rendah tetapi tetap tegas.
D. Syarat – Syarat Komunikasi.
1. Menggunakan bahasa yang baik agar dapat memberikan arti dengan jelas.
2. Lengkap agar pesan yang disampaikan dipahami komunikan secara menyeluruh.
3. Atur arus informasi sehingga antara pengirim, pesan dan umpan balik seimbang.
4. Dengarkan secara aktif.
5. Tahan emosi.
6. Perhatikan isyarat nonverbal.
7. Ada kontak mata.
E. Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Komunikasi
Banyak hal yang dapat mempengaruhi komunikasi di antaranya adalah :
1. Latar belakang budaya.
2. Ikatan dengan kelompok atau grup.
3. Harapan.
4. Pendidikan.
5. Situasi.
Agar proses komunikasi dapat berjalan dengan lancar dan menacapai tujuan sebagaimana
diharapkan, ada beberapa faktor yang perlu diperhatikan dan berperan pada setiap
unsure komunikasi. Faktor ini dapat bersifat positif dalam arti menunjang keberhasilan
komunikasi atau bersifat negatif dalam arti menghambat berlangsungnya proses
komunikasi.
Faktor – faktor tersebut adalah :
1. Credibility, pesan yang disampaikan berasal dari sumber yang berkualitas.
2. Content, pesan yang disampaikan mengandung isi yang ada manfaat bagi sasaran.
3. Context, pesan yang disampaikan ada hubungannya dengan kepentingan dan ataupun
kehidupan sehari – hari.
4. Clarity, pesan haruslah dipilih sedemikian rupa sehingga jelas dan dapat dimengerti.
5. Continuity dan Consistency, pesan yang akan dikomunikasikan tersebut harus sering
dan terus menerus disampaikan.
6. Channels, harus dapat dipilih media penyampai pesan yang sesuai dengan sasaran
yang akan dicapai.
7. Capability of the audience, dalam penyampaian pesan harus diperhitungkan
kemampuan dari sasaran dalam menerima pesan.
F. Hambatan Komunikasi
1. Faktor yang bersifat teknis.
Kurangnya penguasaan teknik komunikasi.
2. Faktor yang bersifat perilaku.
Bentuk dari perilaku yang dimaksud adalah perilaku komunikan yang bersifat sebagai
berikut :
a. pandangan yang bersifat apriori,
b. prasangka yang didasarkan atas emosi,
c. suasana yang otoriter,
d. ketidakmauan berubah walaupun salah,
e. sifat yang egosentris.
3. Faktor yang bersifat situasional, kondisi dan situasi ekonomi, sosial, politik dan
keamanan.
G. Teknik Komunikasi Terapeutik
Tiap klien tidak sama oleh karena itu diperlukan penerapan teknik berkomunikasi yang
berbeda pula. Berikut adalah teknik komunikasi berdasarkan referensi dari Shives (1994),
1. Mendengarkan dengan penuh perhatian
Beberapa sikap untuk menunjukkan cara mendengarkan penuh perhatian :
a. Berusaha mendengarkan klien menyampaikan pesan nonverbal.
b. Memandang klien ketika sedang berbicara.
c. Pertahankan kontak mata yang memancarkan keinginan untuk mendengar.
d. Sikap tubuh dengan tidak menyilangkan kaki atau tangan.
e. Hindarkan gerakan yang tidak perlu.
f. Anggukkan kepala jika klien membicarakan hal penting atau memerlukan umpan
balik.
g. Condongkan tubuh kearah lawan bicara, bila perlu duduk atau minimal sejajar
dengan klien.
h. Meninggalkan emosi dan perasaan kita dengan cara menyisihkan perhatian,
ketakutan, atau masalah yang sedang kita hadapi.
i. Mendengarkan dan memperhatikan intonasi kata yang diucapkan dan
menggambarkan sesuatu yang berlebihan.
j. Memperhatikan dan mendengarkan apa-apa yang tidak terucap oleh klien yang
menggambarkan sesuatu yang sulit dan menyakitkan klien.
2. Menunjukkan penerimaan
Sikap perawat :
a. Mendengarkan tanpa memutuskan pembicaraan.
b. Memberikan umpan balik verbal yang menampilkan pengertian.
c. Memastikan bahwa isyarat nonverbal cocok dengan komunikasi verbal.
d. Menghindarkan untuk berdebat, mengekspresikan keraguan, atau mencoba
untuk mengubah pikiran klien. Perawat dapat menganggukkan kepalanya atau
berkata “ya”, “saya mengikuti apa yang Anda ucapkan.” (cocok).
3. Menanyakan pertanyaan yang berkaitan dengan pertanyaan terbuka
4. Mengulang ucapan klien dengan menggunakan kata-kata sendiri
5. Klarifikasi
6. Memfokuskan
7. Menyampaikan hasil observasi
8. Menawarkan informasi
9. Diam
10. Meringkas
11. Memberikan penguatan
Contoh :
- “Selamat pagi Ibu….”atau”assalamualaikum.”
- “Saya perhatikan Ibu sudah menyisir rambut Ibu.”
- “Saya hari ini tampak senang sekali melihat Ibu sudah mulai latihan gerak. ”

12. Menawarkan diri


Menawarkan diri merupakan kegiatan untuk memberikan respon agar seseorang
menyadari perilakunya yang merugikan baik dirinya sendiri maupun orang lain
tanpa ada rasa bermusuhan.
Contoh : “ saya ingin Anda merasa tenang dan nyaman.”
13. Memberi kesempatan kepada klien untuk memulai pembicaraan
Beri kesempatan klien berinisiatif dalam memilih topic pembicaraan. Biarkan klien
yang merasa ragu-ragu dan tidak pasti tentang peranannya dalam interaksi ini.
Contoh :
- “adakah sesuatu yang ingin Anda bicarakan?”
- “Apakah yang sedang Saudara pikirkan?”
- “Dari mana Anda ingin mulai pembicaraan ini?”
14. Menganjurkan untuk meneruskan pembicaraan
Perawat lebih berusaha untuk menafsirkan daripada mengarahkan
diskusi/pembicaraan.
Contoh :
- “…..teruskan…..!”
- “…..dan kemudian….?”
- “Ceritakan kepada saya tentang itu….”
15. Menempatkan kejadian secara teratur akan menolong perawat dank lien untuk
melihatnya dalam suatu perspektif
Contoh :
- “Apakah yang terjadi sebelum dan sesudahnya?”
- “Kapan kejadian tersebut terjadi?”
16. Menganjurkan klien untuk menguraikan persepsinya
Apabila perawat ingin mengerti klien, maka ia harus melihat segala sesuatunya dari
perspektif klien. Klien harus merasa bebas untuk menguraikan persepsinya kepada
perawat. Ketika menceritakan pengalamannya, perawat harus waspada akan
timbulnya gejala ansietas.
Contoh :
- “Ceritakan kepada saya bagaimana perasaan Saudara ketika akan dioperasi. ”
- “Apa yang sedang terjadi?”
17. Refleksi
Refleksi menganjurkan klien untuk mengemukakan dan menerima ide serta
perasaannya sebagai bagian dari dirinya sendiri. Apabila klien bertanya apa yang
harus ia pikirkan, kerjakan, atau rasakan, maka perawat dapat menjawab :
“Bagaimana menurutmu?” atau “Bagaimana perasaanmu? ”. Dengan mengembalikan
pikiran dan perasaannya itu kepada dirinya sendiri, klien akan berusaha untuk
menilai apa yang sedang ia pikirkan, justru dia sendiri yang menilai dan bukan orang
lain.
H. Prinsip Dasar Komunikasi Terapeutik
1) Komunikasi berorientasi pada proses percepatan kesembuhan
2) Komunikasi terstruktur dan direncanakan
3) Komunikasi terjadi dalam konteks topik, ruang dan waktu
4) Komunikasi memperhatikan kerangka pengalaman klien
5) Komunikasi memerlukan keterlibatan maksimal dari klien dan keluarga
6) Keluhan utama sebagai pijakan pertama dalam komunikasi
I. Fase – fase Komunikasi Terapeutik
Hubungan terapeutik perawat-klien dapat dibagi dalam empat fase yaitu :
1. Fase prainteraksi
Pada fase ini perawat harus mengeksplorasi diri terhadap perasaan –perasaan
ansietas, ketakutan, keraguan, ketidakpastian dan ketidaknyamanan.

Eksplorasi ini dapat difasilitasi dengan pertanyaan-pertanyaan :


a. Apakah saya memberi “label”kepada klien?
b. Apakah saya mempunyai kebutuhan untuk merasa hebat dengan menjadi pemarah
atau melukai saat klien bersikap kasar, bermusuhan, atau tidak kooperatif?
c. Apakah saya takut terhadap tanggung jawab yang harus saya tanggung dari
hubungan dan mengakibatkan keterbatasan fungsi kemandirian saya?
d. Apakah saya merasa butuh untuk merasa penting dan menginginkan klien
tergantung pada saya?
2. Fase perkenalan/orientasi
Pada fase inilah perawat dan klien melakukan intervensi.
3. Fase kerja
Perawat dan klien mengeksplorasi stressor yang berhubungan, mendukung
berkembangnya daya tilik dari klien dengan cara menghubungkan persepsi, pikiran,
perasaan dan tindakan. Perawat membantu pasien mengatasi ansietas, meningkatkan
kemandirian dan tanggung jawab, serta mengembangkan mekanisme koping yang
konstruktif. Perubahan perilaku yang aktual merupakan fokus dari fase kerja.
4. Fase terminasi
Merupakan salah satu fase yang paling sulit namun paling penting dalam hubungan
perawat-klien. Pada fase ini, perawat dank lien mengekspresikan perasaan, serta
mengevaluasi perkembangan yang dicapai klien, yang kemudian disesuaikan dengan
pencapaian tujuan pada rencana keperawatan.
J. Kiat Komunikasi Yang Efektif
Tahap orientasi dari komunikasi efektif adalah sebagai berikut :
1. Pra interaksi
Hal-hal yang perlu dipersiapkan atau dilakukan pada tahap pra-interaksi adalah :
a. Evaluasi pada diri sendiri.
 Pengetahuan dan kemampuan tentang kondisi klien.
 Apa saja yang diucapkan saat bertemu.
 Respon selanjutnya atau tindak lanjut yang akan dilakukan.
 Mengingat kembali pengalaman yang baik maupun pengalaman yang tidak baik.
 Evaluasi tingkat kecemasan.
b. Penetapan tahapan interaksi atau hubungan
 Tujuan pertemuan : spesifik, dapat diukur (measureable), dapat diraih
(achieveable), realistis, dan memiliki waktu (time).
 Tindakan yang akan dilakukan.
 Mengidentifikasi status.
 Cara melakukan.
c. Rencana interaksi
 Rencana percakapan tertulis.
 Teknik komunikasi.
 Teknik observasi.
 Langkah-langkah tindakan yang akan dilakukan disesuaikan dengan SOP.
2. Perkenalan
Hal-hal yang perlu dilakukan adalah :
a. Salam terapeutik yang disertai dengan perkenalan.
 Sapa klien dengan ramah baik verbal maupun non-verbal.
 Perkenalkan diri dengan sopan, baik nama lengkap maupun nama panggilan yang
disukai.
 Mengulurkan tangan untuk bersalaman.
 Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai klien.
 Jelaskan tujuan pertemuan.
 Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya.
 Jujur dan menepati janji.
b. Evaluasi validasi
 Menanyakan perasaan-perasaan yang dirasakan.
 Menanyakan kondisi emosional yang dialami saat ini.
Contoh : “bagaimana perasaan ibu hari ini?”
c. Kontrak
Pada pertemuan yang pertama kegiatan dalam kontrak ini untuk menentukan
kesepakatan bersama topik apa yang akan didiskusikan, tempatnya di mana, dan
kapan pelaksanaannya. Setelah tercapai kesepakatan perawat dan klien akan
memulai diskusi. Contoh percakapan kontrak yang dilakukan pertama kali bertemu
adalah :
 Topik
“apa yang membuat ibu/bapak sehingga dating ke rumah sakit”?
 Waktu
“bagaimana kalau kita bercakap-cakap sebentar”?
 Tempat
“Tempatnya yang enak di mana”?
Akan tetapi, bila kegiatan komunikasi itu merupakan pertemuan yang kedua dan
seterusnya, maka kegiatan yang dilakukan adalah mengingatkan kembali kontrak yang
telah disepakati pada akhir pertemuan yang pertama atau yang terdahulu. Contoh
percakapan pada pertemuan yang kedua dan seterusnya adalah:
 Topik
“ Bu…. Sesuai dengan janji yang kemarin, hari ini kita membicarakan nyeri yang
Ibu rasakan, menurut Ibu bagaimana?”
 Waktu
“Waktu yang disepakati kemarin pukul 10.00 WIB, menurut Ibu bagaimana ”?
 Tempat
“Kemarin tempat yang ditentukan untuk bercakap-cakap di tempat tidur Ibu,
menurut Ibu bagaimana?”
3. Orientasi
a. Evaluasi/validasi
 Menanyakan apa yang dirasakan menyangkut keluhan yang dirasakan.
 Menanyakan mengapa klien sehingga dating ke tempat pelayanan.
 Menanyakan kejadian yang terjadi baik saat ini maupun masa lampau
 Sering menggunakan teknik komunikasi konfrontasi, validasi, dan presenting
reality.
b. Kontrak
 Topik
Menggunakan teknik komunikasi focusing.
 Waktu
Untuk memulai komunikasi dan mengakhiri, perawat harus merujuk pada
kontrak waktu, untuk itu perawat dalam berkomunikasi perlu memperhatikan
manajemen waktu.
 Tempat
Disesuaikan dengan situasi dan kondisi klien saat itu. Tempat diusahakan
mencari tempat yang representative, jauh dari gangguan (noice).
4. Kerja/Implementasi
Fase kerja merupakan inti hubungan perawat dank lien yang terkait erat dengan
pelaksanaan rencana tindakan keperawatan yang akan dilaksanakan sesuai dengan
tujuan yang akan dicapai.

Tujuan tindakan keperawatan adalah :


a. Meningkatkan pengertian dan pengenalan klien akan tindakan yang akan
dilakukan. Tujuan ini sering disebut sebagai tujuan kognitif dalam tindakan
keperawatan.
b. Mengembangkan, mempertahankan, dan meningkatkan kemampuan klien untuk
penerimaan diri dalam meyelesaikan masalah yang dihadapi dengan harapan ada
kerja sama yang baik antara klien dan perawat dalam menyelesaikan masalah
klien.
c. Melaksanakan pendidikan kesehatan.
d. Melaksanakan teknikal keperawatan sesuai dengan diagnosis keperawatan yang
ada.
e. Melaksanakan tindakan kolaborasi.
f. Melaksanakan observasi dan monitoring.
5. Terminasi
Merupakan akhir dari pertemuan, di mana pearwat mengakhiri proses interaksi
dengan harapan klien mengetahui bahwa hubungan yang dilakukan tersebut sebatas
hubungan professional antara perawat dank lien. Ada dua macam dari terminasi :
pertama, terminasi sementara merupakan akhir dari tiap pertemuan, contohnya, dinas
pagi melakukan terminasi sebagai operan dengan dinas siang dan seterusnya. Kedua,
terminasi akhir yaitu terminasi yang dilakukan setelah klien keluar dari RS, ( pulang
sembuh atau pindah RS) berisi penyampaian pesan-pesan meliputi seluruh kegiatan
yang akan dilakukan di rumah (discharge planning), antara lain sebagai berikut :
a. Jadwal kontrol.
b. Kegiatan yang boleh dan tidak boleh dilakukan.
c. Tindak lanjut perawatan di rumah.
d. Tindak lanjut rehabilitasi.
e. Obat-obatan yang perlu dilanjutkan maupun obat yang dihentikan.
f. Kontrol sewaktu-waktu bila ada yang membahayakan tidak perlu menunggu
jadwal yang telah ditetapkan.

Anda mungkin juga menyukai