Anda di halaman 1dari 5

DEMOKRASI PANCASILA

Sejarah & Pengertian Demokrasi Pancasila

Masih dalam tulisannya, Ajat Sudrajat menyebut bahwa istilah Demokrasi


Pancasila lahir sebagai reaksi terhadap Demokrasi Terpimpin di bawah
pemerintahan Presiden Sukarno. Pengaruh Sukarno dan Orde Lama mulai
meluruh usai terjadinya peristiwa Gerakan 30 September (G30S) 1965.

Saat Orde Baru lahir, Demokrasi Terpimpin mendapat penolakan keras. Suharto
yang kemudian menjadi Presiden RI setelah Sukarno, dalam pidato kenegaraan
tanggal 16 Agustus 1967 menyatakan bahwa Demokrasi Pancasila berarti
demokrasi kedaulatan rakyat yang dijiwai dan diintegrasikan dengan sila-sila
lainnya. Hal ini berarti bahwa dalam menggunakan hak-hak demokrasi harus
selalu disertai dengan rasa tanggung jawab kepada Tuhan Yang Maha Esa.

Nugroho Notosusanto merumuskan, Demokrasi Pancasila adalah kerakyatan yang


dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan yang
ber-Ketuhanan Yang Maha Esa, yang berperikemanusiaan yang adil dan beradab,
yang mempersatukan Indonesia, dan yang berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia.

Prinsip-prinsip Demokrasi Pancasila

Dikutip dari buku Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (2014) terbitan


Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, azas atau prinsip utama Demokrasi
Pancasila adalah pengambilan keputusan melalui musyawarah mufakat.
Musyawarah berarti bahwa pengambilan keputusan dengan pembahasan bersama
untuk menyelesaikan masalah bersama. Mufakat adalah hasil yang disetujui dari
pembahasan bersama untuk membulatkan pendapat bersama. Jadi, musyawarah
mufakat berarti pengambilan keputusan berdasarkan kehendak (pendapat) orang
banyak (rakyat) sehingga tercapai kebulatan pendapat bersama. Musyawarah
mufakat harus berpegang teguh pada hal-hal sebagai berikut: Musyawarah
mufakat bersumberkan inti kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan
dalam permusyawaratan/perwakilan. Pengambilan keputusan harus berdasarkan
kehendak rakyat melalui hikmat kebijaksanaan. Cara mengemukakan hikmat
kebijaksanaan harus berdasarkan akal sehat dan hati nurani luhur serta
mempertimbangkan persatuan dan kesatuan bangsa serta kepentingan rakyat.
Keputusan yang diambil harus dapat dipertanggungjawabkan secara moral kepada
Tuhan dan menjunjung tinggi nilai kemanusiaan dan keadilan. Keputusan harus
dilaksanakan secara jujur dan bertanggung jawab.

Terdapat 10 pilar atau prinsip demokrasi konstitusional Indonesia menurut


Pancasila dan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945, yakni sebagai berikut:

1. Demokrasi yang Berketuhanan Yang Maha Esa Seluk beluk sistem serta
perilaku dalam menyelenggarakan kenegaraan RI harus taat asas, konsisten, atau
sesuai dengan nilai-nilai dan kaidah-kaidah dasar Ketuhanan Yang Maha Esa.

2. Demokrasi dengan Kecerdasan Mengatur dan menyelenggarakan demokrasi


menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 itu
bukan dengan kekuatan naluri, kekuatan otot, atau kekuatan massa semata-mata.
Pelaksanaan demokrasi itu justru lebih menuntut kecerdasan rohaniah, kecerdasan
aqliyah, kecerdasan rasional, dan kecerdasan emosional.

3. Demokrasi yang Berkedaulatan Rakyat Kekuasaan tertinggi berada di tangan


rakyat. Secara prinsip, rakyat memiliki/memegang kedaulatan itu. Dalam batas-
batas tertentu kedaulatan rakyat itu dipercayakan kepada wakil-wakil rakyat di
MPR (DPR/DPD) dan DPRD.

4. Demokrasi dengan Rule of Law Hal ini mempunyai empat makna penting.
Pertama, kekuasaan negara Republik Indonesia harus mengandung, melindungi,
serta mengembangkan kebenaran hukum (legal truth) bukan demokrasi ugal-
ugalan, demokrasi dagelan, atau demokrasi manipulatif. Kedua, kekuasaan negara
memberikan keadilan hukum (legal justice) bukan demokrasi yang terbatas pada
keadilan formal dan pura-pura. Ketiga, kekuasaan negara menjamin kepastian
hukum (legal security) bukan demokrasi yang membiarkan kesemrawutan atau
anarki. Keempat, kekuasaan negara mengembangkan manfaat atau kepentingan
hukum (legal interest), seperti kedamaian dan pembangunan, bukan demokrasi
yang justru mempopulerkan fitnah dan hujatan atau menciptakan perpecahan,
permusuhan, dan kerusakan.

5. Demokrasi dengan Pemisahan Kekuasaan Negara Demokrasi menurut UUD


1945 bukan saja mengakui kekuasaan negara Republik Indonesia yang tidak tak
terbatas secara hukum, melainkan juga demokrasi itu dikuatkan dengan
pembagian kekuasaan negara dan diserahkan kepada badan-badan negara yang
bertanggung jawab. Jadi, demokrasi menurut UUD 1945 mengenal semacam
pembagian dan pemisahan kekuasaan (division and separation of power), dengan
sistem pengawasan dan perimbangan (check and balances).

6. Demokrasi dengan Hak Asasi Manusia Demokrasi menurut UUD 1945


mengakui hak asasi manusia yang tujuannya bukan saja menghormati hak-hak
asasi manusia, melainkan terlebih-lebih untuk meningkatkan martabat dan derajat
manusia seutuhnya.

7. Demokrasi dengan Pengadilan yang Merdeka Demokrasi menurut UUD 1945


menghendaki diberlakukannya sistem pengadilan yang merdeka (independen)
yang memberi peluang seluas-luasnya kepada semua pihak yang berkepentingan
untuk mencari dan menemukan hukum yang seadil-adilnya. Di muka pengadilan
yang merdeka penggugat dengan pengacaranya, penuntut umum dan terdakwa
dengan pengacaranya mempunyai hak yang sama untuk mengajukan konsideran
(pertimbangan), dalil-dalil, fakta-fakta, saksi, alat pembuktian, dan petitumnya.

8. Demokrasi dengan Otonomi Daerah Otonomi daerah merupakan pembatasan


terhadap kekuasaan negara, khususnya kekuasaan legislatif dan eksekutif di
tingkat pusat, dan lebih khusus lagi pembatasan atas kekuasaan presiden. UUD
1945 secara jelas memerintahkan dibentuknya daerah-daerah otonom pada
provinsi dan kabupaten/kota. Dengan peraturan pemerintah, daerah-daerah
otonom itu dibangun dan disiapkan untuk mampu mengatur dan
menyelenggarakan urusan-urusan pemerintahan sebagai urusan rumah tangganya
sendiri yang diserahkan oleh pemerintah pusat kepada pemerintah daerah.
9. Demokrasi dengan Kemakmuran Demokrasi bukan hanya soal kebebasan dan
hak, bukan hanya soal kewajiban dan tanggung jawab, bukan pula hanya soal
mengorganisir kedaulatan rakyat atau pembagian kekuasaan kenegaraan.
Demokrasi itu bukan pula hanya soal otonomi daerah dan keadilan hukum.
Bersamaan dengan itu semua, demokrasi menurut UUD 1945 ternyata ditujukan
untuk membangun negara kemakmuran (welfare state) oleh dan untuk sebesar-
besarnya kemakmuran rakyat Indonesia.

10. Demokrasi yang berkeadilan Sosial Demokrasi menurut UUD 1945


menggariskan keadilan sosial di antara berbagai kelompok, golongan, dan lapisan
masyarakat. Tidak ada golongan, lapisan, kelompok, satuan, atau organisasi yang
jadi anak emas, yang diberi berbagai keistimewaan atau hakhak khusus.

Ciri-ciri Demokrasi Pancasila

Pada dasarnya Demokrasi Pancasila memiliki kesamaan dengan demokrasi secara


universal. Namun, terdapat ciri-ciri demokrasi Pancasila yang membedakan
dengan demokrasi lainnya sebagai berikut:

 Penyelenggaraan pemerintahan berjalan sesuai dengan konstitusi yang


berlaku.
 Dilakukan kegiatan Pemilihan Umum (Pemilu) secara berkesinambungan.
Menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia (HAM) dan melindungi hak
masyarakat minoritas.
 Proses demokrasi dapat menjadi ajang kompetisi berbagai ide dan cara
menyelesaikan masalah.
 Ide-ide yang paling baik bagi Indonesia akan diterima, bukan berdasarkan
suara terbanyak.

Anda mungkin juga menyukai