Anda di halaman 1dari 5

Landasan Teori

1. Spiritual Leadership

a. Definisi Spiritual Leadership

Spiritual Leadership, yang sama dengan istilah lain dalam studi

kepemimpinan, adalah konsep sulit dipahami, dan memiliki konotasi yang berbeda.

Menurut Wang et al. (2017) spiritual leadership memberikan pendekatan yang unik

untuk melindungi bawahan atau karyawan dan dapat mengurangi kesalahan bawahan

sehingga karyawan dapat bekerja dengan maksimal. Fairholm (2011) menyatakan

bahwa lima generasi pembangunan teori kepemimpinan dapat diidentifikasi dari

literatur yang dikembangkan dalam seratus tahun terakhir. Generasi pertama

berurusan dengan siapa pemimpinnya, generasi kedua fokus pada apa yang dilakukan

pemimpin, generasi ketiga berkonsentrasi pada di mana kepemimpinan terjadi,

generasi keempat berasal dari pengembangan teori kepemimpinan, apa yang

dipikirkan para pemimpin tentang menghargai dan melakukan nilai-nilai

kepemimpinan. Spiritualitas memiliki peran penting terhadap cara seorang pemimpin

dalam memimpin suatu tim, tindakan pemimpin yang dipadukan dengan Spiritual

Leadership akan menghasilkan pemimpin yang dapat membimbing karyawan mereka

untuk berperilaku baik dalam suatu organisasi (Mahyarni, 2019). Fairholm (2011)

berpendapat bahwa Spiritual Leadership adalah gelombang kepemimpinan masa

depan yang ia namakan sebagai generasi kelima dari kepemimpinan nilai-nilai.

Berdasarkan teori-teori di atas, dapat disimpulkan bahwa Spiritual Leadership

adalah sebuah gaya kepemimpinan yang dapat memberikan motivasi, semangat dan
tingkat percaya diri agar bawahan atau para karyawan dapat bekerja dengan

maksimal.

b. Indikator Spiritual Leadership

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Mahyarni (2019), faktor yang

menunjang Spiritual Leadership adalah sebagai berikut :

1. Visi (Vision )

Menggambarkan bagaimana pemimpin perusahaan akan melihat masa depan

perusahaan, harapan atau impian pemimpin perusahaan serta menetapkan arah

yang jelas untuk perencanaan dan pelaksanaan strategi yang akan dilaksanakan.

2. Harapan (Hope)

Harapan merupakan keadaan mental positif seorang pemimpin dengan

kemampuan dan keahlian yang dimilikinya untuk mencapai tujuan di masa depan.

3. Cinta Altruistik (Altrusitic love)

Altruistik merupakan Tindakan yang dilakukan oleh pemimpin untuk

memberikan bantuan kepada karyawan secara sukarela tanpa mengharapkan

imbalan apapun.

2. Workplace Deviant Behavior

a. Definisi Workplace deviant behavior

Workplace Deviant Behavior memiliki beberapa variasi, baik dari tindakan

yang kecil seperti rekan kerja yang memalukan dan pulang lebih awal, hingga

tindakan korektif, seperti sabotase dan pencurian. Para korban Deviant Behavior di

tempat kerja adalah karyawan lain atau orang-orang yang memiliki hubungan dengan
pelaku Deviant Behavior, termasuk atasan atau pimpinan. Suatu tindakan

dikategorikan sebagai penyimpangan tempat kerja jika aturan utama organisasi

dipertanyakan (Aryati, et al 2017. Menurut Tuna, et al (2016) Workplace Deviant

Behavior adalah suatu jenis dari perilaku yang mengambil keuntungan dari organisasi

yang secara negatif mempengaruhi norma dan ekspetasi dari organisasi dan dapat

mengancam nilai serta kebiasaan sosial di dalam organisasi.

Deviant Behavior disebabkan oleh berbagai hal yaitu. terdapat dasar yang luas

dalam perilaku menyimpang yang mencakup kognisi kerja negatif, ketidakadilan

yang dapat diterima, kemarahan, permusuhan dan balas dendam Bamikole et al.

(2012). Menurut Elias (2013) Workplace Deviant Behavior di tempat kerja

disebabkan oleh ketidakadilan yang dapat diterima di tempat karyawan bekerja.

Menurut Muafi (2011) Deviant Behavior di tempat kerja disebabkan oleh niat

mengundurkan diri, ketidakpuasan dan kurangnya penghargaan atau apresiasi yang

diberikan oleh kantor.

Deviant Behavior memiliki pengaruh negatif pada organisasi seperti; perilaku

tidak etis tampaknya memiliki dampak lebih lanjut pada penghindaran pelanggan.

Aryati, et al (2017) dalam penelitiannya menyatakan bahwa Workplace Deviant

Behavior telah mempengaruhi penurunan produktivitas dan kinerja dalam suatu

organisasi. Dalam jangka panjang, implikasi negatif yang disebabkan oleh Workplace

Deviant Behavior akan mempengaruhi kekuatan kompetitif organisasi, serta

Workplace Deviant Behavior dapat mempengaruhi kinerja individu secara signifikan

dan berpengaruh negatif (Muafi, 2011).


Berdasarkan teori-teori diatas, dapat disimpulkan bahwa Workplace Deviant

Behavior adalah sebuah perilaku yang sengaja dilakukan oleh karyawan yang

dianggap organisasi bertentangan dengan kepentingannya.

b. Dimensi Workplace deviant behavior

Menurut Mahyarni (2019), Workplace Deviant Behavior dibagi menjadi dua

dimensi, yaitu :

1. Interpersonal Deviance

Interpersonal Deviance dibagi menjadi dua, yaitu:

a. Interpersonal Constructive Deviance merupakan pelanggaran yang dilakukan

oleh karyawan dalam suatu organisasi yang bertujuan untuk menyejahterakan

organisasi, seperti melanggar perintah pimpinan demi kebaikan perusahaan.

b. Interpersonal Destructive Deviance merupakan tindakan yang mengancam

kesejahteraan suatu organisasi yang dilakukan secara sukarela terhadap

karyawan di dalam suatu organisasi, seperti menghina karyawan lain secara

kasar.

2. Organizational Constructive Deviance

Organizational Deviance dibagi menjadi dua, yaitu:

a. Organizational Constructive Deviance merupakan tindakan pelanggaran

yangterhadap norma disuatu organisasi yang bertujuan demi kebaikan

perusahaan, seperti memberikan solusi yang kreatif dan inovatif untuk

memperbaiki norma yang sudah ada.

b. Organizational Destructive Deviance merupakan tindakan sukarela yang

dilakukan oleh karyawan disuatu organisasi, bersifat mengancam


kesejahteraan organisasi seperti mencuri barang milik perusahaan atau

menggunakan fasilitas yang diberikan perusahaan namun digunakan untuk hal

yang tidak berkaitan dengan perusahaan.

Anda mungkin juga menyukai