2
Gambaran Wilayah Kajian
2.1. UMUM
Lahan rawa di wilayah timur Provinsi Lampung sebagian besar berupa dataran pasang
surut di sepanjang pantai dan rawa belakang dari aliran sungai besar. Potensi lahan rawa
ini meliputi luas 127.953 ha, terdiri dari lahan rawa pasang surut seluas 66.653 ha dan
lahan rawa lebak seluas 61.300 ha. Sampai saat ini, seluas 75.776 ha dari lahan rawa ini
telah dibuka dan dikembangkan Pemerintah untuk kawasan budidaya pertanian (BBWS
Mesuji-Sekampung).
Rawa Sragi adalah salah satu daerah rawa reklamasi di wilayah timur Provinsi Lampung.
Areal ini meliputi luas potensial 22.000 ha. Sebelum direklamasi, Rawa Sragi merupakan
kawasan hutan produksi yang sudah tidak produktif lagi dan didominasi genangan/rawa-
rawa akibat banjir dari Way Sekampung. Ketinggian genangan yang mencapai lebih dari
1,5 m dalam waktu lama menyebabkan lahan di daerah ini tidak sesuai untuk budidaya
pertanian.
Pada tahun 1951, sekitar 200 rumah tangga dari Jawa Barat yang tergabung dalam Biro
Rekonstruksi Nasional, datang dan menetap di sekitar Rawa Sragi. Disamping pendatang
baru tersebut, sebelumnya di daerah ini telah tinggal pemukim dari Sumatera Selatan dan
suku Bugis. Mereka biasanya menempati lokasi-lokasi di sekitar sungai atau pantai dan
bekerja sebagai pencari ikan/nelayan.
Dengan terjadinya sedimentasi secara teratur dari banjir Way Sekampung dan tutupan
bahan volkanik dari erupsi G. Krakatau (tahun 1883), maka tanah-tanah di daerah Rawa
Sragi sesungguhnya merupakan hamparan tanah yang subur. Dengan pertimbangan ini,
sejak tahun 1974, Pemerintah melalui Departemen PU, memulai proyek pengembangan
Rawa Sragi secara terbatas di Way Sekampung dan Way Pisang seluas 1000 ha. Lima
tahun kemudian (tahun 1979/1980), dengan bantuan/hibah dari Negara Belanda, proyek
tersebut kemudian dikembangkan dalam skala yang lebih luas, mencakup Rawa Sragi I
(6.400 ha) dan Rawa Sragi II (10.574 ha) yang konstruksinya selesai tahun 1983-1986.
PT. SARANA BHUANA JAYA II -1
LAPORAN HIDROLOGI REDESAIN JARINGAN TAMBAK RAWA SRAGI
Setelah itu, proyek Rawa Sragi terus dilanjutkan dengan pengembangan Rawa Sragi III
(5.026 ha), Rawa Sragi III (lanjutan), dan Rawa Sragi IV.
Lokasi pekerjaan Rawa Tambak Rawa Sragi adalah bagian dari wilayah Rawa Sragi III-IV
yang berbatasan dengan pantai timur. Karena posisinya yang berbatasan dengan pantai,
sebagian lahan di lokasi tersebut saat ini diusahakan untuk areal pertambakan. Secara
ekonomis, pengembangan tambak di lokasi ini mempunyai prospek yang baik. Namun di
sisi lain, perlu diantisipasi perkembangannya agar tidak menimbulkan dampak kerusakan
lingkungan yang meluas, khususnya di kawasan pantai mangrove.
Secara administratif, lokasi pekerjaan Tambak Rawa Sragi termasuk di wilayah Desa
Mulyosari dan Karya Tani, Kecamatan Pasir Sakti, Kabupaten Lampung Timur. Lokasi
pekerjaan terletak kira-kira 190 km di sebelah timur Kota Bandar Lampung. Dari Bandar
Lampung, lokasi tersebut dapat dicapai melalui jalan darat dengan rute Bandar Lampung
- Gayam – Jabung – Lokasi (Desa Karya Tani, Kecamatan Pasir Sakti). Dengan
menggunakan kendaraan roda empat (mobil), diperlukan waktu 2-3 jam untuk mencapai
lokasi tersebut, mengingat kondisi jalan aspal antara Gayam – Pasir Sakti saat ini
sebagian sudah rusak (berlubang-lubang). Orientasi dan pencapaian lokasi pekerjaan
ditunjukkan pada Gambar 2.1. Sedangkan batas-batas lokasi yang direncanakan seluas
1000 ha ditunjukkan pada Gambar 2.2.
Lokasi : Tambak
Rawa Sragi
SP
SW N
AY SPS INTA
BA
MULYO SARI
ND
SELATAN
AR
MUNJUK
KARYA MAKMUR
SPP MULYO
BANDA NEG
SPS WAGIMIN
SPP KARYA SAKTI
DAMAR
SIS MUARA GADING
SPP.H. WADI
SPS GADING
SPS MARGO AGUNG SPS BANDAR NEGERI SPS TENGAH
SURI DARMA
SPP
S.M
SPS PULAU WARU BAYUR SARI 12
SARI
ERI
AR
S NIB
IN R
GA
UNG
I
SPP PULAU KEPUH SPP BAYUR SARI 11 SPP TAMBAK INDAH
DAERAH TAMBAK
Pra Tersier
Batuan Pra Tersier terdiri dari skis, menutupi batuan intrusif granit. Batuan-batuan ini
ditemui di sisi timur Pegunungan Barisan yang luput dari penutupan oleh bahan volkan
Tersier dan Kuarter. Batuan skis bervariasi dalam komposisinya dari skis biotit hingga
skis hornblende dan mengandung lapisan-lapisan berkapur dan lapisan-lapisan kuarsit.
Setempat-setempat terdapat ortogneis yang sangat terlipat. Batuan intrusif yang terdapat
di bagian bawah batuan metamorfik sebagian besar terdiri dari granit dan granodiorit
dengan inklusi biotit dan gabro.
Tersier
Dari batuan Tersier, batuan yang mempunyai penyebaran luas hanyalah dasit dan liparit
formasi Tmda (Tertiary middle dacite) dan batuan volkan andesit tua formasi Tov (Tertiary
older volcanic). Batuan-batuan ini telah mengalami perubahan hidrotermal dan deformasi
tektonik. Batuan Tov umumnya berkomposisi andesitik. Batuan-batuan Tersier non volkan
sangat jarang dijumpai.
Kuarter
Endapan Kuarter dapat dibagi dalam empat grup utama, yakni : (1) Tuf Lampung (Qlv),
(2) Basal Sukadana (Qb), (3) Batuan andesit muda (Qhv), dan (4) Endapan aluvial dan
marin (Qal).
1) Tuf Lampung yang menutupi bagian terluas di timur dan utara merupakan endapan
ignimbrit yang sebagian besar diendapkan dalam lingkungan marin dan setempat-
setempat secara erat bercampur dengan endapan marin halus. Tuf mempunyai
komposisi dasitik sampai liparitik dengan kadar tinggi gelas dan batuapung. Karena
diduga pusat erupsi berada di Teluk Lampung, maka keadaan tuf dari endapan
berangsur berkurang ke arah utara.
2) Basal Sukadana membentuk jalur lebar dengan arah tenggara – baratlaut di bagian
timur. Basal ini memiliki umur hampir sama dengan Tuf Lampung. Batuan ini sebagian
besar basal olivin. Pada plato basal terdapat kerucut sinder kecil-kecil dan muda.
3) Batuan volkan andesit muda sebagian besar termasuk dalam tiga pusat erupsi utama,
yakni Volkan Ratai, Betung, dan Rajabasa. Beberapa pusat erupsi tua dan kecil juga
ditemukan, misalnya di bagian baratlaut. Setempat-setempat bahan volkan muda
merupakan lapisan penutup tipis di atas batuan tua seperti Tuf Lampung, misalnya di
baratlaut kompleks Rajabasa.
4) Aluvium marin dan sungai dijumpai di sepanjang sungai-sungai utama dan pantai.
Pantai timur ini umumnya terdiri dari dataran pasang surut dan komplek beting pantai.
Volkan
Kuarter
Qhv Qlv
Tersier
Tov Tmda
Kuarter Intrusi
Pratersier
Kgf
Kuarter Pratersier
Sedimen PT se
Sedangkan saluran sekunder dan saluran tersier saat ini dimensinya tidak beraturan dan
tampak mengalami pendangkalan, sehingga sirkulasi air di saluran-saluran ini umumnya
kurang lancar. Kondisi ini menyebabkan keperluan pemasukan dan pengeluaran air dari
areal tambak mengalami hambatan. Di musim hujan (bulan Desember-Januari), banjir
sering terjadi akibat curah hujan yang tinggi dan naiknya air pasang dari laut.
Bangunan pintu air berupa pintu ulir (sliding-gate) terdapat di saluran sekunder. Dari hasil
observasi lapangan, kondisi bangunan sekunder tersebut masih baik dan berfungsi untuk
mengatur aliran keluar-masuk air serta dilengkapi dengan penyaring sampah. Di saluran
tersier umumnya tidak ada bangunan pengatur atau sebagian besar sudah rusak/hilang,
sehingga pengendalian muka air di tingkat tersier dan areal tambak sulit dilakukan.
Gambar 2.6. Saluran Primer, Sekunder, dan Tersier di Lokasi Tambak Rawa Sragi
Menurut Peta Satuan Lahan dan Tanah Lembar Tanjungkarang Sumatera (PPT, 1989),
jenis tanah utama di daerah ini adalah Hydraquents, Sulfaquents, dan Fluvaquents yang
merupakan tanah-tanah belum berkembang di daerah cekungan sepanjang pantai yang
selalu tergenang air. Sulfaquents merupakan jenis tanah yang mengandung sulfat tinggi
yang jika muncul di permukaan di atas ambang toleransi tanaman akan membahayakan.
Ketiga jenis tanah ini berpenampang dalam, tekstur umumnya halus bercampur bahan
organik, drainase sangat terhambat, hampir sepanjang tahun daerahnya tergenang air.
Di daerah pasir pantai muda dijumpai Tropopsamments yang merupakan tanah belum
berkembang, bertekstur kasar/pasir, dan drainase cepat. Tropohumods dan Tropaquods
merupakan jenis tanah yang telah berkembang, dijumpai di daerah beting pasir pantai tua
yang terletak lebih ke pedalaman. Daerah ini, terutama sepanjang pantai, berpotensi baik
sebagai daerah tambak, tanpa melupakan kelestarian alam antara lain perlunya hutan
mangrove sebagai areal penyangga (buffer zone) di sepanjang pantai. Beting pasir pantai
cocok untuk perkebunan kelapa, sedangkan pelembahan antar beting untuk persawahan
dengan jenis padi yang lebih toleran terhadap air asin.
Hambatan utama tanah-tanah di daerah ini untuk budidaya pertanian adalah genangan
banjir, tanah sulfat masam (cat clay), tekstur tanah kasar terutama di daerah beting pasir,
dan unsur hara tanaman (kesuburan tanah) yang rendah. Secara skematis, bentuk lahan
(land form) daerah lokasi pekerjaan melintang pantai ditunjukkan Gambar 2.8.
Gambar 2.8. Penampang Skematis Bentuk Lahan (Land Form) di Lokasi Pekerjaan
Menurut Keppres No. 32/1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung (pasal 27), kriteria
kawasan pantai berhutan bakau ini adalah minimal 130 kali nilai rata-rata perbedaan air
pasang tertinggi dan terendah tahunan diukur dari garis air surut terendah ke arah darat.
Dengan pertimbangan hal tersebut, maka pengembangan lokasi perlu dirancang dengan
cermat agar tidak melanggar ketentuan/peraturan yang ada. Penentuan batas yang tepat
perlu dikoordinasikan dengan instansi terkait, sehingga tidak terjadi konflik kepentingan
antar sektor dalam rangka pengembangan lokasi.
Di desa Mulyodari ( ibu Zalimah) melakukan penebaran 10.000 bibit udang hasilnya 2 kw
udang selama tanam 3 bulan dengan ukuran 30-40 ekor/kg.dan 3000 bibit bandeng
menghasilkan 1 ton bandeng selama 5 bulan.
Luas Lahan tambak yang diusahakan seluas 2 ha , dengan hasil Panen udang 3-4 bulan
dan Panen bandeng 6 bulan
Sementara di desa Karya Tani (Pak Muharam) menebar bibit udang sebanyak 15-20 ribu
dengan hasil udang 2-2,5 kwintal /ha, sedangkan Hasil bandeng – ditebar 3000 bibit,
dengan hasil 6 kwintal ukuran 4-5 ekor /kg.
Gambar 2.11. Lahan tambak di desa Karya Tani, nampak air hanya di caren saja di
pelataran tidak terluapi.
Gambar 2.12. Lahan tambak di desa Karya Tani yang sedang diusahakan
Gambar 2.13. Lahan tambak di desa Karya Tani, lahan di pelataran dapat digenangi yang
berarti terdapat peluapan air pasang
Contents
2.2.1. Geologi 3