Anda di halaman 1dari 31

LAPORAN KASUS

G4P1A3 Hamil 4
Minggu dengan
Kehamilan
Ektopik
Terganggu

Disusun oleh
Carrent Liliyanti DB
112019122

Pembimbing
dr. Achmad Djaenudin, Sp.OG

KEPANITERAAN KLINIK STASE OBESTETRI DAN GINEKOLOGI


FAKULAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH CENGKARENG
PERIODE 7 FEBRUARI – 16 APRIL 2022

1
FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA
(UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA)
Jl. Arjuna Utara No.6 Kebon Jeruk - Jakarta Barat
STATUS OBSTETRI
FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA
Hari / Tanggal Ujian / Presentasi Kasus : Senin, 4 April 2022
SMF OBSTSMF ILMU KEBIDANAN
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH CENGKARENG

Nama : Carrent Liliyanti DB Tanda Tangan


Nim : 112019122
…………………….
.
Dr.Pembimbing / Penguji : dr. Achmad Djaenudin, Sp.OG
…………………….
.

A. IDENTITAS PASIEN

Nama : Ny. N Nama suami : Tn. R


Usia : 34 tahun Usia : 37 tahun
Jenis kelamin : Perempuan Pekerjaan : Karyawan Swasta
Pekerjaan : Pegawai Swasta Alamat : Kembangan
Status : Kawin ke-1
Perkawinan
Agama : Islam
Suku : Jawa
Masuk Rumah : 9 Maret 2022
Sakit
Nomor RM : 22-**-**

2
B. ANAMNESIS
Dilakukan secara: Autoanamnesis pada hari Kamis, 10 Maret 2022 pukul 18.30 WIB
Keluhan Utama : Nyeri perut bagian kiri sejak 1 jam SMRS

Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang ke IGD RSUD Cengkareng dengan keluhan nyeri perut hebat bagian kiri
bawah, nyeri yang dirasakan sangat menganggu hingga tidak bisa bergerak, nyeri tersebut
dirasa hilang timbul dan muncul kadang tidak menentu. Nyeri timbul sekitar 15 menit,
kemudian hilang dan timbul lagi. Pasien juga mengeluhkan keluarnya darah merah kecoklatan
dari jalan lahir. 2 minggu smrs pasien juga mengatakan adanya darah yang keluar dari jalan
lahir dan datang kontrol ke dokter spesialis obgyn di rsud cengkareng dan melakukan
pemeriksaan USG dan dikatakan adanya kemungkinan hamil diluar kandungan, 8 hari smrs
pasien mengatakan perut terasa mules dan adanya perdarahan yang disertai keluarnya jaringan
dari jalan lahir. Sebelumnya pada 6 bulan yang lalu pasien melakukan tindakan kuret karena
tidak didapatkan adanya denyut jantung janin .Saat ini pasien mengeluhkan hanya mengeluhkan
pusing dan nyeri pada bekas luka operasi .

Riwayat Haid :
Menarche : 13 tahun

SiklusHaid : 28 hari, teratur

Lama Haid : 4 - 7 hari

Banyak Haid : 3 kali mengganti pembalut

Nyeri Haid : Disangkal

HPHT : 4 Januari 2022

Riwayat Perkawinan:

Perkawinan : 1 kali

Menikah usia : 24 tahun

Lama menikah : 10 tahun

Riwayat KB : KB suntik 3 bulan pada saat anak pertama, selama 3 tahun


3
Riwayat Kehamilan dan Kelahiran

P1A3
1. Anak pertama (9 tahun), 9 bulan, lahir spontan dibantu oleh bidan, BB 2550 gr, hidup.
2. Abortus spontan usia kehamilan 5 minggu pada tahun 2015
3. IUFD usia kehamilan 10 minggu tahun 2021

Riwayat Penyakit Dahulu :


(-) Hipertensi (-) Operasi (-) TBC
(-) Diabetes Melitus (-) KelainanJantung
(-) Cacar (-) Gondok/struma (-) Kelainan Ginjal

(-) Penyakit paru (-) Sifilis (-) Alergi (asma)

(-) Difteri (-) Hepatitis (-) Tifus Abdominalis

(-) Hemoroid (-) Campak (-) Gonore

(-) Tumor (-) Ulkus Duodeni (-) Psikosis

(-) Neurosis (-) Kelainan kongenital

Riwayat Penyakit Keluarga :


DM (-), penyakitginjal (-), penyakitjantung (-), hipertensi (-), asma (-), alergioba(-).

Riwayat Kebiasaan, Sosial dan Ekonomi


Pasien tidak memiliki riwayat merokok maupun riwayat meminum minuman alkohol.
Nafsu makan pasien baik. Saat ini pasien tinggal bersama dengan suami. Keadaan sosial
ekonomi pasien termasuk cukup, namun saat ini pasien tidak memiliki masalah.

C. PEMERIKSAAN FISIK
A. Pemeriksaan Umum (Senin, 7 Maret 2022/IGD PONEK)
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang

Kesadaran : Compos Mentis

Tekanan Darah :101/60 mmHg

4
Nadi :92 x/menit

Suhu : 36 0C

Pernafasaan : 20 x/menit, Abdominal-torakal

Tinggi Badan :-

Berat Badan : 70 kg

Skor Vas : 6/10

B. PEMERIKSAAN STATUS GENERALIS (Senin, 9 Maret 2022/IGD PONEK)


Kepala : Normocephal, rambut hitam, distribusi merata
Mata : Pupil isokor Ø 3mm, reflek cahaya (+/+), konjungtiva anemis (-/-), sklera
ikterik (-/-), Udem palpebra (-/-)
Telinga : Tidak ada kelainan
Hidung : Sekret (-), deviasi septum (-), pernapasan cuping hidung (-), epistaksis (-)

Mulut : Lidah dalam batas normal


Thorax

Mammae : Simetris, dalam batas normal

Cor : BJ I-II murni, reguler, murmur (-), gallop (-)

Pulmo : suara nafas vesikuler, rhonki -/-, wheezing -/-

Abdomen

a. Inspeksi : Membuncit, simetris


b. Palpasi : Nyeri tekan (+), massa (-), defans musculer (-)
- Hati : Tidak dapat dinilai
- Limpa : Tidak dapat dinilai
c. Perkusi : Timpani
d. Auskultasi : Bising usus normal
Ektremitas atas : akral hangat +/+, edema -/-. varises -/-, luka -/-

Ektremitas bawah: akral hangat -/-, edema -/-, varises -/-, luka -/-
5
Kulit

Warna : Sawo matang

Efloresensi : Tidak ada

Jaringan parut : Tidak ada

Pigmentasi : Tidak ada

Pertumbuhan rambut : Normal

Pembuluh darah : Tidak menonjol dan melebar

Suhu raba : Normal, kulit lembab

Keringat : Setempat yaitu di kepala dan leher

Turgor : Baik

Ikterus : Tidak ada

C. PEMERIKSAAN OBSTETRI (Rabu, 9 Maret 2022/IGD PONEK)


a. Pemeriksaan Luar
Inspeksi

Wajah : Chloasma gravidarum (-)

Payudara : Pembesaran payudara (-), puting susu menonjol (-), cairan

mammae (-)

Abdomen : Membesar, striae gravidarum (-), bekas operasi (-)

Palpasi : Nyeri tekan (+)

Pemeriksaan Dalam:

Inspeksi : perdarahan (+), edema (-), varises (-), Keputihan (-)

Inspekulo : Tidak dilakukan

Vaginal Touche : Porsio= Nyeri goyang portio

6
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan Laboratorium 9 Maret 2022 Jam 09.37 (Pre Op)

Pemeriksaan Hasil Nilai Normal

Hema Lengkap

Hemoglobin 12,5 11.7-15.5 g/dl

Hematokrit 38 35-47 Vol %

Leukosit 17.5 3.6-11 ribu/µL

Trombosit 331 150-440 ribu/µL

Pemeriksaan Laboratorium 9 Maret 2022 Jam 10.59 (Pre Op)

Pemeriksaan Hasil Nilai Normal

Hema Lengkap

Hemoglobin 10,4 11.7-15.5 g/dl

Hematokrit 31 35-47 Vol %

Leukosit 10,8 3.6-11 ribu/µL

Trombosit 223 150-440 ribu/µL

Pemeriksaan Laboratorium 9 Maret 2022 Jam 13.08 (Pre Op)

Pemeriksaan Hasil Nilai Normal

Hema Lengkap

Hemoglobin 10,2 11.7-15.5 g/dl

Hematokrit 30 35-47 Vol %

Leukosit 10,5 3.6-11 ribu/µL

Trombosit 223 150-440 ribu/µL

7
b. USG transabdominal
(09 Maret 2022) – RSUD CENGKARENG
Tampak cairan di rongga abdomen

E. RESUME
Pasien perempuan usia 34 tahun datang ke IGD RSUD Cengkareng dengan keluhan nyeri
perut hebat bagian kiri bawah, nyeri yang dirasakan sangat hebat dan menganggu hingga tidak
bisa bergerak, nyeri tersebut dirasa hilang timbul dan muncul kadang tidak menentu. Nyeri
timbul sekitar 15 menit, kemudian hilang dan timbul lagi. Pasien juga mengeluhkan keluarnya
darah merah kecoklatan dari jalan lahir. 2 minggu smrs pasien juga mengatakan adanya darah
yang keluar dari jalan lahir dan datang kontrol ke dokter spesialis obgyn di rsud cengkareng dan
melakukan pemeriksaan USG dan dikatakan adanya kemungkinan hamil diluar kandungan, 8
hari smrs pasien mengatakan perut terasa mules dan adanya perdarahan yang disertai keluarnya
jaringan dari jalan lahir. Sebelumnya pada 6 bulan yang lalu pasien melakukan tindakan kuret
karena tidak didapatkan adanya denyut jantung janin . Tekanan Darah 101/60 mmHg, nadi 92
x/menit . Pemeriksaan fisik didapatkan adanya nyeri tekan abdomen , pemeriksaan obstetri pada
pemeriksaan dalam VT didapatkan nyeri goyang portio

F. DIAGNOSIS
G4P1A1 Hamil 4 Minggu dengan Kehamilan Ektopik Terganggu

G. TATALAKSANA (09-03-2022)
- Infus RL 500 cc
- Transfusi PRC 500cc
- Pro Laparotomi

H. INSTRUKSI POST PARTUM


Ceftriaxone 3x1 gr

Vit D 3x1

Lanjut transfusi PRC 500 cc

8
I. PROGNOSIS
Ad Vitam : Dubia ad bonam
Ad Fungsionam : Dubia ad bonam
Ad Sanationam : Dubia ad bonam

J. FOLLOW UP
11/03/2022 Subjektif:
VK Keluar darah pada jalan lahir (+),Sedikit pusing, BAK DC(+)
spontan jernih, BAB (-), Mobilisasi baik
Objektif:
TD: 110/75 mmHg HR: 94 x/menit
RR: 20x/menit T: 36,5oC
Pemeriksaan Laboratorium 11 Maret 2022 Pukul 12.31 (Post OP)
Pemeriksaa Hasil Nilai Normal
n

Hema Lengkap

Hemoglobin 11.0 W: 11.7-15.5 g/dl

Leukosit 10.1 3.6-11 ribu/µL

Trombosit 265 150-440 ribu/µL

Assesment:
P1A3 Post Laparatomi ec Kehamilan Ektopik Terganggu
Planning:
- Ceftriaxone 3x1 gr
- Vit D 3x1
12/03/2022 Subjektif:
Keluar darah pada jalan lahir berkurang (+),BAK(+) spontan
jernih, Berjalan (+), nyeri disekitar bekas operasi
Objektif:
TD: 116/80 mmHg HR:70 x/menit

9
RR: 20x/menit T: 36,5oC
Assesment:
P1A3 Post Laparatomi ec Kehamilan Ektopik Terganggu
Planning:
- Ceftriaxone 3x1 gr
- Vit D 3x1
15/01/2022 Subjektif:
Keluar darah pada jalan lahir berkurang (-),BAK(+) spontan
jernih, Berjalan (+).
Objektif:6
TD: 115/75 mmHg HR:87 x/menit
RR: 20x/menit T: 36,5oC
Assesment:
P1A3 Post Laparatomi ec Kehamilan Ektopik Terganggu
Planning:
- Ceftriaxone 3x1 gr
- Vit D 3x1

10
TINJAUAN PUSTAKA

BAB I

PENDAHULUAN

Kehamilan ektopik merupakan suatu kehamilan dimana pertumbuhan sel telur yang
telah dibuahi tidak menempel pada dinding endometrium kavum uteri. Lebih dari 95 %
kehamilan ektopik berada di saluran telur (tuba Fallopii). Berdasarkan implantasi hasil
konsepsi pada tuba, terdapat kehamilan pars interstisialis tuba, pars ismika tuba, pars ampullaris
tuba, dan kehamilan infundibulum tuba. Selain di tuba Fallopi, kehamilan ektopik dapat juga
terjadi di ovarium, kehamilan intraligamenter, kehamilan servikal, dan kehamilan abdominal
yang bisa primer atau sekunder. Kehamilan ektopik yang mengalami abortus atau ruptur apabila
masa kehamilan berkembang melebihi kapasitas ruang implantasi disebut sebagai Kehamilan
Ektopik Terganggu (KET).1 Menurut World Health Organization (2007), kehamilan ektopik
adalah penyebab hampir 5% kematian di negara maju. Pada perkembangan terbaru di Inggris,
kehamilan ektopik masih merupakan penyebab terbesar pada kematian ibu hamil trimester
pertama. Insidensi meningkat dari 4,5 per 1000 pada tahun 1970 hingga 19,7 per 1000
kehamilan pada tahun 1992. Kehamilan ektopik dapat diidentifikasi dengan menggabungkan
temuan klinis serta pemeriksaan serum dan sonografi transvagina. Diagnosis klinik kehamilan
ektopik dapat ditegakkan dari ditemukannya trias klinik klasik, yaitu nyeri abdomen, amenore,
dan perdarahan vagina. Tetapi pada kenyataanya hanya 50% penderita yang menunjukkan trias
klinik klasik. Nyeri abdomen dialami oleh 75% penderita, sedangkan perdarahan vagina hanya
didapatkan pada 40-50% penderita.1,2

Riwayat kerusakan tuba, baik karena kehamilan ektopik sebelumnya atau karena
pembedahan tuba merupakan risiko tertinggi terjadinya kehamilan ektopik. Kematian akibat
KET dapat diturunkan dengan diagnosis yang tepat dan persediaan darah yang cukup, dan
penanganan yang tepat.1,2 Berdasarkan latar belakang diatas, sangat penting bagi para pelayan
kesehatan untuk dapat menegakkan diagnosis kehamilan ektopik terganggu dan kemudian
memberikan penatalaksanaan yang sesuai. Untuk itu perlu dilakukan pembahasan yang lebih
mendalam mengenai definisi, etiologi, epidemiologi, patofisiologi, diagnosis, dan
penatalaksanaan kehamilan ektopik terganggu.

11
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Kehamilan ektopik adalah semua kehamilan dengan ovum yang di buahi berimplantasi
dan tumbuh tidak di tempat yang normal yaitu dalam endometrium kavum uteri. Sedangkan
kehamilan ektopik terganggu ialah kehamilan ektopik yang mengalami abortus atau ruptur
apabila masa kehamilan berkembang melebihi kapasitas ruang implantasinya.1,2

2.2 Anatomi dan Fisiologi


2.2.1 Anatomi
Organ reproduksi perempuan terbagi atas organ genitalia eksterna dan organ genitalia
interna. Organ genitalia eksterna adalah bagian untuk sanggama, sedangkan organ genitalia
interna adalah bagian untuk ovulasi, tempat pembuahan sel telur, transportasi blastokis,
implantasi, dan tumbuh kembang janin.2,3

Gambar 1. Organ Genitalia Eksterna.

12
Organ Genitalia Eksterna
• Vulva atau pudenda

Vulva meliputi seluruh struktur eksternal yang dapat dilihat mulai dari pubis sampai
perineum, yaitu mons veneris, labia mayora dan labia minora, klitoris, selaput darah (hymen),
vestibulum, muara uretra, berbagai kelenjar dan struktur vascular.

• Mons veneris (mons pubis)

Mons veneris (mons pubis) adalah bagian yang menonjol di atas simfisis dan pada
perempuan setelah pubertas ditutup oleh rambut kemaluan. Pada perempuan umumnya batas
atas rambut melintang sampai pinggir atas simfisis, sedangkan ke bawah sampai sekitar anus
dan paha.

• Labia mayora

Labia mayora (bibir-bibir besar) terdiri atas bagian kanan dan kiri, lonjong mengecil
kebawah, terisi oleh jaringan lemak yang serupa dengan yang ada di mons veneris. Ke bawah
dan ke belakang kedua labia mayora bertemu dan membentuk kommisura posterior.

• Labia minora (nymphae)

Labia minora (nymphae) adalah suatu lipatan tipis dari kulit sebelah dalam bibir besar.
Ke depan kedua bibir kecil bertemu yang diatas klitoris membentuk preputium klitoridis dan
yang di bawah klitoris membentuk frenulum klitoridis. Ke belakang kedua bibir kecil juga
bersatu dan membentuk fossa navikulare. Kulit yang meliputi labia minora mengandung banyak
glandula sebasea dan juga ujung-ujung saraf yang menyebabkan bibir kecil sangat sensistif.

• Klitoris

Klitoris kira-kira sebesar biji kacang ijo, tertutup oleh preputium klitoridis dan terdiri
atas glans klitoridis, korpus klitoridis dan dua crura yang menggantungkan klitoris ke os pubis.
Glans klitoridis terdiri atas jaringan yang dapat mengembang, penuh dengan ujung saraf,
sehingga sangat sensitif.

13
• Vestibulum

Vestibulum berbentuk lonjong dengan ukuran panjang dari depan ke belakang dan
dibatasi bagian depan oleh klitoris, kanan dan kiri oleh kedua bibir kecil dan di belakang oleh
perineum(fourchette).

• Introitus Vagina
Introitus vagina mempunyai bentuk dan ukuran yang berbeda-beda. Introitus vagina
ditutupi oleh selaput dara.

• Perineum
Perineum terletak antara vulva dan anus, panjangnya rata-rata 4 cm. Jaringan yang
mendukung perineum terutama ialah diafragma pelvis dan diafragma urogenitalis. Diafragma
pelvis terdiri atas otot levator ani dan otot coccygis posterior serta fasia yang menutupi kedua
otot ini. Diafragma urogenitalis terletak eksternal dari diafragma pelvis, yaitu di daerah
segitiga antara tuber isiadika dan simfisis pubis. Diafragma urogenitalis meliputi muskulus
transverses perinea profunda, otot konstriktor uretra dan fasia internal maupun eksternal yang
menutupinya.2,3

Gambar 2. Organ Genitalia Interna

14
Organ Genitalia Interna

• Vagina (Liang Sanggama)

Vagina merupakan penghubung antara introitus vagina dan uterus. Dinding depan dan
belakang vagina berdekatan satu sama lain, masing-masing panjangnya berkisar antara 6-8 cm
dan 7-10 cm. Bentuk vagina sebelah dalam yang berlipat-lipat dinamakan rugae. Di tengah-
tengahnya ada bagian yang lebih keras disebut kolumna rugarum. Lipatan ini memungkinkan
vagina dalam persalinan melebar sesuai dengan fungsinya sebagai bagian lunak jalan-lahir. Di

vagina tidak didapatkan kelenjar bersekresi. Vagina dapat darah dari (1) arteri uterine, yang
melalui cabangnya ke serviks dan vagina memberikan darah ke vagina bagian tengah 1/3 atas;
(2) arteria vesikalis inferior, yang melalui cabangnya memberikan darah ke vagina bagian 1/3
tengah; (3) arteria hemoroidalis mediana dan arteri pudenda interna yang memberikan darah ke
bagian 1/3 bawah.

• Uterus

Berbentuk buah pir yang sedikit gepeng ke arah depan belakang. Ukurannya sebesar
telur ayam dan mempunyai rongga. Dindingnya terdiri dari otot-otot polos. Ukuran panjang
uterus adalah 7-7,5 cm, lebar diatas 5,25 cm, tebal 2,5 cm dan tebal dinding 1,25 cm. Letak
uterus dalam keadaan fisiologis adalah anteversiofleksio (serviks ke depan dan membentuk
sudut dengan vagina, sedangkan korpus uteri ke depan dan membentuk sudut dengan serviks
uteri). Uterus terdiri atas (1) fundus uteri; (2) korpus uteri dan (3) serviks uteri.

• Tuba Fallopi

Tuba Fallopi terdiri atas (1) pars interstisialis, yaitu bagian yang terdapat di dinding
uterus (2) pars ismikia, merupakan bagian medial tuba yang sempit seluruhnya; (3) pars
ampularis, yaitu bagian yang berbentuk sebagai saluran agak lebar, tempat konsepsi terjadi; dan
(4) infundibulum, yaitu bagian ujung tuba yang terbuka ke arah abdomen dan mempunya
fimbria

15
• Ovarium (indung telur)

Perempuan pada umumnya mempunyai 2 indung telur kanan dan kiri. Mesovarium
menggantung ovarium di bagian belakang ligamentum latum kiri dan kanan. Ovarium
berukuran kurang lebih sebesar ibu jari tangan dengan ukuran panjang kira-kira 4 cm, lebar dan
tebal kira-kira 1,5 cm.2,3

2.2.2 Fisiologi Konsepsi

Untuk terjadi kehamilan harus ada spermatozoa, ovum, pembuahan ovum (konsepsi) dan nidasi
(implantasi) hasil konsepsi.2,3

• Pembuahan

Ovum yang dilepaskan oleh ovarium disapu oleh mikrofilamen fimbriae infundibulum ke tuba
ke arah ostium tuba abdominalis dan disalurkan terus kearah medial. Ovum dilingkari zona
pelusida dimana luar dari zona pelusida terdapat sel-sel korona radiata. Jumlah sel korona
radiata di dalam perjalanan ovum diampula tuba makin berkurang sehingga ovum hanya
dilingkari zona pelusida pada waktu berada dekat perbatasan ampula dan ismus tuba (tempat
pembuahan umum terjadi). Jutaan spermatozoa yang dilimpah di fornik vagina dan sekitar
portio pada waktu koitus, hanya beberapa ratus ribu yang dapat terus ke kavum uteri dan tuba,
dan hanya beberapa ratus dapat sampai ke bagian ampula tuba dimana spermatozoa dapat
memasuki ovum yang telah siap dibuahi. Hanya satu spermatozoa yang mempunyai kapasitas
untuk membuahi.

Fertilisasi atau pembuahan biasanya berlangsung di ampula tuba. Untuk mencapai


ovum, spermatozoa harus melewati korona radiata dan zona pelusida yaitu lapisan yang
mencegah ovum mengalami fertilisasi lebih dari satu spermatozoa. Beberapa jam setelah terjadi
pembuahan, mulailah terjadi pembelahan zigot. Dalam 3 hari akan terbentuk suatu kelompok
sel yang sama besarnya. Hasil konsepsi berada dalam stadium morula. Dalam ukuran yang
sama, hasil konsepsi disalurkan terus ke pars ismika dan pars interstisialis tuba (bagian tuba
yang sempit) dan terus disalurkan kearah kavum uteri oleh arus serta getaran silia pada
permukaan sel-sel tuba dan kontraksi tuba.

16
• Nidasi

Pada hari keempat, hasil konsepsi mencapai stadium blastula disebut blastokista
(blastocyst) dimana bagian luarnya adalah trofoblas dan bagian disebut massa inner cell.
Pertumbuhan dan perkembangan blastula terus berlangsung, blastula dengan vili korealisnya
yang dilapisi sel trofoblast telah siap untuk mengadakan nidasi. Proses penanaman blastula yang
disebut nidasi atau implantasi terjadi pada hari ke-6 sampai hari ke-7 setelah konsepsi. Pada saat
tertanamnya blastula kedalam endometrium, mungkin terjadi perdarahan disebut tanda Hartman

• Plasentasi

Plasentasi adalah proses pembentukan struktur dan jenis plasenta. Setelah nidasi embrio
kedalam endrometrium, plasentasi dimulai. Pada manusia plasentasi berlangsung sampai 12-18
minggu setelah fertilisasi.

2.3 Berdasarkan Lokasi

Berdasarkan lokasi terjadinya, kehamilan ektopik dapat dibagi menjadi lima yaitu:

 Kehamilan di tuba meliputi diatas 95% terdiri atas pars ampularis (55%), pars isthmika
(25%), pars fimbriae (17%) dan pars interstitialis (2%).
 Kehamilan ektopik lain (kurang dari 5%) antara lain terjadi di serviks uterus, ovarium
atau abdominal. Untuk kehamilan abdominal lebih sering merupakan kehamilan
abdominal sekunder dimana semula merupakan kehamilan tuba yang kemudian abortus
dan meluncur ke abdomen dari ostium tuba pars abdominalis (abortus tubaria) yang
kemudian embrio mengalami reimplantasi di kavum abdomen misalnya di mesenterium
/ mesovarium atau di omentum.

- Kehamilan servikal sangat jarang terjadi. Bila ovum berimplantasi dalam kanalis
servikalis maka akan terjadi perdarahan tanpa nyeri pada kehamilan muda. Jika
kehamilan berlangsung terus, serviks membesar dengan ostium uteri externum terbuka
sebagian. Kehamilan servikal jarang melampaui 12 minggu dan biasanya diakhiri secara
operatif karena perdarahan. Pengeluaran hasil konsepsi pervaginam dapat menyebabkan
banyak perdarahan sehingga untuk menghentikan perdarahan diperlukan histerektomi
totalis.

17
- Kehamilan ovarial primer sangat jarang terjadi. Diagnosis kehamilan tersebut
ditegakkan atas dasar 4 kriteria dari Spiegelberg yaitu (1) tuba pada sisi kehamilan harus
normal, (2) kantong janin harus berlokasi pada ovarium, (3) kantong janin dihubungkan
dengan uterus oleh ligamentum ovarium proprium, (4) jaringan ovarium yang nyata
harus ditemukan dalam dinding kantong janin. Diagnosis pasti diperoleh bila kantong
janin kecil, dikelilingi oleh jaringan ovarium dengan trofoblas memasuki alat tersebut.

- Kehamilan pars interstitialis tuba terjadi bila ovum berimplantasi pada pars
interstitialis tuba. Keadaan ini jarang terjadi dan hanya 1% dari semua kehamilan tuba.
Ruptur terjadi pada kehamilan lebih tua, dapat mencapai akhir bulan keempat.
Perdarahan terjadi sangat banyak dan bila tidak segera dioperasi akan menyebabkan
kematian.

- Kehamilan abdominal terjadi jika hanya janin yang mengalami ekstrusi saat ruptur,
efek pada kehamilannya akan bervariasi tergantung pada luas cedera plasenta. Janin
akan mati bila plasenta rusak cukup besar tetapi jika bagian plasenta bertahan untuk
melekat di tuba lebih besar dapat terjadi perkembangan janin lebih lanjut.

Biasanya pada kasus ini, sebagian plasenta masih tetap melekat ke dinding tuba dan
bagian perifer tumbuh keluar tuba dan berimplantasi ke struktur di sekitarnya.

• Kehamilan intraligamenter. Jika implantasi zigot mula-mula terjadi di mesosalping,

rupture dapat terjadi pada bagian tuba yang tidak langsung terbungkus oleh peritoneum

dan produk konsepsi dapat terdorong keluar ke sebuah ruang yang terbentuk di antara

lipatan-lipatan ligamentum latum.

• Kehamilan heterotopik merupakan kehamilan ganda dimana satu janin berada di kavum

uteri sedangkan yang lain merupakan kehamilan ektopik. Kejadian sekitar satu per

15000 – 40 000 kehamilan.

• Kehamilan ektopik bilateral. Kehamilan ini pernah dilaporkan walaupun sangat jarang

terjadi.

18
Gambar 3. Jenis kehamilan ektopik berdasarkan lokasi.

2.4 Etiologi

Penyebab terjadinya kehamilan ektopik termasuk didalamnya riwayat kehamilan ektopik


sebelumnya, bedah tuba yang dilakukan sebelumnya, baik untuk memulihkan patensi maupun
melakukan sterilisasi, riwayat pembedahan abdominal atau pelvic. Etiologi dapat terjadi mulai
dari proses awal kehamilan sejak pembuahan sampai nidasi. Bila nidasi terjadi diluar kavum
uteri atau diluar endometrium, maka terjadilah kehamilan ektopik. Dengan demikian, faktor-
faktor yang menyebabkan terjadinya hambatan dalam nidasi embrio ke endometrium
menjadi penyebab kehamilan ektopik ini. Faktor-faktor tersebut adalah:2,4

• Faktor tuba

Adanya peradangan atau infeksi pada tuba menyebabkan lumen tuba menyempit atau buntu.
Keadaan uterus yang mengalami hipoplasia dan saluran tuba berkelok-kelok panjang dapat
menyebabkan fungsi silia tidak berfungsi dengan baik. Faktor tuba lainnya yaitu kelainan
endometriosis tuba atau divertikel saluran tuba yang bersifat kongenital. Adanya tumor disekitar
saluran tuba misalnya, mioma uteri, tumor ovarium yang menyebabkan perubahan bentuk dan
patensi tuba, juga dapat menjadi etiologic kehamilan ektopik.

19
• Faktor abnormalitas dari zigot

Apabila tumbuh terlalu cepat atau tumbuh dengan ukuran besar, maka zigot akan tersendat
dalam perjalanan pada saat melalui tuba, kemudian terhenti dan tumbuh di saluran tuba.

• Faktor Ovarium

Bila ovarium memproduksi ovum dan ditangkap oleh tuba yang kontralateral, dapat
membutuhkan proses khusus atau waktu yang lebih panjang sehingga kemungkinan terjadinya
kehamilan ektopik lebih besar.

• Faktor Hormonal

Pil KB yang hanya mengandung progesterone dapat mengakibatkan gerakan tuba melambat.
Apabila terjadi pembuahan dapat menyebabkan terjadinya kehamilan ektopik.

• Faktor lain

Termasuk disisi antara lain adalah pemakai IUD dimana proses peradangan yang dapat timbul
pada endometrium dan endosalping dapat menyebabkan terjadinya kehamilan ektopik. Faktor
umur penderita yang sudah menua dan faktor perokok juga sering dihubungkan dengan
terjadinya kehamilan ektopik.

2.5 Epidemiologi

Insiden dari kehamilan ektopik digambarkan dalam berbagai macam cara pada beberapa
literature. Sebagian besar wanita yang mengalami kehamilan ektopik berumur antara 25 hingga
35 tahun. kehamilan ektopik terjadi sekitar 1,5% -2,0% dari seluruh kehamilan. Pada

perkembangan terbaru, di Inggris Raya, kehamilan ektopik masih merupakan penyebab


terbesar pada kematian ibu hamil trimester pertama. Insidensi meningkat dari 4,5 per 1000 pada
tahun 1970 hingga 19,7 per 1000 kehamilan pada tahun 1992. Di Amerika Serikat, jumlah
kejadian setiap tahunnya menurun dari 58.178 pada tahun 1992 menjadi 35.382 pada tahun
1999. Di Norwegia, diperkirakan angka kejadian ini menurun seiring dengan menurunnya
angka kejadian Pelvic Inflammatory Disease (PID).5

Di Indonesia, berdasarkan laporan dari Biro Pusat Statistik Kesehatan diketahui bahwa
pada tahun 2007 terdapat 20 kasus setiap 1.000 kehamilan menderita kehamilan ektopik atau

20
0,02%. (BPS Kesehatan, 2007). Di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) pada tahun
2007 terdapat 153 kehamilan ektopik diantara 4007 persalinan, atau 1 diantara 26 persalinan.2,5

2.6 Patofisiologi

Tempat-tempat implantasi kehamilan ektopik antara lain : ampula tuba (paling sering),
isthmus, pars interstitial, kornu uteri, ovarium, rongga abdomen, serviks dan ligamentum
kardinale. Zigot dapat berimplantasi tepat pada sel kolumner tuba maupun secara
interkolumner. Pada keadaan yang pertama zigot melekat pada ujung atau sisi jonjot
endosalping yang relative sedikit mendapat suplai darah, sehingga zigot mati dan kemudian
diresorbsi.2,6 Pada implantasi interkolumner, zigot menempel diantara dua jonjot. Zigot yang
telah bernidasi kemudian tertutup oleh jaringan endosalping yang menyerupai desidua, yang
disebut pseudokapsul. Vili khorialis dengan mudah menembus endosalping dan mencapai
lapisan miosalping dengan merusak integritas pembuluh darah ditempat tersebut. Selanjutnya
hasil konsepsi berkembang dan perkembangannya tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor
yaitu: tempat implantasi, ketebalan tempat implantasi dan banyaknya perdarahan akibat invasi
trofoblas.3,4

Pada proses awal kehamilan apabila embrio tidak bisa mencapai endometrium untuk
proses nidasi, maka embrio dapat tumbuh di saluran tuba dan kemudian akan mengalami
beberapa proses seperti pada kehamilan umumnya. Karena tuba bukan merupakan suatu media
yang baik untuk pertumbuhan embrio atau mudigah, maka pertumbuhan dapat mengalami
beberapa perubahan dalam bentuk berikut ini.2-5

a. Hasil konsepsi mati dini dan diresorbsi

Pada implantasi secara kolumner, ovum yang dibuahi cepat mati karena vaskularisasi kurang
dan dengan mudah terjadi resorbsi total. Dalam keadaan ini penderita tidak mengeluh apa-
apa, hanya haidnya terlambat beberapa hari.

b. Abortus dalam lumen tuba

Perdarahan yang terjadi karena pembukaan pembuluh-pembuluh darah oleh villi korialis
pada dinding tuba di tempat implantasi dapat melepaskan mudigah dari korialis pada dinding
tersebut bersama-sama dengan robeknya pseudokapsularis. Pelepasan ini dapat terjadi
sebagian atau seluruhnya, tergantung dari derajat perdarahan yang timbul. Bila pelepasan
menyeluruh, mudigah dengan selaputnya dikeluarkan dalam lumen tuba dan kemudian
didorong oleh darah kearah ostium tuba abdominale. Frekuensi abortus dalam tuba

21
tergantung pada implantasi telur yang dibuahi. Abortus tuba lebih umum terjadi pada
kehamilan tuba pars ampullaris, sedangkan penembusan dinding tuba oleh villi korialis
kearah peritoneum biasanya terjadi pada kehamilan pars isthmika. Perbedaan ini disebabkan
karena lumen pars ampullaris lebih luas, sehingga dapat mengikuti lebih mudah pertumbuhan
hasil konsepsi dibandingkan dengan bagian isthmus dengan lumen sempit.

Pada pelepasan hasil konsepsi yang tidak sempurna pada abortus, perdarahan akan terus
berlangsung, dari sedikit-sedikit oleh darah, sampai berubah menjadi mola kruenta.
Perdarahan akan keluar melalui fimbriae dan masuk rongga abdomen dan terkumpul secara
khas di kavum Douglas dan akan membentuk hematokel retrouterina. Bila fimbriae tertutup,
tuba fallopii dapat membesar karena darah dan membentuk hematosalping.

c. Ruptur dinding tuba

Ruptur tuba sering terjadi bila ovarium berimplantasi pada isthmus dan biasanya pada
kehamilan muda. Sebaliknya ruptur pada interstitialis terjadi pada kehamilan lanjut. Faktor
utama yang menyebabkan ruptur ialah penembusan vili khorilais ke dalam lapisan
muskularis tuba terus ke peritoneum. Ruptur dapat terjadi secara spontan atau karena trauma
ringan seperti koitus, dan pemeriksaan vaginal.

Dapat terjadi perdarahan sedikit atau banyak bisa menyebabkan kematian dan syok. Bila
pseudokapsularis pecah maka akan terjadi perdarahan dalam lumen tuba. Darah dapat
mengalir kedalam rongga perut melalui ostium tuba abdominal.

Bila pada abortus dalam tuba ostium tersumbat, ruptur sekunder dapat terjadi. Dinding tuba
yang telah menipis oleh invasi trofoblas, pecah karena tekanan darah dalam tuba. Janin yang
dikeluarkan dari tuba dengan masih diselubungi oleh kantong amnion dan dengan plasenta
masih utuh, kemungkinan tumbuh terus dalam rongga perut, dan dengan plasenta masih utuh,
kemungkinan tumbuh terus dalam rongga perut, sehingga akan terjadi kehamilan abdominal
sekunder. Untuk mencukupi kebutuhan makanan bagi janin, plasenta dari tuba akan
meluaskan implantasinya kejaringan sekitarnya, misalnya ke sebagian uterus, ligamentum
latum, dasar panggul dan usus.

2.7 Manifestasi klinis

Gambaran klinik kehamilan ektopik sangat bervariasi tergantung dari ada tidaknya
ruptur. Pada umumnya penderita menunjukkan gejala-gejala kehamilan muda, dan mungkin
merasa nyeri sedikit di perut bagian bawah. Pada pemeriksaan vaginal uterus membesar dan

22
lembek walaupun mungkin tidak sebesar tuanya kehamilan. Pada pemeriksaan USG sangat
membantu menegakkan diagnosis kehamilan ini apakah kehamilan intrauterine atau kehamilan
ektopik. Untuk itu, setiap ibu memeriksakan kehamilan mudanya sebaiknya dilakukan
pemeriksaan USG. Pada pemeriksaan vagina didapatkan nyeri goyang serviks (slinger pain),
kavum Douglasi menonjol disertai nyeri pada perabaan karena terisi darah.2-5

Trias klasik dari kehamilan ektopik terganggu adalah nyeri perut mendadak, amenorrhea dan
perdarahan pervaginam.2-5Apabila kehamilan ektopik mengalami komplikasi atau terjadi ruptur
pada tuba, lokasi implantasi kehamilan ini akan memberikan gejala dan tanda yang khas yaitu
timbulnya sakit perut mendadak yang kemudian disusul dengan syok atau pingsan. Hal tersebut
merupakan petanda khas terjadinya kehamilan ektopik yang terganggu. Nyeri merupakan
keluhan utama pada kehamilan ektopik terganggu.

Pada ruptur tuba nyeri perut bagian bawah terjadi secara tiba-tiba dan intensitasnya disertai
dengan perdarahan yang menyebabkan penderita syok. Pada abortus tuba, keluhan nyeri tidak
seberapa hebat dan tidak terus-menerus. Rasa nyeri menjalar ke bagian tengah atau ke seluruh
perut bawah. Darah dalam rongga perut dapat merangsang diafragma sehingga menyebabkan
nyeri bahu dan bila membentuk hematokel retrouterin menyebabkan nyeri defekasi.2

2.8 Diagnosis

Kesukaran membuat diagnosis yang pasti pada kehamilan ektopik yang belum
terganggu sangat besar, sehingga pasien harus mengalami rupture atau abortus dahulu baru
menimbulkan gejala. Dalam menegakkan diagnosis, dengan anamnesis yang teliti dapat
dipikirkan kemungkinan adanya kehamilan ektopik, namun untuk menegakkan diagnosis pasti
harus dibantu dengan pemeriksaan fisik yang cermat dan dibantu dengan alat bantu diagnostik.
Sekarang ini, peran alat bantu diagnostik sangatlah penting, dan sudah merupakan sesuatu yang
harus dilakukan, apabila memang tersedia untuk menentukan diagnosis.

 Anamnesis: ditanyakan riwayat terlambat haid, gejala dan tanda kehamilan muda, dapat
ada atau tidak ada perdarahan pervaginam, adanya nyeri perut kanan bawah dan kiri
bawah, intensitas nyeri.
 Pemeriksaan fisik: didapatkan uterus yang membesar, adanya tumor di daerah adnexa,
adanya tanda – tanda syok hipovolemik seperti pucat, takikardia, hipotensi dan
ektremitas dingin, adanya tanda-tanda abdomen akut seperti perut bagian bawah tegang,
nyeri tekan dan nyeri lepas dinding abdomen.

23
 Pemeriksaan ginekologi: pada pemeriksaan dalam didapatkan serviks teraba lunak, nyeri
goyang, nyeri tekan, nyeri pada uterin kanan dan kiri. Kavun Douglas juga teraba
menonjol dan nyeri raba menunjukkan adanya hematokel retrouterin.
 Pemeriksaan laboratorium: diperiksa haemoglobin, leukosit, beta-hCG (+), tes
kehamilan. Pemeriksaan β-hCG adalah untuk mendiagnosis kehamilan dan membantu
untuk menentukan potensi pasien mengalami kehamilan ektopik. Pemeriksaan ini dapat
dideteksi dalam serum pada kira-kira 1 minggu sebelum haid berikutnya. Bila kadar β-
hCG yang lebih dari 6500 mIU/ml tidak dijumpai adanya kantong gestasi intrauterine,
maka kemungkinan kehamilan ektopik.
 Pemeriksaan ultrasonografi: Pada pemeriksaan USG, bisa didapatkan bila terlihat
kantong gestasi berisi janin hidup yang terletak di luar kavum uteri. Namun, gambaran
ini hanya dijumpai pada 5-10% kasus. Bila kantong gestasi tidak ditemukan dan kadar
hCG lebih dari 1500 mIU/ml, lebih mungkin terjadi kehamilan patologis sama ada
kehamilan ektopik atau suatu gestasi intrauterine tidak viable.
 Kuldosentesis: sebelum adanya perkembangan sonografi, kuldosentesis merupakan
salah satu alat bantu diagnostic untuk mengetahui kehamilan ektopik. Penemuan hasil
darah yang tidak membeku pada kuldosentesis dan terutama bila hematokrit lebih dari
15% adalah bantuan yang amat berguna.
 Laparoskopi: diagnostik definitive dari kehamilan ektopik dapat hampir selalu
ditegakkan dengan melihat organ pelvis secara langsung melalui laparoskopi. Namun,
dengan adanya hemoperitoneum, adhesi atau kegemukan dapat menjadi penyulit dari
laparoskopi. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Samuellson dan Sjovall didapatkan
terdapat empat dari 166 kehamilan ektopik tidak dapat dilihat oleh laparoskopi karena
hal tersebut sehingga terdapat kemungkinan 2-5% terjadi false positif atau false
negative.
 Pemeriksaan hormone progesterone: pengukuran kadar progesterone serum tunggal oleh
beberapa kelompok dapat dipakai untuk membedakan kehamilan ektopik dengan
kehamilan normal intrauterine. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa jumlah
progesterone yang dihasilkan korpus luteum pada kehamilan ektopik lebih sedikit
dibandingkan dengan korpus luteum pada kehamilan normal. Untuk pemeriksaan ini,
sensitifitas didapatkan 100% dan spesifitasnya 97%. Bila kadar progesterone lebih dari
25 ng/ml menyingkirkan kehamilan ektopik dengan kepastian 97,4%.2-5

2.9 Penatalaksanaan

24
Ada banyak opsi yang dapat dipilih dalam menangani kehamilan ektopik, yaitu terapi
bedah dan terapi obat. Ada juga pilihan tanpa terapi, namun hanya bisa dilakukan pada pasien
yang tidak menunjukkan gejala dan tidak ada bukti adanya rupture atau ketidakstabilan
hemodinamik. Namun pada pilihan ini pasien harus bersedia diawasi secara lebih ketat dan
sering dan harus menunjukkan perkembangan yang baik. Pasien juga harus menerima segala
resiko apabila terjadi rupture harus dioperasi.6,7

2.9.1 Terapi Bedah

Sebagian besar wanita dengan kehamilan ektopik akan membutuhkan tindakan bedah.
Tindakan bedah ini dapat radikal (salpingektomi) atau konservatif ( biasanya salpingotomi ) dan
tindakan itu dilakukan dengan jalan laparaskopi atau laparatomi. Laparatomi merupakan teknik
yang lebih dipilih bila pasien secara hemodinamik tidak stabil, operator yang tidak terlatih
dengan laparaskopi, fasilitas dan persediaan untuk melakukan laparaskopi kurang, atau ada
hambatan teknik untuk melakukan laparaskopi. Pada banyak kasus, pasien-pasien ini
membutuhkan salpingektomi karena kerusakan tuba yang banyak, hanya beberapa kasus saja
salpingotomi dapat dilakukan. Pada pasien kehamilan ektopik yang hemodinamiknya stabil dan
dikerjakan salpingotomi dapat dilakukan dengan teknik laparaskopi. Salpingotomi laparaskopik

diindikasikan pada pasien hamil ektopik yang belum rupture dan besarnya tidak lebih dari 5 cm
pada diameter transversa yang terlihat komplit melalui laparaskop.6

Linier salpingektomi pada laparaskopi atau laparatomi dikerjakan pada pasien hamil
ektopik yang belum rupture dengan menginsisi permukaan antimesenterik dari tuba dengan
kauter kecil, gunting, atau laser. Kemudian diinjeksikan pitressin dilute untuk memperbaiki
hemostasis. Gestasi ektopik dikeluarkan secara perlahan melalui insisi dan tempat yang
berdarah di kauter. Pengkauteran yang banyak didalam lumen tuba dapat mengakibatkan
terjadinya sumbatan, dan untuk itu dihindari. Penyembuhan secara sekunder atau dengan
menggunakan benang menghasilkan hasil yang sama. Tindakan ini baik untuk pasien dengan
tempat implantasi di ampulla tuba. Kehamilan ektopik ini mempunyai kemungkinan invasi
trofoblastik kedalam muskularis tuba yang lebih kecil dibandingkan dengan implantasi pada
isthmus.6-

Pasien dengan implantasi pada isthmus akan mendapatkan hasil yang lebih baik dari
reseksi segmental dan anastomosis lanjut. Bagaimanapun juga, jika diagnosis ditegakkan lebih
awal, maka pada tempat isthmus dapat dilakukan salpingotomi. Pada kehamilan ektopik yang

25
berlokasi pada ujung fimbriae, dapat dilakukan gerakan seeperti memeras (milking) untuk
mengeluarkan jaringan trofoblastik melalui fimbriae.6,8

Secara umum, perawatan pada laparaskopi lebih cepat dan lebih sedikit waktu yang
hilang dalam penanganannya dibandingkan laparatomi. Parsial atau total salpingektomi
laparaskopik mungkin dilakukan pada pasien dengan riwayat penyakit tuba yang masih ada dan
diketahui mempunyai faktor resiko untuk kehamilan ektopik. Komplikasi bedah yang paling
sering adalah kehamilan ektopik berulang (5-20 %) dan pengangkatan jaringan trofoblastik
yang tidak komplit. Disarankan pemberian dosis tunggal methotrexate post operasi sebagai
profilaksis pada pasien resiko tinggi.6,7

2.9.2 Terapi Farmakologi

Diagnosis dini yang telah dapat ditegakkan membuat pilihan pengobatan dengan obat-
obatan memungkinkan. Keuntungannya adalah dapat menghindari tindakan bedah beserta
segala resiko yang mengikutinya, mempertahankan patensi dan fungsi tuba, dan biaya yang
lebih murah. Pada terapi farmakologi diberikan methotrexate. Dosis tunggal methotrexate
adalah 50mg/m2 luas tubuh, disuntik secara IM. Dosis multiple yang dapat diberikan adalah

1mg/kg secara IM dan 0.1 mg/kg dengan leucovorin.6,7

Perdarahan intra-abdominal aktif merupakan kontraindikasi bagi pemakaian


methotrexate. Ukuran dari massa ektopik juga penting dan direkomendasikan bahwa
methotrexate tidak digunakan pada massa kehamilan itu lebih dari 4 cm. Keberhasilannya baik
bila usia gestasi kurang dari 6 minggu, massa tuba kurang dari 3,5 cm diameter, janin sudah
mati, dan β-hCG kurang dari 15.00 mIU. Menurut American College of Obstetricians and
Gynaecologist (1998), kontraindikasi lainnya termasuk menyusui, imunodefisiensi,

alkoholisme, penyakit hati atau ginjal, penyakit paru aktif, dan ulkus peptik.6,7

Methotrexate merupakan suatu obat anti neoplastik yang bekerja sebagai antagonis asam
folat dan poten apoptosis induser pada jaringan trofoblas. Pasien yang akan diberikan
methotrexate harus dalam keadaan hemodinamika yang stabil dengan hasil laboratorium darah
yang normal dan tidak ada gangguan fungsi ginjal dan hati. Methotrexate diberikan dalam
dosis tunggal (50 mg/m2 IM) atau dengan menggunakan dosis variasi 1 mg/kgBB IM pada
hari ke 1,3,5,7 ditambah Leukoverin 0,1 mg/kgBB IM pada hari ke 2,4,6,8. Setelah pemakaian
methotrexate yang berhasil, β-hCG biasanya menghilang dari plasma dalam rata-rata antara 14

26
dan 21 hari. Kegagalan terapi bila tidak ada penurunan β-hCG, kemungkinan ada massa
ektopik persisten atau ada perdarahan intraperitoneal.7-9

2.10 Prognosis
Kematian ibu karena kehamilan ektopik terganggu cenderung menurun dengan

diagnosis dini dan persediaan darah yang cukup. Namun bila pertolongan terlambat, maka

angka kematian akan meningkat. Sedangkan janin pada kehamilan ektopik biasanya akan mati
dan tidak dapat dipertahankan karena tidak berada pada tempat dimana ia seharusnya tumbuh.
Pada umumnya kelainan yang menyebabkan kehamilan ektopik bersifat bilateral. Sebagian
wanita dapat menjadi steril setelah mengalami kehamilan ektopik atau dapat mengalami
kehamilan ektopik lagi pada tuba yang lain. Angka kehamilan ektopik yang berulang
dilaporkan antara 0-14,6 %. Dengan kemajuan terapi yang ada sekarang, kemungkinan ibu
untuk dapat hamil kembali membesar, namun ini harus didukung kemampuan untuk
menegakkan diagnosis dini sehingga dapat diintervensi secepatnya.2,9,10

27
BAB III
KESIMPULAN

Kesimpulan

Kehamilan ektopik adalah kehamilan dimana sel telur setelah dibuahi berimplantasi
dan tumbuh di luar endometrium cavum uteri. Sedangkan kehamilan ektopik terganggu adalah
kehamilan yang mengalami abortus atau ruptur apabila masa kehamilan berkembang melebihi
kapsitas ruang implantasi contohnya tuba fallopi. Terdapat beberapa faktor risiko terjadinya
kehamilan ektopik yaitu riwayat kehamilan ektopik sebelumnya, faktor tuba, faktor
abnormalitas dari zigot, faktor ovarium, faktor hormonal dan faktor lainnya. Trias klasik dari
gejala dan tanda kehamilan ektopik adalah nyeri abdomen, amenorrhea dan perdarahan
pervaginam. Jika terjadinya KET dan hemodinamik pasien tidak stabil harus dilakukan
tindakan bedah emergensi yaitu salpingektomi dengan laparotomi.

28
Daftar Pustaka

1. Dewi TP, Risilwa M. Kehamilan ektopik terganggu: sebuah tinjauan kasus. Jurnal
kedokteran syiah kuala. 2017; 17 (1): 26-32.

2. Prawirohardjo S, Wiknjosastro H. Kehamilan ektopik. Ilmu kebidanan. Jakarta: PT.

Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. 2020. H.474-87.

3. Cunningham FG, Gant NF, Leveno KJ, Gilstrap LC, Haulth JC, Wenstrom KD.
Ectopic pregnancy. In: William Obstetrics. 23rd Ed. USA. Mc Graw Hill. 2013. P260-
261

4. Konar H. DC Dutta’s textbook of obstetrics including perinatology and Contraception.

London. Jaypee Brothers Medical Publishers. 2013.p177-89

5. Ann-Marie, S. and Samantha, M.D. Early Pregnancy Risks. In: Alan, H.D., Lauren,
N., Neri, L. and Ashley, S.R., Eds., Current Diagnosis and Treatment in Obstetrics and
Gynecology, 11th Edition, The McGraw-Hill Companies, USA; 2011: p234-49.

6. Hanretty KP. Obstetrics illustrated. 7th Ed. United Kingdom. Churchill Livingstone

Elsevier. 2010. P159-69

7. Royal College of Obstetricians and Gynaecologists. The management of tubal


pregnancy.www.rcog.org.uk/womens-health/clinical-guidance/management-tubal-
pregnancy-21-may-2014. 2014. [Diunduh pada tanggal 15 Mei 2021]

8. Kementerian kesehatan Republik Indonesia. Buku saku pelayanan kesehatan ibu di


fasilitas kesehatan dasar dan rujukan. Edisi pertama. Jakarta. POGI. 2013. P94-5

9. American College of Obstetricians and Gynaecologists. Ectopic pregnancy. www.


acog.org/ectopic-pregnancy. 2018. [Diunduh pada tanggal 15 Mei 2021]

29
10. Jurkovic D, Wilkinson H. Clinical review Diagnosis and management of ectopic
pregnancy. United Kingdom, BMJ. June 2011;342: 1353-7

30
31

Anda mungkin juga menyukai