Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kristalografi merupakan cabang dari mineralogi yang terfokus pada sistem
kristal. Sedangkan kristal sendiri adalah suatu padatan yang secara esensial
memiliki suatu pola difraksi tertentu. Dapat dikatakan jika kristal adalah
padatan yang disusun oleh atom berulang tiga dimensional serta dapat
difraksikan oleh sinar X. Secara sederhana kristal merupakan zat padat yang
terdiri atas susunan atam dan molekul yang teratur. Hal ini dapat dilihat dari
permukaan kristal yang berupa bidang datar dan rata, mengikuti suatu pola
tertentu. Bidang yang terlihat rata pada krital ini dinamakan muka kristal.
Untuk membuat atau menentukan bidang muka kristal tidaklah sembarangan,
harus dilakukan pemotongan pada sumbu – sumbu kristal agar posisi letak dan
arahnya sesuai dengan standar yang berlaku. Di dalam kristal, terdapat sumbu
kristal yang berupa garis bayangan lurus, menembus kristal melalu titik
pusatnya. Satuan untuk sumbu kristal tersebut adalah parameter.
Kata “kristal” berasal dari bahasa Yunani crystallon yang berarti tetesan
ayang dingin atau beku. Menurut pengertian kompilasi yang diambil untuk
menyeragamkan pendapat para ahli, maka kristal adalah bahan padat
homogen, biasanya anisotrop dan tembus cahaya serta mengikuti hukum-
hukum ilmu pasti sehingga susunan bidang-bidangnya memenuhi hukum
geometri. Jumlah dan kedudukan bidang kristalnya selalu tertentu dan teratur.
Kristal-kristal tersebut selalu dibatasi oleh beberapa bidang datar yang jumlah
dan kedudukannya tertentu. Keteraturannya tercermin dalam permukaan
kristal yang berupa bidang- bidang datar dan rata yang mengikuti pola-pola
tertentu. Bidang-bidang ini disebut sebagai bidang muka kristal. sudut antara
bidang-bidang muka kristalyang saling berpotongan besarnya selalu tetap pada
suatu kristal. Bidang muka itu baik letak maupun arahnya ditentukan oleh
perpotongannya dengan sumbu-sumbu kristal. Dalam sebuah kristal, sumbu
kristal berupa garis bayangan yang lurusyang menembus kristal melalui pusat
kristal. sumbu kristal tersebut mempunyaisatuan panjang yang disebut sebagai
parameter.

Sistem Kristal Isometrik,Tetragonal dan Hexagonal 1


Bentuk dari kristal tergantung pada kondisi pertumbuhannya, misalnya
proses pendinginan menghasilkan kristalin, namun pada kondisi tertentu dapat
menghasilkan non-kristalin. Kristalin adalah kondisi dimana mineral
membentuk agregat tidak jelas dan kristal yang tidak jelas, sebaliknya
terkristalkan berkondisi mineral membentuk kristal yang sempurna. Bahan
non-kristalin atau yang sering disebut bahan amorf atau gelas tidak terdapat
bangun kristal karena kristal tidak sempat membentuk, hasilnya masih
menjadi perdebatan dan diduga keras dan berbentuk gelas, sedangkan
kriptokristalin atau mikrokristalin berkondisi kristalyang berukuran sangat
kecil dan hanya dapat dilihat melalui mikroskop. Habit kristal adalah suatu
faktor lingkungan dimana tempat kristal itutumbuh yang memengaruhi bentuk
mineral dan kristal tersebut yang menyebabkan mineral memiliki bentuk yang
berbeda satu sama lain. Terdapat banyak sekali kemungkinan bentuk kristal di
alam, tetapi kristal-kristal ini dapat diklasifikasikan menjadi tujuh kelompok
besar, yang disebut system kristal. Didalam ketujuhsistem kristal itu terbagi
lagi 32 kelas kristal. adapun Ketujuh kelompok sitem kristal itu yaitu:
1. Isometrik
2. Tetragonal
3. Hexagonal
4. Trigonal
5. Orthorombik
6. Monoklin
7. Triklin
Jadi, untuk memahami kristal beserta sistem sistem didalamnya, selain
dilakukan perkuliahan, juga dilakukan praktikum di laboratorium yang
merupakan pengenalan dan pembelajaran dengan memahami sistem kristal
secara langsung dengan lebih mendalam.
1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari dilaksanakannya praktikum ini adalah :
1. Menggambarkan sistem kristal isometric, tetragonal, dan hexagonal secara
proyeksi orthogonal

Sistem Kristal Isometrik,Tetragonal dan Hexagonal 2


2. Menentukan deskripsi sistem kristal isometrik, tetragonal, dan hexagonal,
meliputi kelas simetri, jumlah unsur simetri, dan contoh mineral
3. Menentukan symbol panamaan menurut herman maughin dan schloenfish.
1.3 Alat dan Bahan
a. Alat
Peralatan yang digunakan pada saat praktikum adalah sebagai berikut :
1. Alat tulis
2. Clipboard
3. Pensil mekanik
4. Busur
5. Pensil warna
6. Spidol warna
7. Lembar sementara
8. Penggaris panjang
9. Penggaris segitiga siku-siku dan sama kaki
b. Bahan
Bahan yang digunakan pada saat praktikum adalah sebagai berikut :
1. Lembar Kerja Sementara
2. HVS
1.4 Prosedur Kerja
Prosedur kerja yang dilaksanakan pada saat praktikum adalah :
A. Sistem Isometrik
1. Disiapkan Lks, pensil mekanik serta penggaris dan busur.
2. Dibuat sumbu vertikal, horizontal, dan tegak lurus terhadap bidang
kertas.
3. Dibuat symbol untuk setiap sumbu. Horizontal (b+ dan (b-), sumbu
vertikal c- dan c+, dan tegak lurus a+ dan a-.
4. Diukur antara b- dan a+ 30o dengan menggunakan busur.
5. Diukur panjang subu horizontal, vertikal dan tegak lurus.
6. Disetiap ujung diukur sudut 30o dibuat garis 3 cm.

Sistem Kristal Isometrik,Tetragonal dan Hexagonal 3


7. Disetiap ujung sumbu yang sudah dibuat garis disambungkan dengan
menggunakan penggaris sehingga terhubung membentuk kubus
maupun balok.
8. Diwarnai gambar yang telah dibuat.

B. Sistem Kristal Tetragonal

1. Digambar tiga sumbu utama a, b dan c sesuai dengan perbandingan sumbu


kristalnya dikali 2, dari 1 : 3 : 6 menjadi 2 : 6 : 12.
2. Sumbu a digambar 30° terhadap sumbu b.
3. Digambar sumbu yang sejajar terhadap sumbu a pada ujung kanan dan kiri
sumbu b.
4. Ditarik garis lurus pada kedua sumbu yang baru dibuat dan sumbu a,
sehingga terbentuk suatu bangun datar.
5. Garis yang bersentuhan satu sama lain dianggap sebagai pusatnya, kemudian
di tarik garis 12 cm pada masig-masing titik tengah.
6. Dihubungkan garis-garis yang sejajar.
7. Dibuat garis bantu diagonal dan garis intermediet pada seluruh sisi bidang
sistem kristal tertragonal.
C. Sistem Kristal Hexagonal
1. Digambar empat sumbu utama yang terdapat pada sistem kristal hexagonal
dikali 2, dari 1 : 3 : 6 menjadi 2 : 6 : 12.
2. Digambar sumbu a dengan besar sudut 20° terhadap sumbu b +, sedangkan
sumbu d dibuat dengan besar sudut 40° terhadap sumbu b-.
3. Untuk ukuran sumbu a dan d adalah sembarang.
4. Dibuat garis bantu pada setiap sisi kanan dan kiri sumbu b yang sejajar
terhadap sumbu a.
5. Ditarik garis lurus pada sisi-sisi yang sama panjang, hingga terbentuk sebuah
bangun datar segienam.
6. Diberi garis lurus sepanjang 12 cm dengan garis yang berpotongan dianggap
sebagai titik tengah atau titik pusat.
7. Garis yang sama panjang disatukan.
8. Digambar garis intermediet pada setiap bidang sistem kristal hexagonal.

Sistem Kristal Isometrik,Tetragonal dan Hexagonal 4


BAB II
DASAR TEORI
Sistem kristal adalah benda padat yang berbentuk polydes / polihedral atau
bidang banyak yang berbentuk tertentu dan selalu dibatasi oleh bidang datar.
Keteraturan bentuk kristal disebabkan oleh mineral – mineral tersebut tersusun
dari atom – atom maupun molekul – molekul yng teratur satu samalain. Bidang
datar yang membatasi bagian luar kristal tersebut disebut bidang muka kristal atau
disingkat dengan bidang kristal ( Graha, 1987 ).
Suatu kristal dapat didefinisikan sebagai padatan yang secaraesensial
mempunyai pola difraksi tertentu (Senechal, 1995 dalam Hibbard, 2002). Jadi,
Kristal secara sederhana dapat didefinisikan sebagai zat padat yang mempunyai
susunan atom atau molekul yang teratur.
2.1 Sistem Kristal Isometrik
Sistem Isometrik adalah sistem kristal yang paling simetri dalam ruang
tiga dimensi. Sistem ini tersusun atas tiga garis kristal berpotongan yang sama
panjang dan sama sudut potong satu sama lain, sistem ini berbeda dengan sistem
lain dari berbagai sudut pandang. Sistem ini tidak berpolar seperti yang lain, yang
membuatnya lebih mudah dikenal. Kata isometrik berarti berukuran sama, terlihat
pada struktur tiga dimensinya yang sama simetri, atau dikenal pula dengan sistem
kristal kubus atau kubik. Jumlah sumbu kristalnya ada tiga dan saling tegak lurus
satu dengan yang lainnya. Dengan perbandingan panjang yang sama untuk
masing-masing sumbunya (Rizqi, 2013).

Gambar 1 sistem isometrik

Pada kondisi sebenarnya, sistem kristal isometrik memiliki raxial ratio


(perbandingan sumbu a=b=c) dan juga memiliki sudut kristalografi α=β=γ=90o.
sistem ini semua sudut kristalnya (α, β dan γ) tegak lurus satu sama lain
(Jamil,M.D dan B. Dison: 2010).

Sistem Kristal Isometrik,Tetragonal dan Hexagonal 5


Sistem isometrik dibagi menjadi 5 kelas, yaitu yang pertama Tetaoidal
merupakan kelas ke -28, simetri 2 3, elemen simetrinya terdapat empat sumbu
putar tiga, dan tiga sumbu putar dua, yang kedua Gyroida merupakan kelas ke-30
simetri 4 3 2, memiliki elemen simetri terdapat tiga sumbu putar empat dan empat
sumbu putar tiga, yang ketiga yaitu diploida merupakan kelas ke-29 simetri 2/m
3bar memiliki elemen simetri terdapat empat sumbu putar tiga dan tiga sumbu
putar dua dan tiga bidang kaca dan satu pusat, yang keempat ada Hexatahedral
merupakan kelas ke-31 simetri 4bar 3/m elemen simetri terdapat empat sumbu
putar tiga dan tiga sumbu putar empat dan enam bidang kaca, yang kelima ada
Heoctahedral merupakan kelas ke-32 simetri 4/m 3bar 2/m dan memiliki elemen
simetri yang merupakan kelas yang paling simetri untuk bidang tiga dimensi
dengan empat sumbu putar tiga dan tiga sumbu putar (Pellant, chris. 1992).

2.2. Sistem Kristal Tetragonal


Sistem tetragonal adalah yang paling dihuni oleh kristal alami semua
sistem kristalografi. Setup dasar mirip dengan sistem isometrik dalam semua
sudut antara sumbu kristalografi adalah 90ᵒ. Perbedaan antara sistem isometrik
dan sistem tetragonal adalah bahwa salah satu dari tiga sumbu lebih panjang atau
lebih pendek dibandingkan dengan dua lainnya. Ini menghasilkan arah yang unik
dalam kristal tetragonal dalam menimbulkan referensi. Sistem ini memiliki
perbandingan sumbu(axial ratio) a=b≠c yang artinya, sumbu a sama dengan
sumbu b, tapi tidak sama dengan sumbu c. memiliki sudut kristalografi α=β=γ
90ᵒ.Memiliki perbandingan sumbu a:b:c=1:3:6 yang artinya,sumbu a ditarik garis
dengan nilai 1 cm, sumbu b sebesar 3 cm dan sumbu c sebesar 6 cm.
Kristal Tetragonal kisi hasil dari perenggangan kisi kubik sepanjang salah
satu vector kisi, sehingga menjadi kubus prisma empat persegi panjang dengan
dasar persegi (dengan a) dan tinggi (c yang berbeda dari yang lain) ada dua
tetragonal kisi bravais yaitu : tetragonal sederhana (dari perenggangan kisi
sederhana-kubik) dan tetragonal berpusat (dari perenggangan baik wajah-berpusat

atau berpusat badan kisi kubik). Sistem ini memiliki 3 sumbu Kristal yang
masing-masing saling tegak lurus. Sumbu a dan b mempunyai satuan panjang
yang sama. Sedangkan sumbu c berlainan, dapat lebih panjang atau lebih pendek.
Tapi pada umumnya lebih panjang, jika sumbu c lebih panjang dari sumbu a dan

Sistem Kristal Isometrik,Tetragonal dan Hexagonal 6


sumbu b disebut columnar. Jika sumbu c lebih pendek dari sumbu a dan sumbu b
disebut dengan stout (Noor, 2009).

Gambar 2 Sistem Tetragonal

Pada kondisi sebenarnya, tetragonal memiliki axial ratio (perbandingan


sumbu) a = b ≠ c, yang artinya panjang sumbu a sama dengan sumbu b tapi tidak

sama dengan s90o. hal ini berarti, pada sistem ini, semua sudut kristalografi (α, β,
dan γ) tegak l umbu c. dan juga memiliki sudut kristalografi α = β = γ = urus satu
sama lain (90o) (Mandadori, 1997).

Pada penggambaran dengan menggunakan proyeksi orthogonal, sistem


Kristal tetragonal memiliki perbandingan sumbu 1 : 3 : 6, artinya, pada sumbu a
ditarik garis dengan nilai 1, pada sumbu b ditarik garis dengan nilai 3, dan sumbu
c ditarik garis dengan nilai 6 ( nilai bukan patokan, hanya perbandingan). Dan
sudut antar sumbunya a+/b- = 30o. Hal ini menjelaskan bahwa antara sumbu a+
memiliki nilai 30o terhadap sumbu b- (Gibran, 2012)
Sistem tetragonal dibagi menjadi 7 kelas yaitu Pyramid, Bipiramid,
Bisfenoid, Trapezohedral, Ditetragonal pyramid, Skalenohedral, Ditetragonal
bipiramid. Adapun beberapa contoh mineral sistem tetragonal yaitu , rutil,
autunite, pyrolusite, leucite, scapolite, dan lain – lain.

2.3. Sistem Kristal Hexagonal


Sistem heksagonal didasarkan pada sumbu utama, dalam hal ini sumbu
rotasi enam kali lipat. Sistem heksagonal adalah analog dengan sistem tetragonal.
Sistem heksagonal mengandung kelas yang mencerminkan kelas sistem tetragonal
dengan perbedaan yang jelas menjadi sumbu lipatan enam. Sistem ini mempunyai
4 sumbu Kristal, dimana sumbu c tegak lurus terhadap ketiga sumbu lainnya a, b,
dan d masing-masing membentuk sudut 120o terhadap satu sama lain. a, b,dan d

Sistem Kristal Isometrik,Tetragonal dan Hexagonal 7


memiliki panjang sama. Sedangkan panjang c berbeda , dapat lebih panjang atau
lebih pendek (Michael dan Arkinson, 1989)
Sistem kristal hexagonal memiliki empat sumbu kristal dimana sumbu c tegak
lurus terhadap ketiga sumbu lainnya. Sumbu a, b dan d, masing – masing
membentuk sudut 120° terhadap satu sama lain. Sumbu a,b dan d memiliki
panjang sama sedangkan, panjang c berbeda, dapat lebih panjang atau lebih
pendek (umumnya lebih panjang). Pada kondisi sebenarnya, sistem kristal
Hexagonal memiliki axial ratio (Perbandingan Sumbu) a = b = d ≠ c, yang artinya
panjang sumbu a sama dengan sumbu b dan sama dengan sumbu d, tapi tidak
sama dengan sumbu c, dengan sudut kristalografi α = β = 90° ; γ = 120°. Hal ini
berarti, pada sistem ini, sudut α dan β saling tegak lurus dan membentuk sudut
120° terhadap sumbu γ sistem hexagonal (Pellant, 1992).
Pada sistem hexagonal ini, penggambaran menggunakan proyeksi orthogonal,
sistem hexagonal memiliki perbandingan sumbu satu dengan yang lain yaitu a :
b : c = 1 : 3 : 6. Hal ini berarti, pada sumbu a ditarik garis dengan nilai 1 cm, pada
sumbu b ditarik garis 3 cm dan sumbu c ditarik dengan sumbu 6 cm (nilai bukan
patokan, tetapi hanya perbandingan saja). Sudut antar sumbu yang digunakan
yaitu a+ ˆ b- = 200 dan d- ˆ b+ = 400. Ada beberapa kelas simetri sistem kristal
hexagonal ini, antara lain hexagonal pyramid, hexagonal bipyramid, hexagonal
trapezohedral, dihexagonal pyramid, dihexagonal bipyramid, trigonal bipyramid,
ditrigonal bipyramid. Beberapa contoh mineralnya ialah, quartz, corundum,
hematite, calcite, dolomite, apatite dan lain-lain (Mondadori, 1997).
.

Gambar 3 Sistem Hexagonal

Sistem Kristal Isometrik,Tetragonal dan Hexagonal 8


BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada praktikum ini, praktikan ditugaskan untuk memahami sistem kristal


isometrik, tetragonal dan sistem kristal hexagonal dan juga praktikan diharapkan
agar mampu menggambar ketiga sistem kristal tersebut. Penggambaran sistem
kristal yang pertama ialah sistem kristal isometrik. Pada saat penggambaran
sistem kristal isometrik hal yang pertama sekali harus diketahui ialah
perbandingan sistem kristal isometrik yang memiliki raxial ratio (perbandingan
sumbu a=b=c) dan juga memiliki sudut kristalografi α=β=γ=90o. sistem ini semua
sudut kristalnya (α,β dan γ) tegak lurus satu sama lain.
Untuk menentukan kelas isometrik dapat menggunakan dua ketentuan yaitu
menurut “Herman maungin dan Schoenflis” . Pada bagian yang pertama yaitu,
kelas simetri menurut Herman Manguin. Bagian I, menerangkan nilai sumbu
utama,mungkin bernilai 2, 4 atau 4. Bagian II, menerangkan sumbu tambahan
pada arah (III) , apakah sumbu tersebut berniali 3 atau 3. Bagian III, menerangkan
sumbu tambahan bernilai dua atau tidak bernilai, yang memiliki arah (110) atau
arah lainnya terletak tepat diantara dua buah sumbu utama. Pada bagian kedua
yaitu kelas simetri menurut Scoenflish. Bagian I, menerangkan nilai sumbu c,
apakah bernilai 2 dan 4. Jika bernilai 4 dinotasikan dengan huruf O (oktahedral),
jika bernilai 2 dinotasikan dengan huruf T (tetrahedral). Bagian II , menerangkan
kandungan bidang simetri bila mempunyai ;Bidang simetri horizontal, bidang
simetri horizontal,dan bidang simetri vertikal.
Jumlah unsur simetri adalah notasi-notasi yang digunakan untuk menjelaskan
nilai-nilai yang ada dalam sebuah kristal, nilai sumbu-sumbunya, jumlah bidang
simetrinya, serta titik pusat dari kristal tersebut, yang selanjutnya akan menjadi
patokan dalam penggambarannya.
Perbedaan antara sistem isometrik dan sistem tetragonal adalah bahwa salah
satu dari tiga sumbu lebih panjang atau lebih pendek dibandingkan dengan dua
lainnya. Ini menghasilkan arah yang unik dalam kristal tetragonal menimbulkan
referensi dari sistem tetragonal sebagai uniaksial.

Sistem Kristal Isometrik,Tetragonal dan Hexagonal 9


Pada penggambaran sistem kristal tetragonal hampir sama halnya dengan
sistem kristal isometrik. Bentuk dasar dari sistem isometrik dapat dianggap
sebagai kotak persegi. namun, dalam sistem tetragonal bentuk dasar dapat
dianggap baik sebagai memanjang atau kotak pipih dan kotak masih akan
memiliki penampang persegi, tapi profil sisi akan menunjukkan persegi panjang.
arah melalui persegi penampang mendefinisikan empat sumbu rotasi kali lipat,
atau sumbu c, yang diperlukan untuk sistem ini. kristal tetragonal yang memiliki
kotak seperti bentuk atau bentuk piramida dapat pseudo kubik atau pseudo
oktahedral, masing-masing. hal ini terjadi jika sumbu utama mirip panjang dengan
sumbu lain atau jika kristal hanya tidak tumbuh cukup cepatatau lambat cukup,
yang pernah kasusnya, dalam arah sumbu utama.Tidak terlalu sulit untuk
menggambarkannya, karena sistem diagonal ruang dan sumbu intermedietnya
sama saja. Perbedaan yang mendasar dari kedua sistem kristal yang praktikan
laksanakan pada praktikum kali ini, nampak jelas dari segi sumbu dimana sistem
kristal tetragonal hanya memiliki 3, sedangkan sistem kristal hexagonal memiliki
4 sumbu utama. Dalam segi sudut pada sistem kristal tetragonal memiliki
perbandingan sudut yaitu  = β = γ = 900, sedangkan sistem kristal hexagonal
yaitu  = β = 900 ; γ = 1200.
Sistem ini memiliki 3 sumbu Kristal yang masing-masing saling tegak lurus.
Sumbu a dan b mempunyai satuan panjang yang sama. Sedangkan sumbu c
berlainan, dapat lebih panjang atau lebih pendek. Tapi pada umumnya lebih
panjang, jika sumbu c lebih panjang dari sumbu a dan sumbu b disebut columnar.
Jika sumbu c lebih pendek dari sumbu a dan sumbu b disebut dengan stout
Pada penggambaran dengan menggunakan proyeksi orthogonal, sistem
Kristal tetragonal memiliki perbandingan sumbu 1 : 3 : 6, artinya, pada sumbu a
ditarik garis dengan nilai 1, pada sumbu b ditarik garis dengan nilai 3, dan sumbu
c ditarik garis dengan nilai 6 ( nilai bukan patokan, hanya perbandingan). Dan
sudut antar sumbunya a+/b- = 30o. Hal ini menjelaskan bahwa antara sumbu a+
memiliki nilai 30o terhadap sumbu b-
Sistem tetragonal dibagi menjadi 7 kelas yaitu Pyramid, Bipiramid,
Bisfenoid, Trapezohedral, Ditetragonal pyramid, Skalenohedral, Ditetragonal

Sistem Kristal Isometrik,Tetragonal dan Hexagonal 10


bipiramid. Adapun beberapa contoh mineral sistem tetragonal yaitu , rutil,
autunite, pyrolusite, leucite, scapolite, dan lain – lain.

Pada saat penggambaran sistem hexagonal antar sumbu dimana sumbu yang
memiliki panjang 1 yaitu a, sumbu dengan panjang 3 yaitu b, sedangkan sumbu
yang memiliki panjang 6 satuan yaitu sumbu c. Tiap-tiap panjang sumbu
diproyeksikan dengan cara dikali 2, agar gambar yang dibuat nantinya terlihat
lebih besar dan lebih mudah dilihat. pada penggambarannya, setelah ditarik garis
dengan menggunakan busur dengan sudut antara a + ˆ b- = 200 maka hal yang harus
dilakukan selanjutnya ialah menarik garis pada sumbu a sebesar 2 satuan.
Kemudian ditarik lagi 2 satuan pada sumbu d dengan besar sudut anara d -ˆ b+ =
400, begitu seterusnya hingga membentuk gambar sistem kristal hexagonal sesuai
dengan prosedur.
Sistem kristal hexagonal memiliki empat sumbu kristal dimana sumbu c tegak
lurus terhadap ketiga sumbu lainnya. Sumbu a, b dan d, masing – masing
membentuk sudut 120° terhadap satu sama lain. Sumbu a,b dan d memiliki
panjang sama sedangkan, panjang c berbeda, dapat lebih panjang atau lebih
pendek (umumnya lebih panjang). Pada kondisi sebenarnya, sistem kristal
Hexagonal memiliki axial ratio (Perbandingan Sumbu) a = b = d ≠ c, yang artinya
panjang sumbu a sama dengan sumbu b dan sama dengan sumbu d, tapi tidak
sama dengan sumbu c, dengan sudut kristalografi α = β = 90° ; γ = 120°. Hal ini
berarti, pada sistem ini, sudut α dan β saling tegak lurus dan membentuk sudut
120° terhadap sumbu γ sistem hexagonal
Pada sistem hexagonal ini, penggambaran menggunakan proyeksi orthogonal,
sistem hexagonal memiliki perbandingan sumbu satu dengan yang lain yaitu a :
b : c = 1 : 3 : 6. Hal ini berarti, pada sumbu a ditarik garis dengan nilai 1 cm, pada
sumbu b ditarik garis 3 cm dan sumbu c ditarik dengan sumbu 6 cm (nilai bukan
patokan, tetapi hanya perbandingan saja). Sudut antar sumbu yang digunakan
yaitu a+ ˆ b- = 200 dan d- ˆ b+ = 400. Ada beberapa kelas simetri sistem kristal
hexagonal ini, antara lain hexagonal pyramid, hexagonal bipyramid, hexagonal
trapezohedral, dihexagonal pyramid, dihexagonal bipyramid, trigonal bipyramid,
ditrigonal bipyramid. Beberapa contoh mineralnya ialah, quartz, corundum,
hematite, calcite, dolomite, apatite dan lain-lain

Sistem Kristal Isometrik,Tetragonal dan Hexagonal 11


BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang didapatkan dari praktikum ini adalah :
1. Pada penggambaran dengan menggunakan proyeksi orthogonal, sistem kristal
isometrik memiliki perbandingan sumbu a : b : c = 1 : 3 : 3 dan sudut antar
sumbu a+/b- = 30°. Disiapkan Lks, pensil mekanik serta penggaris dan
busur.Dibuat sumbu vertikal, horizontal, dan tegak lurus terhadap bidang
kertas.Dibuat symbol untuk setiap sumbu. Horizontal (b+ dan (b-), sumbu
vertikal c- dan c+, dan tegak lurus a+ dan a-.Diukur antara b- dan a+ 30o dengan
menggunakan busur.Diukur panjang subu horizontal, vertikal dan tegak
lurus.Disetiap ujung diukur sudut 30o dibuat garis 3 cm.Disetiap ujung sumbu
yang sudah dibuat garis disambungkan dengan menggunakan penggaris
sehingga terhubung membentuk kubus maupun balok.
Pada penggambaran proyeksi orthogonal, sistem kristal tetragonal memiliki
perbandingan sumbu 1 : 3 : 6 dan sudut antar sumbu a+/b- = 30°.Digambar tiga
sumbu utama a, b dan c sesuai dengan perbandingan sumbu kristalnya dikali
2, dari 1 : 3 : 6 menjadi 2 : 6 : 12.Sumbu a digambar 30° terhadap sumbu b.
Digambar sumbu yang sejajar terhadap sumbu a pada ujung kanan dan kiri
sumbu b.Ditarik garis lurus pada kedua sumbu yang baru dibuat dan sumbu a,
sehingga terbentuk suatu bangun datar.Garis yang bersentuhan satu sama lain
dianggap sebagai pusatnya, kemudian di tarik garis 12 cm pada masig-masing
titik tengah.Dihubungkan garis-garis yang sejajar.
Pada penggambaran proyeksi orthogonal sistem hexagonal memiliki
perbandingan sumbu 1 : 3 : 6 dan sudut antar sumbu 20° dan 40°.Digambar
empat sumbu utama yang terdapat pada sistem kristal hexagonal dikali 2, dari
1 : 3 : 6 menjadi 2 : 6 : 12.Digambar sumbu a dengan besar sudut 20° terhadap
sumbu b+, sedangkan sumbu d dibuat dengan besar sudut 40° terhadap sumbu
b-.Untuk ukuran sumbu a dan b adalah sembarang.Dibuat garis bantu pada
setiap sisi kanan dan kiri sumbu b yang sejajar terhadap sumbu a.Ditarik garis
lurus pada sisi-sisi yang sama panjang, hingga terbentuk sebuah bangun datar
segienam.

Sistem Kristal Isometrik,Tetragonal dan Hexagonal 12


2. Sistem Isometrik dibagi menjadi 5 Kelas, yaitu : Kelas tetartoidal,kelas
hexoctahedral, kelas hextetrahedral, kelas diploidal, kelas giroid.Jumlah unsur
simetri pada sistem kristal isometrik adalah 3L^4, 4L^36,〖6L〗^2,9 PC dengan
contoh mineral gold,diamond,spalerite,galena,halite. Sistem tetragonal dibagi
menjadi 7 kelas,yaitu:Kelas ditetragonal dipyramidal, kelas tetragonal
trapezohedral, kelas ditetragonal pyramidal, kelas tetragonal scalahedral, kelas
tetragonal dipyramidal, kelas tetragonal disphenoidal, kelas tetragonal
pyramidal.
3. Jumlah unsur simetri pada sistem kristal tetragonal adalah L^4, 4L, 5 PC
dengan contoh mineral zircon,leusite,rutile,cassiterite.Sistem Hexagonal
dibagi menjadi 7 kelas, yaitu: Hexagonal piramid, hexagonal Bipiramid,
Dihexagonal piramid, Dihexagonal Bipiramid, trigonal bipirmida, ditrigonal
bipiramid, Hexagonal trapezohedral.Jumlah unsur simetri pada sistem kristal
hexagonal adalah L^6, 6L^2, 7PC dengan contoh mineral dolomit, apatite,
calcite,hematite.Sistem kristal isometrik kubus dengan nilai (Hm) 4/m /3 , 2/m
juga nilai (Sc) OH. Sistem kristal tetragonal dengan nilai (Hm) 4/m, 2/m , 2/m
juga nilai (Sc) 〖 O 〗 _4H. Sistem kristal hexagonal dengan nilai (Hm) 6/m,
3/m, 2/m dengan nilai (Sc) Oh.

4.2 Saran
Diharapkan pada saat praktikum penggambaran sistem kristal, asisten
memperlihatkan satu sampel mineral kepada praktikan agar praktikan mengetahui
contoh mineralnya dengan kasat mata.Kedepannya lebih diperhatikan aturan-
aturan dalam penggambaran sistem kristal agar lebih memahami cara
penggambaran dan tidak terjadinya kesalahan-kesalahan akibat kurang telitinya
praktikan dalam menggambar sistem kristal.

Sistem Kristal Isometrik,Tetragonal dan Hexagonal 13


DAFTAR PUSTAKA
Gibran. 2012. Sistem Kristal. Jakarta : Erlangga
Graha, D. S. (1987). Batuan dan Mineral. Bandung: Nova.
Jamil.M,D dan B. Dison, 2010. Kristalografi Sistem Kristal. Jurnal ilmiah.
Vol.20 No 2.
Michael, C dan O. Arkinson.1989.Kristalografi dan mineralogi. Jurnal batuan
batuan ilmiah. Vol.9 No. 4.
Mondadori, A. 1977. Kristalografi Sistem Kristal tetragonal. Jurnal ilmiah.
Vol. 24 No 5.
Noor, Djauhari.2009.  Ebook Pengantar Geologi “Batuan dan Mineral”.
Universitas Pakuan.Bogor 
Pellant, chris. 1992. Rock and minerals. London: Dorling Kindersley
Rizqi.2013.SistemKristalIsometrik.http://rizqigeos.blogspot.co.id/2013/04/sistem
kristal-isometrik.html.Diakses pada 19 September 2016 pukul 06.11 WIB.
Senechal, 1995 dalam Hibbard 2002
Senechal 1995. Kristalografi dan mineralogy. Bandung : ITB

Sistem Kristal Isometrik,Tetragonal dan Hexagonal 14


Sistem Kristal Isometrik,Tetragonal dan Hexagonal 15

Anda mungkin juga menyukai