Makalah
Oleh:
FERDHIYADI
NIM: 80100321029
Dosen Pemandu:
PROGRAM PASCASARJANA S3
UIN ALAUDDIN MAKASSAR
2021
Makalah Pertama:
Metode Penulisan Sejarah Kitab Al-Muwattha Karya Imam Malik Ibn Anas
Dipresentasikan oleh: Nasihin
Dalam presentasi makalah ini, terlebih dahulu Nasihin menjelaskan biografi Imam Malik
selaku penulis kitab. Nama lengkapnya adalah Abu ‘Abdullah Malik ibn Anas ibn Malik ibn
Abi Amir ibn Amr ibn al-Haris ibn Ghaiman ibn Husail ibn Amr ibn al-Haris al-Asbahi al-
Madani. Berdasarkan riwayatnya, Imam Malik adalah dari keturunan bangsa Arab dari dusun
Zu Asbah, sebuah dusun di kota Himyar dari jajahan negeri Yaman. Beliau adalah pendiri
mazhab Maliki. Beliau adalah Imam penduduk Madinah dalam urusan fiqih dan hadis setelah
Tabi’in. Beliau dilahirkan di masa Khalifah Sulaiman bin Abdul Malik ibn Marwan dan
meninggal di masa khalifah Al Rasyid di Madinah. Beliau tidak pernah melakukan perjalanan
keluar dari Madinah ke wilayah lain. Imam Malik dikenal memiliki pribadi yang luhur, sopan,
dan suka berderma. Selain itu, beliau juga dikenal memiliki pribadi yang kuat dan kokoh dalam
Kitab Al- Muwattha memiliki latar belakang problem politik dan sosial agama yang memiliki
andil besar mengapa kitab ini disusun. Kondisi politik pada saat itu merupakan masa transisi
dari daulah bani umayyah ke bani abbasiyah yang mengancam intregitas dari umat islam.
Disamping itu karena kondisi sosial agama yang beragam khususnya dalam bidang hukum
yang bermula dari perbedan nash di satu sisi dan rasio di sisi yang lain.
Kitab Al- Muwattha Merupakan Kitab Fiqh melalui argumentasi (dalil) Hadits. Imam Malik
mengumpulkan hadis untuk melihat fiqh dan undang-undangnya bukan kesahihannya dan
Imam Malik menyusun kitabnya dalam bab-bab bersistematika fiqih (kitab sunan). Kitab ini
dicetak pada masa Khalifah Al-Mahdi (khalifah ke-2 dari Bani Abbasiyah). Kitab Al-
Muwattha diperbanyak lebih dari 20 naskah, berikutnya 80 naskah pada masa Khalifah Harun
Al- Rasyid (Khalifah ke-4 Bani Abbasiyah). Kitab ini menghimpun hadis-hadis nabi, pendapat
sahabat, qaul tabi‘in, ijma’ ahl al-Madinah dan pendapat Imam Malik.
Kitab Al- Muwattha terdiri dari dua jilid. Pada jilid pertama, Kitab Al- Muwattha di Tahqiq
oleh Muhammad Fu’ad Abdul Baqi dan diiterbitkan oleh Dar Kutub ‘Ilmiyyah Lubnan tanpa
tahun terbit. Jilid pertama terdiri dari 439 halaman dan jilid kedua 651 halaman. Pada jilid
pertama kitab ini, berisi tentang Pendapat para ahli Hadits seperti Al-Syafi’I, Ahmad bin
Hambal dan al-Bukhari. Menurut Bukhari, sanad yang sahih dalam periwayatan hatits-hadits
al-Muwattha adalah dari Nafi’ Maula Ibn. Umar. Pembahasan berikutnya adalah tentang orang
yang meriwayatkan dalam Al-Muwattha adalah dari Imam Malik melalui orang-orang yang
berasal dari Madinah, Makkah, Mesir,Iraq, Afrika, Andalusia, Tunisia, Syam, hingga sampai
pada penulis Al- Kutub al-Khamsah. Dilanjutkan dengan pembahasan tentang naskah Al-
Muwattha’ syarhnya, rijalnya, musnadnya, ikhtilaf al-Muwattha’ dan diakhiri dengan takhrij
al-Muwattha. Untuk pembahasan pada iilid kedua langsung pada pokok materinya, sebagai
lanjutan dari jilid pertama. Pada bagian akhir dilengkapi dengan Miftah al-Muwattha’ yang
Dalam metode pengumpulan hadis, imam Malik tidak secara terang terangan memamparkan
kriteria yang dipakai dalam menghimpun hadis. Namun jika kita mengkaji secara mendalam,
kita akan menemukakn bahwa dalam metode pembukuan beliau menggunakan tahapan berupa
penyelesaian hadis yang disandarkan kepada Nabi, fatwa sahabat, fatwa tabi’in, ijma’ ahli
madinah dan pendapat dari Imam malik sendiri. Selain itu imam malik juga melihat dari segi
periwayatan hadis diantaranya periwayat bukan orang yang berperilaku jelek, bukan ahli
bid’ah, bukan orang yang suka berdusta dalam hadis, dan bukan orang yang tahu ilmu akan
tetapi tidak mengamalkannya. Secara umum, para ulama yang hidup pada abad ke-2 dan 3
sahih. Imam Al-Syaf‘i berkata: Di dunia ini tidak ada kitab setelah al-Qur’an yang lebih sahih
dari pada kitab Malik.Imam Nawawi berkata: Ulama berkata, Imam Syafi‘i berkata demikian
sebelum ada kitab Sahih Bukhari dan Muslim dan kedua kitab ini lebih sahih dari kitab al-
Muwatta’ menurut kesepakatan seluruh para ulama. Para ulama yang hidup pada abad ke-4
hijriyah dan seterusnya, menilai bahwa kitab Sahih Bukhari paling sahih setelah al-Quran.
Makalah kedua:
Membaca ulang Kitab al-Umam wa al-Mulk Karya Al-Thabari
Dipresentasikan oleh: St. Junaeda
Dalam presentasi makalahnya, St. Junaeda memberikan pendapatnya bahwa Kitab al-Umam
sebagai sebuah karya historiografi bahwa model penulisan yang dilakukan oleh Al-Tabari
dengan menampilkan semua jenis hadist sebagai sumber referensi dalam tulisannya tanpa
melakukan klasifikasi dan memilah hadist berdasarkan kualifikasinya dapat dipahami oleh
karena konteks atau jenis kitab yang disusun oleh Al-Tabari sangat berbeda dengan kitab yang
dihasilkan dengan tokoh yang lainnya pada periode itu. Ibnu Hisyam misalnya atau Kitab Al-
Muwatta dari Imam Malik atau karya-karya yang dihasilkan oleh tokoh-tokoh tersebut memang
pada dasarnya adalah sebuah karya atau kitab hadist maupun kitab tafsir atau kitab fiqhih.
Karena kitab ini adalah sebuah historiorafi dan berbeda dengan karya lain pada masanya, maka
apa yang dilakukan oleh Al-Tabari dengan menampikan semua sumber yang diperoleh (sumber
Hadist) bukan sesuatu yang keliru. Al-Tabari dalam menjelaskan satu tema atau satu persoalan,
Al-Tabari memilih untuk menampilkan semua sumber yang terkait dengan tema tersebut. Itu
memberikan penjelasan bahwa Al-Tabari ingin pembaca mengetahui bahwa terhadap tema
tersebut, banyak sumber yang sebelumnya sudah memberikan penjelasan dan bisa dijadikan
rujukan. Meskipun ada beberapa ilmuwan atau sejarawan yang meragukan bahwa kitab ini
bukanlah tulisan atau karya yang ilmiah, tetapi tidak sedikit pula yang memberikan apresiasi
bahwa karya ini adalah sebuah mahakarya pada masanya. Kitab al-Umam adalah sebuah karya
Al-Thabari memiliki nama lengkap Abu Ja'far Mulhammad ibn Jarir ibn Yazid ibn Kasir ibn
Galib al-Tabari. Diperkirakan hidup pada tahun 224-320 H atau 839-923 Masehi. Al-Tabari
lahir di Amul Tabaristan, sebuah daerah pantai di Selatan Kaspia atau sebelah utara Persia.
Selain sebagai seorang sejarawan muslim, Al-Tabari juga dikenal sebagai seorang mufassir dan
bahkan sebagai ahli hadis. Selama hidupnya, Al-Tabary dikenal sebagai salah seorang
cendekiawan yang pendapatnya atau fatwanya selalu dirujuk. Ia merupakan seorang ulama
yang dikatakan menguasai seluruh keilmuan yang tidak tertandingi di masanya. Seorang
penghafal al-Qur’an dan Hadis yang lengkap dengan pengetahuan akan makna dan kandungan
fiqhnya serta cabang-cabang keilmuan yang ada di dalamnya. Sebagai bukti atas keluasan
ilmunya, Al-Tabary memiliki banyak karya-karya ilmiah yang sampai saat ini menjadi rujukan
para pengkaji studi islam. Dua dari karya-karyanya yang fenomenal antara lain Jami’ al-Bayan
Kitab al-Umam wa al-muluk karya al-Tabary diterbitkan di Beirut oleh penerbit Dal al-Kutun
al-Ilmiyah. Kitab ini terdiri dari lima juz. Setiap juz memiliki tema-tema berbeda yang menjadi
pokok kajian dari tema tersebut. meskipun setiap juz memiliki tema yang berbeda tetapi
memiliki keterkaitan antara juz satu dengan juz berikutnya. Masing-masing juz memiliki
jumlah halaman lebih dari 500-an halaman. Sebagai sebuah tulisan sejarah, kitab al-Umam wa
al-Muluk ini sangat memperhatikan aspek kontinuitasnya sebagai penciri dari sebuah tulisan
sejarah. Hal ini nampak dari periodisasi pada kitab tersebut, setiap juz adalah kelanjutan dari
juz sebelumnya. Jika melihat pokok pembahasan dari keseluruhan isi kitab ini, nampaknya bisa
dikategorikan menjadi dua tema besar. Tema pertama yaitu kondisi atau periode pada pra islam
dan bagian kedua adalah periode islam yang mencakup sejarah perkembangan silam yang
dimulai dari masa Nabi Muhammad SAW, hingga beberapa dinasti dan kekhalifahan.
sebelumnya. Untuk juz pertama, Al-Tabari banyak mengutip dan menggunakan kitab yang
ditulis oleh Ibn Muqaffa. Al-Tabary mendeskripsikan peristiwa-peristiwa yang terkait dengan
kebudayaan Sasania, sejarah Bangsa Romawi, sejarah Bangsa Yahudi dan Bangsa Arab
sebelum datangnya islam. Tentang sejarah rasul dan nabi diambilnya dari kitab Sirah Ibn Ishaq,
dan kitab al-Mubtada'- karya Wahb ibn Munabih. Sedangkan untuk sejarah Romawi dikutip
dari kaum Nasrani Syria. Ada juga yang diambil dari tulisan-tulisan Ubaid ibn Syariyyah al-
Jurhumi, Muhammad ibn Ka'ab ibn Munabbih, Hisyam al-Kalibi. Sejarah Nabi SAW diambil
dari tulisan Aban ibn Usman ibn Affan, Urwah ibn Zubair ibn al-Awwan, Syurahbil ibn Sa'ad,
Musa ibn Qutaibah, Ibn Syihab al-Zuhri dan Mulliammad ibn Ishaq.
Meskipun Al-Tabari secara tersirat telah mendeskripsikan terkait dengan teori penggerak
sejarah, tetapi secara umum karya ini mulai dari juz satu hingga juz lima tetapdianggap sangat
deskrptip daratif saja. Sedikitpun dianggap tidak analitis dan kritis. Salah satu ilmuwan Ali
Syariati seorang ilmuwan Iran menyebut bahwa Al-Tabary adalah seorang sejarawan besar
tetapi bukan filosof sejarah. pilihan Al-Tabari untuk tidak melakukan proses pemilahan dan
pemilihan atas hadis-hadis dan referensi yang digunakannya dalam kitab ini juga mengundang
sikap yang kontroversi antara ilmuwan satu dengan yang lainnya. Tetapi munculnya perbedaan
sikap dalam mensikapinya adalah sebuah keniscayaan dalam perkembangan ilmu pengetahuan.
Al-Tabari memilih dengan sadar untuk menampilkan keseluruhan sumber (referensi) yang
didapatinya yang terkait dengan setiap pokok persoalan yang dibahas. Pada konteks yang
berbeda,metode yang digunakan Al-Tabary dengan cara menyajikan semua sumber dalam
kitab Al-Umam justru memberikan ruang yang sangat terbuka bagi pembaca. Dngan demikian,
sangat memungkan akan lahir karya-karya baru terkait dengan tema Sejarah peradaban islam
Makalah Ketiga:
Metode Penulisan Sejarah Kitab al-Kamil fi al-Thariqh Karya Ibn al-Atsir
Dipresentasikan oleh: Ferdhiyadi
Penulisan sejarah yang agak berbeda dengan penulisan sejarah masa-masa awal Islam, dirintis
oleh Ibn Jarir al-Thabari dengan Târîkh al-Rusul wa al-Muluk. Al-Thabari menuliskan sejarah
bukan sekedar biografi para ulama tetapi sejarah ditulis dengan cara yang lebih mudah dan
dan tidak ketat. Jejak al-Thabari ini merupakan pembuka jalur bagi ulama setelahnya untuk
menuliskan sejarah secara lebih utuh. Maka muncul beberapa ulama yang meneruskan jejak
langkah al-Thabari. Salah satu di antara mereka adalah Izzuddin Ibn al-Atsir dengan
karyanya yang berjudul al-Kâmil fî al-Târîkh. Karya Ibn al-Atsir ini bisa dianggap sebagai
Sebelum masuk ke pembahasan kitabnya, terlebih dahulu dijelaskan biografi Ibn al-Atsir.
Nama lengkap beliau adalah Izzuddin Abu al-Hasan, ‘Ali ibn Muhammad ibn Abd al-Karim
ibn ‘Abd al-Wahid, yang terkenal dengan nama Ibn Al-Atsir, Abu al-Karam, al-Syaibani,
al-Jazari. Beliau juga adalah seorang yang sangat terpercaya keilmuannya dalam bidang
sejarah, baik masa lalu maupun yang semasa dengannya. Ibn al-Atsir tidak hanya mengusai
sejarah, tetapi juga menguasai ilmu Hadits, Sirah Nabi, garis keturunan (‘ilm al-ansâl)
bangsa Arab, dan hari-hari kejayaan mereka. Masa muda Ibn Al-Atsir muda juga diwarnai
oleh pengalaman yang sama sekali berbeda dari yang sebelumnya ia jalani. Ia menjadi bagian
dari pasukan Salahuddin Al-Ayyubi di Suriah pada 1188, tapi bukan sebagai serdadu di Perang
Salib, melainkan pencatat peristiwa konflik, layaknya wartawan perang di masa kini.
Pengembaraan intelektualnya yang panjang menuntut ilmu dengan bergaul dan belajar dari
berbagai ulama, Ibn Atsir menekuni bidang-bidang kajian, semisal: hadits. Fiqh, uhuluddin,
farâid (ilmu waris), Logika (mantiq) dan ilmu qirâ’at. Keahliannya di berbagai bidang
itu berkat pergaulannya yang panjang dengan berbagai ulama yang terpandang yang
dijumpainya. Meski demikian, dia lebih spesifik mendalami dua bidang kesarjanaan:
Kitab al-Kâmil fî al-Târîkh, berjumlah tujuh juz, yang ditulis oleh ‘Izzuddin ibn al-Atsir. Kitab
ini merupakan kitab rujukan dalam bidang sejarah dan paling terkenal pada abad
pertengahan. Kitab ini mencakup kajian sejarah umum Dunia Islam dimulai darimasa khalifah,
seperti tradisi mayoritas ahli sejarah Islam, hingga catatan akhir tahun 628 H. Karya ini
juga dianggap karya paling penting mengenai sejarah Islam. Penulis menempuh metode
yang berimbang dalam uraian sejarah setiap daerah Islam. Pembahasan sejarah dalam
kitab ini bermula dari sejarah permulaan atau penciptaan alam dan makhluk sampai
masa hidupnya Ibn al-Atsir, yaitu tahun 628H/1230M. Kitab ini ditulis berdasarkan gaya
penulisan kitab al-Târîkh al-Thabari karya Imam Muhammad ibn Jarir al-Thabari.
Metode penulisan kitab ini memberikan suatu bentuk pengumpulan peristiwa sejarah yang unik
Selain itu, isi kandungannya merupakan hasil penelitian kembali terhadap bahan-bahan
sejarah yang pernah disusun sebelumnya.Kitab ini bisa dikatakan sebagai ringkasan dari
kitab Târîkh al-Rusul wa al-Mulûk karya Imam al-Thabari. Namun dalam periwayatannya,
ibnu al-Atsir menganggap cukup satu riwayat yang diterimanya. Kemudian beliau
melengkapinya dengan informasi yang belum ada pada Thabari, yang ia ambil dari Ibn
al-Kalbi, al-Mubarrid, al-Baladzuri dan lain-lain, ditambah dengan peristiwa yang ia saksikan
membuang detail-detail uraian yang tidak diperlukan, sangat teliti dalam memverifikasikan
referensi, hanya memilih data-data yang sesuai fakta, dan meringkas peristiwa-peristiwa
yang terjadi selama setahun. Ibn al-Atsir menyusun dan mengumpulkan peristiwa-peristiwa
kecil yang berlaku dalam satu-satu tahun dan mengakhiri dengan tarikh kewafatan tokoht-
tokoh terkenal. Ketika membicarakan peristiwa-peristiwa besar dan penting, Ibn al-Atsir akan
Karya Ibn Al-Atsir ini mempunyai signifikasi tersendiri, terutama dimulai dari juz 7 karena
mencatat peristiwa-peristiwa yang dekat dengan masa hidup penulisnya. Kajian dari tahun
450 H. ini memaparkan benturan antara Barat- Kristen dengan Dunia Arab atau lebih
dikenal dengan Perang Salib. Profesor di bidang pemikiran Abad Pertengahan di Universitas
Monash, Australia, Constant J. Mews, menyebut karya Ibn Al Athir, al-Kamil fi al-tarikh,
khususnya bagian tentang Perang Salib sebagai karya besar. Karya ini kemudian diterjemahkan
ke bahasa Inggris dengan judul The Chronicle of Ibn Al-Athir for the Crusading Period from
al-Kamil fi’l-tarikh.
Meskipun dianggap sebagai ringkasan kitab dari al-Thabari, Ibn al-Atsir tetap mengkritisi
karyanya. Secara keseluruhan Ibn al-Atsir memiliki kelebihan dalam meyakinkan apa yang
perimbangannya terhadap sejarah berbagai kota yang ada di dunia Islam. Ibn al-Atsir
memperlihatkan alur kesejarahan secara lebih utuh, meskipun beliau harus menerangkannya
sampai keluar dari masa yang sedang dia bahas. Sehingga pembaca mendapatkan informasi
lebih utuh. Jadi bisa dikatakan bahwa Ibn al-Atsir menggabungkan keterangan kronologis
kejadian perang yang lebih detail. Bahkan Ibn al-Atsir menjelaskan langkah-langkah ekspedisi
yang dilakukan oleh para sahabat Rasulullah, seperti membunuh mata-mata musuh sebagai
langkah awal dari penyerangan dan yang lainnya. Sehingga informasi yang disampaikan bukan
hanya informasi kesejarahan, tapi juga ilmu kemiliteran. Ibn al-Atsir menilai sebuah sejarah
dengan pendekatan kontinuitas. Bahkan Ibn al-Atsir termasuk berhasil mengungkap sebuah