Anda di halaman 1dari 7

27

BAB III

BIOGRAFI K.H. ABDUL HALIM

A. Riwayat Keluarga Abdul Halim

Otong Syatori adalah nama asli K.H. Abdul Halim. Ia di lahirkan di Desa
Ciborelang Kecamatan Jatiwangi Kabupaten Majalengka pada Sabtu Pon menurut
perhitungan Jawa, 4 Syawal 1304 Hijriyah atau 26 Juni 1887. Ayahnya bernama
K.H. Muhammad Iskandar, seorang penghulu kawedanaan Jatiwangi dan ibunya
bernama Hj. Siti Mutmainnah binti Imam Safari. 1

Silsilah nenek moyang dari pihak ayahnya adalah berasal dari keturunan
Banten. Salah seorang ulama yang hijrah dari Banten adalah K.H. Abdullah
Komar bin Nursalim ayah dari K.H. Muhammad Iskandar. 2 Namun dalam buku
karya Cucum Sumiati, Kiprah KyaiI Abdul Halim Dan Perjuangannya Dalam
Peyebaran Agama Islam, tentang biografi K.H. Abdul Halim. Dalam buku ini
dinyatakan bahwa K.H. Abdul Halim masih keturunan Maulana Hasanudin, anak
Sunan Gunung Jati yang menjadi penguasa Kesultanan Banten. 3 Dari pihak
ibunya, Hj. Siti Mutmainah yang merupakan putri dari K.H. Imam Safari, masih
termasuk keturunan dari Sultan Syeh Syarif Hidayatullah yang lazim dikenal
dengan Sunan Gunung Jati. 4

Dari pernikahan K.H. Muhammad Iskandar dengan Hj. Siti Mutmainah


dikaruniai delapan anak. Otong Syatori adalah anak terakhir (bungsu) dari 8 orang
bersaudara. Dua saudara laki-laki dan lima perempuan. Saudara-saudaranya itu
adalah : Iloh Mardiyah, Empon Kotbiyah, Empu Sodariyah, Jubaedi, Iping,
Maesaroh, Siti Sa’diyah.5

Pada usia 10 tahun, Otong Syatori bersama orang tuanya meninggalkan


tampat kelahirannya Desa Cibolerang Jatiwangi. Muhammad Iskandar beserta
1
Dartum Sukarsa, Op. Cit, hlm. 1
2
Dartum Sukarsa, Op. Cit, hlm. 1
3
Cucum Sumiati, Kiprah Kyai Abdul Halim Dan Perjuangannya Dalam Penyebaran
Agama Islam, hlm, 14
4
Dartum Sukarsa, Op. Cit, hlm. 1-2
5
Cucum Sumiati. Op. cit,. hlm. 16
28

keluarga meninggalkan desa kelahirannya karena mengikuti tempat kerja.


Selanjutnya mereka tinggal di kampung Cideres Desa Dawuan Majalengka. 6

B. Silsilah Keluarga K.H. Abdul Halim

Sebelum berangkat ke Mekah, Otong Syatori dijodohkan secara kawin


gantung oleh orang tuanya kepada seorang gadis yang amat belia berumur 11
tahun bernama Siti Murbiyah. Kawin gantung merupakan perkawinan yang sudah
syah, tetapi suami dan istri belum boleh serumah atau masih tinggal di rumah
masing-masing. Perkawinan ini belum diresmikan secara penuh, karena
pengesahannya ditunda setelah dewasa atau persyaratan lainnya terpenuhi.

Siti Murbiyah, isteri dari kawin gantung dengan Otong Syatori yang
hendak ditinggalkan pergi ke kota Mekah itu adalah putri bungsu K.H.
Muhammad Ilyas bin Hasan Basyari bin Imam Safari. Ia adalah seorang pejabat
Hoofd Penghulu Landraad Majalengka (sebanding dengan Kepala Kantor
Departemen Agama Kabupaten Majaelngka).

Tidak lama setelah melangsungkan pernikahan yang bersifat kawin


gantung, Otong Syatori berangkat ke Mekah yang berada di Semenanjung Arab
itu. Siti Murbiyah yang berstatus isteri dari hasil pernikahan secara kawin
gantung, masih tinggal bersama orang tuanya. Sedangkan, Otong Syatori sebagai
suaminya pergi ke tanah suci untuk menunaikan ibadah Haji, yang dilanjutkan
bermukim di sana sambil memperdalam ilmu agama. 7

6
Dartum Sukarsa. op. cit., hlm. 1
7
Ibid. hlm. 16
29

1. Iloh Mardiyah

2. Empon Kotbiyah

3. Empeu Sodariyah
K.H. Abdullah K.H. Muhammad
Komar Iskandar
4. K.H. Jubaedi

5. Iping Maesaroh
K.H. Imam Safari Hj. Mutmainah

6. K.H. Hidayat

7. Siti Sa’diyah

8. K.H. Abdul Halim


30

1. Muhammad Toha

2. Siti Fatimah

K.H. Abdul Halim 3. Siti Mahriyah

4. K.H Abdul Azis Halim

Siti Murbiyah 5. Siti Halimah

6. H. Andul Karim Halim

7. Toto Taufiq Halim

C. Pendidikan K.H. Abdul Halim

Pada usia 10 tahun (1908), Otong Syatori sudah belajar mengaji


(membaca) mushaf Al-Qur’an. Dimulai dengan huruf Hijaiyah dengan sistem
yang berlaku pada saat itu, yaitu dengan sistem atau kaidah Bagdadiyah yang
disusun dan digabungkan dalam permulaan mushaf di Al-Qur’an dan juz ‘Ama.
Selanjutnya baru membaca Al-Qur’an di bawah bimbingan seorang Kiai di
Kampung Cideres. Beliau juga belajar bahasa latin kepada Van Houven seorang
pendeta Kristen (Protestan) dari bangsa Belanda yang berada di Cideres
Majalengka, Van Houven selain seorang pengajar bahasa latin dia juga memiliki
sebuah klinik yang sekarang menjadi Rumah Sakit Cideres, karena disana pusat
Zending8. Pada tahun 1901, tepat pada usia 15 tahun, K.H. Abdul Halim

8
Zending adalah pekabaran Injil (kitab suci agama Nasrani). Maksudnya adalah usaha-
usaha untuk menyebarkan agama Nasrani. http://aandeelisbeatiful.blogspot.com/2014/05/13-Misi-
Zending. html. oleh : Husnul Khotimah.
31

meneruskan ke pesantren-pesantren: K.H. Abdullah di Pesantren Lontang Jaya,


Desa Panjalin, Kecamatan Leuwimunding, Kabupaten Majalengka. K.H. Sijak di
Pesantren Bobos, Kecamatan Sumber, Kabupaten Cirebon. K.H. Sobari di
Pesantren Ciwedus, Kecamatan Cilimus, Kabupaten Kuningan. K.H. Agus di
Pesantren Kedungwangi, Pekalongan, Jawa Tengah. 9

Pada tahun 1908, para pemuda terpelajar Indonesia yang tergabung dalam
study fonds (dana pelajar) mahasiswa kedokteran Java Stovia, melakukan
pergerakan dengan membetuk organisasi Budi Utomo. Perhimpunan tersebut
didirikan oleh dr. Sutomo dan kawan-kawan dengan perintisnya Dr. Wahidin
Sudirohusodo. Pada tahun berdirinya organisasi pergerakan Budi Utomo, Otong
Syatori menginjak usia 21 tahun. 10

Kemauan dan minat yang kuat untuk menambah dan memperdalam ilmu
agama datang dari diri Otong Syatori. Dan kedua orang tuanya, terutama ayahnya
sangat mendukung terhadap keinginan Otong Syatori. Menurut Muhammad
Iskandar, dengan banyak mempelajari ilmu agama dapat membantu anaknya pada
ketaqwaan dan akhlaqul karimah. Selain itu, melalui belajar ilmu agama dapat
meningkatkan kecerdasan dan kemampuan memajukan ilmu pengetahuan dan
teknologi, manfaat dan aplikasinya dalam meningkatkan kualitas hidup nanti. 11

Salah satu tempat menimba ilmu dan memperdalam ilmu umum dan
agama para pemuda pendatang dari berbagai kota dan negara itu adalah Madrasah
Saulatiyah. Madrasah tersebut merupakan madrasah tertua di kawasan
Semenanjung Arab yang didirikan oleh Daulat An-Nisa dari India. Madrasah
tersebut terletak di kota Mekah.12

Sambil menimba ilmu di madrasah, ketika berada di Mekah. Abdul Halim


mengenal dan mempelajari tulisan-tulisan Sayid Jamaludin Al Afgani, seorang
pemimpin pergerakan permbaruan Islam modern. Dari gelar yang disandangnya

9
Cucum Sumiati. Op.Cit,. hlm. 16-17
10
Dartum Sukarsa. Op. Cit,. hlm. 15
11
Ibid.
12
Ibid.hlm. 18
32

menunjukan bahwa ia berasal dari keturunan Husain bin Ali bin Abi Talib.
Jamaluddin Al Afgani merupakan ilmuwan dan politisi yang amat ternama di
Istambul.

Jamaludin Al Afgani merasa tergerak oleh keadaan umat Islam waktu itu
yang keadaanya lemah, statis, fatalis dan mundur. Melalui pergerakannya, ia
berjuang mengatasi keadaan tersebut dengan melenyapkan pengertian salah satu
yang dianut umat Islam dan mengajak untuk kembali ke ajaran yang sebenarnya.
Menurut dia, islam mencakup segala aspek kehidupan, baik ibadah, hukum,
maupun sosial.

Oleh Abdul Halim, riwayat perjuangan Jamaluddin Al Afgani dalam


Gerakan Nasional Mesir juga dipelajari. Gerakan ini banyak mengecam kebijakan
pemerintah Mesir yang terlalu memberi hati atau peluang kepada penguasa Barat,
Inggris, dan Perancis.

Selain banyak mempelajari pemikiran-pemikiran Sayid Jamaluddin Al


Afgani, Abdul Halim juga banyak membaca buku karya Syeh Muhammad Abduh.
Ia adalah seorang pengajar, pemikir, teolog, poitisi, jurnalis dan pembaharu Islam
di Mesir.

Melalui buku-buku yang di pelajari oleh Abdul Halim dan Jamaluddin Al


Afgani, pemikiran-pemikiran dari Syeh Muhammad Abduh banyak yang diserap.
Pemikiran dari kedua tokoh itu suatu saat dijadikan modal untuk pergerakan dan
perjuangannya dalam mengangkat martabat kaum muslim di tanah air. Tidak
hanya itu, sikap kebangsaan Abdul Halim juga terus bangkit guna melawan
kolonial Belanda yang sedang berkuasa di Indonesia.

Ketika berada di Mekah, Abdul Halim bertemu dengan Ahmad Sanusi.


Pemuda asal Sukabumi itu berada di kota suci Mekah dalam rangka menunaikan
ibadah haji yang dilanjutkan memperdalam ilmu agama. Ia berada di kota Mekah
sejak tahun 1904, empat tahun lebih awal dari Abdul Halim.
33

Pertemuan kedua pemuda asal Indonesia tersebut berlanjut dengan


persahabatan, sambil menimba ilmu di tempat yang sama. Persahabatan kedua
pemuda Pasundan itu sangat akrab. Mereka sering terlibat diskusi dalam bidang
pendalaman ilmu agama juga situasi tanah air yang sedang dijajah oleh bangsa
Belanda. Mereka sepakat, suatu ketika bila kembali ke tanah air akan melakukan
pergerakan dan perbaikan bangsa.13

Selain dengan Ahmad Sanusi, Abdul Halim juga bertemu dengan pemuda
Indonesia lainnya yakni Mas Mansur asal kota Surabaya (seorang tokoh
Muhammadiyah). Mereka sepakat untuk mengangkat derajat dan masa depan
bangsa Indonesia yang sedang ditindas oleh kolonial Belanda. Upaya yang
dirancang oleh mereka adalah melalui jalur pendidikan umat.14

D. Akhir Hayat K.H. Abdul Halim

Pada tahun 1956 kesehatan beliau senantiasa terganggu karena mengidap


penyakit diabetes. Namun dalam keadaan sakit seperti itu beliau masih tetap
berusaha untuk memelihara dan memantau terus keadaan pesantren Santri
Asromo. Untuk memimpin kaum dewasa, beliau menetapkan setiap hari senin
selama seminggu sekali selalu mengadakan Pengajian Umum. Maka pada setiap
pengajian inilah beliau dapat bertemu dan bersilaturahmi dengan masyarakat
umum (pengunjung pengajian).15

Akan tetapi, Allah SWT berbuat sesuatu menurut rencana dan kehendak-
Nya. Maka pada hari senin tanggal 7 Mei 1962 atau 3 Dzulhijah 1381 sekitar jam
15.05 WIB K.H. Abdul Halim berpulang ke Rahmatullah di Santi Asromo dalam
usia 75 tahun. Kemudian keesokan harinya beliau dimakamkan di Santi Asromo. 16

13
Ibid. hlm. 20-21
14
Ibid. hlm. 21
15
Cucum Sumiati. Op.cit. hlm. 20
16
Ibid. hlm. 20

Anda mungkin juga menyukai