OLEH :
NAMA : VIDYADHARA PRAWIRATAMA NUGRAHA
NPM : B2A020071
SEMESTER : 3 (TIGA)
JURUSAN : S-2 MAGISTER FAKULTAS HUKUM
2
Hairani Mochtar, Keberadaan Bank Tanah Dalam Pengadaan Tanah Untuk Pembangunan,
https://jurnal.hukumonline.com/a/605478e8a4416bd26f27b315/keberadaan-bank-tanah-dalam-pengadaan-
tanah-untuk-pembangunan, Jurnal Cakrawala Hukum Issue No.2 vol.18, Diakses Pada Tanggal 27 Februari 2022
3
Fatimah Al-Zahra, Konstruksi Hukum Pengaturan Bank Tanah Untuk Mewujudkan Pengelolaan Aset Tanah Negara
Berkeadilan, https://ejournal.unuja.ac.id/index.php/keadaban/article/download/913/490, Diakses Pada Tanggal 27
Februari 2022
Menurut saya, berdasarkan berbagai pendapat pro yang mendukung kebijakan Bank
Tanah yang telah dijabarkan diatas, eksistensi Bank Tanah sebagai salah satu kebijakan
untuk membantu pemerintah melestarikan ruang terbuka serta menstabilkan nilai tanah di
suatu negara memang memiliki tujuan dan manfaat yang baik. Seperti Penghimpun tanah
atau pencadangan tanah (land keeper), Pengamanan tanah (land warrantee), Pengendali
tanah (land purchaser), dan Pendistribusian tanah (land distributor). Manfaat-manfaat
tersebut jika dilihat secara kasat mata tanpa mendalami substansinya memang terlihat sangat
efektif dan sangat bagus bila diterapkan. Namun jika diselami lebih dalam, manfaat dan
tujuan dari kebijakan Bank Tanah memiliki banyak kekurangannya daripada kelebihannya.
Itu semua dikarenakan adanya Bank Tanah justru malah berpotensi menimbulkan
masalah daripada maslahat. Salah satunya yaitu dapat memperparah ketimpangan, konflik
agraria, dan perampasan tanah masyarakat. Bank Tanah memperkuat pengadaan tanah bagi
kelompok bisnis dan pemodal, termasuk praktik monopoli dan negaraisasi tanah. Hal
tersebut melebarkan ketimpangan penguasaan tanah antara masyarakat dengan badan usaha
dan negara. Dengan menggunakan asas domein verklaring, sistem hak pengelolaan akan
menambah parah konflik agraria.
Kemudian Bank Tanah berpotensi menjadi lahan subur praktik korupsi dan kolusi. Hal
ini bisa terjadi karena Bank Tanah punya kewenangan dan fungsi yang luas. Bank Tanah
bisa melegalkan kesalahan dalam penggunaan kewenangan dengan alasan penanganan
masalah pertanahan. Misalnya, Menteri ATR/BPN dapat memutihkan HGU terlantar atau
yang berkonflik dengan petani dan masyarakat hukum adat dengan cara memberikan
kemudahan proses pengakuan hukum kepada perusahaan yang membutuhkan tanah tersebut.
Masih banyak masalah-masalah lain yang dapat ditimbulkan dari adanya Kebijakan
Bank Tanah ini. Sehingga saya sangat tidak setuju dengan pendapat-pendapat diatas yang
mendukung kebijakan Bank Tanah. Menurut saya pendapat tersebut terkesan terlalu sempit
dan hanya menilai kebijakan Bank Tanah dari luarnya saja sehingga berbagai potensi
masalah-masalah yang timbul dari penerapan kebijakan Bank Tanah menjadi tersamarkan.
Padahal justru yang harus kita soroti adalah berbagai potensi masalah yang bisa timbul dari
kebijakan tersebut agar berbagai kerugian yang mengancam di masa depan bisa dicegah.
C. Hariadi Kartodihardjo, Guru Besar Kebijakan Kehutanan pada Fakultas Kehutanan dan
Lingkungan serta fellow pada Center for Transdiciplinary and Sustainability Sciences,
IPB, Bogor.
4
Hukum Online, Ahli Hukum Pertanahan UGM: Pengaturan Bank Tanah Bermasalah,
https://www.hukumonline.com/berita/a/ahli-hukum-pertanahan-ugm--pengaturan-bank-tanah-bermasalah-
lt5fa87162dec93/?page=2, Diakses Pada Tanggal 27 Februari 2022
5
Dewi Kartika, Hentikan Pembentukan Bank Tanah,
http://kpa.or.id/media/baca2/siaran_pers/230/Hentikan_Pembentukan_Bank_Tanah/, Diakses Pada Tanggal 27
Februari 2022
Berkaca pada pelaksanaan Bank Tanah di Amerika dan Cina, isi Undang-Undang
(UU) Cipta Kerja dan peraturan pemerintah mengenai Badan Bank Tanah, kita bisa
melihatnya ada beberapa potensi permasalahan yang mungkin terjadi.
Pertama, berbagai alokasi obyek dan subyek yang menjadi klien Bank Tanah, akan
mendorong kontestasi kuasa ataupun konflik kepentingan. Alokasi hak pengelolaan tanah
bisa dilakukan kepada instansi pusat, pemerintah daerah, BUMN/BUMD, Bank Tanah,
badan hukum negara/daerah, serta badan hukum yang ditunjuk pemerintah (pasal 138,
UU Cipta Kerja). Demikian halnya dengan alokasi obyek tanah dari Bank Tanah untuk
kepentingan umum, kepentingan sosial, kepentingan pembangunan nasional, pemerataan
ekonomi, konsolidasi lahan dan reforma agraria (pasal 126, UU Cipta Kerja dan pasal 2
PP 64/2021).
Kedua, Bank Tanah di Indonesia tidak memenuhi syarat independensi O'Brien, dkk
di atas. Badan ini akan dibentuk berdasarkan Peraturan Presiden dengan para Menteri
sebagai komite tertinggi, serta Badan Pengawas yang sebagian anggotanya harus
mendapat persetujuan DPR. Modal awal pembentukannya juga disediakan oleh
pemerintah sebesar Rp 2,5 triliun (pasal 130-135 UU Cipta Kerja dan pasal 43 PP
64/2021).
Ketiga, Bank Tanah tidak didesentralisasikan seperti di Amerika Serikat maupun
RRT. Bank Tanah di Indonesia sama sekali tidak memberikan kewenangan kepada
pemerintah daerah, kecuali dalam bentuk kerja sama (pasal 36 PP 64/2021). Transaksi
antara kebutuhan Bank Tanah dan kebutuhan daerah ini berpotensi melahirkan kontestasi
kepentingan, sebagaimana banyaknya korupsi alokasi anggaran yang selama ini terjadi.
Keempat, Bank Tanah mempunyai tujuan spesifik alokasi tanah, seperti untuk
reforma agraria dengan jumlah luas yang ditetapkan paling sedikit 30% dari luas tanah
yang dikelola Bank Tanah (pasal 22 PP 64/2021).
Meski begitu, distribusi tanah oleh Bank Tanah untuk kementerian/lembaga,
pemerintah daerah, organisasi sosial/keagamaan, dan masyarakat ditetapkan oleh
pemerintah pusat (pasal 15 PP 64/2021). Ini berarti reforma agraria tidak akan
partisipatif, dan melemahkan pelaksanaannya secara keseluruhan. Selain itu tidak ada
definisi mengenai “tanah” yang semestinya sudah dibebaskan dari berbagai hak
masyarakat lokal maupun adat yang mungkin masih ada di dalamnya.
Beberapa potensi kelemahan operasional Bank Tanah di atas, apabila benar-benar
terjadi, sudah cukup melahirkan korupsi institusional. Untuk itu sejalan dengan persiapan
pendiriannya, sangat perlu ada mitigasi risiko. Apabila tidak, korupsi institusional akan
terjadi dan modal awal yang disediakan pemerintah untuk pendiriannya akan sia-sia.6
6
Hariadi Kartodihardjo, Potensi Korupsi Institusional Bank Tanah, https://www.forestdigest.com/detail/1180/apa-
itu-bank-tanah, Diakses Pada Tanggal 27 Februari 2022