Anda di halaman 1dari 8

SENI DAN BUDAYA DALAM ISLAM

Nasywa Dzakyrah Mustari


Nasywahadley12@gmail.com
PGSD Universitas Institut Keguruan Dan Ilmu Pendidikan Siliwangi

Abstrak
Selama ini sering ada pandangan yang kurang tepat bahwa seni Budaya Islam diidentikkan
dengan kreasi seni yang mengandung ajaran islam formal saja. Menyajikan pemikiran bahwa
seni budaya dalam islam tidak sesederhana itu. Tujuan penulisan ini adalah mendeskripsikan
kreasi seni menurut ajaran islam, hukum berseni dalam islam, kriteria kesenian islami,
implikasi seni islami. Analisis dilakukan dengan adanya fenonema seni budaya di tengah
masyarakat. Hasil kajian ini adalah islam mendorong umatnya untuk berkreasi seni sebagai
ekpresi keindahan, hukum asal berkreasi seni dalam islam adalah mubah namun dapat
berubah jika dalam penampilan dan penyajian dicampur dengan unsur haram, kriteria seni
islam yaitu seni yang mampu mendorong penikmatnya memiliki spirit dalam dimensi
insaniah dan ilahiyah, implikasi seni islam dalam kehidupan adalah kreasi seni tidak identik
dengan bahasa Arab dan ajaran islam formal lainnya melainkan lebih pada esensi seni dan
penyajiannya yang mampu mendorong penikmatnya mendekatkan diri kepada Allah SWT.

Kata Kunci: Seni budaya Islam, dimensi insaniah, dimensi Ilahiyah, mendekatkan diri kepada
Allah.

1. Pendahuluan
“Sesungguhnya Allah itu maha indah dan (Dia) menyukai keindahan” (H.R. Muslim)
Banyak ayat al-quran yang mengisyaratkan kepada kita untuk menyaksikan estetika bumi dan
langit terbentang di bumi, hamparan awan nan menawan di langit, karya Sang Khaliq.
Daratan, pegunungan, lautan dan langit yang cerah. Begitu indah alam ciptaan Allah yang
Mahakuasa.
Al-quran juga memotivasi umat manusia agar mau memperhatikan dan menghayati
ciptaan Allah yang ada di bumi dan langit serta lautan sebagi tanda-tanda kekuasaan dan
kebesaran Allah yang Mahatinggi. Dengan friman-firman Nya Allah mendorong umat
manusia untuk mengamati dan menghayati dengan jeli segala cipataan-Nya agar manusia
semakin mensyukuri nikmat-Nya. Pada gilirinnya manusia akan mendekatlan diri kepda
Allah SWT. Ia juga ingin memenuhi hasrat mata dan hati kita dengan cahaya kebahagiaan
dan kebijakan yang menyemburat dari seluruh alam.
Sayangnnya, banyak di antara umat manusia yang dapat mengagumi estetika alam
semesta tetpi tidak mampu merenungkan rahasia keindahan ciptahan Ilahi yang terkandung di
balik itu semua. Dibidang sastra, pernytaan Mangunwijaya (1982) berikut patut di resapi dan
dihayati. “pada awal mula, segala sastra adalah religius.” Bukan sekedar ungkapan klise.
“semua sastra yang bernilai literer delalu religius”
Religiusitas tidak bisa diartikan sekedar kapatuhan terhadap ajaran agama (Islam)
formal termasuk ibadah formal. Religiusitas menyaran pada gerak dan riak getaran kalbu
yang mendalam pada diri manusia yang bersifat personal. Pernyataan Mangunwijaya yang
berkaitan dengan sastra tersebut dapat diperluas aplikasinya pada kebudayaan pada umumnya
baik itu seni lukis, seni musik, seni ornamen, seni ukir, seni busana, seni teater, dan
sebagainya. Artinya, karya seni apa pun bentuk dan medianya sebetulnya pada awal mulanya
adalah religius. Hanya dalam perkembangannya lazimnya dipengaruhi oleh kompetensi dan
kecenderungan masing-masing senimannya, kreatornya. Karena itu, terkadang terdapat
sebuah karya seni terasa sangat religius tetapi juga terdapat sebuah karya seni justru
mengundang perbuatan maksiat.

2. Kreasi Seni dalam Islam


Islam mendorong Kreasi Seni (Estetika) Islam menghidupkan rasa keindahan
(estetika) dan mendorong kreasi seni. Namun, tentu saja dengan syarat-syarat tertentu antara
lain karya seniitu harus mendatangkan kemaslahatan dan manfaat bukan merugikan sisi
humanist dan moralitas umat manusia. Dengan kata lain, Islam menga njurkan kepada
umatnya untuk berkreasi seni tetapi yang bersifat konstruktirf, yang membangkitkan sisi
positif mental manusia, bukan sebaliknya merusak (destruktif) yang membuat manusia
cenderung kepada sisi negatif mental manusia.
Sejak lama Islam telah melahirkan berbagai jenis kreasi seni dan menjadi salah satu
keunggulan peradabannya sejak masa kekhalifahan sampai dengan abad pertengahan (abad
XV) yang memiliki ciri khas yang unik, yang berbeda dengan peradaban lain. Misalnya: seni
kaligrafi, ukir, ornamen, dan arsitektur Islam yang banyak menghiasi masjid dan gedung-
gedung mega dan pintu gedung/rumah, gagang pedang, bejana-bejana yang bertatahkan
hiasan baik yang terbuat dari kuningan, perak, maupun emas di dunia Arab seperti Mesir,
Arab Saudi, Yordania, Emirat Arab, Iran, maupun Spanyol dan Turki di samping sastra
(sastra kitab dan syair).
Di bidang sastra khususnya syair dan puisi, budaya Islam sangat masyhur di belahan
dunia. Karena itu, sastra telah lama masyhur di dunia sejak dulu sebelum Islam dating.
Setelah Islam datang dengan membawa kitab suci Quran yang di dalamnya terdapat surat dan
ayat-ayat yang bahasanya --diakui oleh para ahli sastra—sangat indah, semakin masyhurlah
sastra Islam
Membaca dan mendengarkan ayat-ayat suci al-Qur‘an yang indah dapat membuat
pendengarnya yang mau berpikir dan merenung merasa tenang hati dan pikirannya. Al-Quran
memang merupakan obat penawar jiwa yang luar biasa. Ibarat batu panas tersiram oleh air
dingin maka batu itu langsung dingin. Al-Qur‘an tak tertandingi oleh obat penawar lainnya.
Keindahan Al-Qur‘an bukan hanya pada kandungan isinya yang luar biasa dalam dan luasnya
meliputi masalah keduniaan dfan keakhiratan melainkan juga pada segi stilistikanya yakni
diksi, nada, dan iramanya.
3. Hukum Seni dalam Islam
Seni (Art) adalah bagian dari kebudayaan dan kebudayaan merupakan hal ihwal
kehdupan sedangkan kehidupan itu adalah karunia Tuhan. Karena itu, kesenian yang menjadi
bagian dari kehidupan sedangkan kehidupan adalah karunia dan anugrah Tuhan maka
logikanya seni dan berkesenian itu dihalalkan Tuhan (Idris,1983:91; lihat Anshari, 1986:154).
Suatu ketika Rasulullah Saw. berkata kepada Abu Musa, ―Sesungguhnya kamu telah diberi
seruling dari seruling-seruling keluarga Dawud.‖ (H.R. Bukhari dan Tirmidzi). Rasulullah
Saw. pada kesempatan lain sama sekalai tidak menunjukkan perasaan dan sikap tidak senang
ketika bersama rombongan para sahabat beliau melihat dan melalui sekelompok orang sedang
mementaskan tarian atau sedang menari.
Bahkan beliau bersabda: ―Menarilah sebaik-baiknya, tunjukkan kepada mereka,
orang Yahudi dan Nasrani, agar mereka menyaksikan bahwa agama Islam itu sesungguhnya
luas dan memberi keleluasaan (dalam bidang seni). Bagaimana dengan pandangan tentang
larangan membuat patung ataupun lukisan? Sebenarnya, beberapa ayat Al-Qur‘an tentang
arca/berhala dan penyembahannya menyiratkan bahwa larangan itu ditujukan langsung
terhadap (penyembahan) berhala yang dipertuhankannya (syirik). Hal itu dapat dikaji dari
sebab turunnya wahyu (asbabun nuzul).
Berdasarkan nukilan-nukilan pemikiran dan ayat al-Qur‘an di atas maka tidak syak
lagi, bahwa seni merupakan tema yang mendasar, karena seni berkaitan dengan kebutuhan
mendasar manusia yang mampu membangunkan perasaan dan emosi manusia. Seni juga
membangkitkan cita rasa, dan kecenderungan, serta orientasi kejiwaan manusia dengan
berbagai perangkat seni yang dapat dinikmati melalui pendengaran (syair lagu, nyanyian,
musik), dibaca (sastra), dilihat (tarian, lukisan, ukiran, pahatan, patung, arsitektur), dihayati
dan direnungkan.
Seperti halnya ilmu dan teknologi, seni juga sangat bergantung pada penggunaan atau
pemanfaatannya, apakah untyuk maksud yang baik atau sebaliknya. Seni yang baik mampu
untuk membangun (konstruktif), sedangkan seni yang jelek akan membawa kepada
kerusakan dan kejahatan (destruktif). Dari segi itu;ah sebuah karya seni dili9hat kadar
kebermanfaatannya atau sebaliknya. Di situ pula letak kadar dampaknya terhadap kehidupan
masyarakat, apakah sebuah karya seni itu bermanfaat atau merugikan.
Berdasarkan pemikiran dan dalil-dalil di atasd, dapatlah disampaikan bahwa hukum
seni itu mubah sepanjang pelaksanaan dan pementasan/penyajiannya tidak melanggar syari‘at
Islam (Idris, 1983). Oleh karena itu, jika kreasi seni dari wujud dan pelaksanaannya,
substantive dan pragmatic, kreasi seni digunakan untuk hal-hal yang halal maka kreasi seni
tersebut hukumnya halal juga. Sebaliknya, jika kreasi seni dimanfaatkan untuk tujuan dan
hal-hal yang haram maka hukumnya menjai haram pula. Karya seni (estetik) menurut Islam
bahkan akan dapat menjadi sebuah ibadah apsabila memenuhi tiga prasyarat: (1) Ikhlas
niatnya sebagai dasar berkreasi; (2) Mardhatillah sebagai tujuan berkreasi; dan (3) Amal
shalih sebagai garis amal dalam pelaksanaannya.
Seorang seniman Muslim yang mampu menciptakan karya seni sesungguhnya dia
telah (1) melakukan tugas ibadah dan (2) melaksanakan tugas dan fungsinya sebagai
Khalifatullah fil ardhi (lihat Anshari, 1986). Pelukis dapat beribadah dengan karya lukisnya;
sastrawan dengan puisi, cerpen, novel, atau dramanya; sutradara, aktor/ aktris dengan acting
teatrikalnya atau di film/ sinetronnya; penyanyi/ musikus dengan lagu-lagu dan aransemen
musiknya; arsitek dengan karya arsitekturnya, dan sebagainya.

4. Karya Seni Islami


Ekspresi perasaan ketuhanan seniman itu menggapai dimensi spiritual dan ketuhanan.
Rasulullah Saw. bersabda, "Tuhan itu Mahaindah, dan Dia menyukai keindahan.‖
Penghayatan dan pengalaman estetik mempunyai pertalian dengan sesuatu yang indah yang
bersifat spiritual dan ketuhanan yang pada puncaknya membawa manusia kepada Tuhan (Al-
Ma‘ruf, 1990).
Karya seni yang mengembangkan potensi insani guna meraih kebajikan yang
membangun karakter manusia yang terlena dan memberi kita gairah atau spirit untuk
menghadapi ujian kehidupan dengan sikap positif, itulah krasi seni yang bernilai tinggi.
Harus tidak ada candu yang memakan seni. Dogma "seni untuk seni" adalah gagasan yang
cerdas dari kemunduran untuk menipu umat beragama keluar dari kehidupan hakiki dan
kekuatan batin (Iqbal, 1996).
Iqbal menyatakan bahwa seni hakiki merupakan ekspresi keindahan dengan kriteria
ingin menyampaikan hasrat dalam hati manusia akan rasa cinta. Mahkota seniman ialah
keindahan (estetika) yang akan menghayati dan menimbulkan rasa cinta kepada Sang
pencipta, Allah Swt. dan makhluknya, manusia, cinta kepada Ilahi dan insani. Sejalan dengan
Iqbal (1982), Islam memberikan kebebasan kepada kaum muslimin utnuk berkreasi seni dan
menikmati karya seni: lagu/nyanyian, musik, lukisan, patung, ornamen, tarian, teater, dan
sastra (puisdi, fiksi, dan drama) sebagai refleksi atas realitas sosial budaya yang dihadapinya.
Kreasi seni dapat menjadi media untuk mengeksikan pikiran dan perasaan bahkan
terkadang perasaan syukur manusia atas karunia Allah. Namun demikian, Islam mempunyai
prasyarat. Ada lima kriteria yang dapat dipakai sebagai acuan dalam menilai sebuah kreasi
seni itu dikategorikan halal hukumnya. Pertama, wujud/isinya, karya seni harus sejalan
dengan syari‘ah dan akhlak Islam. Ajaran Islam sangat luas namun intinya ada dua yakni
dimensi kemanusiaan dan ketuhanan, memadukan insaniyah dan Ilahiyah.
Apa pun kreasi seni itu harus mencerminkan ajaran Islam. Misalnya: lagu sebagus apa
pun lagu yang mendorong penikmatnya menuju kemasiatan seperti minum minuman keras,
perzinaan, mengekspos seksualitas, dan organ sensitif perempuan/ laki-laki dan menimbulkan
perasaan permusuhan, maka kreasi seni itu tidak Islami. ―Dan katakanlah kepada
perempuan-perempuan yang beriman, ‗Hendaklah menahan pandangannya dan menjaga
kemaluannya. Agar mereka jangan memamerkan perhiasannya, kecuali yang (memang biasa)
tampak padanya. Agar mereka menutupkan kerudungnya ke atas dadanya, dan jangan
menampakkan perhiasannya kecuali kepada suaminya. (Q.S. an-Nur:30-31).
Kedua, cara menyajikan kreasi seni itu harus memenuhi akhlak Islami. Bermain
musik atau nyanyian, pembacaan puisi, bermain tetaer, tidak dibenarkan sambil menikmati
minuman keras, narkoba, ekstasi, kebebasan seks, dan perbuatan yang haram. Kreasi seni itu
tidak mengajak penikmat seni (manusia) ke arah perbuatan amoral, mabuk-mabukan, menari
bersama terlebih berpelukan dengan lawan jenis padahal bukan muhrimnya (lihat Baghgdadi,
1995: 66).
Artinya, mungkin isi nyanyiannya wajar bahkan bagus tetapi jika cara
membawakannya dengan disertai dengusan erotis, rintihan sensual, dan desah nafas birahi,
dengan meliak-liuk memamerkan keelokan tubuhnya sehingga mendorong nafsu hewani
yang rendah maka lagu/nyanyian ityu berbubah dari halal menjadi haram hukumnya, minimal
syubhat, atau makruh.
Sebagai ilustrasi, nyanyian-nyanyian yang banyak ditayangkan di televisi terutama
televisi swastra dan mancanegara dan juga sering diperdengarkan di radio-radio, mayoritas
menyuguhkan selera rendah yang mendorong hasrat seksual dan nafsu syahwat. Cara
menyuguhkan kreasi seninya yang sering melanggar etika. Jelas kreasi seni itu tidak
dibenarkan dalam Islam. Hal ini sejalan dengan firman Allah: ―Jangalah kamu tunduk
(dibuat-buat, dilembut-lembutkan) dalam berbicara sehingga berkeinginanlah orang (untuk
berbuat maksiat) yang ada penyakit dalam hatinya.‖ (Q.S.al-Ahzab:32)
Ketiga, dalam menyuguhkan kreasi seni tidak disertai benda-benda haram, seperti
minuman minuman eras (bir, wiski, dan sejenisnya), ekstasi dan narkoba, dan sebagainya.
Inilah ilustrasi yang segera muncul ketika ita membahas lagu/nyanyian nyanyian, jika
kebnetulan penyanyinya perempuan. Rasulullah Saw. dalam sabdanya: ―Sungguh, akan ada
beberapa orang dari umatku yang meminum khamr, mereka menamainya dengan nama lain,
beserta dia dimainkanlah instrumen musik dan ditampilkan biduanita-biduanita. Allah akan
menenggelamkan mereka ke dalam bumi dan menjadikan mereka kera dan babi‖ (H.R. Ibnu
Majah).
Keempat, dalam menyajikan atau membawakan kreasi seni agar wajar saja, tidak
dibenarkan berlebih-lebihan (ishraf). Segala sesuatu yang mubah hukumnya –termasuk karya
seni jika disajikan secara berlebih-lebihan, hukumnya akan dapat berubah menjadi haram.
Misalnya: lagu-lagu pop yang sering mengekspos tentang cinta dan asmara yang
mengungkapkan perasaan cinta dan kerinduan kepada kekasih atau lawan jenis secara
berlebih-lebihan, maka tidak dibenarkan dalam Islam. Misal: lirik lagu pop ―hidupku tiada
gunanya tanpa kau berada di sisiku‖, ―aku hidup hanya untukmu‖, ‖tidak ada lagi gairah
hidupku jika kau pergi dariku‖, ‖hidup ini menjadi tak berarti jika kau tidak di sampingku, dan
semacamnya. Atau, nyanyian yang mengekspos nafsu birahi terhadap kekasih yang sering
berlebih-lebihan. Perlu diingat, bahwa cinta memang penting, tetapi manusia hidup di dunia
ini tidak hanya untuk bercinta belaka. Padahal cinta itu sendiri tidak semata-mata berkurusan
dengan lawan jenis (lelaki dan perempuan). Selain itu, kaum perempuan itu tidak semata-
mata dilihat dari sekedar wujud lahiriah dan nafsu syahwat saja.
Jika kreasi seni dapat mendorong syahwat, melambungkan pikiran dalam khayalan,
dan membangkitkan naluri hewani lebih dominan atas sisi rohaninya, saatnyalah kreasi seni
sejenis itu ditinggalkan. Bersikap lebih hati-hati itu lebih baik, kita tutup pintu fitnah rapat-
rapat sebelum kita terjebak di dalamnya.
Kelima, kreasi seni harus memuat pesan-pesan moral dan hikmah/kebijakan dan berisi
ajakan kea rah kebaikan di samping tetap ada sentuhan estetikanya agar terhindar perilaku
absurdisme, hampa, sia-sia (laghwun). Kreasi seni Islami harus menjunjung tinggi nulai luhur
dan menghormati nilai-nilai etika Islam (akhlak) dalam semua segi sajiannya. Menghindari
keseronokan termasuk pornografi dan pornoaksi serta menjaga aurat serta kemuliaan manusia
menjadi salah satu kriteria kreasi seni Islam.
Kreasi seni Islami juga menghindari perilaku kebancian (takhonnus) dan sebaliknya
seperti gay dan waria. Menghindari praktik perbuatan maksiat dalam penampilan seni. Kreasi
seni harus disajikan sekedar sebatas keperluan dan menghindari berlebihan (israf dan tabdzir)
yang dapat membawa penimat seni melalaikan kewajiban kepada Allah. (Abdurrahman
Aljaziri dalam Al-Fiq halal Madzahibil Arba‘a, II/ 42-44, Yusuf Al-Qordhowi dalam Al
Halal Wal Haram fil Islam, hlm. 273-276).

5. Implikasi Seni Islami


Seni Islami dengan demikian tidak mesti berwujuud syair atau materi yang bermuatan
tentang rukun Islam atau iman yang merupakan ajaran Islam formal. Kreasi seni tidak harus
menggunakan media berbahasa Arab atau Al-Qur‘an, melainkan kreasi seni yang mampu
membangkitkan pikiran atau menyentuh batin manusia menuju pada taqarrub (kedekatan)
insan dengan Tuhan Allah, makhluk dan Khalik. Terkadang lagu-lagu Qasidah atau Nasyid
(Nasyida Ria, Snada), musik Rebana/Hadrah yang berisi ajaran Islam formal, terkadang
justru tidak lebih Islami daripada lagu-lagu Bimbo, Ebiet G. Ade, Emha Ainun Nadjib
dengan Kyai Kanjengnya, puisi Taufik Ismail, Abdulhadi W.M., dan Zawawi Imron,
cerpen/novel A.A. Navis, Ramadhan K.H., Danarto, dan Kuntowijoyo yang religius atau
sufistik. Lukisan Sadali, Jeihan, , dan Amry Yahya sangat religius meskipun tidak eksplisit
nafas Islamnya.
Demikian pula film/sinema karya Chairul Umam, Syu‘bah Asa, adalah kreasi seni
yang mengajak kita berkontemplasi, menghayati aneka ragam kehidupan –yang merupakan
ayat-ayat kauniyah—yang pada gilirannya berpuncak pada kedekatan dengan Ilahi. Seni
budaya Islam terkesan statis atau tradisional dan identik dengan seni kaum santri atau
sarungan yang cenderung menampilkan Islam sebagai sebuah agama formal, sudah saatnya
segera direkonstruksi dalam seni modern yang mengglobal. Taufik Ismail, Bimbo, Rhoma
Irama (decade 1960-an), Cak Nun dan Ebiet G. Ade (generasi dekade 1970-an), kemudian
Group Band Ungu, De Masive, ST12, Wali, Gigi (generasi dekade 2000) adalah sederet
pelaku kesenian yang berkarya seni budaya Islam yang mencoba mengangkat nilai Islam
dalam kreasi seni yang enak dinikmati, meski tidak mengeksplisitkan ajaran Islamnya. Justru
itulah kekuatannya: menyentuh lembut nurani manusia, membelai perasaan, mengelus
pikiran, dan menyelam dalam kalbu.

Simpulan
Akhirnya, perlu disimpulkan bahwa seni Islami memberikan alternatif nilai-nilai
kreasi seni yang dapat menambah dan memperdalam khazanah batin manusia dengan nafas
kemanusiaan dan ketuhanan, yang mempertemukan insaniah dan Ilahiyah, dengan tidak
mencekoki penikmatnya dengan ajaran Islam formal. Seni Islami mendorong apresiatornya
untyuk melakukan perenungan dan pemikiran yang mendalam sehingga mampu
membawanya kepada taqarrub dengan Ilahi. Seni Islami adalah seni hakiki berfungsi
―mencerahkan‖ kehidupan batin manusia.
Daftar Pustaka
https://www.goodreads.com/id/book/show/2035763
http://journal.uin-alauddin.ac.id/index.php/jpp/article/view/956/937
https://badanbahasa.kemdikbud.go.id/lamanbahasa/artikel/3433/perkembangan-
realitas-manusia-modern-dan-respons-sastra-keagamaan

Anda mungkin juga menyukai