Taman Nasional Bukit Barisan Selatan dengan luas 324.000 Ha berada di wilayah Tanggamus,
Lampung Barat ditujukan untuk melindungi hutan hujan tropis pulau Sumatra beserta kekayaan
alam hayati yang dimilikinya. Taman Nasional ini ditetapkan oleh UNESCO sebagai situs
warisan dunia karena potensi keragaman hayati nya yang luar biasa. Namun, dengan adanya
perburuan satwa, perambahan, pembalakan liar, ekspansi perkebunan monokultur, dan
pembangunan jalan membuat situs warisan dunia ini mendapat perhatian dunia internasional.
Dengan jumlah yang diperkirakan tidak lebih dari 80 individu, kini Badak Sumataera
(Dicerorhinus sumatrensis) statusnya menjadi kritis (Critically Endangered). Ancaman Badak
Sumatera mulai dari perburuan, menyempitnya habitat, hingga alih fungsi lahan harus
diwaspadai. Puluhan desa penyangga yang berbatasan langsung dengan TNBBS memiliki peran
yang sangat penting, meliputi secara fisik, biologi/ekologi, hingga sosial. Kondisi TNBBS
semakin parah karena adanya kebakaran hutan yang terjadi pada saat musim kemarau dimana
petani dan para perambah membuka lahan baru (land clearing) dengan cara membakar semak-
semak yang akhirnya menjalar menjadi kebakaran hutan dan lahan. Namun balai TNBBS telah
melakukan berbagai upaya seperti melakukan patrol, melakukan sosialisasi, pembinaan
masyarakat, dan lain lain.
Cagar Alam Kepulauan Krakatau merupakan kawasan konservasi yang ditunjuk berdasarkan
Keputusan Menteri Kehutanan, tentang Penunjukan Pulau Anak Krakatau Seluas ±130 ha beserta
Perairan Pantai di sekitarnya seluas ±200 ha yang terletak di Selat Sunda Daerah Tingkat II
Lampung Selatan, Provinsi Daerah Tingkat I Lampung, sebagai Cagar Alam dan Cagar Alam
Laut. Pada tahun 1991, UNESCO mengakui Cagar Alam Krakatai sebagai situs warisan dunia.
Kawasan cagar alam ini dapat dimanfaatkan untuk kegiatan Penelitian dan pengembangan ilmu
pengetahuan, Pendidikan dan peningkatan kesadartahuan konservasi alam, Penyerapan dan/atau
penyimpanan karbon, dan Pemanfaatan sumber plasma nutfah untuk penunjang budidaya. Lalu
Pada tanggal 22 Desember 2018 kemarin telah terjadi erupsi Gunung Anak Krakatau yang
mengakibatkan kerusakan ekosistem pada pulau-pulau di sekitar Gunung Anak Krakatau, yaitu
di Pulau Sertung dan Pulau Rakata, terjadi longsoran di sepanjang pantainya sehingga terbentuk
dinding tebing, sedangkan di Pulau Panjang, seluruh tegakannya mengalami kekeringan, dan
kerusakan pada sarana prasarana pengelolaan kawasan CA Kepulauan Krakatau. Di kepulauan
Krakatau ini pengunjung bisa menikmati berbagai aktifitas seperti berenang, menyelam,
berselancar, dll. Namun karena promosi wisata di CA dan CAL Kepulauan Krakatau yang
semakin masif di media sosial dan beberapa situs penyedia paket wisata menyebabkan
banyaknya wisatawan melakukan kunjungan secara illegal di CA dan CAL Kepulauan Krakatau,
kini masyarakat tidak diperbolehkan untuk melakukan aktifitas apapun pada radius 5 km dari
kawah, karena cagar alam tidak diperbolehkan untuk melakukan aktifitas wisata dan kawasan
tersebut merupakan kawasan rawan bencana.
TAMAN Hutan Raya (TAHURA) Wan Abdul Rachman Lampung merupakan kawasan hutan
calon TAHURA di Propinsi Lampung seluas 22.244 Ha yang ditetapkan berdasarkan keputusan
menteri kehutanan. Menurut administrasi pemerintahan, TAHURA Wan Abdul Rachman
terletak di Kecamatan Tanjung Karang Barat, Kedodong, Gedong Tataan dan Padang Cermin
Kota Madya Bandar Lampung, sedangkan pengelolaannya di bawah Balai Konservasi Sumber
Daya Alam II Tanjung Karang. Vegetasi hutan di TAHURA Wan Abdul Rachman memiliki tipe
vegetasi Hutan Hujan Tropis yang didominasi oleh Medang (Litsea firmahoa), Rasamala
(Antingia excelsa), Merawan (Hapea mengawan), dan berbagai jenis anggrek serta paku-pakuan
serta rotan. Lalu memiliki potensi fauna yang antara lain Harimau loreng sumatera (Panthera
tigris sumatrensis), Tapir (Tapirus indicus), Kambing hutan (Nemorchaedus sumatrensis), Rusa
(Cervus unicolor), Beruang madu (Helarector melayanus) dan lain-lain. Kegiatan wisata alam
yang dapat dilakukan diantaranya adalah lintas alam, menikmati pemandangan alam, berkemah,
mandi di air terjun, dan lain-lain. Tahura ini juga dapat dimanfaatkan sebagai penelitian, ilmu
pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, budaya, serta pariwisata dan rekreasi alam.
Kondisi tahura pada saat ini sudah banyak dirambah oleh masyarakat yang berada disekitar
kawasan. Kawasan konservasi tahura WAR sudah bagaikan perkebunan kopi masyarakat.
https://www.mongabay.co.id/2020/07/10/lampung-model-kawasan-konservasi-berbasis-lanskap-di-
sumatera/#:~:text=Selain%20TNBBS%20dan%20TNWK%2C%20Lampung,Abdul%20Rachman
%20%5B22.244%20hektar%5D.
https://newberkeley.files.wordpress.com/2014/01/status-lingkungan-hidup-daerah-provinsi-lampung-
tahun-2006.pdf
https://programs.wcs.org/btnbbs/Berita-Terbaru/articleType/ArticleView/articleId/8445/GANGGUAN-
HUTAN-DAN-UPAYA-PEMBERANTASANNYA-DI-TNBBS.aspx
https://id.wikipedia.org/wiki/Taman_Nasional_Bukit_Barisan_Selatan
https://www.mongabay.co.id/2020/12/03/desa-penyangga-tnbbs-benteng-penyelamatan-badak-
sumatera/
https://waykambas.org/hidrologi/
https://waykambas.org/ekosistem-hutan-way-kambas/
http://ksdae.menlhk.go.id/info/5449/pelarangan-aktivitas-wisata--di-cagar-alam-dan-cagar-alam-laut-
kepulauan-krakatau.html#:~:text=Cagar%20Alam%20Kepulauan%20Krakatau%20merupakan,Selat
%20Sunda%20Daerah%20Tingkat%20II
https://www.pedomanwisata.com/indonesia/lampung/cagar-alam-kepulauan-krakatau-warisan-alam-
erupsi-gunung-berapi-terdahysat
http://malahayati.ac.id/?p=15650