Anda di halaman 1dari 38

BAB II

TINJAUAN TEORITIS

A. Konsep Keluarga

1. Definisi Keluarga

Keluarga didefinisikan dalam berbagai cara. Definisi keluarga berbeda-

beda, tergantung kepada teoritis “pendefinisi” yaitu dengan menggunakan

menjelaskan yang penulis cari untuk menghubungkan keluarga. Misal para

penulis mengikuti orientasi teoritis interaksionalis keluarga, memandang

keluarga sebagai suatu arena berlangsungnya interaksi kepribadian, dengan

demikian menekankan karakteristik transaksi dinamika. Para penulis yang

mendukung suatu perspektif sistem-sistem sosial terbuka ukuran kecil yang

terdiri dari seperangkat bagian yang sangat tergantung sama lain dan

dipengaruhi oleh struktur internal dan sistem-sistem yang ekstrem (Friedman,

1998).

Kaluarga merupakan matriks dari perasaan beridentitas dari

angotaanggotanya merasa memiliki dan berbeda. Tugas utamanya adalah

memelihara pertumbuhan psikososial anggota-anggotanya dan kesejahteraan

selama hidupnya secara umum. Keluarga juga membentuk unit sosial yang

paling kecil yang mentransmisikan tuntutan-tuntutan dan nilai-nilai dari suatu

masyarakat, dan dengan demikian melestarikannya. Keluarga harus beradaptasi

dengan kebutuhan-kebutuhan masyarakat sementara keluarga juga membantu

perkembangan dan pertumbuhan anggotanya sementara itu semua tetap

menjaga kontinuitas secara cukup untuk memenuhi fungsinya sebagai

kelompok refrensi dari individu (Friedman, 1998).


Dari kedua pengertian keluarga diatas penulis dapat menyimpulkan

bahwa keluarga adalah seperangkat bagian yang saling tergantung satu sama

lain serta memiliki perasaan beridentitas dan berbeda dari anggota dan tugas

utama keluarga adalah memelihara kebutuhan psikososial anggota-anggotanya

dan kesejahteraan hidupnya secara umum.

2. Struktur keluarga

Menurut Friedman (1998) struktur keluarga terdiri atas

a. Pola dan proses komunikasi

Pola interaksi keluarga yang berfungsi : (1) bersifat terbuka dan

jujur, (2) selalu menyelesaikan konflik keluarga, (3) berpikiran positif, dan

(4) tidak mengulang-ulang isu dan pendapat sendiri.

Karakteristik komunikasi keluarga berfungsi untuk :

1. Karakteristik pengirim : yakin dalam mengemukakan sesuatu atau

pendapat, apa yang disampaikan jelas dan berkualitas, selalu meminta

dan menerima umpan balik.

2. Karakteristik penerima : siap mendengarkan, memberi umpan balik,

melakukan validasi.

b. Struktur peran

Peran adalah serangkaian perilaku yang diharapkan sesuai dengan

posisi sosial yang diberikan. Yang dimaksud dengan posisi atau status

adalah posisi individu dalam masyarakat misalnya sebagai suami, istri, anak

dan sebagainya. Tetapi kadang peran ini tidak dapat dijalankan oleh masing-

masing individu dengan baik. Ada beberapa anak yang terpaksa mencari

nafkah untuk memenuhi kebutuhan anggota keluarga yang lain sedangkan


orang tua mereka entah kemana atau malah berdiam diri

dirumah.

c. Struktur kekuatan

Kekuatan merupakan kemampuan (potensial dan aktual) dari

individu untuk mengendalikan atau mempengaruhi untuk merubah

perilaku orang lain kearah positif.

d. Nilai-nilai keluarga

Nilai merupakan suatu sistem, sikap dan kepercayaan yang secara

sadar atau tidak, mempersatukan anggota keluarga dalam satu budaya. Nilai

keluarga juga merupakan suatu pedoman bagi perkembangan norma dan

peraturan.Norma adalah pola perilaku yang baik, menurut masyarakat

berdasarkan sistem nilai dalam keluarga.Budaya adalah kupulan dari pola

perilaku yang dapat dipelajari, dibagi, dan ditularkan dengan tujuan untuk

menyelesaikan masalah (Murwani, 2007).

3. Tipe dan Bentuk Keluarga

Pembagian tipe keluarga bergantung pada konteks keilmuwan dan orang

yang mengelompokkan menurut (Friedman,1998) tipe keluarga ada

tiga, yaitu :
a. Keluarga inti (nuclear family) adalah keluarga yang hanya terdiri dari ayah,

ibu dan anak yang diperoleh dari keturunan atau adopsi atau keduanya.

b. keluarga orientasi (keluarga asal) adalah unit keluarga yang di dalamnya

seseorang di lahirkan.

c. Keluarga besar adalah keluarga inti ditambah anggota keluarga yang lain

yang masih mempunyai hubungan darah (kakek, nenek, paman, bibi).


4. Fungsi Keluarga

Fungsi keluarga menurut Friedman (1998) adalah :

a. Fungsi Afektif (The affective function) : Fungsi keluarga yang utama untuk

mengajarkan segala sesuatu untuk mempersiapkan anggota keluarga

berhubungan dengan orang lain, fungsi ini dibutuhkan untuk

perkembangan individu dan psikososial keluarga.

b. Fungsi Sosialisasi dan penempatan sosial (sosialisation and social

placement fungtion) : Fungsi pengembangan dan tempat melatih anak untuk

berkehidupan sosial sebelum meninggalkan rumah untuk berhubungan

dengan orang lain di luar rumah.

c. Fungsi Reproduksi (reproductive function) : Fungsi


untuk

mempertahankan generasi menjadi kelangsungan keluarga.

d. Fungsi Ekonomi (the economic function) : Keluarga berfungsi untuk

memenuhi kebutuhan keluarga secara ekonomi dan tempat untuk

mengembangkan kemampuan individu meningkatkan penghasilan untuk

memenuhi kebutuhan keluarga.

e. Fungsi Perawatan atau pemeliharaan kesehatan (the healty care function) :

Fungsi untuk mempertahankan keadaan kesehatan anggota keluarga agar

tetap memiliki produktivitas tinggi. Fungsi ini dikembangkan menjadi tugas

keluarga di bidang kesehatan.

5. Tugas Kesehatan Keluarga

Tugas kesehatan keluarga adalah sebagai berikut : (Friedman, 1998)

a. Mengenal masalah kesehatan.


b. Membuat keputusan tindakan kesehatan yang tepat.

c. Memberi perawatn pada anggota keluarga yang sakit.

d. Mempertahankan atau menciptakan suasana rumah yang sehat.

e. Mempertahankan hubungan dengan (menggunakan) fasilitas kesehatan

masyarakat.

6. Tugas Perkembangan Keluarga

Siklus kehidupan setiap keluarga mempunyai tahapan-tahapan. Seperti

individu-individu yang mengalami tahap pertumbuhan dan perkembangan yang

berturut-turut, keluarga juga mengalami tahap perkembangan yang berturut-

turut. Adapun tahap-tahap perkembangan menurut Duvall dan Miller dalam

(Friedman, 1998) adalah :

a. Tahap I : keluarga pemula Perkawinan dari sepasang insan menandai

bermulanya sebuah keluarga baru dan perpindahan dari keluarga asal atau

status lajang ke hubungan baru yang intim.

b. Tahap II : keluarga sedang mengasuh anak dimulai dengan kelahiran anak

pertama hingga bayi berusia 30 bulan.

c. Tahap III : keluarga dengan anak usia pra sekolah dimulai ketika anak

pertama berusia dua setengah tahun, dan berakhir ketika anak berusia lima

tahun.

d. Tahap IV : keluarga dengan anak usia sekolah dimulai ketika anak pertama

telah berusia enam tahun dan mulai masuk sekolah dasar dan berakhir pada

usia 13 tahun, awal dari masa remaja.

e. Tahap V : keluarga dengan anak remaja Dimulai ketika anak pertama

melewati umur 13 tahun, berlangsung selama enam hingga tujuh tahun.


Tahap ini dapat lebih singkat jika anak meninggalkan keluarga lebih awal

atau lebih lama jika anak masih tinggal di rumah hingga berumur 19 atau 20

tahun.

f. Tahap VI : keluarga yang melepas anak usia dewasa muda Ditandai oleh

anak pertama meninggalkan rumah orang tua dan berakhir dengan “rumah

kosong,” ketika anak terakhir meninggalkan rumah. Tahap ini dapat singkat

atau agak panjang, tergantung pada berapa banyak anak yang belum

menikah yang masih tinggal di rumah. Fase ini ditandai oleh tahuntahun

puncak persiapan dari dan oleh anak -anak untuk kehidupan dewasa yang

mandiri.

g. Tahap VII : orangtua usia pertengahan Dimulai ketika anak terakhir

meninggalkan rumah dan berakhir pada saat pensiun atau kematian salah

satu pasangan.

h. Tahap VIII : keluarga dalam masa pensiun dan lansia Dimulai dengan salah

satu atau kedua pasangan memasuki masa pensiun, hingga salah satu

pasangan meninggal dan berakhir dengan pasangan lainnya meninggal.

B. Konsep Lansia

Pada hakikatnya menjadi tua merupakan poses alamiah yang berarti

seseorang telah melalui tiga tahap kehidupannya yaitu masa anak, masa dewasa dan

masa tua. Tiga tahap ini berbeda baik secara biologis maupun psikologis.

Memasuki masa tua berarti mengalami kemunduruan secara fisik maupun psikis.

Kemunduruan fisik ditandai dengan kulit yang mengendor, rambut memutih,

penurunan pendengaran, penglihatan memburuk, gerakan lambat, kelainan berbagai


fungsi organ vital, sensitivitas emosional meningkat dan kurang gairah

(Mubarak, 2006).

1. Pengertian Lansia

Menua adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan

jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti dan mempertahankan fungsi

normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki

kerusakan yang diderita

Pengertian lansia adalah periode dimana organisme telah mencapai kemasakan

dalam ukuran dan fungsi dan juga telah menunjukkan kemunduran sejalan

dengan waktu. Ada beberapa pendapat mengenai “usia kemunduran” yaitu ada

yang menetapkan 60 tahun, 65 tahun dan 70 tahun. Badan kesehatan dunia

(WHO) menetapkan 65 tahun sebagai usia yang menunjukkan proses menua

yang berlangsung secara nyata dan seseorang telah disebut lanjut usia. Lansia

banyak menghadapi berbagai masalah kesehatan yang perlu

penanganan segera dan terintegrasi (Rajawana, 2007)

2. Teori Menua

Dahulu para ilmuan telah membuat teori tentang penuaan seperti

Aristoteles dan Hipocrates yang berisi tentang suatu penurunan suhu tubuh dan

cairan secara umum. Sekarang dengan seiring jaman banyak orang yang

melakukan penelitian dan penemuan dengan tujuan supaya ilmu itu dapat

semakin jelas, komplek dan variatif. Ahli teori telah mendeskripsikan proses

biopsikososial penuaan yang kompleks. Tidak ada teori yang menjelaskan teori

penuaan secara utuh. Semua teori masih dalam berbagai tahap perkembangan

dan mepunyai keterbatasan. Namum perawat dapat menggunakannnya untuk


memahami fenomena yang mempengaruhi

kesehatan dan kesejahteraan klien lansia.

Proses menjadi tua itu pasti akan dialami oleh setiap orang dan menjadi

dewasa itu pilihan.penuaan bukan progresi yang sederhana, jadi tidak ada teori

universal yang diterima yang dapat memprediksi dan menjelaskan kompleksitas

lansia. Penuaan dapat dilihat dari 3 perspektif yaitu :

a. Usia Biologis : Berhubungan dengan kapasitas fungsi system organ

b. Usia psikologis : Berhubungan dengan kapasitas perilaku adaptasi

c. Usia sosial : Berhubungan dengan perubahan peran dan perilaku sesuai usia

manusia.

Peran teori dalam memahami penuaan adalah sebagai landasan dan sudut

pandang untuk melihat fakta, menjawab pertanyaan filosofi, dan dasar

memberikan asuhan keperawatan pada pasien. Penuaan pada seseorang

dipengaruhi oleh beberapa bagian seperti biologi, psikologi, social, fungsional

dan spiritual.

a. Teori Biologi : Teori ini berfokus pada proses fisiologi dalam kehidupan

seseorang dari lahir sampai meninggal. Perubahan pada tubuh dapat secara

independen atau dapat dipengaruhi oleh faktor luar yang bersifat patologis.

Teori biologi dapat dibagi menjadi 2 bagian yaitu :

1) Teori Stokastik/ Stochastic Theories

Bahwa penuaan merupakan suatu kejadian yang terjadi secara acak atau

random dan akumulasi setiap waktu. Teori ini terdiri dari :

a) Error Theory : Teori kesalahan didasarkan pada gagasan di mana

kesalahan dapat terjadi di dalam rekaman sintese DNA. kesalahan


ini diabadikan dan secepatnya didorong kearah sistem yang tidak

berfungsi di tingkatan yang optimal. Jika proses transkripsi dari

DNA terganggu maka akan mempengaruhi suatu sel dan akan

terjadi penuaan yang berakibat pada kematian.

b) Free Radical Theory atau teori radikal bebas : Teori ini menyatakan

bahwa penuaan disebabkan akumulasi kerusakan ireversibel akibat

senyawa pengoksidan. Radikal bebas adalah produk metabolisme

selular yang merupakan bagian molekul yang sagat reaktif. Molekul

ini mempunyai muatan ekstraselular kuat yang dapat menciptakan

reaksi dengan protein, mengubah bentuk dan sifatnya, molekul ini

juga dapat bereaksi dengan lipid yang berada dalam membran sel,

mempengaruhi permeabilitasnya, atau dapat berikatan dengan

organel sel lainnya. Proses metabolisme oksigen diperkirakan

menjadi sumber radikal bebas secara spesifik, oksidasi lemak,

protein dan karbohidrat dalam tubuh menyebabkan formasi radikal

bebas. Polutan lingkungan merupakan sumber eksternal radikal

bebas. Hayfick, (1987) dalam (Leukennot, 2000)

c) Cross-Linkage Theory : Teori ini seperti protein yang metabolisme

tidak normal sehingga banyak produksi sampah didalam sel dan

kinerja jaringan tidak dapat efektif dan efisien.

d) Wear and Tear Theory : Teori ini mengatakan bahwa manusia

diibaratkan seperti mesin. Sehingga perlu adanya perawatan. Dan

penuaan merupakan hasil dari penggunaan.

2) Teori Nonstokastik (NonStochastic Theories) Proses


penuaan disesuaikan menurut waktu tertentu

a) Programmed Theory : Pembelahan sel dibatasi oleh waktu, sehingga

suatu saat tidak dapat regenerasi kembali. (Hayflick dan

Moorehead, 1996)

b) Immunity Theory : Mutasi yang berulang atau perubahan protein

pasca translasi, dapat menyebabkan berkurangnya kemampuan

system imun tubuh mengenali dirinya sendiri. Mutasi somatic

menyebabkan terjadinya kelainan pada antigen permukaan sel, maka

hal ini dapat menyebabkan system imun tubuh mengalami

perubahan, dan dapat dianggap sebagai sel asing. Hal inilah yang

menjadi dasar terjadinya peristiwa autoimun. Dilain pihak, system

imun tubuh sendiri daya pertahanannya mengalami penurunan pada

proses penuaan dan daya serangnya terhadap sel kanker mengalami

penurunan. ( Phipp, Sands, Marck, 1999)

b. Teori Psikologi

Teori ini akan menjelaskan bagaimana seseorang berespon pada tugas

perkembangannya. Pada dasarnya perkembangan seseorang akan terus

berjalan meskipun orang tersebut telah menua.

1) Teori Hierarki Kebutuhan Manusia Maslow (Maslow’s Hierarchy of

Human Needs)

Dari hierarki Maslow kebutuhan dasar menusia dibagi dalam

lima tingkatan dari mulai yang terendah kebutuhan fisiologi, rasa aman,

kasih sayang, harga diri sampai pada yang paling tinggi yaitu aktualisasi

diri. Seseorang akan memenuhi kebutuhan tersebut dari mulai tingkat


yang paling rendah menuju ke tingkat yang paling tinggi.

Menurut Maslow semakin tua usia individu maka individu

tersebut akan mulai berusaha mencapai aktualisasi dirinya. Jika individu

telah mencapai aktualisasi diri maka individu tersebut telah mencapai

kedewasaan dan kematangan dengan semua sifat yang ada di dalamnya,

otonomi, kreatif, independent dan hubungan interpersonal yang positif.

2) Teori Individualism Jung (Jung’s Theory of Individualism)

Menurut Carl Jung sifat dasar menusia terbagi menjadi dua yaitu

ekstrovert dan introvert. Individu yang telah mencapai lansia dia akan

cenderung introvert, dia lebih suka menyendiri

seperti

bernostalgia tentang masa lalunya.

Menua yang sukses adalah jika dia bisa menyeimbangkan antar

sisi introvertnya dengan sisi ekstrovertnya namun lebih condong kearah

introvert. Dia tidak hanya senang dengan dunianya sendiri tapi juga

terkadang dia ekstrovert juga melihat orang lain dan bergantung pada

mereka.

3) Teori Delapan Tingkat Perkembangan Erikson (Erikson’s Eight Stages

of Life)

Menurut Erikson tugas perkembangan terakhir yang harus

dicapai individu adalah ego integrity vs disapear. Jika individu tersebut

sukses mencapai tugas ini maka dia akan berkembang menjadi individu

yang arif dan bijaksana (menerima dirinya apa adanya, merasa hidup

penuh arti, menjadi lansia yang bertanggung jawab dan kehidupannya


berhasil). Namun jika individu tersebut gagal mencapai tahap ini maka

dia akan hidup penuh dengan keputusasaan (lansia takut mati,

penyesalan diri, merasakan kegetiran dan merasa terlambat untuk

memperbaiki diri).

4) Optimalisasi Selektif dengan Kompensasi (Selective Optimization with

), Menurut teori ini, kompensasi terhadap penurunan tubuh ada 3

elemen yaitu:

(a) Seleksi : Adanya penurunan dari fungsi tubuh karena proses

penuaan maka mau tidak mau harus ada peningkatan pembatasan

terhadap aktivitas sehari-hari.

(b) Optimalisasi : Lansia tetap menoptimalkan kemampuan yang masih

dia punya guna meningkatkan kehidupannya.

(c) Kompensasi : Aktivitas-aktivitas yang sudah tidak dapat dijalakan

karena proses penuaan diganti dengan aktifitas-aktifitas lain yang

mungkin bisa dilakukan dan bermanfaat bagi alnsia.

c. Teori Kultural

Ahli antropologi menjelaskan bahwa tempat kelahiran seseorang

berpengaruh pada budaya yang dianut oleh seseorang. Hal ini juga

dipercaya bahwa kaum tua tidak dapat mengabaikan sosial budaya mereka.

Jika hal ini benar maka status tua dalam perbedaan sosial dapat dijelaskan

oleh sejarah kepercayaan dan tradisi.

Blakemore dan Boneham yang melakukan penelitian pada

kelompok tua di Asia dan Afro – Caribbean menjelaskan bahwa kaum tua

merupakan komunitas yang minoritas yang dapat menjamin keutuhan etnik,


ras dan budaya.

Sedangkan Salmon menjelaskan tentang konsep “ Double

Jeoparoly “ yang digunakan untuk karakteristik pada penuaan.


Penelitian umum pada kelompok Afrika – Amerika dan Mexican

American yaitu jika budaya membantu umtuk menjelaskan karakteristik

penuaan, maka hal ini merupakan tuntutan untuk dapat digunakan dalam

pemeriksaan lebih lanjut.

Budaya adalah attitude, perasaan, nilai , dan kepercayaan yang

terdapat pada suatu daerah atau yang dianut oleh sekelompok orang kaum

tua, yang merupakan kelompok minoritas yang memiliki kekuatan atau

pengaruh pada nilai budaya.Sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa

budaya yang dimiliki seseorang sejak lahir akan tetap dipertahankan sampai

tua. Bahkan mempengaruhi orang – orang disekitaryauntuk

mengikuti budaya tersebut sehingga tercipta kelestarian budaya.

d. Teori spiritual

Pada dasarnya, ketika seseorang menjadi tua akan menjadi :

1) Menjauhkan diri dari hawa nafsu duniawi

2) Melaksanakan amanah agama yang dianut, dengan berdoa demi

kententraman hidup pribadi dan orang lain

3) Menuju penyempurnaan diri dan mengarah pada pencerahan atau

pemenuhan diri untuk dapat mengarah pada kemanunggalan dengan

Illahi

Melalui pengalaman hidup, setiap orang akan berupaya menjadi

lebih arif dan akan mengembangkan dirinya ke labih yang berarti, melalui
prestasi yang diraihnya di kala muda, seseorang akan berupaya meraih

nilai-nilai luhur di hari tua – khususnya keserasian hidup dengan

lingkungannnya.

Kegiatan-kegiatan yang bisa dilakukan oleh usia lanjut sebagai

upaya dalam meniti dan meningkatkan taraf kehidupan spiritual yang baik

antara lain :

1) Mendalami kitab suci sesuai agama masing-masing supaya kekurangan

dan kesalahan yang sudah dilakukan dapat diperbaiki

2) Melakukan latihan meditasi

3) Berdoa untuk menjalin hubungan yang lebih dalam dengan Tuhan

YME, dengan berani dan terbuka mengakui kesalahan dan melakukan

pertaubatan

4) Kotemplasi, pelibatan diri dalam kondisi dan situasi yang sesuai dengan

kitab suci dan diaplikasikan dalam kehidupan masa kini

Kegiatan-kegiatan di atas tersebut menyiapkan usia lanjut untuk kembali

secara sempurna dan utuh ke pangkuan Illahi (Setiati, 2000)

3. Perubahan Pada Lansia

a) Perubahan Pada Fisik

Meliputi perubahan dari tingkat sel sampai kesemua sistem organ

tubuh, diantaranya sistem pernafasan, pendengaran, penglihatan,

kardiovaskuler, sistem pengaturan tubuh, muskuloskeletal,

gastrointestinal, genito urinaria, endokrin dan integumen.


1) Sistem pernafasan pada lansia.
(a) Otot pernafasan kaku dan kehilangan kekuatan, sehingga volume

udara inspirasi berkurang, sehingga pernafasan cepat dan dangkal.

(b) Penurunan aktivitas silia menyebabkan penurunan reaksi batuk

sehingga potensial terjadi penumpukan sekret.

(c) Penurunan aktivitas paru (mengembang & mengempisnya) sehingga

jumlah udara pernafasan yang masuk keparu mengalami penurunan,

kalau pada pernafasan yang tenang kira kira 500 ml.

(d) Alveoli semakin melebar dan jumlahnya berkurang (luas permukaan

normal 50m²), menyebabkan terganggunya prose

difusi.

(e) Penurunan oksigen (O2) Arteri menjadi 75 mmHg menggangu prose

oksigenasi dari hemoglobin, sehingga O2 tidak terangkut semua

kejaringan.

(f) CO2 pada arteri tidak berganti sehingga komposisi O2 dalam arteri

juga menurun yang lama kelamaan menjadi racun pada tubuh

sendiri.

(g) kemampuan batuk berkurang, sehingga pengeluaran sekret & corpus

alium dari saluran nafas berkurang sehingga potensial

terjadinya obstruksi.

2) Sistem Persyarafan

(a) Cepatnya menurunkan hubungan persyarafan.

(b) Lambat dalam merespon dan waktu untuk berfikir.


(c) Mengecilnya syaraf panca indera.

(d) Berkurangnya penglihatan, hilangnya pendengaran, mengecilnya


syaraf pencium & perasa lebih sensitif terhadap perubahan suhu

dengan rendahnya ketahanan terhadap dingin.

3) Perubahan Panca Indera yang tejadi pada lansia

(a) Penglihatan : Kornea lebih berbentuk skeris, Sfingter pupil timbul

sklerosis dan hilangnya respon terhadap sinar, Lensa lebih suram

(kekeruhan pada lensa), Meningkatnya ambang pengamatan sinar :

daya adaptasi terhadap kegelapan lebih lambat, susah melihat dalam

cahaya gelap, Hilangnya daya akomodasi, Menurunnya lapang

pandang & berkurangnya luas pandang, Menurunnya daya

membedakan warna biru atau warna hijau pada skala.

(b) Pendengaran: Presbiakusis (gangguan pada pendengaran) :

Hilangnya kemampuan (daya) pendengaran pada telinga dalam,

terutama terhadap bunyi suara, antara lain nada nada yang tinggi,

suara yang tidak jelas, sulit mengerti kata kata, 50 % terjadi pada

usia diatas umur 65 tahun, Membran timpani menjadi atropi

menyebabkan otosklerosis, Terjadinya pengumpulan serumen, dapat

mengeras karena meningkatnya kreatin.

(c) Pengecap dan penghidu : Menurunnya kemampuan pengecap,

Menurunnya kemampuan penghidu sehingga mengakibatkan selera

makan berkurang.

(d) Peraba : Kemunduran dalam merasakan sakit, Kemunduran dalam

merasakan tekanan, panas dan dingin.

b) cardiovaskuler pada usia lanjut.

1) Katub jantung menebal dan menjadi kaku.


2) Kemampuan jantung memompa darah menurun 1 % pertahun sesudah

berumur 20 tahun. Hal ini menyebabkan menurunnya kontraksi dan

volumenya.

3) Kehilangan elastisitas pembuluh darah : Kurangnya efektifitasnya

pembuluh darah perifer untuk oksigenasi, perubahan posisi dari tidur

keduduk ( duduk ke berdiri ) bisa menyebabkan tekanan darah menurun

menjadi 65 mmHg ( mengakibatkanpusing mendadak ).

4) Tekanan darah meningkat akibat meningkatnya resistensi pembuluh

darah perifer (normal ± 170/95 mmHg ).

c) Sistem genito urinaria.

1) Ginjal, Mengecil dan nephron menjadi atropi, aliran darah ke ginjal

menurun sampai 50 %, penyaringan diglomerulo menurun sampai 50

%, fungsi tubulus berkurang akibatnya kurangnya kemampuan

mengkonsentrasi urin, berat jenis urin menurun proteinuria ( biasanya +

1 ) ; BUN meningkat sampai 21 mg % ; nilai ambang ginjal terhadap

glukosa meningkat.

2) Vesika urinaria / kandung kemih, Otot otot menjadi lemah,

kapasitasnya menurun sampai 200 ml atau menyebabkan frekwensi

BAK meningkat, vesika urinaria susah dikosongkan pada pria lanjut

usia sehingga meningkatnya retensi urin.

3) Pembesaran prostat ± 75 % dimulai oleh pria usia diatas 65 tahun.

4) Atropi vulva.

5) Vagina, Selaput menjadi kering, elastisotas jaringan menurun juga

permukaan menjadi halus, sekresi menjadi berkurang, reaksi sifatnya


lebih alkali terhadap perubahan warna.

6) Daya sexual, Frekwensi sexsual intercouse cendrung menurun tapi

kapasitas untuk melakukan dan menikmati berjalan terus.

d) Sistem endokrin / metabolik pada lansia.

1) Produksi hampir semua hormon menurun.

2) Fungsi paratiroid dan sekesinya tak berubah.

3) Pituitary, Pertumbuhan hormon ada tetapi lebih rendah dan hanya ada

di pembuluh darah dan berkurangnya produksi dari ACTH, TSH, FSH

dan LH.

4) Menurunnya aktivitas tiriod Ù BMR turun dan menurunnya daya

pertukaran zat.

5) Menurunnya produksi aldosteron.

6) Menurunnya sekresi hormonbonads : progesteron,


estrogen,

testosteron.

7) Defisiensi hormonall dapat menyebabkan hipotirodism, depresi dari

sumsum tulang serta kurang mampu dalam mengatasi tekanan jiwa

(stess).
e) Perubahan sistem pencernaan pada usia lanjut.

1) Kehilangan gigi, Penyebab utama adanya periodontal disease yang

biasa terjadi setelah umur 30 tahun, penyebab lain meliputi kesehatan

gigi yang buruk dan gizi yang buruk.

2) Indera pengecap menurun, Adanya iritasi yang kronis dari selaput

lendir, atropi indera pengecap (± 80 %), hilangnya sensitivitas dari

syaraf pengecap dilidah terutama rasa manis, asin, asam & pahit.
3) Esofagus melebar.

4) Lambung, rasa lapar menurun (sensitivitas lapar menurun ), asam

lambung menurun, waktu mengosongkan menurun.

5) Peristaltik lemah & biasanya timbul konstipasi.

6) Fungsi absorbsi melemah ( daya absorbsi terganggu ).

7) Liver ( hati ), Makin mengecil & menurunnya tempat penyimpanan,

berkurangnya aliran darah.

f) Sistem muskuloskeletal.

1) Tulang kehilangan densitas (cairan) dan semakin rapuh.

2) Gangguan tulang, yakni mudah mengalami demineralisasi.

3) Kekuatan dan stabilitas tulang menurun, terutama vertebrata,

pergelangan dan paha. Insiden osteoporosis dan fraktur meningkat pada

area tulang tersebut.

4) Katilago yang meliputi permukaan sendi tulang penyangga rusak dan

aus.

5) Gerakan pinggang, lutut dan jari-jari pergelangan terbatas.


6) Gangguan gaya berjalan.

7) Kekakuan jaringan penghubung.

8) Persendian membesar dan menjadi kaku.

9) Tendon mengerut dan mengalami sklerosis.

10) Aliran darah ke otot berkurang sejalan dengan proses penuaan.

g) Perubahan sistem kulit & jaringan ikat.

1) Kulit keriput akibat kehilangan jaringan lemak.

2) Kulit kering & kurang elastis karena menurunnya cairan dan hilangnya
jaringan adiposa

3) Kelenjar kelenjar keringat mulai tak bekerja dengan baik, sehingga

tidak begitu tahan terhadap panas dengan temperatur yang tinggi.

4) Kulit pucat dan terdapat bintik bintik hitam akibat menurunnya aliran

darah dan menurunnya sel sel yang meproduksi pigmen.

5) Menurunnya aliran darah dalam kulit juga menyebabkan penyembuhan

luka luka kurang baik.

6) Kuku pada jari tangan dan kaki menjadi tebal dan rapuh.

7) Pertumbuhan rambut berhenti, rambut menipis dan botak serta warna

rambut kelabu.

8) Pada wanita > 60 tahun rambut wajah meningkat kadang kadang

menurun.

9) Temperatur tubuh menurun akibat kecepatan metabolisme

yang menurun.

10) Keterbatasan reflek menggigil dan tidak dapat memproduksi panas

yang banyak rendahnya akitfitas otot.

h) Perubahan sistem reproduksi dan kegiatan sexual.

1) Perubahan sistem reprduksi.

(a) selaput lendir vagina menurun/kering.

(b) menciutnya ovarium dan uterus.

(c) atropi payudara.

(d) testis masih dapat memproduksi meskipun adanya penurunan secara

berangsur berangsur.

(e) dorongan sex menetap sampai usia diatas 70 tahun, asal kondisi
kesehatan baik.

2) Kegiatan sexual.

Sexualitas adalah kebutuhan dasar manusia dalam manifestasi

kehidupan yang berhubungan dengan alat reproduksi. Setiap orang

mempunyai kebutuhan sexual, disini kita bisa membedakan dalam tiga

sisi : 1) fisik, Secara jasmani sikap sexual akan berfungsi secara

biologis melalui organ kelamin yang berhubungan dengan proses

reproduksi, 2) rohani, Secara rohani tertuju pada orang lain sebagai

manusia, dengan tujuan utama bukan untuk kebutuhan kepuasan

sexualitas melalui pola pola yang baku seperti binatang dan 3) sosial,

Secara sosial kedekatan dengan suatu keadaan intim dengan orang lain

yang merupakan suatu alat yang paling diharapkan dalam menjalani

sexualitas.
Sexualitas pada lansia sebenarnya tergantung dari caranya, yaitu

dengan cara yang lain dari sebelumnya, membuat pihak lain mengetahui

bahwa ia sangat berarti untuk anda. Juga sebagai pihak yang lebih tua

tampa harus berhubungan badan, msih banyak cara lain unutk dapat

bermesraan dengan pasangan anda. Pernyataan pernyataan lain yang

menyatakan rasa tertarik dan cinta lebih banyak mengambil alih fungsi

hubungan sexualitas dalam pengalaman sex.

4. Peran Keluarga Pada lansia

Bagi lanjut usia, keluarga merupakan sumber kepuasaan. Data awal yang

diambil oleh peneliti terhadap lanjut usia berusia 50, 60 dan 70 tahun di kelurahan

Jambangan menyatakan bahwa mereka ingin tinggal di tengah-tengah keluarga.

Mereka tidak ingin tinggal di Panti Werdha. Para lanjut usia merasa bahwa
kehidupan mereka sudah lengkap, yaitu sebagai orang tua dan juga sebagai kakek,

dan nenek. Mereka dapat berperan dengan berbagai gaya, yaitu gaya formal, gaya

bermain, gaya pengganti orang tua, gaya bijak, gaya orang luar, dimana setiap gaya

membawa keuntungan dan kerugian masing-masing . Akan tetapi keluarga dapat

menjadi frustasi bagi orang lanjut usia. Hal ini terjadi jika ada hambatan

komunikasi antara lanjut usia dengan anak atau cucu dimana perbedaan faktor

generasi memegang peranan Sistem pendukung lanjut usia ada tiga komponen

menurut Joseph. J Gallo (1998), yaitu jaringan-jaringan informal, system

pendukung formal dan dukungan-dukungan semiformal. Jaringan pendukung

informal meliputi keluarga dan kawan-kawan. Sistem pendukung formal meliputi

tim keamanan sosial setempat, program-program medikasi dan kesejahteraan

sosial. Dukungan-dukungan semiformal meliputi bantuan-bantuan dan interaksi

yang disediakan oleh organisasi lingkungan sekitar seperti perkumpulan pengajian,

gereja, atau perkumpulan warga lansia setempat. 25 Sumber-sumber dukungan-

dukungan informal biasanya dipilih oleh lanjut usia sendiri. Seringkali berdasar

pada hubungan yang telah terjalin sekian lama. Sistem pendukung formal terdiri

dari program Keamanan Sosial, badan medis, dan Yayasan Sosial. Program ini

berperan penting dalam ekonomi serta kesejahteraan sosial lanjut usia, khususnya

dalam gerakan masyarakat industri, dimana anak-anak bergerak menjauh dari

orangtua mereka. Kelompok-kelompok pendukung semiformal, seperti kelompok-

kelompok pengajian, kelompokkelompok gereja, organisasi lingkungan sekitar,

klub-klub dan pusat perkumpulan warga senior setempat merupakan sumber-

sumber dukungan sosial yang penting bagi lanjut usia. Lanjut usia harus

mengambil langkah awal untuk mengikuti sumber-sumber dukungan di atas.

Dorongan, semangat atau bantuan dari anggota-anggota keluarga, masyarakat,


sangat dibutuhkan oleh lanjut usia. Jenisjenis bantuan informal, formal, dan

semiformal apa sajakah yang tersedia bagi lanjut usia yangterkait pada masa

lampaunya.

5. Tugas perkembangan Keluarga berkaitan Dengan lansia

a) Mengenal masalah kesehatan lansia.

b) Mengambil keputusan yang tepat untuk mengatasi masalah kesehatan pada

lansia.

c) Merawata anggota keluarga lansia.

d) Memodifikasi lingkungan fisik dan psikologis sehingga lansia dapat

beradaptasi terhadap proses penuaan tersebut.

e) Menggunakan fasilitas pelayanan kesehatan dan sosial dengan tepat sesuai

dengan kebutuhan lansia (Mubarak, 2006).

6. Alasan Lansia Perlu Dirawat di lingkungan Keluaga

a) Keluarga merupakan unit pelayanan keperawatan dasar.

b) Tempat tinggal keluarga merupakan lingkungan atau tempat alamiah dan

damai bagi lansia, apa bila keluarga tersebut harmonis.

c) Kesejahteraan keluaga dan kemampuan keluarga untuk menentukan diri

sendiri merupakan prinsip-prinsip untuk mengarah kepada pengambilan

keputusan.

d) Pengambilan keputusan yang terkait dengan kesehatan keluarga merupakan

kesepakatan antara keluarga dan pemberi pelayanan kesehatan.

e) Pelayanan keperawatan yang dilakukan di rumah oleh keluarga atau lansia

dengan perawat ahli didalam keperawatan lansia sebagai pemberi

pelayanan, konselor, pendidik, pengelola, fasilitator dan koordinator


pelayanan kepada lansia (Mubarak, 2006)

7. Masalah-Masalah Kesehatan yang Dapat Muncul Pada Keluarga Dengan

Lansia

a) Ancaman Kesehatan

Resiko terjadinya cidera atau bahaya fisik, resiko terjadinya kekurangan

atau kelebihan gizi.

b) Keadaan kurang sehat atau tidak sehat

Diabetes Melitus, Hipertensi, Artritis, penyakit jantung, Kangker, Penyakit

ginjal, Penyakit paru-paru, Penyakit kulit, Kasus Fraktur atau luka, Lansia

dengan menarik dii atau isolasi sosial, kasus depresi, dan koping yang

tidak efektif.

c) Krisis

Lansia yang memasuki masa pensiun atau kehilangan pekerjaan, kesepian

karena ditinggal pasangan hidup (suami atau istri), kesepian karena anak

sudah berkeluarga.

8. Pengertian Artritis Reumatoid

Arthritis rheumatoid adalah sebuah penyakit kronis, sistemik, inflamasi

yang menyebabkan kerusakan sendi dan perubahan bentuk dan

mengakibatkan kelumpuhan (Lueckenotte, 2000).

Arthritis rheumatoid adalah gangguan kronik yang menyerang berbagai

system organ. Penyakit ini adalah salah satu dari sekelompok penyakit jaringan

penyambung difus yang diperantarai oleh imunitas dan tidak

diketahui sebab-sebabnya.
Artritis rematoid adalah suatu penyakit inflamasi sistemik kronik dengan

manifestasi utama poliartritis progresif dan melibatkan seluruh organ tubuh.

Terlibatnya sendi pada pasien artritis rematoid terjadi setelah penyakit ini

berkembang lebih lanjut sesuai dengan sifat progresifitasnya. Pasien dapat juga

menunjukkan gejala berupa kelemahan umum cepat lelah (Corwin, 2001)

9. tanda dan gejala rematik

Penderita penyakit rematik kebanyakan datang ke dokter sudah dalam

kondisi parah. Ada yang sudah tidak bisa jalan, sendi-sendi tangannya cacat,

atau depresi berat. Padahal jika pasien ditangani secara dini maka setidaknya

kecacatan itu dapat dihindari lewat metode pengobatan, operasi, dan terapi

fisik. dengan penanganan yang tepat, penderita rematik dapat menjalani hidup

seperti orang sehat pada umumnya.

Deteksi penyakit Rematik pada awalnya dilakukan dengan tes Rheumatoid

Faktor (RF). Namun tes antibodi ini juga digunakan untuk mendiagnosis

penyakit autoimun lainnya, seperti infeksi kronik. Penanda yang lebih spesifik

untuk penyakit ini dilakukan lewat tes anti CPP atau Anti-cylic citrullinated

antibody. Tes ini relatif batu dan merupakan penanda yang dapat mendeteksi

munculnya rematik secara lebih dini. Karena hasil tes ini bisa memprediksi

munculnya rematik lima tahun kedepan. Deteksi dini sangat penting bagi

diagnosis rematik. Pasalnya dengan penanganan dini pula maka berbagai

kerusakan sendi dapat dicegah.

Adapun Gejala Rematik antara lain :

1. Kekakuan pada dan seputar sendi yang berlangsung sekitar 30-60 menit di

pagi hari.
2. Bengkak pada 3 atau lebih sendi pada saat yang bersamaan.

3. Bengkak dan nyeri umumnya terjadi pada sendi-sendi tangan.


4. Bengkak dan nyeri umumnya terjadi dengan pola yang simetris (nyeri pada

sendi yang sama di kedua sisi tubuh) dan umumnya menyerang sendi

pergelangan tangan.

(Corwin, 2001)

10. Anatomi dan Fisiologi

Gambar 1.1
Gambar Sendi lutut normal dan reumatoid artritis

Gambar 1.2
Gambar sendi lutut Normal Gambar sendi lutut Rheumatoid arthritis

Sistem muskuloskeletal bekerja membuat gerakan dan tindakan yang

harmoni sehingga manusia menjadi seorang yang bebas dan mandiri. Sistem
muskuloskeletal terdiri dari kerangka, sendi, otot, ligamentum dan bursa.

Kerangka membentuk dan menopang tubuh, melindungi organ penting dan

berperan sebagai penyimpanan mineral tertenatu seperti kalsium, magnesium,

dan fosfat. Rongga medula tulang adalah tempat utama yang memproduksi sel

darah. Otot memberikan kekuatan untuk menggerakkan tubuh, menutup lobang

luar dari sistem gastrointestinal dan saluran kencing serta meningkaykan

produksi panas untuk menjaga kontrol temperatur (Charlene J,

2001)

11. Etiologi

Penyebab utama penyakit reumatik masih belum diketahui secara pasti.

Biasanya merupakan kombinasi dari faktor genetik, lingkungan, hormonal dan

faktor sistem reproduksi. Namun faktor pencetus terbesar adalah faktor infeksi

seperti bakteri, mikroplasma dan virus (Lemone & Burke, 2001).

Ada beberapa teori yang dikemukakan sebagai penyebab artritis

reumatoid, yaitu:

a. Infeksi Streptokkus hemolitikus dan Streptococcus non-hemolitikus.

b. Endokrin

c. Autoimmun

d. Metabolik

e. Faktor genetik serta pemicu lingkungan

Pada saat ini artritis reumatoid diduga disebabkan oleh faktor

autoimun dan infeksi.

Autoimun ini bereaksi terhadap kolagen tipe II, faktor infeksi mungkin

disebabkan karena virus dan organisme mikroplasma atau grup difterioid yang
menghasilkan antigen tipe II kolagen dari tulang rawan sendi penderita.

12. Patofisiologi

Pemahaman mengenai anatomi normal dan fisiologis persendian

diartrodial atau sinovial merupakan kunci untuk memahami patofisiologi

penyakit rheumatik. Fungsi persendian sinovial adalah gerakan. Setiap sendi

sinovial memiliki kisaran gerak tertentu kendati masing-masing orang tidak

mempunyai kisaran gerak yang sama pada sendi-sendi yang dapat digerakkan.

Pada sendi sinovial yang normal. Kartilago artikuler membungkus

ujung tulang pada sendi dan menghasilkan permukaan yang licin serta ulet untu

gerakan. Membran sinovial melapisi dinding dalam kapsula fibrosa dan

mensekresikan cairan kedalam ruang antara-tulang. Cairan sinovial ini

berfungsi sebagai peredam kejut (shock absorber) dan pelumas yang

memungkinkan sendi untuk bergerak secara bebas dalam arah yang tepat.

Sendi merupakan bagian tubuh yang sering terkena inflamasi dan

degenerasi yang terlihat pada penyakit rheumatik. Meskipun memiliki keaneka

ragaman mulai dari kelainan yang terbatas pada satu sendi hingga kelainan

multi sistem yang sistemik, semua penyakit reumatik meliputi inflamasi dan

degenerasi dalam derajat tertentu yang biasa terjadi sekaligus.

Inflamasi akan terlihat pada persendian sebagai sinovitis. Pada penyakit reumatik

inflamatori, inflamasi merupakan proses primer dan degenerasi yang merupakan

proses sekunder yang timbul akibat pembentukan pannus

(proliferasi jaringan sinovial). Inflamasi merupakan akibat dari respon imun.


Sebaliknya pada penyakit reumatik degeneratif dapat terjadi proses

inflamasi yang sekunder. Sinovitis ini biasanya lebih ringan serta

menggambarkan suatu proses reaktif, dan lebih besar kemungkinannya untuk

terlihat pada penyakit yang lanjut. Sinovitis dapat berhubungan dengan

pelepasan proteoglikan tulang rawan yang bebas dari karilago artikuler yang

mengalami degenerasi kendati faktor-faktor imunologi dapat pula terlibat

(Brunner&Suddarth, 2002).
Pathways
Bakteri Mikroplasma Virus

Menginfeksisendi

Merusaklapisansendiyaitumembranesynovium

RheumatoidArthritis

NyeriPeradangan

Gangguanrasa Resiko
nyamannyeri injuri

5 ketidakmampuan
keluarga

1. Mengenalmasalahnyeri
peradangan
2. Mengambilkeputusanyang
tepat
3. Merawatanggotakeluarga
dengannyeri peradangan
4. Memodifikasilingkungan
5. Memanfaatkanfasilitas
kesehatanyangada

13. Manifestasi klinik

Rasa nyeri merupakan gejala penyakit reumatik yang paling sering

menyebabkan seseorang mencari pertolongan medis gejala yang sering lainnya

mencakup pembengkakan sendi. Gerakan yang terbatas, kekakuan, kelemahan, dan

perasaan mudah lelah. (Brunner&Suddarth, 2002).

14. Penatalaksanaan
Sendi yang meradang di istirahatkan selama eksaserbasi, periode-periode

istirahat setiap hari, kompres panas dan dingin bergantian, aspirin, obat anti-inflamasi

nonsteroid lainnya, atau steroid sistemik, pembedahan untuk mengeluarkan membran

sinovium atau untuk memperbaiki deformitas (Corwin, 2001).

C. Proses Keperawatan Keluarga

1. Pengkajian Keluarga

Pengkajian yang dilakukan pada Asuhan Keperawatan Keluarga Dengan artritis

antara lain :

a. Identitas Data

Daftar nama-nama anggota keluarga yang tinggal dalam satu rumah, alamat

tempat tinggal keluarga, Komposisi keluarga, tipe keluarga, latar belakang budaya,

pola spiritual, status ekonomi budaya, pendidikan, aktifitas kreasi keluarga riwayat

dan tahap perkembangan keluarga, dan riwayat keluarga sebelumnya.

b. Riwayat dan Tahap perkembangan keluarga


1) Riwayat keluarga : Adanya anggota keluarga yang terkena artritis mempunyai

resiko lebih besar untuk terganggunya aktifitas dan

kelangsungan keluarga.

2) Tahap perkembangan keluarga saat ini : Artriris sering ditemukan pada

keluarga dengan anggota keluarganya yang dewasa.

c. Data Lingkungan

1) Karakteristik rumah : Rumah yang kurang nyaman, Status rumah yang dihuni

keluarga apakah rumah sendiri atau menyewa dapat mempengaruhi

keperdulian keluarga dalam beristirahat.


2) Karakteristik tetangga dan masyarakat yang lebih luas : Tempat tinggal yang

sempit, padat, medan lingkungan yang membahayakan dan dari keluarga

ekonomi menengah ke bawah meningkatkan resiko cedera klien.

3) Fasilitas dan pelayanan kesehatan : Tingkat ekonomi yang rendah dapat

mengakibatkan sulitnya pengobatan artritis. Ketidak efektifannya dan

keluarga dalam mengunjungi pelayanan kesehatan yang ada.

4) Fasilitas transportasi : Transportasi merupakan sarana yang penting dan

sangat diperlukan agar penderita mendapatkan pelayanan kesehatan dengan

segera. Ketiadaan sarana transportasi menjadikan masyarakat enggan

berkunjung ke pelayanan kesehatan sehingga kondisi akan semakin

memburuk.

d. Struktur Keluarga
1) Struktur komunikasi : Berkomunikasi dan berineraksi antar sesama anggota

keluarga merupakan tugas keluarga, dan dapat menurunkan beban masalah

(Efendi,1998).

2) Struktur kekuasaan : Kekuasaan dalam keluarga dipegang oleh pemegang

keputusan yang mempunyai hak dalam menentukan masalah dan kebutuhan

dalam mengatasi masalah kesehatan diare dalam keluarga (Efendi,1998).

3) Struktur peran : Peran antar kelurga menggambarkan perilaku interpersonal

yang berhubungan dengan masalah kesehatan dalam posisi dan situasi tertentu

(Efendi,1998).

4) Nilai kepercayaan : Beban kasus keluarga sangat bergantung pada nilai

kekuasaan dan kebutuhan akan asuhan keperawatan keluarga (Efendi,1998).

e. Fungsi Keluarga
1) Ketidak mampuan keluarga mengenal masalah kesehatan yang disebabkan

oleh: Kurangnya pengetahuan keluarga tentang artritis, anggapan bahwa

penyakit artritis adalah biasa yang bisa sembuh dengan sendirinya.

2) Ketidak kemampuan keluarga dalam mengambil keputusan serta dalam

mengambil tindakan yang tepat tentang artritis atau Tidak memahami

mengenai sifat berat dan meluasnya masalah artritis.

3) Ketidak mampuan keluarga dalam memecahkan masalah Karena kurangnya

pengetahuan dan sumber daya keluarga seperti : latar belakang pendidikan

dan keuangan keluarga.

4) Ketidakmampuan keluarga memilih tindakan diantara beberapa alternative

perawatan dan pengobatan terhadap artritis.

5) Ketidak mampuan keluarga dalam merawat anggota kelurga yang sakit

berhubungan dengan tidak mengetahui keadaan artritis misal : sifat artritis,

penyebab artritis, dan tanda gejala yang menyertai artritis (Nasrul

effendi,1998)

f. Koping keluarga : Koping keluarga dipengaruhi oleh situasi emosional

keluarga, sikap dan pandangan hidup, hubungan kerja sama antara

anggota keluarga serta adanya support system dalam keluarga

(Efenndy,1998).

g. Perumusan Masalah : Perumusan masalah dilakukan dengan

menggunakan data yang diperoleh dari pengkajian keluarga . Struktur

diagnosis keperawatan. Keluraga terdiri dari maslah (problem), penyebab

(etiologi) dan atau tanda atau gejala. Maslah adalah suatu pernyataan

tidak terpenuhi kebutuhan dasar manusia yang dialami keluarga atau


anggota keluarga . Penyebab adalah suatu pernyataan yang dapat

menyebabkan masalah dengan mengacu pada liam tugas keluarga yaitu

mengenal masalah, mengambil keputusan yang tepat, merawat anggota

keluarga, memodifikasi lingkungan dan memanfaatkan fasilitas pelayanan

kesehatan. Tanda/gejala adalah sekumpulan data objektif dan subjektif

yang diperoleh oleh perawat dari kelurga yang mendukung maslah dan

penyebab.

h. Diagnosis keperwatan keluarga merupakan respons keluarga terhadap

maslah kesehatan yang dialami, baik actual, risiko taupun potensial, yang

dapat diatasi dengan tindakan keperawatan secara mandiri maupun

kolektif yang terdiri dari maslah, etiologi, serta tanda dan gejala(PES).

Diagnosis keperawatan dibedakan menjadi tiga kelompok, yaitu diagnosis

keperwatan actual, risiko atau risiko tinggi, dan potensial atau wellness.

1) Diagnosis actual, menunjukan keadaan yang nyata dan sudah terjadi pada sat

pengkajian di keluarga.

2) Risiko atau risiko tinggi. Merupakan maslah yang belum terjadi pada

pengkajian. Namun dapat menjadi maslah actual bila tidak diulakukan

pencegahan dengan cepat.

3) Potensial atau Wellness. Merupakan proses pencapaian tingkat fungsi yang

lebih tinggi. Potensial juga merupakan suatu keadaan sejahtera dari keluarga

yang sudah mampu memenuhi kebutuhan kesehatan dan mempunyai sumber

penunjang kesehatan yang memungkinkan dapat ditingkatkan. Diagnosis

Potensial dapat dirumuskan tanpa disertai etiologi


i. Penetapan Prioritas Masalah

Dalam suatu keluarga, perawat dapat menemukan maslah lebih dari satu diagnosis

keperawatan keluarga. Oleh karena itu perawat perlu menentukan prioritas terhadap

diagnosis keperawatan keluarga yang ada dengan menggunakan skala proritas

asuhan keperawatan keluarga( Bailon dan Maglaya, 1978) Proritas maslah adalah

penentuan prioritas urutan masalah dalam merencanakan penyelesaian maslah

keperawatan melalui perhitungan skor. Skala ini memiliki empat kriteria, masing –

masing kriteria memiliki skor dan bobot yang berbeda disertai dengan pembenaran

atau alas an penentuan skala tersebut.

1. Kritera pertama : sifat masalah dengan skala actual (skor 3), risiko (skor 2), dan

wellness (skore 1) dengan bobot 1, pembenaran sesuai dengan maslah yang

sudah terjadi, akan terjadi atau kea rah pencapaian tingkat fungsi yang lebih

tinggi.

2. Kriteria kedua : Kemungkinan masalah dapat di ubah dengan skala mudah

(skor 2), sebagian (skor 1), dan tidak dapat (skor 0) dengan bobot 2.

Pembenaran di tunjang dengan data pengetahuan (pengetahuan klien/keluarga,

teknologi, dan tindakan untuk menangani masalah yang ada), sumberdaya

keluarga (dalam bentuk fisik, keuangan, dan tenaga) sumber daya perawat

(pengetahuan, ketrampilan, dan waktu), dan sumber daya masyarakat (dalam

bentuk fasilitas, organisasi dalam masyrakat dan sokongan masyarakat).

3. Kriteria ketiga : Potensial masalah untuk dijegah dengan skala skor tinggi (skor

3) cukup (skor 2), dan rendah (skor 1) dengan bobot 1. Pembenaran di tunjang

dengan data kepelikan dari masalah yang berhunungan dengan penyakit atau

maslah. Lamanya maslah (waktu maslah itu ada), tindakan yang sedang
dijalankan(tindakan yang tepat dalam memperbaiki masalah), dan adanya

kelompok yang sangat peka menambah potensi untuk mencegah

masalah.

4. Kriteria keempat : Menonjolnya maslah denganskala segera (skor 2), tidak


perlu segera (skor 1), dan tidak dirasakan (skor 0) dengan bobot 1. Pembenaran
ditunjang dengan data persepsi kelurga dalam melihat masalah yang ada, Untuk
lebih jelasnya skala dalam menentukan prioritas dapat dilihat dalam table .
NO KRITERIA SKOR BOBOT PEMBENARAN

1 Sifat maslah
Skala: aktual 3
Risiko 2
Potensial/wellness 1 1
2 Kemungkinan masalah dapa
t
diubah 2
Skala: mudah 2
sebagian 1
tidak dapat 0
3 Potensi masalah untuk dicegah

Skala: tinggi
cukup 3
Rendah 2
1 1
4 Menonjolnya masalah
Skala: segera 2
Tidak perlu segera 1
Tidak diraskan 0 1
Tabel 2.1 skala untuk menentukan prioritas askep keluarga

Setelah kita mampu menentukan skor dari tiap kriteria kemudian kita

lakukanperhitungan menggunakan rumus berikut untuk menetapkan nilai

maslah. skor dibagi angka tertinggi di kali bobot, jumlahkan skor nya. skor

tertinggi merupakan prioritas diagnosis yang akan kita tanggulangi lebih

dahulu.

Skor
X Bobot = Nilai masalah
Skala tertinggi
j. Diagnosa keperawatan

1) Nyeri berhungan dengan ketidakmampuan keluarga merawat


anggota

keluarga yang menderia nyeri sendi.

2) Resiko injuri berhubungan dengan Ketidakmampuan keluarga mengenal masalah

nyeri sendi dan memodifikasi lingkungan.

k. Fokus intervensi

a. Diagnosa pertama Nyeri berhungan dengan ketidak mampuan keluarga

merawat anggota keluarga yang menderia rematik.

1) Pencegahan primer

a) Berikan penyuluhan tentang pencegahan nyeri

b) Ajarkan cara untuk kompres hangat


c) Identifikasi adanya factor-faktor nyeri

2) Pencegahan sekunder

a) Kaji karakteristik nyeri

b) Beri kompres hangat dan dingin

c) Beri obat anti inflamasi seperti aspirin dll.

3) Pencegahan tersier

a) Segera bawa ke pelayanan kesehatan bila diketahui nyeri

berkelanjutan.

b) Kolaborasi pemberian obat antianalgetik.

b. Diagnosa kedua Resiko injuri berhubungan dengan Ketidakmampuan keluarga

mengenal, masalah nyeri sendi dan memodifikasi lingkungan.

1) Pencegahan primer
a) Berikan penyuluhan tentang resiko injuri

b) Ajarkan cara untuk pencegahan jatuh

c) Identifikasi adanya factor-faktor resiko injuri

2) Pencegahan sekunder

a) Kaji resiko injuri

b) Beri pendidikan kesehatan tentang lingkungan yang


aman bagi

penderita nyeri sendi.

c) Modifikasi lantai yang licin, pencahayaan yang terang dan penataan

perabotan rumah tangga yang aman bagi penderita nyeri sendi.

3) Pencegahan tersier
Segera bawa ke pelayanan kesehatan bila kondisi

pasien semakin memburuk.

Anda mungkin juga menyukai