Anda di halaman 1dari 28

LUKA BAKAR

MAKALAH
Untuk memenuhi tugas Keperawatan Gawat Darurat
Yang dibina oleh Bapak Rudi Hamarno, S.Kep.,Ns.,M.Kep

Disusun oleh :

Khuriyatul Ummah Safitri (P17212215015)


Kusnia Alvionita (P17212215018)
Mar’atus Silmiah (P17212215045)
Ni Made Dyah Ayu (P17212215054)
Ely Munyca Fatmawati (P17212215055)
Eni Permatasari (P17212215099)
Muhammad Rizky (P17212215108)

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG
JURUSAN KEPERAWATAN
PRODI PENDIDIKAN PROFESI NERS
2021

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT karena berkat limpahan rahmat-Nya


kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik. Shalawat serta salam kami
limpahkan kepada junjungan kita nabi besar Muhammad SAW beserta
pengikutnya serta sahabatnya, atas jasa beliau kita sebagai umat islam bisa
melihat dunia di sekitarnya yang memenuhi akhlak mulia, rahmat dan kasih
sayang yang selalu tumbuh diantara umatnya.
Ucapan terimakasih kami berikan kepada Bapak Rudi Hamarno,
S.Kep.,Ns.,M.Kep selaku dosen pembimbing kami serta teman-teman yang ikut
memberikan motivasi kepada kami.
Kami meminta maaf apabila didalam penulisan makalah ini ada kesalahan
yang kami sengaja maupun tidak kami sengaja. Dan kami mengharap kritikan
serta saran dari pembaca, agar kami dapat menerima kritik dan saran tersebut
sebagai bahan untuk menjadikan makalah kami lebih baik dan lebih sempurna
serta bermanfaat di lingkungan masyarakat.

Malang, 19 Agustus 2021

Penyusun

i
DAFTAR ISI

SAMPUL DEPAN
KATA PENGANTAR.............................................................................................i
DAFTAR ISI..........................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1
1.1 Latar Belakang............................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.......................................................................................2
1.3 Tujuan Penulisan.........................................................................................2

BAB II TINJAUAN TEORI..................................................................................4


2.1 Definisi......................................................................................................4
2.2 Etiologi......................................................................................................4
2.3 Manifestasi Klinis............................................................................................5
2.4 Klasifikasi........................................................................................................6
2.5 Perhitungan Luas Luka...................................................................................7
2.6 Patofisiologi..............................................................................................8
2.7 Pathway..................................................................................................11
2.8 Penatalaksanaan......................................................................................12
2.9 Diet.........................................................................................................15
2.10 Masalah Keperawatan.............................................................................21

BAB III PENUTUP..............................................................................................22


3.1 Kesimpulan...............................................................................................22
3.2 Saran.........................................................................................................22

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................24

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Luka bakar merupakan luka terbuka sehingga memudahkan mikroba untuk
masuk dan menyebabkan infeksi. Luka bakar merupakan jenis trauma yang
merusak jaringan dan mendegradasi kulit. Luka bakar itu sendiri adalah
respon kulit dan jaringan terhadap paparan dari trauma panas. Luka bakar
yang tidak ditangani dengan benar akan mengakibatkan peningkatan radikal
bebas yang berlebihan sehingga dapat merusak tubuh, perkembangan jaringan
granulasi yang terhambat, penurunan angiogenesis dan remodeling kolagen
yang sangat lama. (Fitri et al., 2017).
Data WHO (2018) menunjukkan bahwa luka bakar adalah salah satu
masalah yang serius di seluruh dunia. Diperkirakan setiap tahun sekitar
180.000 kematian terjadi akibat luka bakar. Secara global, angka kematian
tertinggi di tempati oleh Asia Tenggara sebanyak 11, 6 kematian per 100.000
populasi pertahun. Sekitar 95 % kejadian luka bakar terjadi di negara
berpenghasilan rendah dan menengah. Orang yang berisiko tinggi mengalami
luka bakar yaitu wanita, hal ini dikarenakan mereka memasak menggunakan
kompor yang tidak aman dan api yang terbuka. Sedangkan untuk usia yang
berisiko selain wanita dewasa yaitu anak-anak juga rentan terhadap luka
bakar, hal ini dikarenakan pengawasan dan pengetahuan orang dewasa yang
tidak tepat.
Penentuan luas luka bakar menggunakan rule of nine pada pasien dewasa
yaitu dengan membagi luas permukaan tubuh menjadi multiple 9% area,
kecuali perenium yang diestimasi menjadi 1%. Luka bakar diklasifikasi
berdasarkan luas total body surface area (TBSA) yang terkena, berdasar
kedalaman luka bakar. Menurut TBSA, luka bakar dibagi menjadi luka bakar
ringan, sedang dan berat. Luka bakar dengan kondisi buruk dan trauma
inhalasi termasuk klasifikasi luka bakar berat. Sedangkan berdasarkan
kedalamannya, luka bakar dibagi menjadi epidermal, superficial dermal, mid-
dermal, deep dermal atau full-thickness. Pasien dengan luka bakar berat

1
memiliki peningkatan resiko untuk terjadinya komplikasi seperti pneumonia,
sepsis, ARDS, anemia dan koagulapati (Kemenkes, 2019).
Pasien luka bakar harus dievaluasi secara sistemik. Prioritas utama adalah
pencegahan, pelaksanaan upaya penyelamatan kehidupan untuk pasien yang
mengalami luka bakar berat, pencegahan disabilitas dan kecacatan serta
rehabilitasi (Smeltzer & Bare, 2015). Evaluasi awal pasien luka bakar dimulai
dengan evaluasi jalan nafas, pernafasan dan sirkulasi. Setelah jalan nafas stabil
dan faktor pemberat lain, serta cedera inhalasi, dan pemeriksaan fisik
dievaluasi, tingkat cedera luka bakar dinilai dan pasien dilakukan pembersihan
dan debridement (Lewis et al, 2014), lalu diaplikasikan antimokroba topikal
(Young et al, 2019).

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah yang dapat di buat
adalah :
1. Apa defnisi dari luka bakar?
2. Apa etiologi dari luka bakar?
3. Apa saja manifestasi klinis yang terjadi pada luka bakar?
4. Bagaimana klasifikasi dari luka bakar?
5. Bagaimana perhitungan luas luka bakar?
6. Bagaimana patofisiologi dari luka bakar?
7. Bagaimanakah pathway dari luka bakar?
8. Bagaimana penatalaksanaan dari luka bakar?
9. Bagaimanakah diet pada penderita luka bakar?
10. Apa masalah keperawatan yang muncul dari luka bakar?

1.3 Tujuan Penulisan


Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari pembuatan makalah
ini adalah :
1. Mengetahui defnisi dari luka bakar
2. Mengetahui etiologi dari luka bakar
3. Mengetahui manifestasi klinis yang terjadi pada luka bakar

2
4. Mengetahui klasifikasi dari luka bakar
5. Mengetahui perhitungan luas luka bakar
6. Mengetahui patofisiologi dari luka bakar
7. Mengetahui pathway dari luka bakar
8. Mengetahui penatalaksanaan dari luka bakar
9. Mengetahui diet pada penderita luka bakar
10. Mengetahui masalah keperawatan yang muncul dari luka bakar

3
BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1 Definisi Luka Bakar
Luka bakar adalah suatu bentuk kerusakan atau kehilangan jaringan
yang disebabkan adanya kontak dengan sumber panas seperti api, air panas,
bahan kimia, listrik dan radiasi (Moenadjat, 2009).
Luka bakar adalah kerusakan atau kehilangan jaringan yang dapat
disebabkan oleh terpapar langsung oleh panas (api, cairan/lemak panas, uap
panas), radiasi, listrik, kimia. Luka bakar merupakan jenis trauma yang
merusak dan merubah berbagai sistem tubuh. Luka bakar adalah luka yang
terjadi akibat sentuhan permukaan tubuh dengan dengan benda-benda yang
menghasilkan panas baik kontak secara langsung maupun tidak langsung
(Anggowarsito, 2014).
Luka bakar adalah luka yang terjadi akibat sentuhan permukaan tubuh
dengan benda-benda yang menghasilkan panas baik kontak secara langsung
maupun tidak langsung.

2.2 Etiologi Luka Bakar


Luka bakar (Combustio) dapat disebabkan oleh paparan api, baik secara
langsung maupun tidak langsung, misal akibat tersiram air panas yang banyak
terjadi pada kecelakaan rumah tangga. Selain itu, pajanan suhu tinggi dari
matahari, listrik maupun bahan kimia juga dapat menyebabkan luka bakar.
Secara garis besar, penyebab terjadinya luka bakar dapat dibagi menjadi :
a. Paparan api
Flame: Akibat kontak langsung antara jaringan dengan api terbuka,
dan menyebabkan cedera langsung ke jaringan tersebut. Api dapat
membakar pakaian terlebih dahulu baru mengenai tubuh. Serat alami
memiliki kecenderungan untuk terbakar,sedangkan serat sintetik
cenderung meleleh atau menyala dan menimbulkan cedera tambahan
berupa cedera kontak.
Benda panas (kontak): Terjadi akibat kontak langsung dengan
benda panas. Luka bakar yang dihasilkan terbatas pada area tubuh

4
yang mengalami kontak. Contohnya antara lain adalah luka bakar
akibat rokok dan alat-alat seperti solder besi atau peralatan masak.
b. Scalds (air panas)
Terjadi akibat kontak dengan air panas. Semakin kental cairan
dan semakin lama waktu kontaknya, semakin besar kerusakan yang
akan ditimbulkan. Luka yang disengaja atau akibat kecelakaan dapat
dibedakan berdasarkan pola luka bakarnya. Pada kasus kecelakaan,
luka umumnya menunjukkan pola percikan, yang satu sama lain
dipisahkan oleh kulit sehat. Sedangkan pada kasus yang disengaja,
luka umumnya melibatkan keseluruhan ekstremitas dalam pola
sirkumferensial dengan garis yang menandai permukaancairan.
c. Uap panas
Terutama ditemukan di daerah industri atau akibat kecelakaan
radiator mobil. Uap panas menimbulkan cedera luas akibat kapasitas
panas yang tinggi dari uap serta dispersi oleh uap bertekanan tinggi.
Apabila terjadi inhalasi,uap panas dapat menyebabkan cedera hingga
ke saluran napas distal di paru.
d. Gas panas
Inhalasi menyebabkan cedera thermal pada saluran nafas
bagian atas dan oklusi jalan nafas akibat edema.
e. Aliran listrik
Cedera timbul akibat aliran listrik yang lewat menembus
jaringan tubuh. Umumnya luka bakar mencapai kulit bagian dalam.
Listrik yang menyebabkan percikan api dan membakar pakaian dapat
menyebabkan luka bakar tambahan (Smeltzer, 2013).

2.3 Manifestasi Klinis Luka Bakar


Gambaran klinis luka bakar dapat dikelompokkan menjadi trauma primer
dan sekunder, dengan adanya kerusakan langsung yang disebabkan oleh luka
bakar dan morbiditas yang akan muncul mengikuti trauma awal. Pada daerah
sekitar luka, akan ditemukan warna kemerahan, bulla, edema, nyeri atau
perubahan sensasi. Efek sistemik yang ditemukan pada luka bakar berat seperti

5
syok hipovolemik, hipotermi, perubahan uji metabolik dan darah (American
Burn Association, 2013). Gejala akibat luka bakar biasanya meliputi :
1. Kulit yang melepuh atau bahkan mengelupas
2. Adanya bulla
3. Edema
4. Kemerahan atau bahkan kulit nampak gosong
5. Nyeri bahkan bisa terasa sangat panas
6. Perubahan sensasi

2.4 Klasifikasi Luka Bakar


Lama kontak jaringan dengan sumber panas menentukan luas dan
kedalaman kerusakan jaringan. Semakin lama waktu kontak, maka semakin
luas dan dalam kerusakan jaringan yang terjadi (Rahayuningsih, 2012) :
a. Luka bakar derajat I atau luka bakar ringan
Luka bakar derajat I ditandai dengan luka bakar superfisial dengan
kerusakan pada lapisan epidermis. Umumnya tidak disertai kelepuhan
pada kulit, kulit kemerahan pada bagian yang terbakar, bengkak ringan,
nyeri namun kulit tidak terkoyak karena melepuh, tidak terdapat bula,
nyeri karena ujung-ujung saraf sensorik teriritasi.
b. Luka bakar derajat II
Luka bakar derajat II terjadi pada lapisan epidermis dan sebagian dermis
dibawahnya, berupa reaksi inflamasi akut disertai proses eksudasi.
Umumnya memiliki gejala berupa kulit kemerahan, melepuh, bengkak
yang tak hilang selama beberapa hari, kulit terlihat lembab atau becek,
nyeri, dan bercak-bercak berwarna merah muda.
c. Luka bakar derajat III
Luka bakar derajat III terjadi pada seluruh ketebalan kulit. Semua organ
kulit sekunder rusak dan tidak ada kemampuan lagi untuk melakukan
regenerasi kulit secara spontan atau repitelisasi. Umumnya memiliki gejala
berupa daerah luka tampak berwarna putih, kulit hancur, sedikit nyeri
karena ujung saraf telah rusak dan biasanya tidak melepuh.

6
2.5 Perhitungan Luka Bakar
Berbagai metode dalam menentukan luas luka bakar (Wallace, 2017) :
a. Rumus Sembilan (Rule Of Nines)
Rumus Sembilan merupakan cara yang cepat untuk menghitung luas
daerah yang terbakar. Sistem tersebut menggunakan persentase dalam
kelipatan sembilan terhadap permukaan tubuh yang luas.
Wallace (2017), membagi tubuh atas bagian 9% atau kelipatan 9 yang
terkenal dengan Rule of Nines atau rule of Wallace yaitu:
1) Kepala dan leher : 9%
2) Lengan masing-masing 9% : 18%
3) Badan depan 18%, badan belakang 18% : 36%
4) Tungkai masing-masing 18% : 36%
5) Genetalia / perineum : 1%

7
(Wallace, 2017)

Pada anak Wallace (2017), membagi tubuh atas bagian 9% atau kelipatan
9 yang terkenal dengan Rule of Nines atau rule of Wallace yaitu:
1) Kepala dan leher : 18%
2) Lengan masing-masing 9% : 18%
3) Badan depan 18%, badan belakang 18% : 36%
4) Tungkai masing-masing 7% : 28%
b. Metode Lund and Browder
Metode Lund and Browder adalah metode mementukan presentase luas
luka bakar pada berbagai bagian anatomik, berubah menurut
pertumbuhan dengan membagi tubuh menjadi daerah-daerah yang sangat
kecil dan memberikan estimasi proporsi luas permukaan tubuh. Metode
Lund dan Browder persentasenya disesuikan dengan usia (Wallace,
2017).

2.6 Patofisiologi Luka Bakar

8
Luka bakar (Combustio) disebabkan oleh pengalihan energi dari suatu
sumber panas kepada tubuh. Panas dapat dipindahkan lewat hantaran atau
radiasi elektromagnetik. Destruksi jaringan terjadi akibat koagulasi,
denaturasi protein atau ionisasi isi sel. Kulit dan mukosa saluran nafas atas
merupakan lokasi destruksi jaringan. Jaringan yang dalam termasuk organ
visceral dapat mengalami kerusakan karena luka bakar elektrik atau kontak
yang lama dengan burning agent. Nekrosis dan keganasan organ dapat terjadi.
Kedalaman luka bakar bergantung pada suhu agen penyebab luka bakar dan
lamanya kontak dengan gen tersebut. Pajanan selama 15 menit dengan air
panas dengan suhu sebesar 56.10 derajat celcius mengakibatkan cidera full
thickness yang serupa. Perubahan patofisiologik yang disebabkan oleh luka
bakar yang berat selama awal periode syok luka bakar mencakup hipoperfusi
jaringan dan hipofungsi organ yang terjadi sekunder akibat penurunan curah
jantung dengan diikuti oleh fase hiperdinamik serta hipermetabolik. Kejadian
sistemik awal sesudah luka bakar yang berat adalah ketidakstabilan
hemodinamika akibat hilangnya integritas kapiler dan kemudian terjadi
perpindahan cairan, natrium serta protein dari ruang intravaskuler ke dalam
ruanga interstisial. Curah jantung akan menurun sebelum perubahan yang
signifikan pada volume darah terlihat dengan jelas. Karena berkelanjutnya
kehilangan cairan dan berkurangnya volume vaskuler, maka curah jantung
akan terus turun dan terjadi penurunan tekanan darah. Sebagai respon, system
saraf simpatik akan melepaskan ketokelamin yang meningkatkan
vasokontriksi dan frekuensi denyut nadi. Selanjutnya vasokontriksi pembuluh
darah perifer menurunkan curah jantung. Umumnya jumlah kebocoran cairan
yang tersebar terjadi dalam 24 hingga 36 jam pertama sesudah luka bakar dan
mencapai puncaknya dalam tempo 6-8 jam. Dengan terjadinya pemulihan
integritas kapiler, syok luka bakar akan menghilang dan cairan mengalir
kembali ke dalam kompartemen vaskuler, volume darah akan meningkat.
Karena edema akan bertambah berat pada luka bakar yang melingkar.
Tekanan terhadap pembuluh darah kecil dan saraf pada ekstremitas distal
menyebabkan obstruksi aliran darah sehingga terjadi iskemia. Komplikasi ini
dinamakan sindrom kompartemen. Volume darah yang beredar akan menurun

9
secara dramatis pada saat terjadi syok luka bakar. Kehilangan cairan dapat
mencapai 3-5 liter per 24 jam sebelum luka bakar ditutup. Selama syok luka
bakar, respon luka bakar respon kadar natrium serum terhadap resusitasi
cairan bervariasi. Biasanya hipnatremia terjadi segera setelah terjadinya luka
bakar, hiperkalemia akan dijumpai sebagai akibat destruksi sel massif.
Hipokalemia dapat terhadi kemudian dengan berpeindahnya cairan dan tidak
memadainya asupan cairan. Selain itu juga terjadi anemia akibat kerusakan
sel darah merah mengakibatkan nilai hematokrit meninggi karena kehilangan
plasma. Abnormalitas koagulasi yang mencakup trombositopenia dan masa
pembekuan serta waktu protrombin memanjang juga ditemui pada kasus luka
bakar. Kasus luka bakar dapat dijumpai hipoksia. Pada luka bakar berat,
konsumsi oksigen oleh jaringan meningkat 2 kali lipat sebagai akibat
hipermetabolisme dan respon lokal. Fungsi renal dapat berubah sebagai
akibat dari berkurangnya volume darah. Destruksi sel-sel darah merah pada
lokasi cidera akan menghasilkan hemoglobin bebas dalam urin. Bila aliran
darah lewat tubulus renal tidak memadai, hemoglobin dan mioglobin
menyumbat tubulus renal sehingga timbul nekrosis akut tubuler dan gagal
ginjal. Kehilangan integritas kulit diperparah lagi dengan pelepasan faktor-
faktor inflamasi yang abnormal, perubahan immunoglobulin serta komplemen
serum, gangguan fungsi neutrofil, limfositopenia. Imunosupresi membuat
pasien luka bakar bereisiko tinggi untuk mengalami sepsis. Hilangnya kulit
menyebabkan ketidakmampuan pengaturan suhunya. Beberapa jam pertama
pasca luka bakar menyebabkan suhu tubuh rendah, tetapi pada jam- jam
berikutnya menyebabkan hipertermi yang diakibatkan hipermetabolisme (Luz
Yolanda Toro Suarez, 2015).
.

10
Thermal burn (gas, cairan, padat), chemical, elektrikal, radiasi

Pengalihan energi dari sumber panas

Tubuh
Trauma kulit

Combustio

Fase akut
Di ruang tertutup fase sub akut Fase lanjut
Cidera inhalasi
Keracunan gas Co kerusakan kulit kerusakan jaringan kulit
Kerusakan mukosa
Co meningkat pengeluaran histamin bradikinin jaringan kulit hipertropi terbukanya
Oedema laring Hb tidak mampu elastisitas kulit menurun daerah kulit
mengikat O2 perangsang nosiseptor
Obstruksi jalan nafas
Saraf efferen Kerusakan integritas kontak
gangguang pertukaran kulit
Bersihan jalan Dengan
Gas Kornu dorsalis mikroorgan
nafas tidak efektif

Resiko infeksi
kesukaran bernafas medula spinalis
nafas cepat
hipotalamus
Pola nafas
tidak efektif
Nyeri akut
11
penguapan meningkat peningkatan penguapan kerusakan pada
cairan tubuh seluruh tubuh
peningkatan pembuluh
darah kapiler Cairan tubuh meningkat tidak nyaman
saat tidur
ekstravasasi cairan
Resiko tinggi
elektrolit, protein kekurangan volume Perubahan pola
cairan
tidur

tekanan ankotik menurun

cairan intravaskuler

Gangguan sirkulasi makro

Kerusakan
perfusi jaringan

12
2.8 Penatalaksanaan Luka Bakar
1. Penanganan awal pada pasien luka bakar
perawatan luka bakar dimulai dari tempat kejadian. Pasien harus
dipisahkan dari sumber kebakaran. Pemeriksaan awal fisik pada pasien
yang terbakar harus fokus pada penilaian jalan nafas, evaluasi status
hemodinamik, menentukan luas bagian yang terbakar dan menilai
dalamnya luka. Penilaian langsung dari jalan nafas selalu menjadi prioritas
utama. Terdapat penilaian primer dan penilaian sekunder pada pasien luka
bakar yaitu :
Penilaian Primer
a) Penanganan Airway dengan kontrol servikal
 Menstabilisasi leher untuk kecurigaan fraktur servikal
 Penting untuk mempertahankan jalan nafas yang paten.
Menginspeksi jalan nafas apakah ada benda asing ataupun edema.
Jika pasien tidak dapat merespon kepada perintah verbal, buka
jalan nafasnya dengan chin lift dan jaw thrust
 Menjaga pergerakan servikal agar kepala tidak hiperfleksi dan
hiperekstensi
 Memberi guedel jika terdapat hambatan jalan nafas. Pertimbangkan
mengenai intubasi segera
b) Breathing dan ventilasi
 Memberikan oksigen 100%
 Melihat pergerakan dada dan memastikan ekspansi dada adekuat
 Mempalpasi apakah ada krepitasi ataupun fraktur rusuk
 Mengauskultasi suara pernafasan
 Memberikan ventilasi dari nasal ataupun sungkup atau intubasi bila
perlu
 Monitor laju pernafasan
 Memasangkan pulse oximeter
 Mempertimbangkan adanya keracunan karbon monoksida
c) Circulation
 Inspeksi adanya perdarahan dan hentikan dengan tekanan langsung

13
 Monitor dan mencatat denyut nadi perifer
 Melakukan capillary blanching test, normalnya kembali dalam 4
detik
 Monitor sirkulasi perifer apakah ada luka bakar sirkumferensial.
Pertama angkat tungkai untuk mengurangi edema dan membantu
aliran darah
d) Disability
 Memeriksa derajat kesadaran :
A – Alert
V- Response to vocal stimuli
P – Respon to painful stimuli
U – Unresponsive
 Memeriksa respon pupil terhadap cahaya untuk reaksi dan ukuran
 Memperhatikan apakah ada penuruna kesadaran
e) Exposure
 Melepas semua pakaian dan perhiasan
 Menjaga agar pasien tetap hangat
 Melepas lapisan yang basah dan menilai bagian posterior tubuh
apakah terdapat luka bakar ataupun cedera lainnya
2. Resusitasi Cairan
Sebagai bagian dari perawatan awal pasien yang terkena luka bakar,
Pemberian cairan intravena yang adekuat harus dilakukan, akses intravena
yang adekuat harus ada. Tujuan utama dari resusitasi cairan adalah untuk
menjaga dan mengembalikan perfusi jaringan tanpa menimbulkan edema.
Kehilangan cairan terbesar adalah pada 4 jam pertama terjadinya luka dan
akumulasi maksimum edema adalah pada 24 jam pertama setelah luka
bakar. Prinsip dari pemberian cairan pertama kali adalah pemberian garam
ekstraseluler dan air yang hilang pada jaringan yang terbakar, dan sel-sel
tubuh. Cara yang banyak dipakai dan lebih sederhana untuk resusitasi
cairan adalah menggunakan rumus Baxter yaitu:
%Luka Bakar x BB x 4 cc

14
Separuh dari jumlah cairan ini diberikan dalam 8 jam pertama,
sisanya diberikan dalam 16 jam berikutnya. Hari pertama terutama
diberikan elektrolit yaitu larutan RL karena terjadi defisit ion Na. Hari
kedua diberikan setengah cairan hari pertama. Contoh: seorang dewasa
dengan BB 50 kg dan luka bakar seluas 20 % permukaan kulit akan
diberikan 50 x 20 % x 4 cc = 4000 cc yang diberikan hari pertama dan
2000 cc pada hari kedua. (Yovita, 2012).
3. Pergantian Darah
Luka bakar pada kulit menyebabkan terjadinya kehilangan sejumlah
sel darah merah sesuai dengan ukuran dan kedalaman luka bakar. Oleh
sebab pemberian sel darah merah dalam 48 jam pertama tidak
dianjurkan, kecuali terdapat kehilangan darah yang banyak dari tempat
luka. Setelah proses eksisi luka bakar dimulai, pemberian darah biasanya
diperlukan.
4. Perawatan Luka Bakar
Setelah keadaan umum membaik dan telah dilakukan resusitasi
cairan dilakukan perawatan luka. Perawatan tergantung pada karakteristik
dan ukuran dari luka. Tujuan dari semua perawatan luka bakar agar luka
segera sembuh rasa sakit yang minimal. Setelah luka dibersihkan dan di
debridement, luka ditutup. Penutupan luka ini memiliki beberapa fungsi:
pertama dengan penutupan luka akan melindungi luka dari kerusakan
epitel dan meminimalkan timbulnya koloni bakteri atau jamur. Kedua,
luka harus benar-benar tertutup untuk mencegah evaporasi pasien tidak
hipotermi. Ketiga, penutupan luka diusahakan semaksimal mungkin agar
pasien merasa nyaman dan meminimalkan timbulnya rasa sakit
Pilihan penutupan luka sesuai dengan derajat luka bakar
 Luka bakar derajat I, merupakan luka ringan dengan sedikit
hilangnya barier pertahanan kulit. Luka seperti ini tidak perlu
dibalut, cukup dengan pemberian salep antibiotik untuk mengurangi
rasa sakit dan melembabkan kulit. Bila perlu dapat diberi NSAID
(Ibuprofen, Acetaminophen) untuk mengatasi rasa sakit dan
pembengkakan

15
 Luka bakar derajat II (Superficial), perlu perawatan luka setiap
harinya, pertama-tama luka diolesi dengan salep antibiotik,
kemudian dibalut dengan perban
 Luka derajat III (dalam) dilakukan eksisi awal dan cangkok kulit
(early excision and grafting).
5. Antimikroba
Dengan terjadinya luka mengakibatkan hilangnya barier pertahanan
kulit sehingga memudahkan timbulnya koloni bakteri atau jamur pada
luka. Bila jumlah kuman sudah mencapai 105 organisme jaringan, kuman
tersebut dapat menembus ke dalam jaringan yang lebih dalam kemudian
menginvasi ke pembuluh darah dan mengakibatkan infeksi sistemik yang
dapat menyebabkan kematian. Pemberian antimikroba ini dapat secara
topikal atau sistemik. Pemberian secara topikal dapat dalam bentuk salep
atau cairan untuk merendam. Contoh antibiotik yang sering dipakai:
Salep : silver sulfadiazine, mafenide acetate, silver nitrate, povidone-
iodine, bacitracin (biasanya untuk luka bakar grade I), Neomycin,
Polimiyxin B. Nystatin, Mupirocin, mebo.
6. Analgesik
Pasien akan mengalami nyeri terutama saat ganti balut, prosedur
operasi, atau saat terapi rehabilitasi. Dalam kontrol rasa sakit digunakan
terapi farmakoogi dan nonfarmakologi. Terapi farmakologi yang
digunakan biasanya dari golongan opioid dan NSAID. Preparat anestesi
seperti ketamin, N20 (Nitrous oxide) digunakan pada prosedur yang
dirasakan sangat sakit seperti saat ganti balut. Dapat juga digunakan obat
psikotropik seperti anxiolitik, tranquilizer.

2.9 Diet Luka Bakar


a. Pengertian Diet Luka Bakar
Diet luka bakar adalah suatu tindakan untuk mempercepat
penyembuhan dan mencegah terjadinya gangguan metabolik serta
mempertahankan status gizi secara optimal selama proses penyembuhan,
oleh pasien luka bakar dengan maksud untuk mempercepat penyembuhan.

16
b. Tujuan Diet Luka Bakar
1. Mempercepat penyembuhan jaringan yang rusak.
2. Memperkecil terjadinya hiperglikemia dan hipergliseridemia.
3. Mencegah terjadinya gejala-gejala kekurangan zat gizi mikro.
c. Syarat Diet pada Luka Bakar
1. Memberikan makanan dalam bentuk cair sedini mungkin atau Nutrisi
Enteral Dini (NED).
2. Kebutuhan energi dihitung dengan pertimbangan kedalaman dan luas
luka bakar yaitu:
a) Menurut Curreri : 25 kkal/kg BB aktual + 40 kkal x % luka bakar.
b) Menurut Asosiasi Dietetik Australia berdasarkan % luka bakar.

Luka Bakar % Kebutuhan energi (Kkal)


≤10 1,2 x AMB
11 – 20 1,3 x AMB
21 – 30 1,5 x AMB
31 – 50 1,8 x AMB
≥50 2,0 x AMB
3. Protein tinggi, yaitu 20-25 % dari kebutuhan energi total.
4. Lemak sedang, yaitu 15-20 % dari kebutuhan energi total.
5. Karbohidrat sedang yaitu 50-60 % dari kebutuhan energi total. Bila
pasien mengalami trauma jalan napas (trauma inhalasi), karbohidrat
diberikan 45-55 % dari kebutuhan energi total.
6. Vitamin diberikan diatas Angka Kecukupan Gizi (AKG) yang
dianjurkan, untuk membantu mempercepat penyembuhan. Vitamin
umumnya ditambahkan dalam bentuk suplemen. Kebutuhan beberapa
jenis vitamin adalah sebagai berikut:
a) Vitamin A minimal 2 kali AKG.
b) Vitamin B minimal 2 kali AKG.
c) Vitamin C minimal 2 kali AKG.
d) Vitamin E 200 SI.

17
7. Mineral tinggi, terutama zat besi, seng ,natrium, kalium, kalsium,
fosfor, dan magnesium. Sebagian mineral diberikan dalam bentuk
suplemen.
8. Cairan tinggi. Akibat luka bakar terjadi kehilangan cairan dan
elektrolit secara intensif. Pada 48 jam pertama, pemberian cairan
ditujukan untuk mengganti cairan yang hilang agar tidak terjadi shock.
d. Jenis Diet Dan Indikasi Pemberian Pada Luka Bakar
1. Diet Luka Bakar I Diet Luka Bakar I diberikan pada pasien luka bakar
berupa cairan Air Gula Garam Soda (AGGS) dan Makanan Cair Penuh
dengan pengaturan sebagai berikut :
a) 0-8 jam pertama sampai residu lambung kosong diberi AGGS dan
Makanan Cair Penuh ½ kkal/ml, dengan cara drip (tetes) dengan
kecepatan 50 ml/jam.
b) 8-16 jam kemudian, jumlah energi per ml ditingkatkan menjadi 1
kkal/ml dengan kecepatan yang sama.
c) 16-24 jam kemudian, apabila tidak kembung dan muntah, energi
ditingkatkan menjadi 1 kkal/ml dengan kecepatan 50-75 ml/menit.
Diatas 24 jam bila tidak ada keluhan kecepatan pemberian
makanan dinaikkan sampai dengan 100 ml/menit.
d) Apabila ada keluhan kembung dan mual, AAGS dan Makanan Cair
Penuh diberikan dalam keadaan dingin. Apabila muntah,
pemberian makanan dihentikan selama 2 jam.
2. Diet Luka Bakar II
Diet Luka Bakar II merupakan perpindahan dari Diet Luka Bakar I,
yaitu diberikan segera setelah pasien mampu menerima cairan AGGS
dan Makanan Cair Penuh dengan nilai energi 1 kkal/ml, serta sirkulasi
cairan tubuh normal. Cara pemberiannya sebagai berikut :
a) Bentuk makanan disesuaikan dengan kemampuan pasien, dapat
berbentuk cair, saring, lumat, lunak, atau biasa.
b) CairanAGGS, tidak terbatas.

18
c) Bila diberikan dalam bentuk cair, frekuensi pemberian 8 kali
sehari. Volume setiap kali pemberian disesuaikan dengan
kemampuan pasien, maksimal 300 ml.
d) Bila diberikan dalam bentuk saring, frekuensi pemberian 3-4 kali
sehari dan dapat dikombinasikan dengan Makanan Cair Penuh
untuk memenuhi kebutuhan gizi.
e) Bila diberikan dalam bentuk lunak atau biasa, frekuensi pemberian
disesuaikan dengan kemampuan pasien sehingga asupan zat gizi
terpenuhi.
Preskripsi diet (Penetapan diet) :
1. Pemberian makanan dapat dimulai sesudah fase akut terlewati dan
aliran darah ke saluran cerna kembali normal. Makanan yang
diberikan harus mudah dicerna dan diserap seperti larutan hidrat
arang (maltodextrin).
2. Pilih bahan makanan yang mudah dilumatkan, seperti : Ikan
sebagai sumber protein hewani, Tahu atau tempe sebagai sumber
protein nabati, Sayur dan buah yang mudah dilumatkan seperti :
wortel, labu siam, lobak, pepaya, dll.
3. Pemberian susu kedelai, kacang merah dan kacang hijau dapat
dianjurkan untuk memberikan glutamin dan arginin yang banyak
terdapat di dalam produk kacangkacangan, khususnya kacang
merah. Minyak ikan yang kaya akan vitamin A dan asam lemak
omega 3 dapat pula diberikan sementara minyak zaitun yang
merupakan sumber asam lemak omega 9 dapat pula dimakan
mentah sebagai campuran susu atau formula enteralnya.
4. Gunakan santan sebagai bahan untuk menggurihkan makanan
karena santan terutama yang kental kaya akan asam lemak jenuh
untuk menambah kandungan protein dalam sereal, sup, dll.
5. Minum banyak air untuk mengencerkan darah. Misalnya 1 gelas air
mineral setiap 2 hingga 3 jam sekali dan minum setiap kali
terbangun untuk buang air kecil pada malam hari.

19
6. Untuk menghindari keletihan setelah sembuh dari trauma, luka
bakar atau pembedahan, pasien dianjurkan agar makan sedikit-
sedikit tetapi sering.
e. Bahan Makanan Sehari serta Bahan Makanan yang Dianjurkan dan Tidak
Dianjurkan
1. Bahan Makanan Sehari
a) Bentuk Cair Diberikan dalam bentuk Makanan Cair Penuh, yaitu
Formula Rumah Sakit (FRS) dan Formula Komersial (FK).
b) Bentuk Saring Diberikan dalam bentuk Makanan Saring, yang
dapat dilihat pada tabel berikut:
Bahan Makanan Berat (gr) URT
Tepung Beras 90 15 sdm
Maizena Telur 15 3 sdm
Ayam 50 1 btr
Daging sapi 100 2 ptg sdg
Tahu 100 1 bh bsr
Kacang Hijau 25 2 ½ sdm
Pepaya 300 3 ptg sdg
Margarin 10 1 sdm
Santan 100 ½ gls
Gula Pasir 60 6 sdm
Gula Merah 50 5 sdm
Susu 500 2 ½ gls
Makanan ini ditambah Makanan Cair sebagai berikut:
1) Pukul 10.00 : Makanan Cair Penuh 200 ml.
2) Pukul 16.00 : Makanan Cair Penuh 200 ml.
3) Pukul 21.00 : Makanan Cair Penuh 200 ml.
4) Pukul 05.00 : Makanan Cair Penuh 200 ml.
c) Bentuk Lunak
Diberikan dalam bentuk Makanan Lunak, yang dapat dilihat pada
tabel berikut:

20
Bahan Makanan Berat (gr) URT
Beras 250 5 gls nasi tim
Daging 100 2 ptg sdg
Telur Ayam 50 1 btr
Tempe 100 4 ptg sdg
Kacang Hijau 25 2 ½ sdm
Sayuran 200 2 gls
Buah Pepaya 200 2 ptg sdg
Gula Pasir 50 5 sdm
Minyak 25 2 ½ sdm
Susu 200 1 gls
Makanan ini ditambah Makanan Cair sebagai berikut:
1) Pukul 10.00 : Makanan Cair Penuh 200 ml.
2) Pukul 16.00 : Makanan Cair Penuh 200 ml.
3) Pukul 21.00 : Makanan Cair Penuh 200 ml.
4) Pukul 05.00 : Makanan Cair Penuh 200 ml.
d) Bentuk Biasa Diberikan dalam bentuk Diet Energi Tinggi Protein
Tinggi (Diet ETPT), yang dapat dilihat pada tabel berikut:
Bahan Makanan yang Ditambahkan pada Makanan Biasa (Diet ETPT)
Bahan ETPT I ETPT II
Makanan Berat URT Berat (gr) URT
(gr)
Susu 200 1 gls 400 2 gls
Telur Ayam 50 1 btr 100 2 btr
Daging 50 1 ptg sdg 100 2 ptg
Formula Komersial 200 1 gls 200 sdg
Gula Pasir 30 3 sdm 30 1 gls
3 sdm
Bila pasien tidak dapat menghabiskan porsi makanan biasa, maka
frekuensi makan dapat ditambah menjadi 4 kali makanan utama.
Jadwal makanan adalah sebagai berikut:
1) Pukul 08.00 : Makan Pagi.

21
2) Pukul 10.00 : Selingan.
3) Pukul 13.00 : Makan Siang.
4) Pukul 16.00 : Selingan.
5) Pukul 18.00 : Makan Malam I.
6) Pukul 21.00 : Makan Malam II.
7) Pukul 05.00 : Selingan.
2. Bahan Makanan yang Dianjurkan dan Tidak Dianjurkan
a) Bahan makanan yang dianjurkan merupakan semua bahan
makanan sumber energi dan protein seperi susu, telur, daging,
ayam, dan keju, serta gula pasir, dan sirup.
b) Bahan makanan yang tidak dianjurkan yaitu bahan makanan
hiperalergik seperti udang.

2.10 Masalah Keperawatan


Menurut teori Amin Huda Nurarif (2013), diagnosa keperawatan yang
muncul pada kasus luka bakar, yaitu:
1) Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan cedera alveolar
2) Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan adanya obstruksi
jalan nafas
3) Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera (mis, biologis, zat kimia,
fisik)
4) Gangguan integritas kulit berhubungan dengan agen cedera
5) Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan aktif
6) Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi
7) Hambatan mobilitas fisik berhubungan penurunan ketahanan tubuh dan
penurunan kekuatan otot.
8) Resiko infeksi faktor berhubungan dengan kerusakan kulit; jaringan
traumatic. Pertahanan sekunder tidak adekuat; penurunan Hb, penekanan
respon inflamasi.

22
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Luka bakar merupakan jenis trauma yang merusak jaringan dan
mendegradasi kulit. Luka bakar itu sendiri adalah respon kulit dan jaringan
terhadap paparan dari trauma panas. Etiologi dari luka bakar yaitu paparan
api, baik secara langsunng maupun tidak langsung, seperti akibat tersiram air
panas yang banyak terjadi pada kecelakaan rumah tangga,. Selain itu, pajanan
suhu tinggi dari matahari, listrik, maupun bahan kimia juga dapat
menyebabkan luka bakar.
Penanganan awal pada pasien luka bakar. Dimulai dari tempat kejadian,
pasien harus dipisahkan dari sumber kebakaran. Pemeriksaan awal fisik pada
pasien yang terbakar harus fokus pada penilaian jalan nafas, evaluasi status
hemodinamik, menentukan luas bagian yang terbakar dan menilai dalamnya
luka. Penilaian langsung dari jalan nafas selalu menjadi prioritas utama.
Untuk penilaian pada pasien luka bakar dapat menggunakan penilaian primer
dan penilaian sekunder. Selain itu, resusitasi cairan juga harus dilakukan,
pergantian darah, perawatan luka bakar, pemberian antimikroba dan
analgesik.
Diet pada pasien dengan luka bakar juga diperlukan karena untuk
mempertahankan status gizi secara optimal selama proses penyembuhan.
Terdapat 2 jenis luka bakar, yaitu diet luka bakar 1 yang berupa Air Gula
Garam Soda (AGGS) dan diet luka bakar 2 sebagai perpindahan dari diet luka
bakar 1. Bahan makanan disesuaikan dengan kemampuan pasien, dapat
berbentuk cair, saring, lunak dan biasa. Makanan yang dianjurkan untuk
pasien dengan luka bakar, yaitu semua bahan makanan sumber energi dan
protein.
3.2 Saran
Dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien luka bakar harus
dievaluasi secara sistemik dan tetap memegang prinsip steril, karena dapat
mempengaruhi waktu proses penyembuhan luka bakar maka harus dilakukan
tindakan yang tepat untuk masalah pasien. Selain itu, setiap individu baik tua,

23
muda, maupun anak-anak diharapkan selalu waspada setiap melakukan
aktivitas terutama pada hal-hal yang dapat memicu luka bakar.

24
DAFTAR PUSTAKA

Almatsier, S. (2006). Penuntun Diet. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Umum.


Amin, H. (2013). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis
dan NANDA NIC-NOC. Jakarta: Medication publishing.
Anggowarsito, J. L. (2014). Luka Bakar Sudut Pandang Dermatologi. Jurnal
Widya Medika, 2(2), 115-120.
Aziz AA, S. (2020). Laporan Kasus : Tatalaksana Pasien Luka Bakar Berat
Dengan Trauma Inhalasi Di Unit Perawatan Intensif. 9-15.
Barret, P. (2005). Initial Management and Resucitation, Priciple and Practice of
Burn Surgery. New York: Marcel Dekker.
Bayeman, F. (2018). A WHO Plan For Burn Prevention and Care. Retrieved
Agustus 2021, from
https://www.who.int/news-room/fact-sheets/detail/burn
Brunner, & Suddarth. (2013). Keperawatan Medikal Bedah Vol. 2 . Jakarta: EGC.
Hettiaratchy, S. D. (2004). ABC OF BURNS. BMJ: Blackwell Publishing.
Ignery, P. &. (2008). FAHC Burn Care Manual, Fletcher Allen Health Care.
Vermont: University of Vermont.
Moenadjat, Y. (2009). Luka Bakar Masalah dan Tatalaksana 4th ed. Jakarta:
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

25

Anda mungkin juga menyukai