Anda di halaman 1dari 17

TUGAS KAPITA SELEKTA PERDATA KELOMPOK 4

Nama Kelompok:
1. Hizkia Ivan Nugroho – 205200095
2. Viona Widjaja – 205200068
3. Yosia Moningka – 205200149
4. Sharon Marilyn - 205200101

1
Perlindungan Hukum bagi Pemenang Lelang Dalam Transaksi Jual Beli
Rumah Melalui Mekanisme Lelang dan Segala Konsekuensinya

I. Latar Belakang

Lelang di Indonesia mulai ada sejak Tahun 1908, ditandai dengan terbitnya Peraturan Lelang
atau Vendu Reglement. Vendu Reglement yang diundangkan dalam Staatsblad Nomor 189 Tahun
1908 merupakan cikal bakal lahirnya mekanisme lelang di Indonesia. Pada awal
pemberlakuannya, Vendu Reglement hanya berlaku bagi warga Belanda yang pada waktu itu
menduduki Indonesia. Mekanime lelang digunakan untuk mengatasi permasalahan barang-
barang milik para pejabat Belanda yang berpindah tugas. Selanjutnya lelang berkembang
menjadi penjualan barang - barang permintaan pengadilan atau dikenal dengan lelang eksekusi.
Vendu Reglement mengatur tata cara lelang, siapa yang melaksanakan lelang, barang- barang
yang dilelang, biaya – biaya yang timbul dalam lelang, pembukuan lelang dan institusi yang
boleh menyelenggarakan lelang. Vendu Reglement juga mengatur mekanisme lelang secara detail,
termasuk tata cara penawaran lelang. Vendu Reglement sekaligus menjadi dasar terbentuknya
kantor Inspeksi Lelang sebagai lembaga pertama di Indonesia yang berwenang melaksanakan
lelang. Inspeksi lelang ini bertanggung jawab kepada Menteri Keuangan (Direktuur Van
Financient). Inspeksi Lelang selanjutnya beralih di bawah Direktorat Jenderal Pajak (DJP)
dengan nama Kantor Lelang Negara (KLN). Dalam pelaksanaannya, KLN menunjuk seorang
Pejabat Lelang Klas I. Selain Pejabat Lelang Klas I, diangkat pula Pejabat Lelang Klas II untuk
melayani lelang yang berada di pelosok dimana belum ada KLN.
Pada Tahun 1991, melalui Keputusan Presiden Nomor 21 Tahun 1991, terjadi perubahan
organisasi di Departemen Keuangan. Salah satunya adalah terbentuknya lembaga baru dengan
nama Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara (BUPLN). Unit lelang atau KLN yang tadinya
berada di bawah DJP beralih menjadi di bawah BUPLN. Pada masa BUPLN tersebut, lelang
berkembang dengan melibatkan pihak swasta dalam pelaksanaan lelang sehingga mulai marak
berdiri Balai Lelang yang berada dibawah pembinaan dan pengawasan BUPLN. Pengelola Balai
Lelang adalah pihak swasta. Pada Tahun 2000, kembali terjadi perubahan organisasi di bawah

2
Departemen Keuangan. BUPLN berganti nama menjadi Direktorat Jenderal Piutang dan Lelang
Negara (DJPLN). DJPLN mempunyai tugas dan fungsi sebagai lembaga yang melakukan
pengurusan piutang Negara dan lelang. Unit lelang juga berubah nama dari KLN menjadi Kantor
Pelayanan Pengurusan Piutang dan Lelang Negara (KP2LN). Perkembangan terakhir terjadi pada
Tahun 2006, dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 445/PMK.01/2006 tentang Organisasi
Departemen Keuangan, DJPLN berubah menjadi Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN),
sedangkan di tingkat operasional berubah dari KP2LN menjadi Kantor Pelayanan Pengelolaan
Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL).

Dengan berkembangnya zaman dari waktu ke waktu, pelaksanaan lelang semakin banyak
dilakukan. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya jual beli properti dengan mekanisme lelang.
Membeli properti dengan harga murah bahkan bisa mencapai 30 persen di bawah harga pasar,
siapa yang tidak tertarik dengan hal ini?. Seringkali kita temui banyak orang yang ingin
melakukan investasi di bidang properti, baik itu membeli rumah, ruko, tanah, gudang bahkan
apartemen. Bagaimana cara memilih properti yang baik sehingga keinginan untuk menjadi
untung akan dapat dinikmati segera. Tentunya sebelum membeli properti, kita akan melakukan
survei terlebih dahulu dari sisi harga dan lokasi. Jika harga tersebut benar-benar murah, dan
dibawah harga pasar tentunya minat kita untuk membeli properti tersebut menjadi lebih tinggi.
Membeli barang lelang yang diselenggarakan di Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang
(KPKNL) atau di Badan Lelang banyak dilakukan oleh beberapa pihak, khususnya bagi mereka
yang memang sudah sering melakukan hal ini. Namun, dengan membeli barang melalui proses
lelang ini tentu ada resiko yang harus dihadapi. Salah satu isu yang paling umum terjadi adalah
pengosongan properti. Penghuni properti yang sudah dilelang dan yang sudah sah menurut
hukum sudah beralih kepemilikannya ke pemenang lelang tidak bersedia mengosongkan properti
(objek lelang). Tentunya hal ini akan merugikan pihak pemenang lelang karena sudah membayar
penuh harga properti tetapi tidak dapat langsung menikmati objek lelang tersebut. Atau
seringkali ditemukan juga pemblokiran balik nama di Badan Pertahanan Nasional (BPN) pada
saat proses balik nama diajukan oleh pemenang lelang, karena adanya laporan dari penghuni
properti yang tidak terima hasil lelang.

3
Dengan adanya beberapa isu tersebut di atas, lantas bagaimana perlindungan hukum atau
kekuatan hukum bagi pemenang lelang? dan apa yang harus dilakukan pemenang lelang jika
menghadapi isu-isu tersebut di atas? Apakah pemenang lelang boleh melakukan bongkar properti
dan melakukan pengusiran terhadap penghuni properti tersebut? Apakah jika pemenang lelang
melakukan hal tersebut, dapat dikatakan melakukan perbuatan melawan hukum? Tentunya
permasalahan di atas akan kita bahas lebih lanjut pada bagian pembahasan.

II. Permasalahan

Contoh kasus :
A melakukan pinjaman kepada Bank X sebesar Rp. 1 Miliar dengan memberikan jaminan berupa
sebuah rumah (tanah dan bangunan) di Jalan Ampera seluas 300 meter persegi. Pada jatuh tempo
yang sudah ditentukan A tidak dapat melunasi pinjamannya dan sudah mendapatkan teguran
beberapa kali dari Bank X. Sampai pada akhirnya Bank X mengumumkan bahwa jaminan berupa
tanah dan bangunan di Jalan Ampera atas nama A akan dilelang. Pengumuman lelang dibaca
oleh Ibu S. Ibu S kebetulan memang sedang mencari rumah di Jalan Ampera dan karena harga
lelang ini sangat menarik. Maka Ibu S melakukan pembelian pada saat Badan Lelang melakukan
pelelangan atas rumah A tersebut. Ibu S menang dan dinyatakan sebagai pemenang lelang. Ibu S
sudah melakukan pembayaran penuh atas objek lelang dan sudah mendapatkan risalah lelang
yang kemudian dibawa ke BPN untuk diproses balik nama menjadi atas nama Ibu S. Akan tetapi
sementara dalam proses balik nama tersebut yang membutuhkan waktu beberapa bulan, A tetap
tidak mau keluar dari rumah tersebut, walaupun sudah diberikan peringatan berkali-kali bahwa
rumah tersebut sudah menjadi milik pemenang lelang.
Apa yang harus dilakukan oleh Ibu S? mengusir A beserta keluarganya secara paksa? Apakah ini
melanggar hukum?
1. Ibu S yang sudah menang atas objek lelang, serta sudah membayar penuh adalah sah
menjadi pemilik objek lelang tersebut. Tetapi jika A tidak ingin keluar dari properti
tersebut, dan Ibu S melakukan upaya pengosongan dengan mengganti kunci pintu dan
mengeluarkan seluruh isi properti yang menjadi milik penghuni lama, apakah hal ini
melanggar hukum?

4
2. Bagaimana kekuatan hukum dan perlindungan hukum yang diberikan negara kepada Ibu
S sebagai pemenang lelang yang beritikad baik membeli objek lelang?

III. Pembahasan

1. Ibu S yang sudah menang atas objek lelang, serta sudah membayar penuh adalah sah
menjadi pemilik objek lelang tersebut. Tetapi jika A tidak ingin keluar dari properti
tersebut, dan Ibu S melakukan upaya pengosongan dengan mengganti kunci pintu dan
mengeluarkan seluruh isi properti yang menjadi milik penghuni lama, apakah hal ini
melanggar hukum?

Menjawab isu di atas, Pengosongan rumah yang telah beralih hak kepemilikannya dari A
kepada Ibu S dalam lelang, maka secara hukum Ibu S dapat mengajukan upaya
pengosongan melalui pengadilan.
Mekanisme ini dapat ditemukan pada Pasal 200 ayat (11) Herzien Inlandsch Reglement
(HIR) yang berbunyi :
“Jika orang yang barangnya dijual itu, enggan meninggalkan barangn yang tetap itu,
maka Ketua Pengadilan Negeri membuat satu surat perintah kepada orang yang berkuasa
menjalankan surat jurusita, supaya dengan bantuan panitera pengadilan negeri, jika perlu
dengan pertolongan polisi, barang yang tetap itu ditinggalkan dan dikosongkan oleh
orang. yang dijual barangnya itu, serta oleh kaum keluarganya.”
Kemudian hal ini dipertegas lagi oleh Mahkamah Agung dalam Surat Edaran Mahkamah
Agung (SEMA) No. 4 Tahun 2014 tentang pemberlakuan rumusan hasil rapat pleno
kamar mahkamah agung tahun 2013 sebagai pedoman pelaksanaan tugas bagi peradilan.
Pada Sub Kamar Perdata Umum angka 4, Mahkamah Agung menyatakan bahwa :
“Terhadap pelelangan hak tanggungan oleh kreditur sendiri melalui kantor lelang, apabila
terlelang tidak mau mengosongkan obyek lelang, eksekusi pengosongan dapat langsung
diajukan kepada Ketua Pengadilan Negeri tanpa melalui gugatan.”

5
Jadi dalam hal A tidak mau mengosongkan rumah yang sebenarnya secara kekuatan
hukum sudah menjadi milik Ibu S, seharusnya Ibu S menggunakan jalur pengadilan
untuk melakukan pengosongan. Pengadilan akan melakukan eksekusi dengan jurusita.
Jika Ibu S melakukan demikian, maka Ibu S tidak melanggar hukum. Dikarenakan Ibu S
melakukan pengosongan melalui cara sendiri maka jika A tidak senang dengan tindakan
Ibu S tersebut, A dapat mengajukan gugatan perbuatan melawan hukum terhadap Ibu S.
Pelaksanaan pengosongan rumah oleh pemenang lelang dan/atau siapapun juga tidak
diperkenankan dilakukan secara melawan hukum. Termasuk dalam hal ini adalah
melakukan pemaksaan, penguasaan, pengusiran dan/atau tindakan anarkistis lainnya
terhadap penghuni untuk mengosongkan rumah yang telah beralih hak kepemilikannya ke
pihak pemenang lelang. Tindakan tersebut dapat dikualifikasikan sebagai perbuatan
melawan hukum. Hal ini di antaranya dapat dilihat pada Putusan Mahkamah Agung No.
2192K/Pdt/2013 tanggal 13 Oktober 2014. Pada putusan tersebut pertimbangan hukum
Mahkamah Agung menyatakan bahwa meskipun benar Tergugat IV adalah pemenang
lelang, akan tetapi bukan berarti yang bersangkutan bisa semaunya masuk dan menguasai
objek lelang. Apabila Termohon Lelang tidak mau memberikannya secara sukarela, maka
diperlukan proses eksekusi oleh pengadilan setempat.

2. Bagaimana kekuatan hukum dan perlindungan hukum yang diberikan negara kepada Ibu
S sebagai pemenang lelang yang beritikad baik membeli objek lelang?

Berdasarkan Pasal 20 ayat 1b UU No. 4 Tahun 1996 tentang Atas Tanah Beserta Benda-
Benda yang Berkaitan dengan Tanah, bahwa apabila debitor cidera janji maka obyek hak
tanggungan tersebut akan dijual melalui mekanisme lelang. Hal ini disebut lelang
berdasarkan titel eksekutorial.

Pemenang lelang yang menang atas obyek lelang baik berdasarkan titel eksekutorial
maupun penetapan pengadilan, yang dilakukan secara sah dan berkekuatan hukum
mendapatkan perlindungan hukum dari negara. Hal ini didasari pada beberapa putusan
pengadilan yang telah dijadikan yurisprudensi, antara lain :

6
1. Yurisprudensi MA No 323/K/Sip/1968 yang menyatakan bahwa suatu lelang yang
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku serta
dimenangkan oleh pembeli lelang yang beritikad baik, maka lelang tersebut tidak dapat
dibatalkan dan kepada pemberi lelang yang beritikad baik tersbut wajib diberikan
perlindungan hukum.
2. Yurisprudensi MA No. 821/K/Sip/1974 yang menyatakan bahwa pembelian dimuka
umum melalui kantor lelanf adalah pembeli yang beritikad baik, harus dilindungi oleh
Undang-Undang.
3. Yurisprudensi MA No. 3201K/Pdt/1991 menyatakan bahwa pembelu tabg beritikad baik
harus dilindungi. Jual beli dilakukan dengan hanya berpura-pura saja hanya mengikat
terhadap yang membuat perjanjian, dan tidak mengikat sama sekali kepada pihak ketiga
yang membeli dengan itikad baik. Pembeli yang beritikad baik dilindungi oleh hukum.
4. Yurisprudensi MA Np. 314K/TUN/1996, 29 Juni 1998, menyatakan Pembeli lelang tanah
eksekusi pengadilan yang dilaksanakan oleh kantor lelang negara harus mendapat
perlindungan hukum, karena itu penguasaan sertipikat atas tanah oleh Pemerintah Daerah
adalah tidak sah dan sertipikat hak miliknya harus dinyatakan batal demi hukum.
5. Putusan MA RI No. 4039K/Pdt/2001 yang dalam pertimbangannya menyebutkan sebagai
berikut :
 bahwa hak tanggungan atas obyek sengketa telah dilakukan pelelangan sesuai
dengan prosedur yang ada, walaupun demikian dapat dibuktikan dengan putusan
pidana bahwa pihak yang menjaminkan (tergugat I) tidak berhak untuk
menjaminkan obyek sengketa tersebut.
 bahwa oleh karena pelelangan terjadi sebelum adanya putusan perkara pidana,
maka pelelangan atas obyek sengketa adalah sah dan dengan demikian pembeli
lelang harus dilindungi.
 bahwa oleh karena pelelangan atas obyek sengketa adalah sah, maka yang harus
bertanggung jawab atas kerugian yang diderita oleh para penggugat adalah
tergugat I. Sedangkan Turut Tergugat I dan II harus dilepaskan dari tanggung
jawab dan tuntuntan penggugat tersebut.
6. Yurisprudensi MA No. 1068K/Pdt/2008, tanggal 21 Januari 2009 tersebut diputuskan oleh
Hakim Agung dengan kesimpulan bahwa :

7
 pembatalan suatu lelang yang telah dilakukan berdasarkan adanya putusan yang
telah berkekuatan hukum tetap, tidak dapat dibatalkan;
 pembeli lelang terhadap obyek sengketa berdasarkan Berita Acara Lelang dan
Risalah lelang yang didasarkan atas putusan yang telah berkekuatan hukum tetap
adalah pembeli lelang yang beritikad baik dan oleh karena itu harus dilindungi;
 Apabila di kemudian hari ada putusan yang bertentangan dengan putusan yang
berkekuatan hukum tetap dan menyatakan putusan yang berkekuatan hukum tetap
tersebut tidak mengikat, maka putusan itu tidak bisa dipakai sebagai alasan untuk
membatalkan lelang, yang dapat dilakukan adalah menuntut ganti rugi atas obyek
sengketa dari pemohon lelang.
Dalam hal menuntut ganti rugi terhadap lelang yang dibatalkan oleh pengadilan, hal ini tidak di
atur dalam peraturan lelang, akan tetapi hal ini bersifat umum yang diatur di dalam KUH Perdata.
Dalam peraturan lelang hanya disebutkan kewajiban penjual. Pasal 16 Peraturan menteri
Keuangan No 93/PMK/06/2010 tentang petunjuk pelaksanaan lelang dinyatakan bahwa
Penjual/Pemilik barang bertanggung jawab terhadap keabsahan kepemilikan barang, keabsahan
dokumen persyaratan lelang, penyerahan barang bergerak dan atau tidak bergerak, dan dokumen
kepemilikan kepada pembeli. Penjual/Pemilik Barang bertanggung jawab terhadap gugatan
perdata maupun tuntutan pidana yang timbul akibat tidak dipenuhinya peraturan perundang-
undangan di bidang lelang. Penjual/Pemilik barang bertanggung jawab atas tuntutan ganti rugi
terhadap kerugian yang timbul karena ketidakabsahan barang dan dokumen persyaratan lelang.

Dalam hal ini apabila lelang dinyatakan tidak sah dan batal oleh pengadilan maka
penjual/pemilik barang mengembalikan harga lelang yang telah dibayarkan oleh pemenang
lelang beserta dengan ganti kerugian yang timbul dalam proses pelelangan itu.
Pasal 1365 KUHPerdata menjelaskan bahwa tiap perbuatan yang membawa kerugian kepada
orang lain, mewajibkan orang yang menimbulkan kerugian tersebut karena kesalahannya untuk
mengganti. Undang-Undang menjamin perlindungan pembeli yang telah dirugikan dalam jual
beli adalah pembeli dapat menuntut ganti rugi di depan pengadilan.

Undang-Undang telah menjamin kepastian hukum bagi pemenang lelang yang dinyatakan dalam
Vendu Reglement yaitu salah satu peraturan warisan Belanda yang hingga kini masih berlaku

8
yaitu suatu peraturan perundang-undangan tertanggal 28 Februari 1908 yang mengatur tentang
lelang. UU lelang warisan Belanda ini terakhir diubah dengan Staatblad tahun 1941 Nomor 3.
Selain itu HIR, dan PMK N0. 106/PMK.06/2013 tentang Perubahan Atas PMK No.
93/PMK.06/2010 dan PMK No. 93/PMK.06/2010 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang.

Secara umum Vendu Reglement mengatur tentang penyelenggaraan lelang, juru lelang, atau saat
ini disebut pejabat lelang, serta bagian dari isi risalah lelang. Dalam Pasal 42 Vendu Reglement
dinyatakan bahwa pemenang lelang berhak mendapatkan risalah lelang. Risalah lelang ini
berlaku sebagai akta jual beli obyek lelang. Kutipan risalah lelang ini nantinya akan digunakan
untuk kepentingan balik nama jika obyek lelang tersebut adalah benda tidak bergerak.
Pemenang Lelang yang sudah memperoleh risalah lelang mempunyak hak untuk mendaftarkan
hak tanahnya di Kantor Pertahanan Nasional dalam hal balik nama dari pemilik lama ke
pemenang lelang.
Jadi secara hukum pemenang lelang mempunyai kepastian hukum atas barang lelang yang
dibelinya. Apabila terdapat gugatan oleh pihak ketiga ke Pengadilan Negeri atas barang tersebut,
sebenarnya tidak mempengaruhi keabsahan kepemilikan barang tersebut karena hal ini didasari
suatu pertimbangan bahwa dengan dijualnya barang melalui lelang berarti bahwa kantor lelang
selaku penerima kuasa telah menjamin bahwa barang yang dilelang adalah telah jelas diketahui
pemiliknya serta dan telah memenuhi syarat-syarat perndaftaran lelang. Sebeluum permohonan
lelang dikabulkan oleh pejabat lelang, pejabat lelang wajib melakukan verifikasi dokumen yang
diajukan oleh penjual/pemilik obyek lelang. Selain jaminan kepastian hukum yang diberikan
kepada pemenang lelang dalam ketentuan di atas, dalam Pasal 3 PMK No.
93/PMK.06/2010 dinyatakan bahwa lelang yang telah dilaksanakan sesuai dengan ketentuan
yang berlaku tidak dapat dibatalkan.

IV. Kesimpulan

Dari pembahasan di atas, kita dapat menyimpulkan bahwa Pemenang lelang yang sudah menang
dalam pembelian rumah dan mendapatkan perlindungan hukum, tidak lantas dapat semena-mena
melakukan pengosongan terhadap rumah yang sudah menjadi miliknya. Proses pengosongan

9
harus tetap dilakukan melalui jalur hukum. Dalam hal pemilik lama masih menempati rumah
tersebut dan tidak mau mengosongkan rumahnya, maka pemenang lelang harus mengambil jalur
pengadilan untuk melakukan eksekusi. Melalui Ketua Pengadilan, akan dikeluarkan surat
pengosongan dengan jurusita, bahkan mungkin dilakukan dengan bantuan polisi. Semua harus
dilakukan sesuai proses jalur pengadilan, tidak dapat dilakukan secara semena-semena oleh
pemenang lelang. Jika pemenang lelang melakukan pengosongan seperti pengusiran, pemaksaan
dengan bongkar kunci dan mengeluarkan semua barang-barang pemilik lama tanpa surat izin
pengadilan, maka hal ini dapat membuat pemenang lelang melanggar hukum dan digugat
melakukan perbuatan melanggar hukum.

Kepastian Hukum bagi pemenang lelang sudah dinyatakan jelas dalam beberapa yurisprudensi
dan juga putusan Mahkamah Agung yang menjelaskan bahwa pemenang lelang adalah pembeli
yang beritikad baik yang dilindungi oleh negara. Lelang yang sudah dimenangkan tidak dapat
dibatalkan. Jika ada gugatan yang diajukan maka sifatnya bukan lantas menggagalkan lelang
yang sudah dilaksanakan, akan tetapi hal tersebut akan diatur selanjutnya menjadi ganti kerugian
yang lebih jelasnya diatur di dalam KUH Perdata menurut kasusnya masing-masing. Karena
ganti rugi ini bersifat umum, dan dalam undang-undang lelang tidak dijelaskan mengenai ganti
rugi tersebut.

Setelah mengetahui penjelasan mengenai lelang maka dapat kita informasikan secara rinci
sebagai berikut :
1. Apa itu lelang dan penjelasannya?

Berdasarkan Pasal 1 angka 1 Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 213 Tahun 2020
lelang didefinisikan sebagai penjualan barang yang terbuka untuk umum dengan
penawaran harga secara tertulis dan/atau lisan yang semakin meningkat atau menurun.
Jadi dapat disimpulkan secara sederhana bahwa lelang adalah proses jual beli untuk
peralihan hak milik atas barang yang dilelang dari pemilik kepada pemenang lelang
(pembeli).
Penjualan secara lelang wajib diumumkan terlebih dahulu. Hal ini berdasarkan pada
Peraturan Menteri Keuangan No 40/PMK.07.2006 yang berbunyi : Penjualan secara

10
lelang wajib didahului dengan pengumuman lelang yang dilakukan oleh penjual melalui
surat kabar yang terbit di tempat barang berada akan dijual.

Prinsip Dasar Lelang adalah Penjualan umum yang didahului dengan pengumuman yang
dilakukan dihadapan pejabat lelang.

Pejabat Lelang ada 2 jenis :

1. Pejabat Lelang Kelas 1 : PNS Kemenkeu di DJKN. Semua lelang eksekusi,


termasuk lelang hak tanggungan hanya bisa dilakukan di Pejabat Lelang Kelas 1.

2. Pejabat Lelang Kelas II : hanya berwenang melakukan jenis lelang non eksekusi
sukarela.

Fungsi Pelayanan Lelang memiliki 2 fungsi :

1. Fungsi pelayanan publik

Dari lembaga lelang tercermin saat digunakan aparatur negara dalam


melaksanakan tugas kepemerintahan dalam rangka penegakan hukum/law
enforcement seperti yang diamanatkan dalam berbagai undang-undang, seperti
KUHAP, KUHPer, HIR, UU Panitia Urusan Piutang Negara No. 49 Prp Tahun
1960, UU kepabeanan No. 10 Tahun 1995, UU Hak Tanggungan No 4 Tahun
1996, UU Penagihan Pajak dengan Surat Paksa No 19 Tahun 1997, UU Jaminan
Fidusia No 42 Tahun 1999, dan UU Kepailitan dan PKPU No 37 Tahun 2004.

Fungsi ini tercermin pada saat digunakan dalam rangka pengelolaan barang
kekayaan milik negara khususnya pada saat dipindahtangankan dengan cara dijual.
Fungsi pelayanan ini akan memberikan kontribusi dalam penerimaan negara
bukan pajak (PNBP) berupa bea lelang, hasil penjualan kekayaan negara, sitaan
yang dirampas untuk negara, dan penerimaan pajak berupa PPh Pasal 25 dan
BPHTB.

2. Fungsi Privat

11
Fungsi ini tercermin saat lembaga lelang digunakan oleh siapapun yang memiliki
barang dan bermaksud menjualnya secara lelang. Dalam fungsi privat, lembaga
lelang menjadi sarana/alat untuk memperlancar lalu lintas perdagangan barang.

Dari kedua fungsi tersebut, pada akhirnya pelaksanaan lelang akan memberikan
kontribusi dalam PNBP berupa bea lelang, hasil penjualan kekayaan negara, sitaan yang
dirampas untuk negara, dan penerimaan pajak berupa PPh Pasal 25 dan BPHTB.

Seiring dengan berkembangnya teknologi, lelang pun dapat dilakukan secara elektronik
atau disebut E-auction.

Lelang Elektronik ( E-Auction )

Adalah produk layanan unggulan DJKN sehingga lelang semakin modern dan dilaksanakan tidak
harus dengan menghadirkan peserta ke tempat lelang. Kemudahan ini memberikan dampak
peserta tidak perlu mengeluarkan biaya besar untuk hadir dalam pelaksanaan lelang serta
melakukan penawaran lelang sebatas kemampuannya tanpa ada tekanan dari peserta pesaing dari
pihak lain.

E-Auction memberikan pilihan bagi pemohon untuk menentukan sistem penawaran lelang
melalui internet, yakni melalui mekanisme closed bidding maupun open bidding.

Closed Bidding : peserta dapat melakukan penawaran setelah yang bersangkutan memenuhi
persyaratan lelang dan menawar obyek lelang ditayangkan di aplikasii internet sampai batas
akhir penawaran.

Open Bidding ; sistem penawaran lelang melalui internet dimana peserta dapat melakukan
penawaran secara real time (dapat melihat penawaran dari peserta lain) dilakukan sekurang-
kurangnya 2 jam sebelum batas akhir penawaran. Pilihan ini sengaja diberikan mengingat
masyarakat di Indonesia masih sangat beragam dalam penguasaan teknologi. Aplikasi internet ini
dapat dilihat di https://www.lelang.go.id atau ada juga di playstore atau app store.

Jenis-Jenis Lelang

12
1. Lelang Eksekusi

Lelang untuk melaksanakan putusan atau penetapan pengadilan, dokumen-dokumen lain


yang dipersamakan dengan itu, dan/atau melaksanakan ketentuan peraturan perundang-
undangan.

Contoh : Pasal 3 PMK 213/PMK.06/2020

Hipotek, Hak Tanggungan, Jaminan Fidusia

Dasar Hukum :

Pasal 200 ayat (1) HIR :

a. Penjualan di muka umum barang mikik tergugat (tereksekusi) yang disita


Pengadilan Negeri.

b. Penjualan dilakukan Pengadilan Negeri melalui perantaraan Kantor Lelang.

c.

2. Lelang Non Eksekusi Wajib

Adalah lelang untuk melaksanakan penjualan barang yang oleh peraturan perundang-
undangan diharuskan dijual secara lelang, yaitu lelang atas barang milik atau dikuasai
oleh Negara.

Contoh : Pasal 4 PMK 213/PMK.06/2020

3. Lelang Non Eksekusi Sukarela

Adalah lelang atas barang milik swasta, perorangan atau badan hukum/badan usaha yang
dilelang secara sukarela.

Contoh : Pasal 5 PMK 213/PMK.06/2020

2. Apa keuntungan dan kerugian membeli barang lelang dalam hal ini adalah rumah sebagai

13
obyek lelang?
Keuntungan :
 Harga Murah
Harga rumah yang dilelang pastinya lebih murah daripada harga rumah di pasaran,
bahkan bisa mencapai 30% lebih murah daripada harga pasar.
 Aman
Dari segi keamanan, sistem lelang lebih terjamin karena lelang disaksikan,
dipimpin, dan dilaksanakan oleh pejabat lelang selaku pejabat umum
yang diangkat oleh pemerintah. Pejabat lelang akan meneliti terlebih dahulu
legalitas setiap barang yang akan dilelang melalui proses pengecekan dokumen ke
instansi yang terkait, hal ini dilakukan untuk memberikan kepastian kepada calon
pembeli agar tidak terjadi permasalahan di kemudian hari. Pejabat lelang tidak
akan melaksanakan lelang apabila ada dokumen maupun prosedur lelang yang
tidak terpenuhi.
 Adil
Kegiatan lelang dilaksanakan dengan mengundang khalayak ramai dan
diumumkan melalui pengumuman lelang sehingga pelaksanaannya bersifat
terbuka, transparan dan objektif. Terlebih, lelang dilaksanakan oleh pejabat
lelang selaku pejabat umum yang bersifat independen dan dilaksanakan sesuai
dengan ketentuan yang berlaku sehingga dapat menjamin keadilan bagi para
pelaku lelang.
 Kompetitif
Cara penawaran lelang yang khas, yakni dengan harga yang semakin meningkat
untuk mencapai harga tertinggi, didukung dengan hak dan kewajiban peserta
lelang yang sama, tanpa adanya prioritas peserta lelang tertentu maupun
pembatasan peserta lelang, serta jaringan pemasaran yang luas dengan adanya
platform nasional lelang.go.id akan menciptakan kompetisi penawaran dengan
persaingan bebas antara para peserta lelang. Dengan semakin
banyaknya peserta/calon pembeli yang hadir, harga yang
terbentuk dapat mencapai harga yang optimal karena sistem penawaran
dalam lelang bersifat kompetitif.

14
 Cepat dan Efisien
Penjualan melalui pelelangan umum merupakan salah satu contoh penjualan yang
dilakukan dalam waktu relatif singkat,
karena dalam proses kegiatan lelang terlebih dahulu
diadakan pengumuman lelang untuk menghimpun calon pembeli lelang. Selain
itu, pelunasan pembayaran lelang harus dilaksanakan dalam waktu 5 hari kerja
secara tunai sehingga lebih efisien dibandingkan penjualan dengan menggunakan
sistem pembayaran kredit. Sistem lelang juga lebih cepat dan efisien karena akan
mengurangi biaya penyimpanan, biaya pemeliharaan, dan biaya pemasaran.
 Adanya kepastian hukum
Setiap pelaksanaan lelang dibuat berita acara yang disebut Risalah Lelang yang
merupakan akta otentik dan berlaku sebagai alat bukti yang sempurna. Pejabat
lelang juga akan memberikan Kutipan Risalah Lelang yang berlaku sebagai Akta
Jual Beli (acte van transport) dan dipergunakan untuk balik nama sehingga tidak
diperlukan lagi adanya Akta Jual Beli yang dibuat oleh Notaris/PPAT.

Kerugian :
 Barang yang dijual apa adanya
Dalam setiap pelaksanaan lelang, pejabat lelang selalu menyebutkan klausul
bahwa barang yang dilelang dijual dengan apa adanya, berikut semua cacat dan
kekurangannya. Cacat dan kekurangan ini bisa berbeda untuk masing-masing
barang, adakalanya tingkat kerusakan sedemikian parah sehingga hanya tersisa
bagian tertentu saja. Dalam hal ini, rumah yang dilelang bahkan masih ditempati
dan pemilik lama juga tidak bersahabat, terlihat dengan tidak mau sukarela
meninggalkan rumahnya. Maka bisa dipastikan, pemenang lelang pun bahkan
belum tentu mengetahui kondisi dan keadaan rumah yang dibelinya.
 Waktu survei singkat
Lelang merupakan penjualan yang dilakukan dalam waktu relatif singkat. Calon
pembeli hanya punya waktu sedikit untuk survei objek lelang tersebut karena
harus mengikuti proses lelang yang sudah ditetapkan. Untuk itu, calon pembeli

15
sebaiknya memanfaatkan waktu yang disediakan dengan sebaik-baiknya untuk
melihat objek lelang dan memeriksa dokumen yang dilampirkan dengan teliti.
 Biaya tambahan
Di luar harga nilai limit yang dicantumkan dalam pengumuman lelang, ada biaya-
biaya tambahan yang perlu dikeluarkan oleh pembeli lelang. Biaya tambahan
tersebut misalnya, bea lelang pembeli, pajak penghasilan, biaya balik nama, biaya
renovasi, hingga biaya pengurusan dokumen kepemilikan apabila barang yang
dibeli tidak dilengkapi dengan dokumen-dokumen tersebut. Selain itu, dalam hal
lelang eksekusi hak tanggungan, terkadang debitur masih menempati rumah yang
dilelang, sehingga pembeli lelang harus mengeluarkan biaya untuk
pengosongan. Tak jarang pemenang lelang perlu mengeluarkan sejumlah uang
atau uang kerohiman yang diberikan kepada pemilik lama demi meninggalkan
rumah tersebut tanpa terjadinya keributan. Biasanya besarnya uang kerohiman
tersebut tergantung dari negosiasi antara pemenang lelang dengan pemilik lama.
Untuk uang ini tidak ada jumlah atau patokan khusus karena sebenarnya hal ini
bersifat kebijakan saja dari pemenang lelang, sehingga proses pengosongan dapat
berjalan lebih lancar tanpa terjadinya keributan dan paksaan.
 Masalah hukum
Permasalahan hukum dapat terjadi setelah membeli barang lelang, khususnya
apabila barang tersebut merupakan objek lelang eksekusi hak tanggungan.
Masalah tersebut muncul karena dalam hal lelang eksekusi, pemilik barang tidak
dengan sukarela menyerahkan barang yang dimilikinya. Misalnya rumah yang
dijual untuk keperluan pelunasan kredit macet oleh bank, debitur sebagai pemilik
rumah tersebut mungkin saja mengajukan gugatan agar lelangnya dibatalkan.
Pembeli lelang dapat turut digugat dalam gugatan tersebut.
 Rawan penipuan
Seperti metode jual beli lainnya, jual beli melalui lelang pun tidak luput dari
adanya risiko penipuan. Calon pembeli lelang harus selalu waspada terhadap
penipu yang berkedok sebagai penyelenggara lelang, penjual yang tidak jujur, dan
bahkan calon pembeli lainnya.

16
17

Anda mungkin juga menyukai