Anda di halaman 1dari 5

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Mata merupakan salah satu organ yang vital bagi individu dalam
menjalankan aktivitas sehari-hari. Keaktifan pada mata manusia juga
membuat mata menjadi organ yang paling rawan mengalami masalah
kesehatan (Sugani dan Priandarini, 2010). Salah satu permasalahan
kesehatan mata yang sedang dialami oleh masyarakat Indonesia adalah
gangguan penglihatan hingga kebutaan. Penyebab utama kebutaan antara
lain katarak, kelainan refraksi dan penyakit lain yang berhubungan dengan
degeneratif (Kemenkes RI, 2014).
World Health Organitation (WHO) memperkirakan ada 285 juta orang
yang mengalami gangguan penglihatan di dunia, dimana 39 juta orang
mengalami kebutaan dan 246 juta memiliki low vision. Penyebab utama
gangguan pengliihatan di seluruh dunia adalah katarak sebesar 51%
(Kemenkes Ri, 2014). Prevalensi katarak di Indonesia berdasarkan hasil
Riskesdas 2013 mencapai sebesar 1,8%. Pravalensi katarak tertinggi di
Sulawesi Utara (3,7%), Jambi (2,8%) dan Bali (2,7%). Jumlah pasien
katarak yang melakukan kunjungan di Klinik Gria Usadha setiap tahunnya
mengalami peningkatan yaitu dari tahun 2016 sebanyak 198 orang, tahun
2017 sebanyak 246 orang dan jumlah pasien katarak yang menjalani
operasi pada bulan Oktober tahun 2018 sebanyak 59 orang (KGU, 2018).
Kebutaan yang disebabkan oleh katarak dapat dicegah dengan
melakukan tindakan operasi. Tindakan pembedahan pada pasien katarak
bertujuan untuk memperbaiki visus atau tajam penglihatan. Pembedahan
katarak dilakukan dengan mengambil lemsa mata yang mengalami katarak
kemudian diganti dengan lensa implant atau Intra Okuler Lens (IOL).
Lebih dari 90% operasi katarak berhasil dengan perbaikan fungsi
penglihatan yang dinyakatakan dengan perbaikan visus pasien pasca
operasi. Sebagian besar pasien mencapai visus kategori baik yaitu 6/18-6/6
setelah empat sampai delapan minggu pasca operasi (Kusuma, 2012).
Masalah yang sering muncul pada pasien katarak adalah banyak pasien
katarak yang tidak melakukan tindakan operasi, karena disebabkan oleh
banyak factor. Hasil Riskesdas Bali tahun 2015 menunjukan salah satu
alasan utama pasien katarak belum menjalankan operasi adalah takut
menjalani operasi (40,1%).
Tindakan operasi (pembedahan) menimbulkan krisis situasi yaitu
gangguan internal yang ditimbulkan oleh peristiwa yang menegangkan,
mengancam dan dapat meningkatkan kecemasan (Hawari, 2008). Bagi
sebagian besar pasien tindakan pembedahan merupakan ancaman potensial
actual terhadap integritas yang dapat membangkitkan reaksi stress
fisiologis maupun psikologis (Long, 2008). Tindakan operasi atau
pembedahan adalah salah satu bentuk terapi yang dapat sebagai ancaman,
baik secara potensial maupun actual terhadap tubuh, integritas dan jiwa
seseorang yang dapat mencetus kecemasan pada diri pasien. Kecemasan
merupakan gejala klinis yang terjadi pada pasien dengan dengan
penatalaksanaan medis (Srinayanti, dkk, 2017). Setiap pasien yang
mengalami pre operasi selalu merasakan ketakutan dan kecemasan. Pasien
yang sangat cemas sampai tidak bisa berbicara dan menyesuaikan diri
sebelum operasi, seringkali menjadi hambatan pada saat paska operasi,
pasien bersikap marah, bingung dan lebih mudah tersinggung (Long,
2008).
Kecemasan dan ketakutan yang dirasakan pasien pre operasi ditandai
dengan adanya perubahan-perubahan fisik seperti meningkatnya frekuensi
nadi dan pernafasan, gerakan-gerakan tangan yang tidak terkontrol, telapak
tangan yang lembab, gelisah, menanyakan pertanyyan yang sama berulang
kali, sulit tidur dan sering berkemih. Kecemasan yang dialami oleh pasien
pre operasi adalah bahwa mereka takut jika operasinya tidak akan berhasil
dan apakah setelah operasi mereka bisa kembali normal atau tidak. Pasien-
pasien yang mengalami katarak terlihat lebih memiliki tingkat kecemasan
yang tinggi pada saat sebelum ataupun sesudah operasi maupun pada saat
operasi. Harapan dan juga hasil dari operasi itu sendiri menjadi pencetus
utama timbulnya kecemasan dan rasa takut pada pasien katarak.
Kecemasan juga dialami pasien setelah mereka mendapatkan tindakan
operasi, mereka mengalami tingkat kecemasan karena pada dasarnya
mereka memiliki rasa ketakutan akan efek samping dan komplikasi yang
akan didapatkan setelah tindakan operasi (Srinayanti, dkk, 2017).
Dampak yang ditimbulkan akibat kecemasan selama operasi yaitu
perubahan hemodinamik tubuh seperti tekanan darah, nadi dan laju
pernafasan yang dapat membingunkan team medis untuk melanjutkan
tindakan operasi. Kecemasan yang dirasakan pasien pasca operasi ditandai
dengan pasien mengalami kekhawatiran seperti maslah keuangan,
tanggung jawab terhadap keluarga, dan kewajiban pekerjaan atau
ketakutan terhadap prognosa yang buruk atau probabilitas kecacatan di
masa mendatang. Bila kecemasan pada pasien operasi tidak diatasi maka
dapat menggangu proses penyembuhan pasien (Srinayanti, dkk, 2017).
Dampak kecemasan harus ditangani sesuai dengan tingkatanya sehingga
peneliti tertarik untuk mengetahui tingkat kecemasan pada pasien pre
operasi katarak di Klinik Gria Usadha.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan maka rumusan
masalah dalam penelitian ini adalah “Bagaimanakah tingkat kecemasan
pada pasien pre operasi katarak di Klinik Gria Usadha tahun 2019?”.
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Tujuan umum dari penlitian ini adalah untuk mengetahui tingkat
kecemasan pada pasien pre operasi katarak di Klinik Gria Usadha
1.3.2 Tujuan Khusus
Adapun tujuan khusus dari penelitian ini adalah:
1.3.2.1 Mengidentifikasi karakteristik responden berdasarkan umur, jenis
kelamin, pendidikan, pekerjaan dan pengalaman operasi pasien katarak
di Klinik Griya Usadha
1.3.2.2 Mengidentifikasi tingkat kecemasan pre operasi pasien katarak
berdasarkan umur di Klinik Griya Usadha
1.3.2.3 Mengidentifikasi tingkat kecemasan pre operasi pasien katarak
berdasarkan jenis kelamin di Klinik Griya Usadha
1.3.2.4 Mengidentifikasi tingkat kecemasan pre operasi pasien katarak
berdasarkan tingkat pendidikan di Klinik Griya Usadha
1.3.2.5 Mengidentifikasi tingkat kecemasan pre operasi pasien katarak
berdasarkan pekerjaan di Klinik Griya Usadha
1.3.2.6 Mengidentifikasi tingkat kecemasan pre operasi pasien katarak
berdasarkan pengalaman operasi di Klinik Griya Usadha
1.3.2.7 Mengidentifikasi tingkat kecemasan pre operasi pasien katarak di
Klinik Griya Usadha
1.4 Manfaat Penelitian
Hasil yang diharapkan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.4.1 Manfaat Praktis
1.4.1.1 Bagi Tenaga Kesehatan
Hasil penelitian ini dapat menjadi panduan tentang kecemasan pre
operasi pasien katarak, sehingga dalam memberikan asuhan
keperawatan perlu mempertimbangkan aspek psikologis pasien agar
tidak menggangu proses pengobatan.
1.4.1.2 Bagi pasien katarak
Hasil penelitian ini dapat memberikan gambaran bahwa pasien yang
akan menjalani operasi mengalami kecemasan yang dapat menggangu
proses pembedahan sehingga pasien mampu mempersiapkan diri untuk
menjalani operasi katarak.
1.4.1.3 Peneliti Selanjutnya
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dipakai sebagai data dasar
bagi peneliti selanjutnya terkait topic yang berkaitan atau Gambaran
Tingakat Kecemasan Pasien Pre Operasi Katarak Di Klinik Griya
Usadha.
1.4.2 Manfaat Teoritis
Penelitian ini dapat digunakan sebagai pedoman atau
pengembangan ilmu keperawatan khususnya yang berkaitan dengan
persiapan pasien katarak sebagai kontribusi kepustakaan bagi institusi
pendidikan sebagai data dasar untuk melakukan penelitian lebih lanjut
yang berhubungan dengan penelitian ini.
1.5 Keaslian Penelitian
1.5.1 Penelitian Basofi (2016), tentang hubungan jenis kelamin, status
pernikahan dan pekerjaan dengan tingkat kecemasan pada pasien
operasi katarak di Rumah Sakit Yarsi Pontianak. Peneliitian ini
merupakan penelitian analitik dengan pendekatan potong litang.
Jumlah sampel sebanyak 49 orang dengan metode convenience
sampling, alat ukur yang digunakan instrument Back Anxiety Inventory
(BAI). Analisis data menggunakan uji Fisher. Hasil penelitian
menunjukan tidak terdapat hubungan yang bermakna antara jenis
kelamin dengan tingkat kecemasan (or= 0,500, p=1,000). Tidak
terdapat hubungan yang bermakna antara pekerjaan dengan tingkat
kecemasan (or= 1,111, p= 0,27). Tidak terdapat hubungan yang
bermakna antara status pernikahan dengan tingkat kecemasan (or=
1,000, p= 2,000). Kesimpulan tingkat kecemasan pada pasien operasi
katarak tidak diperberat dengan factor jenis kelamin, pekerjaan dan
status pernikahan. Perbedaan dengan penelitian ini terletak pada jenis
penelitian, lokasi penelitian dan jumlah populasi penelitian. Persamaan
dengan penelitian ini yaitu variabel kecemasan pasien pre operasi.
1.5.2 Penelitian Srinayanti, dkk (2017). Tentang tingkat kecemasan pasien
pre operasi katarak di ruang bedah Rumah Sakit Umum Daerah
Kabupaten Ciamis. Jenis penelitiaan deskriptif dengan sampel semua
pasien pre operasi di ruang bedah RSUD kabupaten Ciamis sebanyak
31 orang. Alat ukur yang digunakan adalah kuesioner Depression
Anxiety Sres Scale (DASS). Hasil penelitian menunjukan sebagian
besar pasien mengalami kecemasan ringan sebanyak 16 orang (51,6%)
dan tidak ada yang mengalami kecemasan sangat berat (panic).
Perbedaan dengan penelitian ini terletak pada lokasi penelitian dan
jumlah populasi penelitian. Persamaan dengan penelitian ini yaitu
variabel kecemasan pasien pre operasi.
1.5.3 Penelitian Sekarniti (2018) Tentang Tingkat kecemasan pasien pre
operasi katarak di Rumah Sakit Mata Bali Mandara. Jenis penelitian
yang digunakan yaitu penelitian deskriptif kuantitatif dengan
pendekatan cross sectional. Sampel penelitian berjumlah 58 orang.
Dengan alat ukur kuiseoner Zung Self-Rating Anxiety Scale (ZSAS).
Hasil penelitian menunjukan dari 58 responden sebagian besar tingkat
kecemasan pre operasi pasien katarak adalah ringan yaitu sebyank 42
orang (72,0%). Perbedaan dengan penelitian ini terletak pada lokasi
penelitian. Persamaan dengan penelitian ini adalah variabel tingkat
kecemasan pasien pre operasi katarak.

Anda mungkin juga menyukai